Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak

didik. Kemudian guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang

melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga

pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau mushola, di rumah

dan sebagainya (Djamarah, 2010: 31). Sementara Supardi (2014: 8), menjelaskan

pengertian guru menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan

tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah jalur pendidikan formal.

Bimbingan dan Konseling secara etimologis, kata bimbingan merupakan

terjemahan dari kata “guidance” yang berasal dari kata kerja”to guide”, yang

mempunyai arti ”menunjukkan”, “membimbing”, “menuntun”, ataupun

“membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum, bimbingan dapat

diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan (Asmani, 2010: 31).

Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan

pengertian yang saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, untuk
memahami pengertian bimbingan, perlu dipertimbangkan beberapa pengertian

yang dikemukakan oleh para ahli berikut:

1. Menurut Frank Parson, 1951 bahwa bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan

memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang

dipilihnya.

2. Menurut Chiskolm, bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali

berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

3. Menurut Bernard dan Fullmer, 1969 bahwa bimbingan merupakan kegiatan

yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu.

4. Pengertian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Mathewson, 1969

bahwa bimbingan merupakan pendidikan dan pengembangan yang

menekankan proses belajar yang sistematik.

5. Penelusuran Ifdil Dahlani juga hampir sama dengan pengertian di atas. Ia

menyatakan pendapat para ahli sebagai berikut:

Prayitno dan Erman Amti mengemukakan bahwa bimbingan merupakan

proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada

seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun

dewasa. Tujuannya adalah orang yang dibimbing dapat mengembangkan

kemampuan dirinya sendiridan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan

individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-

norma yang berlaku.


Winkel (2005:27) mendefinisikan bimbingan: pertama, usaha melengkapi

individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang dirinya

sendiri. Kedua, cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk

memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan

yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya. Ketiga, sejenis pelayanan

kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan

tujuan dengan tepat, dan menyusun rencana yang realistis sehingga mereka

dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan tempat

mereka hidup. Keempat, proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada

individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman

tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan

menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.

6. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah

suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada

individu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian,

individu tersebut memiliki bkemampuan untuk memahami dirinya (self

understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),

kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction), dan kemampuan

untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau

kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik

keluarga, sekolah, dan masyarakat.


7. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal

lingkungan, dan merencanakan masa depan.

(Salahudin, 2010: 15).

Pengertian siswa/murid/peserta didik. Di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pengertian murid berarti anak (orang yang sedang berguru/belajar,

bersekolah). Sedangkan menurut Sinolungan (Riska, dkk.: 2013) peserta didik

dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan

sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di

sekolah.

Siswa dalam masa perkembangan akan dihadapkan dalam berbagai

lingkungan. Lingkungan yang paling awal dikenal dan terdekat oleh siswa adalah

lingkungan primer. Lingkungan primer merupakan lingkungan keluarga di

dalamnya terjadi interaksi yang intern dengan orang tua. Orang tua secara

langsung mempengaruhi setiap terbentuknya perilaku dasar pada anak. Siswa

cenderung meniru hal-hal yang terjadi disekitarnya, maka orang tua merupakan

pihak yang sangat bertanggung jawab terhadap arah perkembangan siswa.

Di samping lingkungan primer, siswa juga akan dihadapkan pada

lingkungan sekunder. Lingkungan kedua ini merupakan lingkungan sekolah. Di

lingkungan ini siswa tidak hanya belajar pada tataran akademik tapi siswa juga

akan turut belajar bagaimana untuk melakukan sosialisasi terhadap orang-orang


sekitarnya, terlebih dengan teman sebayanya. Pada lingkungan ini siswa akan

terpengaruh pada perubahan yang terjadi di dalamnya. Seperti pada lingkungan

primer, lingkungan skunder mempunyai peranan penting dalam mengawal masa

transisi siswa.

Proses pendidikan siswa merupakan proses belajar mengajar yang

sangat penting dan tidak dapat diabaikan, karena melalui pendidikan siswa dapat

ditingkatkan kualitasnya. Untuk tercapainya tujuan pendidikan, maka pendidikan

juga harus mengedepankan pembinaan kesehatan mental bagi siswa. Kesehatan

mental merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami

dan menunjang keberhasilan pendidikan itu sendiri.

Pembinaan kesehatan mental berperan aktif dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa di sekolah. Seorang siswa yang memiliki kondisi fisik dan mental

yang baik dalam belajar akan mendapatkan kemudahan dalam memahami serta

mengembangkan materi pelajaran yang telah disampaikan dalam proses belajar

mengajar. Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu,

semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi kegiatan belajar

seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain

seperti faktor intern dan ekstern.

Bias dikatakan kesehatan mental adalah terhidarnya seseorang dari gejala-

gejala gangguan dan penyakit jiwa yang dimana bagi para penderitanya tidak

dapat menyesuaikan dirinya dengan baik, sulit mencari kesaharmonisan dalam

jiwa di dalam kehidupannya, tidak bisa bersikap dan merasakan dengan baik
pada berbagai situasi, dan tidak dapat mengevaluasi dalam setiap keputusan yang

diambil.

Orang yang mentalnya sehat memiliki sifat khas, antara lain mempunyai

kemampuan untuk bertindak secara efisien, memiliki tujuan-tujuan hidup yang

jelas memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap

potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan keperibadian dan

memiliki bawaan yang selalu tenang.

