Anda di halaman 1dari 6

EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN BK DI SEKOLAH BERDASARKAN YURIDIS

FORMAL DAN NONFORMAL

A. Eksistensi BK di Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta
didik secara individual, kelompok, atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki
(Hikmawati, 2016). Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan
hambatan serta masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yg optimal, pengembangan
perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau
manfaat individu dalam lingkungannya.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan
semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-
undangan) atau ketentuan dari atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut
mengenai upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar
mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-
spiritual).
Konseling sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses
berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau
kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan
karena mereka masih kurang dalam memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman yang menentukan arah kehidupannya.

B. Kedudukan BK di Sekolah
1. Berdasarkan Landasan Yuridis Formal
a. UU No 20 Tahun 2003
Konselor atau Bimbingan Konseling mempunyai payung
hukum yang secara eksplisit dinyatakan dalam Undang-undang (UU)
No. 20/2003 pasal 1 ayat 6. Hal ini mengindikasikan bahwa Konselor
(Bimbingan Konseling) mempunyai posisi yang sejajar dengan tenaga
pendidik lainnya (guru, dosen, tutor, dan widyaiswara) namun dalam
konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang berbeda dan unik. Kalau
ditelusuri terkait ketentuan perundang-undangan, mulai dari Undang-
undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS), sampai pada Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan
berlanjut kepada Undang-undang (UU) nomor 14 tentang Guru dan
Dosen, ternyata tidak dapat ditemukan pengaturan tentang konteks
tugas dan ekspektasi kinerja yang dapat digunakan sebagai kerangka
pikir untuk penyusunan standar kompetensi dan pendidikan
profesional konselor atau Bimbingan Konseling (BK).
Pendidikan merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan sebagai bekal hidup. Dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan agar peserta
didik mampu mengembangkan potensi dirinya meliputi kekuatan
spiritual, self-regulated, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia,
serta keterampilan baik untuk dirinya maupun lingkungan dan
negaranya. Sedangkan menurut Tilaar (dalam Taufiq, 2014)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membentuk
peserta didik agar memasyarakat dan berbudaya yang memiliki
dimensi lokal, nasional, dan global.
Definisi pendidikan yang menarik dan sederhana diungkapkan
oleh Sunaryo (Taufiq, 2014), yang menyatakan bahwa pendidikan
ditujukan untuk membawa manusia yang apa adanya menjadi yang
seharusnya. Memang manusia sudah dibekali oleh potensi diri, tetapi
dengan tidak melatih dan mempergunakan hal tersebut, potensi tidak
akan pernah muncul, manusia yang memiliki akal perlu dibekali juga
dengan cara menggunakan akal tersebut dan mengoptimalkan
kemampuannya (Bhakti, 2015).

b. Permendibud No. 111 tahun 2014


Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling
pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Permendikbud ini
menjadi rujukan penting, khususnya bagi para Guru BK/Konselor
dalam menyelenggarakan dan mengadministrasikan layanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah.
sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 6 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan Konseling
memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b)
layanan peminatan dan perencanaan individual; (c) layanan responsif;
dan (d) layanan dukungan sistem”. Melihat keempat komponen
layanan yang dimaksud dalam pasal tersebut, di sini tampak jelas
bahwa konsep dan kerangka kerja layanan Bimbingan dan Konseling
yang dikehendaki oleh peraturan ini adalah Pola Bimbingan dan
Konseling Komprehensif, sebagaimana digagas oleh Gysber, dkk dan
telah digunakan di berbagai negara lain.
Peraturan menteri ini juga sebagai pijakan atau rujukan Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam melaksanakan tugas
Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah terutama permasalahan
jam masuk kelas yang selama ini menjadi perdebatan. Dalam pasal 6
ayat (4) dijelaskan bahwa ” Layanan Bimbingan dan Konseling
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diselenggarakan di dalam
kelas dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu”.
Bimbingan dan konseling sudah tidak asing lagi didengar di
sekolah, karena bimbingan dan konseling sendiri seperti sudah dikaji
memiliki peranan penting dalam pendidikan. Bimbingan dan konseling
terdiri dari kata yang masing-masing memiliki pengertian. Pertama
bimbingan, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
diberikan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor kepada
seorang konseli yang bertujuan agar konseli mampu mengembangkan
kemampuan dirinya dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sehingga menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan konseling yang
dalam bukunya Prayitno dan Amti (2015) menggantikan istilah
sebelumnya, yaitu penyuluhan, serta memberikan definisi bahwa
konseling merupakan upaya pemberian bantuan berupa wawancara
secara langsung yang diberikan oleh seorang yang kompeten yang
disebut konselor kepada konseli yang sedang mengalami suatu
permasalahan dengan tujuan agar individu tersebut dapat mengatasi
permasalahannya tersebut (Hanum, 2015).

