Anda di halaman 1dari 5

Nama : Zaka Asshadri

Nim : 20073067
Matkul : Bimbingan dan Konseling

Eksistensi dan Kedudukan BK disekolah

1. Eksistensi BK Disekolah
masalah yang dihadapi oleh peserta didik. Bimbingan dan konseling merupakan upaya
proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang
optimal, pengembanganperilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi
atau manfaatindividu dalam lingkungannya. Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di sekolah bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum
(perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut
mengenai upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut
aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).Konseling sebagai seorang individu yang
sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan
bimbingan karena mereka masih kurang dalam memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman yang menentukan arah kehidupannya.

2. Kedudukan BK Disekolah
a. Berdasarkan Landasar Yuridis Formal
Pendidikan merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilanvsebagai
bekal hidup. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan agar peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya meliputi kekuatan spiritual, self- regulated,
kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan baik untuk dirinya maupun
lingkungan dan negaranya. Sedangkan menurut Tilaar (dalam Taufiq, 2014) menyatakan
bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membentuk peserta didik agar memasyarakat dan
berbudaya yang memiliki dimensi lokal, nasional, dan global. Definisi pendidikan yang menarik
dan sederhana diungkapkan oleh Sunaryo (Taufiq, 2014), yang menyatakan bahwa pendidikan
ditujukan untuk membawa manusia yang apa adanya menjadi yang seharusnya.
Memang manusia sudah dibekali oleh potensi diri, tetapi dengan tidak melatih dan
mempergunakan hal tersebut, potensi tidak akan pernah muncul, manusia yang memiliki akal
perlu dibekali juga dengan cara menggunakan akal tersebut dan mengoptimalkan
kemampuannya.4 Di lapangan apabila ditanya apa itu pendidikan, maka jawaban yang sering
terdengar adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi pendidikan saat ini terutama
tidak dapat semudah itu. Banyak aspek yang perlu dikembangkan daripada hanya sekadar
mengubah suatu ketidaktahuan menjadi tahu. Sebab, manusia tidak hanya diciptakan dari segi
kognitifnya saja, dan kenyataan bahwa tidak semua baik dari segi akademik. Banyak individu
yang lebih unggul di suatu bidang selain akademik, semisal menggunakan fisiknya,
menggunakan motorik halusnya, atau kemampuan lainnya. Sehingga pendidikan harus
dilaksanakan secara komprehensif.
Di Indonesia pendidikan dibagi menjadi beberapa jenjang yang disusun berdasarkan tingkat
perkembangan, tujuan, dan kemampuan yang menjadi sasaran. Jenjang pendidikan tersebut
terdiri dari mulai pendidikan prasekolah sampai dengan perguruan tinggi, baik formal,
informal, maupun nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terdiri dari
pendidikan dasar, menengah, dan atas yang disusun dan dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang terstruktur ataupun
berjenjang, tetapi di luar pendidikan formal. Sedangkan pendidikan informal dapat terjadi di
lingkungan. Menyoroti jenjang pendidikan Indonesia yang membagi menjadi beberapa
jenjang, yang disusun secara sistematis sesuai dengan tingkat perkembangan dan tujuan yang
ingin dicapai secara formal terbagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah,dan
pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 14.
Oleh karena setiap individu berbeda dari segi kecerdasan, keterampilan, watak, minat, dan
bakatnya, maka pendidikan yang menuntut tercapainya tujuan mencerdaskan semua anak
bukan hanya membutuhkan pengajaran yang bersifat akademik saja, tetapi perlu pemahaman
akan diri dan lingkungan serta bagaimana cara mengaktualisasikan dirinya sehingga dapat
hidup secara mandiri. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Amini dkk., (2014), yang
menyatakan bahwa yang perlu diperhatikan adalah tidak ada anak yang perkembangannya
sama persis meskipun anak kembar sekalipun.Salah satu komponen pendidikan yang penting
dalam pelaksanaan pendidikan adalah bimbingan dan konseling dalam setiap satuan
pendidikan, baik dasar maupun menengah, tidak terkecuali di Sekolah Dasar. Sebagaimana
dalam PERMENDIKBUD RI No. 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada
pendidikan dasar dan menengah, bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling
dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan.
Bimbingan dan konseling sudah tidak asing lagi didengar di sekolah, karena bimbingan dan
konseling sendiri seperti sudah dikaji memiliki peranan penting dalam pendidikan. Bimbingan
dan konseling terdiri dari kata yang masing-masing memiliki pengertian. Pertama bimbingan,
bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh guru bimbingan dan
konseling atau konselor kepada seorang konseli yang bertujuan agar konseli mampu
mengembangkan kemampuan dirinya dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sehingga menjadi pribadi yang mandiri. Sedangkan konseling yang dalam bukunya Prayitno
dan Amti (2015) menggantikan istilah sebelumnya, yaitu penyuluhan, serta memberikan
definisi bahwa konseling merupakan upaya pemberian bantuan berupa wawancara secara
langsung yang diberikan oleh seorang yang kompeten yang disebut konselor kepada konseli
yang sedang mengalami suatu permasalahan dengan tujuan agar individu tersebut dapat
mengatasi permasalahannya tersebut.