Dengan banyaknya kasus-kasus siswa yang mengalami gangguan

kesehatan mental. Contohnya yang terjadi pada di SMK PGRI 16 yang

menunjukkan bahwa siswa mempunyai kasus berupa :

1. Masalah kesulitan belajar


Salah satu segi dari kesulitan belajar merupakan gejala gangguan
kesehatan mental, baik sebagai sebab maupun akibat. Sebagai
masalah kesehatan mental, kesulitan belajar merupakan salah satu
gejalanya. Artinya, anak yang mengalami gangguan mental seperti
adanya pertentangan batin, konflik dengan orang tua dan merasa
rendah diri akan menimbulkan gangguan kesehatan pada mentalnya.
2. Masalah kenakalan remaja
Masalah kenakalan anak-anak, khususnya kenakalan remaja
merupakan masalah yang besar dalam dunia pendidikan khususnya di
kota-kota besar. Timbulnya masalah kenakalan anak sekolah ini tidak
dapat dilepaskan, artinya sekolah mempunyai tanggung jawab yang
cukup besar. Gejala kenakalan tampak dalam berbagau bentuk tingkah
laku seperti sikap agresif, mengganggu, pergaulan bebas, perkelaihan,
pembentukan genk, membuat coret-coretan yang tidak senonoh,
merusak sekolah, dan lain sebagainya. Anak-anak yang melakukan
kenakalan dapat diperkiran mengalami gangguan kesehatan mental.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa pada umumnya anak yang
melakukan tindakan kenakalan, baik di sekolah maupun diluar
sekolah erat sekali hubungannya dengan kondisi gangguan mental.

3. Masalah disiplin
Anak yang bermental sehat akan menunjukkan adanya disiplin secara
sadar terhadap aturan yang diberikan sekolah. Sebaliknya pelanggaran
disiplin yang dilakukan anak, biasanya merupakan adanya gejala
gangguan kesehatan mental. Gejala pelanggaran disiplin seperti
datang terlambat, berbuat seenaknya, mencuri, mencontek, dan
sebagainya dapat terjadi bukan karena anak tidak tahu aturan disiplin,
tetapi gejala itu dilakukan sebagai proses terhadap
ketidaksinambungan mentalnya.
Dari beberapa studi kasus menunjukkan bahwa pada umunya mereka
yang melanggar disiplin sekolah, disebabkan karena adanya gangguan
mental dalam dirinya, seperti cemas.
4. Masalah gangguan mental
Adanya gejala gangguan mental pada anak didik di sekolah juga
merupakan masalah-masalah kesehatan mental. Di sekolah sering
nampak rasa takut dan rasa cemas.

Kesehatan mental pada umumnya tak kalah penting dalam masalah

kesehatan jasmani dan bila pada hal ini mengalami gangguan maka akan dapat

menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan layaknya gangguan pada

kesehatan jasmani. Yang membedakan dari keduanya adalah gangguan pada

kesehatan mental berakibat timbulnya perilaku menyimpang (maladjustment).

Banyak munculnya psychosomatic, yaitu penyakit badan yang disebabkan oleh

mental yang tidak sehat.

Maka dibutuhkan adanya pemahaman kesehatan mental untuk

membangun kesadaran hidup yang sehat baik jasmani maupun rohani. Kesehatan

mental dapat dipahami sebagai terwujudnya keharmonisan untuk menghadapi

problem-problem yang terjadi secara positif. Pada umumnya perhatian akan

terpentingnya kesadaran dan pemahaman terhadap kesehatan mental

dilingkungan sekolah kerap luput. Perlu perhatian serius dari segenap pihak
khususnya dari guru mata pelajaran serta guru bimbingan dan konseling di

sekolah terhadap masalah kesehatan mental siswa tak jarang masalah tersebut

berakibat pada timbulnya maladjustmen atau tindakan penyimpangan dalam

berbagai bentuk dan tentunya dapat merugikan siswa.

Oleh karena itu, sekolah merupakan wadah yang tepat untuk siswa dalam

mengembangkan kepribadiannya terutama dalam membina kesehatan mentalnya

dalam belajar. Hal ini dapat diarahkan oleh layanan bimbingan dan konseling

yang diberikan guru bimbingan dan konseling di sekolah. Pemahaman pimpinan

disekolah dan guru-guru (terutama guru bimbingan dan konseling) tentang

kesehatan mental sangatlah penting. Guru mata pelajaran dan guru bimbingan

dan konseling secara bersinergi dapat menciptakan iklim kehidupan (fisik,

emosional, sosial, maupun moral spritual) untuk perkembangan kesehataan

mental pada siswa. Disamping itu, mereka dapat memantau gejala gangguan

mental para siswa sedini mungkin.

Dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah seorang siswa

merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh guru atas tingkah laku yang

diperbuatnya. Selain itu juga, bimbingan dan konseling memberikan suatu

motivasi kepada siswa, sehingga siswa yang mempunyai problem atau masalah,

dapat langsung berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling.

Dengan demikian, siswa tersebut tidak berlarut-larut dalam masalah

karena hal tersebut dapat menyebabkan siswa stress (terganggu dalam belajar),

karena memendam masalah. Dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah


maka akan terjalin suatu kedekatan, keterbukaan antara siswa dan guru yang

bersangkutan, dan adanya Guru Bimbingan dan Konseling maka akan membantu

kerja sekolah dalam membina kesahatan mental dalam proses belajar siswa di

sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terlah diuraikan di atas maka penulis

dapat mengdentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Masalah kesehatan mental yang berpengaruh pada suasana hati siswa perlu

mendapat perhatian khusus.

2. Masalah gangguan stress pasca trauma pada siswa perlu mendapat perhatian

khusus.

3. Masalah kontrol diri pada siswa perlu mendapat perhatian khusus.

4. Kondisi fisik siswa yang berpengaruh pada kesehatan mental siswa perlu

mendapat perhatian khusu.

5. Kesehatan mental siswa perlu mendapatkan pembinaan dari guru bimbingan

dan konseling.