2. Berdasarkan Landasan Yuridis Informal


a. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien).Secara luas untuk bisa hidup bahagia, manusia
memerlukan keadaan mental psikologis yang baik (selaras, seimbang).
Dalam kehidupan nyata, baik karena faktor internal maupun eksternal, apa
yang diperlukan manusia bagi psikologisnya itu bisa tidak terpenuhi atau
dicari dengan cara yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (a) motif dan
motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian

Landasan psikologis merupakan salah satu bagian yang terpenting


untuk dibahas dalam bimbingan konseling, hal ini didasari bahwa peserta
didik atau klien sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses
perkembangan, memiliki interaksi dan dinamika dalam lingkungan serta
senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam sikap dan tingkah
lakunya. Proses perkembangan seseorang tidak selamanya berlangsung
secara linear (sesuai dengan apa yang diharapkan), tetapi terkadang
bersifat stagnasi atau bahkan diskontinuitas perkembangan (Lubis, 2012)
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor, yaitu (a) motif dan motivasi,
(b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar,
dan (e) kepribadian. (Yusuf, 2006).

b. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku
individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan
sosialbudaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan
dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan
tuntutan sosialbudaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi
tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari
lingkungannya.

Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi


individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun
eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.

c. Landasan Ilmu Pengetahuan-Teknologi dan Globalisasi


Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional
yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-
teorinya, pelaksanaannya, maupun pengembangan- pengembangan
pelayanan itu secara berkelanjutan. Landasan ilmiah dan teknologi
membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan
konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan
besar dari ilmuilmu lain dan bidang teknologi. Sehingga bimbingan dan
konseling diharapkan semakin kokoh. Dan mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi yang berkembang pesat. Disamping itu penelitian dalam
bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang yang
segar dalam perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
Landasan globalisasi dalam konseling termasuk ke dalam landasan
yang amat penting karena dalam melakukan bimbingan dan konseling
tentu harus menyesuaika dengan zaman dan budaya yang berlaku. Selain
globalisasi sangat berpengaruh pada manusia modern saat ini sehingga
tidak dapat dipungkiri bahwa landasan globalisasi menjadi salah satu
acuan.
DAFTAR REFERENSI

Bhakti, C. P. (2015). Bimbingan dan Konseling Komprehensif: Dari Paradigma Menuju


Aksi. Jurnal Fokus Konseling, 1(2), 93-106.

Hikmawati, F. (2016). Bimbingan dan Konseling. Rajawali Press. 

Hanum, M., Prayitno, P., & Nirwana, H. (2015). Efektivitas Layanan Konseling Perorangan
Meningkatkan Kemandirian Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Belajar. Konselor,
4(3), 162-168.

Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan, 17(4), 447-454. 

Lubis, L. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Journal


Analytica Islamica, 1(1), 57-82.

Putri, A. E. (2019). Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling: Sebuah Studi


Pustaka. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 4(2), 39-42. 

Rosada, U. D., Kurniasih, C., & Aji, B. S. (2019, August). BIMBINGAN DAN   
KONSELING DI SEKOLAH DASAR BERBASIS LOCAL WISDOM.
In PROSIDING SEMINAR NASIONAL PAGELARAN PENDIDIKAN DASAR
NASIONAL (PPDN) 2019 (Vol. 1, No. 1, pp. 236-242).

Yusuf, S., & Nurishsan, J. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling.

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2014/11/05/permendikbud-no-111-tahun- 2014-
tentang-bimbingan-dan-konseling/

Anda mungkin juga menyukai