b. Berdasarkan Landasan Yuridis Informal


1) Landasan psikologis
Landasan psikologis merupakan salah satu bagian yang terpenting untuk dibahas
dalam bimbingan konseling, hal ini didasari bahwa peserta didik atau klien sebagai individu
yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki interaksi dan dinamika
dalam lingkungan serta senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam sikap dan
tingkah lakunya. Proses perkembangan seseorang tidak selamanya berlangsung secara
linear (sesuai dengan apa yang diharapkan), tetapi terkadang bersifat stagnasi atau bahkan
diskontinuitas perkembangan.7 Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang
mengalami masalah stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-masalah
psikologis, seperti lahirnya perilaku menyimpang (delinquency), frustrasi, depresi, agresi
atau bersifat kekanak-kanakan. Agar perkembangan pribadi peserta didik atau klien dapat
tumbuh dan berkembang secara seimbang serta terhindar dari masalah-masalah
psikologis, maka setiap peserta didik atau klien perlu diberikan bantuan yang bersifat
pribadi (pendekatan inilah pada akhirnya menjadi konseling individu), yaitu bantuan yang
dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik atau klien melalui pendekatan psikologis.
Pada sisi lain, setiap konselor maupun guru pembimbing harus memahami aspek-aspek
psikologis pribadi pelajar atau klien, sehingga dengan modal itu pulalah para konselor
dapat memberikan bimbingan dan arahan yang tepat, sehingga pelajar atau klien memiliki
pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna, yaitu suatu
kehidupan yang bukan hanya berarti buat diri pribadinya saja, tetapi juga bermanfaat bagi
orang yang ada di sekitarnya. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor, yaitu (a) motif dan motivasi, (b)
pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar, dan (e) kepribadian.8
2) Landasan sosial dan budaya
Landasan sosial-budaya juga perlu diketahui secara lengkap oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling (BK), karena landasan ini dapat memberikan pemahaman kepada
konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi
perilaku individu. Setiap individu pada dasarnya merupakan produk dari lingkungan sosial-
budaya tempat mereka tinggal. Sejak lahirnya, individu tersebut sudah diajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu yang
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan dalam proses pembentukan perilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang
pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku
individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau peranan
keluarga terhadap seseorang, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan di
mana seseorang itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman yang
ditempuh oleh seseorang tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan dan keluasan
pandangan dari setiap konselor, yang mana konselor harus mampu memberikan layanan
dan perhatian yang sama terhadap peserta didik atau klien yang memerlukan bantuan,
tidak terkecuali kepada mereka yang berbeda budaya, pandangan hidup, dan agama,
karena memberikan layanan terhadap orang yang membutuhkan atau memerlukan
merupakan tuntutan dari tugas profesionalismenya sebagai seorang konselor.

c. Landasan Ilmu pengetahuan,Teknologi dan Globalisasi


Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan-teknologi dan globalisasi
memiliki multifungsi terhadap berbagai aspek dalam kehidupan manusia, artinya berbagai
disiplin ilmu seperti psikologi, ilmu pendidikan, filsafat, antropologi, sosiologi,
komunikasi,ekonomi, dan agama sangat berfungsi dalam bimbingan konseling. Sumbangan
berbagai disiplin ilmu lain kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada
pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada
praktik pelayanannya.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor di dalamnya
mencakup sebagai ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan
pengetahuan dan teori mengenai bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian, sehingga proses dan layanan
bimbingan konseling semakin hari semakin baik.
Dalam perjalanan sejarahnya, bimbingan dan konseling bersifat dinamis dan berkembang,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya manusia itu sendiri. Mengingat
perlunya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap konselor atau guru BK
dituntut untuk mengadakan penelitian dan eksperimen, sehingga layanan yang diberikan
terhadap klien akan semakin baik dan sempurna.

Anda mungkin juga menyukai