6. Layanan bimbingan kesehatan mental siswa perlu dilaksanakan dan

dijadwalkan.

7. Peranan guru bimbingan dan konseling dalam pembinaan kesehatan mental

siswa disekolah sangat dibutuhkan.


C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah ditetapkan di atas bahwa

terdapat beberapa masalah kesehatan mental yang di alami pada siswa, seperti

gangguan suasana hati siswa, gangguan stres pasca trauma yang di alami siswa,

gangguan lemahnya kontrol diri dan kondisi fisik siswa yang memengaruhi

kesehatan mentalnya, maka penulis membatasi lingkup masalah pada “Guru

Bimbingan dan Konseling dalam Membina Kesehatan Mental Siswa di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 16 Jakarta Timur”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas peneliti

dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Membina

Kesehatan Mental Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 16

Jakarta Timur ?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Guru Bimbingan dan

Konseling dalam Membina Kesehatan Mental Siswa di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) PGRI 16 Jakarta Timur.


F. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dalam mengarahkan dan meningkatkan peran dan

tanggungjawab guru Bimbingan dan Konseling dalam Membina Kesehatan

Mental Siswa di Sekolah.

2. Sebagai bahan evaluasi dan bahan masukan bagi guru dalam membina

kesehatan mental siswa di sekolah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman dan memperjelas arah pembahasan

maka peneliti mencoba membuat sistematika penulisan laporan penelitian ini

menjadi lima bab dengan uraian sebagai berikut :

Bab I Merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan

tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Memaparkan tentang landasan teori. Dalam bab ini membahas

tentang kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berfikir.

Bab III Metodelogi penelitian, membahas tentang waktu dan tempat

penelitian, metode penelitian, populasi dan sempel data, metode

pengumpulan data , instrument penelitian dan teknik analisa data.


Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis pengujian

dan hasil analisa data, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

yang disebutkan dalam perumussan masalah.

Bab V Merupakan bagian penutup yang berisikan simpulan dan saran-

saran.
BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Landasan Teori

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling pada dasarnya terbagi atas 2 kata yaitu

“bimbingan” dan “konseling”. Pemahaman dari ke dua kata tersebut memiliki

arti yang berbeda dalam penjelasannya. Pada Pemendikbut No. 81A tahun

2013 tentang implementasi seluruh guru bimbingan dan konseling telah

diterbitkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Yang lebih

membanggakan bimbingan dan konseling ini dilampirkan secara khusus pada

lampiran IV peraturan menteri dan kebudayaan No. 81a tahun 2013 tentang

kurikulum pedoman pembelajaran.

a. Pengertian Bimbingan

Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli

memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain. Oleh

karena itu, untuk memahami pengertian bimbingan, perlu

dipertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli

berikut (Salahudin, 2010: 15) :

1) Menurut Frank Parson, 1951 bahwa bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan


memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang

dipilihnya.

2) Menurut Chiskolm, bimbingan membantu individu untuk lebih

mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

3) Menurut Bernard dan Fullmer, 1969 bahwa bimbingan merupakan

kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu.

4) Pengertian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Mathewson,

1969 bahwa bimbingan merupakan pendidikan dan pengembangan yang

menekankan proses belajar yang sistematik.

5) Penelusuran Ifdil Dahlani juga hampir sama dengan pengertian di atas. Ia

menyatakan pendapat para ahli sebagai berikut:

Prayitno dan Erman Amti mengemukakan bahwa bimbingan

merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang

ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,

remaja, maupun dewasa. Tujuannya adalah orang yang dibimbing dapat

mengembangkan kemampuan dirinya sendiridan mandiri dengan

memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat

dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Winkel (2005:27) mendefinisikan bimbingan: pertama, usaha

melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi

tentang dirinya sendiri. Kedua, cara untuk memberikan bantuan kepada

individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif


segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya.

Ketiga, sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat

menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat, dan menyusun

rencana yang realistis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan

memuaskan diri dalam lingkungan tempat mereka hidup. Keempat,

proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal

memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya

sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana

sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.

6) Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan

adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis

kepada individu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan

demikian, individu tersebut memiliki bkemampuan untuk memahami

dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self

acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction), dan

kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan

potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan

lingkungan, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat.

7) Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi,

mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.


Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian bimbingan

dapat disimpulkan bahwa Bimbingan adalah pemberian bantuan dan

informasi kepada individu untuk mampu mengembangkan kemampuan

dalam diri secara optimal untuk mengambil sebuah keputusan atau

memberikan sebuah saran agar individu tidak mengalami permasalahan

kedepan. Karena bimbingan diberkan kepada individu sebelum terjadi

suatu permasalahan terhadap dirinya. bimbingan

Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa sekarang

sudah memasuki tahap yang cukuo berat dalam melakukan pencegahan

maupun pengaraha dalam memberikan suatu bimbingan kepada

siswa/siswi. Bimbingan merupakan perat penting di dalam suatu lembaga

pendidikan untuk dapat membantu peserta didik mengetahui kemampuan

yang dimiliki dan bias mempergunakan kemampua yang dimiliki diri

secara optimal dan proses bimbingan harus terus berjalan dan

berkesinambungan.

Lembaga pendidikan harus memiliki program-program bimbingan

yang menarik dan kreatif untuk melakukan bimbingan di dalam sekolah

dikarenakan program tersebut dapat menarik minat peserta didik untuk

melakukan proses bimbingan di sekolah. Aar guru bimbingan dan

konseling di sekolah juga dapat membantu memberikan pengaraha

kepada peserta didik agar tidak mengalami permasalahan yang berat dan
bijaksana dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang

mengganggu pikiran.

b. Pengertian Konseling

Secara etimologis istulah konseling berasal dari bahasa latin yaitu

“consilium”, yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai

dengan “menerima” atau “membantu”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-

Saxon, istilah konseling berasal dari Sellan yang berarti “menyerahkan”

atau “menyampaikan”. Beberapa para ahli memiliki berbagai pendapat

untuk mengetahui makna konseling diantara :

Menurut Moh. Surya dalam buku (Sukardi Dewa Ketut, 2005:5),

mengatakan bahwa :

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli


supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk
dimanfaatkan dalam memperbaiki tingkah laku pada masa yang akan
dating. Dalam pembentukan konsep diri ini berarti bahwa dia
memperoleh konsep yang sewajarnya mengenai :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Pendapat orang lain tentang dirinya.
d. Tujuan-tujuan yang hendak di capai.
e. Kepercayaannya.

Selanjutnya menurut Prayitno dan Amti (2004:105) Konseling

adalah proses bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh

seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami

sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah

yang dihadapi oleh klien.


Dari ke dua pendapat di atas konseling memiliki makna secara

khusus dalam konseling harus memiliki keahlian untuk memberikan

pelayanan-pelayanan yang terdapat dikonseling. Oleh Karena itu,

konseling merupakan bentuk khusus dari bimbingan, yaitu suatu

pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada seseorang secara

perseorangan. Dalam proses konseling ini. Orang yang diberi konseling

itu biasanya disebut klien atau konseli.

Demikian, konseling berlangsung dalam suasana pertemuan antara

konselor dank lien atau konseli (timbal balik atau kontak antara konselor

dengan konseli). Usaha yang dilakukan di dalam suasana konseling ini

hendaklah merupakan usaha yang laras, seimbang dan sesuai dengan

masalah yang dialami oleh konseli.

Konseling dianggap sebagai usaha yang unik. Keunikan ini

terutama sekali mengandung makna bahwa konselor tidak boleh

menyamaratakan konseli satu dengan yang lain, masalah satu dengan

yang lain. Perlu diperhatikan bahwa setiap individu adalah unik.

Pemaknaan dari penjelasan tentang bimbingan dan konseling

dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu

proses dalam pemberian pelayanan kepada peserta didik di sekolah untuk

mampu memahami, mengerti, dan membantu permasalahan yang dialami

oleh para siswanya yang diberikan secara terus menerus dan

berkesinambungan dengan efisien dan efektif dalam pemberian


pelayanan untuk peserta didik di sekolah. Yang saat ini layanan

bimbingan dan konseling penting dilaksanakan di setiap sekolah untuk

dapat membimbing dan mengarahkan siswa/siswi kearah yang positif dan

dapat terhindar dari permasalahan yang mengganggu kehisupan peserta

didik.

2. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang

hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.

Fungsi-fungsi tersebut menurut (Dewa Ketut Sukardi, 2008:7-9), yaitu

sebagai berikut :

a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling


yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh
pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentigan pengembangan
peserta didik. Pemahaman itu meliputi :
1. Pemahaman tentang diri peserta didik
2. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik, yaitu
lingkungan keluarga dan sekolah
3. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas, seperti
informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, serta
informasi sosial dan budaya
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
yang akan menghasilkan terhindarnya peserta didik dari
berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang dapat
menganggu ataupun menimbulkan kesulitan tertentu dalam
perkembangannya
c. Fungsi pengetasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
yang akan menghasilkan terentaskannya berbagai
permasalahan yang dialami oleh peserta didik
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi
bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
terpeliharanya dan perkembangannya potensi peserta didik
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat diartikan bahwa

setiap pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus mengacu

kepada fungsi-fungsi tersebut agar hasil yang hendak dicapai secara jelas

dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pada dasarnya, tujuan konseling adalah untuk mebantu memecahkan

masalah yang dihadapi oleh klien, sehingga pada akhirnya klien akan dapat

memecahkan masalahnya sendiri. Sebab, melalui layanan bimbingan dan

konseling, siswa akan memiliki kesadaran yang lebih mendalam, buka saja

tentang siapa mereka, tetapi juga dapat berdiri sendiri. apabila masalah telah

terpecahkan dank lien tidak lagi mempunyai masalah, maka klien tidak lagi

mempunyai masalah, maka klien tidak lagi ada hambatan dalam jiwanya atau

dengan kata lain mentalnya telah sehat.

Menurut (Prayitno dan Erman, 2004:114)menyatakan bahwa :

tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu


individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dari predisposisi yang dimilikinya, (seperti
kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang
yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Ddalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu
untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang
memiliki wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian
dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya.
Selanjutnya, (Sukardi dan Nila, 2009:45) menyatakan bahwa :

secara khusus pelayanan bimbigan dan konseling bertujuan untuk


embantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan,
meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan kari. Bimbingan
pribadi-sosial, dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri
dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk
mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan
karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang
produktif.

4. Layanan Pokok Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Sedangkan berdasarkan (Kemendikbud, 2013:21-22), bahwa

layanan terdiri dari sepuluh layanan antara lain :

1) Layanan Orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling


yang membantu siswa/sasaran layanan informasi memahami
lingkungan baru, seperti lingkungan satuan pendidikan bahwa
siswa baru dan obyek-obyek yang perlu dipelajari, untuk
menyesuaikan diri serta mempermudah dan mempelancar peran
di lingkungan baru yang efektif dan berkarakter.
2) Layanan Informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang membantu siswa/sasaran layanan menerima dan
memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan
dan pendidikan lanjutan secara terarah, objektif dan bijak.
3) Layanan Penempatan dan Penyaluran yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang membantu siswa/sasaran layanan
memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat didalam
kelas, kelompok belajar jurusan/program studi, program
latihan, magang dan kegiatan ekstrakurikuler secara terarah,
objektif dan bijak.
4) Layanan Penguasaan Konten, yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang membantu siswa/sasaran menguasai konten
tertentu, terutama kompetensi dana tau kebiasaan yang berguna
dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat sesuai
dengan tuntutan karakter yang terpuji.
5) Layanan Konseling Perorangan , yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang membantu siswa/sasaran layanan dalam
mengentaskan masalah pribadinya melalui prosedur
perorangan.
6) Layanan Bimbingan dan Kelompok , yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang membantu siswa/sasaran layanan dalam
pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan
belajar, karir /jabatan, dan pengambilan keputusan, serta
melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan tuntutan karakter
yang terpuji melalui dinamika kelompo.
7) Layanan Konseling Kelompok, yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang mebantu siswa / sasaran layanan dalam
pembahasan dan pengentasan masalah pribadi sesuai dengan
tuntutan karakter yang terpuji melalui dinamika kelompok.
8) Layanan Konsultasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang membantu siswa/sasaran layanan dalam pembahasan dan
pengetasan masalah pribadi sesuai dengan tunttan karakter
yang terpuji melalui dinamika kelompok
9) Layanan Mediasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
membantu siswa/sasaran layanan dalam menyesuaikan
permasalahan dan meperbaiki hubungan dengan pihak lain
sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji.
10) Layanan Advokasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang membantu siswa/sasaran layanan untuk meperoleh
kembali hak-ha dirinya yang tidak diperhatikan dana tau
mendapat perlakuan yang salah sesuai dengan tuntutan karakter
yang terpuji.

5. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling (BK)/ konselor sekolah pada

hakikatnya adalah seorang pendidik. Hal ini sebagaimana tercantum dalam

Undang-undang nomor 20, tahun 2003 (Departemen Pendidikan Nasional,

2003:5)pasal 1 ayat 6 yang berbunyi “pendidik adalah tenaga kependidikan

yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,

serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.


Berdasarkan pengertian pendidik di atas, dapat diketahui bahwa guru

bimbingan dan konseling/ konselor sekolah mempunyai tanggungjawab

sebagai tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam pendidikan, sesuai

dengan bidangnya yaitu, memberikan pelayanan bimbingan dan konseling

kepada peserta didik.

(Prayitno, 1987:99) berpendapat bahwa “konselor sekolah adalah

anggota staf sekolah yang bekerja secara professional dengan administrator,

guru dan personil penunjang lainnnya serta orangtua untuk memungkinkan

perkembangan siswa secara total. Selanjutnya menurut Winkel (2014:171)

“guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah yaaitu tenaga

professional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan

(full-time guidance conselor).

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka

jelaslah bahwa guru bimbingan dan konseling berbeda dengan guru mata

pelajaran lainnya. Perbedaan ini terlihat dari bidang pelajaran yang diberikan.

Jika guru mata pelajaran bertanggung jawab memberikan bidang / mata

pelajaran tententu dan focus hanya kepada 1 bidang pelajaran itu saja, maka

tidak dengan guru bimbingan dan konseling mempunyai tanggung jawab yang

lebih luas lagi, yaitu mencakup perkembangan siswa secara total.

6. Kualifikasi, Kompetensi dan Persyaratan Guru Bimbingan dan Konseling

Menjadi guru bimbingan dan konseling bukanlah hal yang mudah

seperti membalik telapak tangan. Terlebih tugas guru bimbingan dan


konseling berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan

potensi dan memandirikan siswa dalam pengambilan keputusan dan pilihan

untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli

kemaslahatan umum,. Untuk bias menjadi guru bimbingan dan konseling

yang professional, selain harus menempuh pendidikan akademik yang sesuai

bidangnya, menjadi guru bimbingan dan konseling juga harus mempunyai

kompetensi, dan memenuhi berbagai macam persyaratan.

Dalam Undang-undang No.27, tahun 2008, tentang Standar

Kualifikasi Akedemik dan Kompetensi Konselor, disebutkan bahwa :

konselor adalah tenaga pendidik professional yang telah


menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program
studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan
Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
Selain itu, (Gunawan, 2001:232)menyebutkan bahwa :

kualifikasi guru bimbingan dan konseling di Indonesia minimal


D-3 atau lulusan S-1 pada program studi psikologi pendidikan
dan bimbingan. Selain itu, pengalaman kerja minimal 3 tahun
mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstra-
kurikuler, dan banyak pengalaman dalam organisasi.

Selain kualifikasi yang sudah dijelaskan di atas, terdapat kompetensi

inti yang harus dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling / konselor.

Kompetensi ini tercantum dalam Undang-undang No.27 tahun 2008, tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yaitu sebagai

berikut :

a. Kompetensi Paedagogik
1) Mengetahui teori dan praktis pendidikan
 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya
 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan
proses pembelajaran.
 Menguasai landasan budaya dalam praktis pendidikan.
2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta
perilaku konseli
 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia,
perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas
dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan
bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan
3) Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,
jenis dan jenjang satuan pendidikan
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jalur pendidikan formal, nonformal dan informal
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus
 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta
tinggi.
b. Kompetensi Keperibadian
4) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan
toleran terhadap pemeluk agama lain
 Berahklak mulia dan berbudi pekerti luhur
5) Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas dan kebebasan memilih
 Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai mahkluk spiritual, bermoral, sosial,
individual dan berpotensi
 Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu
pada umumnya dan konseli pada khususnya
 Menjunjung tinggi berkat dan martabat manusia sesuai
dengan hak asasinya
 Toleran terhadap permasalahan konseli
 Bersikap demokratis
6) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti
beribawa, jujur, sabra, ramah dan konsisten)
 Menampilkan emosi yang stabil
 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan
perubahan
 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang
menghadapi stress dan frustasi
7) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi
 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif
 Bersemangat, berdisiplin dan mandiri
 Berpernampilan menarik dan menyenangkan
 Berkomunikasi secara efektif
c. Kompetensi Sosial
8) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
 Memahami dasar, tujuan, organisasi dan pihak-pihak lain
(guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite
sekolah/madrasah) di tempat bekerja
 Mengkomunikasikan dasar, tujuan dan kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain ditempat
bekerja
 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat
bekerja (seperti guru, orangtua, tenaga administrasi)
9) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling
 Memahami dasar, tujuan dan AD/ART organisasi profesi
bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan
profesi
 Menaati kode etik profesi bimbingan dan konseling
 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling
untuk pengembangan diri dan profesi
10) Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
 Mengkomunikasikan aspek-aspek professional bimbingan
dan konseling kepada organisasi profesi lain.
 Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan
dan konseling
 Bekerja dalam tim bersama tenaga profesional dan profesi
lain
 Melaksanakan referral kepada ahli profesi lain sesuai
dengan keperluan
d. Kompetensi Profesional
11) Menguasai konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan dan masalah konseli
 Menguasai hakikat asesmen
 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan
pelayanan bimbingan dan konseling
 Menyusun dan mengembangkan instrument asesmen untuk
keperluan bimbingan dan konseling
 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan
masalah-masalah konseli
 Memilih dan mengadministasikan teknik asesmen
mengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan
pribadi konseli
 Memilih dan mengadministrasikan instrument untuk
mengungkapkan kondisi actual konseli berkaitan dengan
lingkungan
 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam
pelayanan bimbingan dan konseling
 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan
dan konseling dengan tepat
 Menampilkan tanggung jawab professional dalam praktik
asesmen
12) Menguasai kerangka teoritik dan praktis bimbingan dan konseling
 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan
konseling
 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling
 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan
konseling
 Mengaplikasikan pendekatan/ model/ jenis pelayanan dan
kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan
bimbingan dan konseling
13) Merancang program Bimbingan dan Konseling
 Menganalisis kebutuhan konseli
 Menyusun program bimbingan dan konseling yang
berkelanjutn berdasar kebutuhan peserta didik secara
komperhensif dengan pendekatan perkembangan
 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan
konseling
 Merencanakan saranan dan biaya penyelenggaraan
program bimbingan dan konseling
14) Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan
konseling
 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian
 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling
 Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling
 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan
konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan
bimbingan dan konseling.

Selanjutnya, menjadi guru bimbingan dan konseling harus memenuhi

syarat-syarat tertentu agar ia dapat menjalani perannya dengan baik.

Persyaratan tersebut menurut (Bimo Walgito, 2010:40)yaitu sebagai berikut :

a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang


cukup luas, baik dari segi teori maupun praktik. Segi teori
merupakan hal yang penting karena segi inilah yang menjadi
landasan dalam praktik. Segi praktik sangatlah perlu dan
penting karena bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang
harus diterapkan dalam praktik sehari-hari, sehingga seorang
pembimbing akan canggung apabila ia hanya menguasai teori
saja memiliki kecakapan dalam praktik.
b. Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat
mengambil tindakan yang bijaksana yang dalam hal ini
dimaksudkan sebagai adanya kemantapan atau kestabilan di
dalam psikisnya, terutama dalam hal emosi.
c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikis.
d. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik
sehingga usaha bimbingan dan konseling dapat berkembang ke
arah keadaan yang lebih sempurna untuk kemajuan sekolah.
e. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap
pekerjaannya dan terhadap anak atau individu yang
dihadapinya.
f. Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang
dapat menjalankan prinsip-prinsip , serta kode etik bimbingan
dan konseling sebaik-baiknya.

Pendapat-pendapat di atas, dapat diartikan bahwa guru bimbingan dan

konseling dituntut mempunyai sifat-sifat dan kepribadian yang lebih baik dan

berbeda dari individu yang lainnya. Seorang guru bimbingan dan konseling

juga harus melaksanakan tugasnya dengan professional serta harus didukung

oleh pengetahuan secara teori dan praktik. Sikap bijaksana sangat diperlukan

bagi seorang guru bimbingan dan konseling dalam membantu peserta didik

memecahkan masalah yang dihadapinya.

7. Tugas dan Tanggu jawab Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Tugas dan tanggung jawab seorang guru bimbingan dan konseling di

sekolah sangatlah besar, terutama yang berhubungan dengan pertumbuhan dan

perkembangn siswa di sekolah. Apalagi di sekolah SMA yang peserta

didiknya adalah remaja. Masa remaja disebut masa dengan masa peralihan.

Dimana dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan

terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan, dalam hal ini remaja

bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

Jika remaja berperilaku seperti anak-anak , ia akan diajari untuk

bertindak sesuai umumnya. Jika remaja berusaha berperilaku seperti orang


dewasa, ia sering kali dituduh “terlalu besar untuk celananya” dan dimarahi

karena bertindak seperti orang dewasa.

Hal-hal yang telah dijelaskan di atas, dapat menjadi salah satu penyebab

timbulnya masalah-masalah di kehidupan siswa remaja, khususnya di SMK

PGRI 16, Jakarta Timur yang telah penulis jelaskan pada bagian latar belakang

penelitian ini.

Untuk itu, agar masalah-masalah yang mengganggu kehidupan siswa,

maka guru bimbingan dan konseling harus menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya dengan baik. M. Arifin (1996:41) mengatakan bahwa “guidance

counsellor bertugas mengidentifikasi gejala-gejala penyakit mental atau

gangguan perasaan (emotional disturbance), dan sebagainya kemudia

melimpahkan kepada para ahlinya”.

Selanjutnya, (Gunawan, 2001:227), menjelaskan tentang tugas dan

tanggungjawab guru bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut :

a. Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala


sekolah
b. Memberikan garis-garis kebijakan umum mengenai kegiatan
Bimbingan dan Konseling
c. Bertanggung jawab terhadap jalannya program
d. Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program
sehari-hari
e. Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah
f. Membantu siswa untuk memahami dan mengadakan
penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah dan lingkungan
sosial
g. Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan
informasi lainnya, kemudian menyimpannya sehingga menjadi
catatan komulatif siswa.
h. Menganalisis dan menafsirkan data siswa guru mendapat suatu
rencana tindakan positif terhadap siswa.
i. Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling individual
j. Memberikan informasi pendidikan dan pekerjaan kepada siswa
dan perencanaan pendidikan dan jabatan
k. Mengadakan konsultasi dan instansi-instansi yang berhubungan
dengan program bimbingan dan konseling bimbingan dan
konseling untuk untuk mengetahui lapangan-lapangan
pekerjaan yang terbuka
l. Bersama guru menyusun pengalaman belajar dan membuat
penyesuaian metode pengajaran yang sesuai dengan dan
memenuhi lapangan-lapangan pekerjaan yang terbuka
m. Bersama guru menyusun pengalaman belajar dan membuat
penyesuaian metode pengajaran yang sesuai dengan memenuhi
sifat keadaan masing-masing siswa
n. Mengadakan kunjungan rumah
o. Menyelenggaraan pembicaraan kasus
p. Mengadakan wawancara dengan siswa
q. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas
bimbingan dan konseling
r. Melakukan referal kepada lembaga atau ahli yang lebih
berwenang

Jiwa sosial dan dedikatif amat diperlukan oleh guru bimbingan dan

konseling sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Karena pada

kenyataannya, siswa di sekolah dan proses belajar mengajar tidak pernah

terlepas dari berbagai macam gangguan, hambatan dan ancaman yang

memerlukan bantuan dari guru bimbingan dan konseling.

8. Kesehatan Mental

Secara singkat dapat dikatakan ilmu kesehatan mental adalah ilmu

yang meperhatikan perawatan mental atau jiwa. Sama seperti ilmu

pengetahuan yang lain, ilmu kesehaan mental mempunyai objek khusus


untuk diteiti dan objek tersebut adalah manusia. Manusia dalam ilmu ini

diteliti dari titik tolak keadaan atau kondisi mentalnya.

Menurut (K. Kartono, 2000), dikatakan bahwa :

Mental Hygiene ata Ilmu Kesehatan Mental adalah ilmu yang


mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, bertujuan
mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan
emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit
mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat

Maka Ilmu Kesehatan Mental ini erat hubungannya dengan

tekanan-tekanan batin, konflike-konflik pribadi, dan komplek-komplek

terdesak yang terdapat pada diri manusia. Tekanan-tekanan batin dan

konflik-konflik pribadi itu sering sangan mengganggu ketenangan hidup

seseorang, dan ker kali menjadi pusat-pusat yang pengganggu bagi

ketenangan hidup.

Menurut (Semiun Yustinus, 2006:50)adalah sebagai berikut :

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang


bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala
kapasitas, kreatifitas energid an dorongan yang ada semaksimal
mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan
orang lain serta terhindar dari gangguan atau penyakit menal
(neorisis dan psikosis).

Sementara itu pendapat lain dikemukan oleh (Weksosuhardjo,

2006:9)sebagai berikut :

Orang yang sehat mental/jiwanya itu tidak mudah tersinggung


yang dapat membebani perasaannya sendiri, tidak mudah
marah, yang menyebabkan jiwanya menjadi terbeban, tidak
suka membenci orang lain apalagi menyimpan rasa dendam,
tidak suka menggerutu atau berkeluh kesah, yang menyebabkan
pengharapannya mejadi mengecil atau pesimis, tidak suka
menjelek-jelekkan orang lain, tidak iri hati melihat orang lain
sukses, tidak spmbong yang akhirnya akan menyulitkan dirinya
sendiri dalam merpertanggungjawabkannya, tidak bergembira
karena adanya ketidak adilan, tidak gemar/suka membuka
kejelakan, tidak suka memfitnah dan mendengki dan sifat-sifat
negatif lainnya yang tidak ada gunanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa semua kriteria

normalitas mental yang sehat yang telah disebutkan diatas menjadi

standar apakah seseorang memiliki kesehatan mental dan pribadi yang

normal atau tidak. Seseorang yang memiliki pribadi normal belum

tentu memenuhi semua ketentuan kriteria tersebut. Karena setiap

individu mempunyai kelemahan dan kekurangan pada struktur

kepribadiannya maka seseorang tersebut dapat di golongkan dalam

kelompok pribadi yang abnormal.

Wujud dari pribadi normal ialah adanya integritas batin/jiwa,

tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku sosial, sanggup

melaksanakan tugas-tugas tersebut, mampu menanggapi realitas hidup

secara baik dan mampu mengontrol emosi serta dirinya dalam suatu

kondisi dengan tepat dan benar.

9. Prinsip – prinsip Kesehatan Mental

Prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus

ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang


baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Menurut (Yusuf, 2009:21-

22)prinsi-prinsip kesehatan mental didasari pada katagori, yaitu sebagai

berikut :

a. Prinsip berdasarkan hakikat manusia


1) Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian
diri, maka perilaku individu harus sesuai dengan hakikat
kemanusiaannya, sebagai mahkluk yang memiliki
moral, intelektual, agam, emosional dan sosial.
2) Kesehatan mental dapat dicapai melalui integrase dan
kontrol diri baik dalam cara berfikir, mengkhayal,
memuaskan keinginan, megekspresikan perasaan dan
bertingkah laku.
3) Untuk mencapai kesehatan mental, makan pemahaman
diri (self insight) dan penerimaan diri (self acceptance),
perlu disertai dengan upaya-upaya perbaikan diri (self
improveme,t) dan perwujudan diri.
4) Kestabilan mental yang baik dapat dicapai dengan
pengembangan moral yang luhur dalam diri sendiri,
seperti sikap adil, hati-hati, semangat, rendah hati, dan
kejujuran.
5) Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental
bergantung pada penanaman dan pengembangan
kebiaasaan yang baik.
6) Kesehatan mental memerlukan usaha yang terus
menerus untuk mencapai kematangan berfikir,
mengambil keputusan, mengekspresikan emosi dan
melakukan tindangan yang sesuai.
7) Kesehatan mental dapat dicapai dengan belajar
mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-
ketegangan secara efektif.
b. Prinsip berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan
Lingkungan, terdiri dari :
1) Kesehatan mental tergantung pada hubungan antar
pribadi yang harmonis, terutama dalam kehidupan
keluarga.
2) Penyesuaian yang baik dan ketenangan batin tergantung
pada kepuasan dalam bekerja.
3) Kesehatan mental dapat dicapai dengan sikap yang
realistis dan objektif.
c. Prinsip berdasarkan pada Hubungan Manusia dengan Tuhan,
terdiri dari :
1) Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan
kesadaran terhadap Allah SWT
2) Kesehatan mental dan ketenangan batin di capai dengan
kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan
manusia dengan Tuhan sseperti menjalankan ibadah.

10. Karakteristik Mental Sehat

Deskripsi tentang pribadi normal dengan mental yang sehat

diuraikan oleh (K. dan J. A. Kartono, 1989:8-10)menjelaskan bahwa:

a. Memiliki rasa aman (sense of security) yang tepat, yaitu


mampu berkontak dengan orang lain dalam bidang kerja,
ditengah pergaulan dan dalam lingkungan keluarga.
b. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan diri
yang rasional, dengan rasa harga diri yang tidak berlebihan.
Memiliki rasa sehat secara moril dan tidak dihinggapi rasa
bersalah, serta bias menilai perilaku lain yang menyimpang.
c. Mempunyai spontanitas dan emosionalitas yang tepat. Yaitu
mampu menjalin relasi yang erat, kuat dan lama, seperti
persahabatan, komunikasi sosial dan relasi cinta. Selain itu,
penuh tenggang rasa terhadap pengalaman orang lain.
d. Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien, tanpa ada
fantasi dan angan-angan yang berlebihan. Pandangan
hidupnya realistis dan cukup luas. Sanggup menerima cobaan
hidup serta mudah melakukan adaptasi.
e. Memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniah yang sehat dan
mampu memuaskannya dengan cara yang sehat. Mampu
menikmati kesenangan hidup (makan, minum, rekreasi), dan
bias cepat pulih dari kelelahan. Nafsu seksnya sehat dan bisa
memenuhi kebutuhan seksnya dengan wwajar. Bergairah
untuk bekerja dan dengan tabah menghadapi segala kelelahan.
f. Mempunyai pengetahuan diri yang cukup. Yaitu hidup
realistis dengan membatasi ambisi-ambisi dalam batas
kenormalan. Mampu melakukan kmnpetensi yang positif,
dalam arti mampu menghindari mekanisme pertahan diri yang
negatif sejauh mungkin.
g. Memiliki tujuan hidup yang tepat, yang bisa di capai dengan
kemampuan sendiri sebabt sifatnnya wajar dan realistis.
Selain itu, ulet dalam mengejar tujuan itu sendiri.
h. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidupnya.
Yaitu bisa menilai batas kekuatan sendiri dan situasi yang
dihadapi, serta sanggup memperbaiki metode kerjanya agar
leboh efisien ddan lebih produktif.
i. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan
kebutuhan-kebutuhan dari kelompoknya. Bisa mengikuti adat,
tat acara dan norma-norma kelompok.
j. Menyadari apresiasi dan toleransi terhadap kebudayaan
bangsa dan terhadap perubahan-perubahan sosial.
k. Ada integritas dalam kepribadiannya. Yaitu mudah
mengatakan asimilasi dan adaptasi terhadap perubahan yang
serba cepat dan punya minat pada berbagai macam aktivitas.
Mempunyai moralitas, dan tidak ada konflik serius dalam
dirinya.
Selanjutnya,(Yusuf, 2009:15): menjelaskan mengenai cri-ciri

pribadi normal yang sehat mentalnya dalam berbagai aspek yaitu :

a. Aspek Fisik
1) Perkembangannya normal
2) Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya
3) Sehat, tidak sakit-sakitan
b. Aspek Psikis
1) Respek terhadap diri sendiri dan orang lain
2) Memiliki rasa humor
3) Memiliki respon emosional yang wajar
4) Mampu berpikir realistik dan objektif
5) Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis
6) Bersikap lreatif dan inovatif
7) Bersifat terbuka dan fleksibel
8) Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan
pendapat dan bertindak.
c. Sosial
1) Memiliki perasaan dan rasa kasih saying (affection)
terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan
pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan
pertolongan
2) Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat,
penuh cinta kasih dan persahabatan
3) Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang
kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku
atau warna kulit
d. Moral – Religius
1) Beriman kepada Tuhan, dan taat mengamalkan ajaran-
Nya
2) Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dan
beramal

Dengan sendirinya, semua kriteria tersebut itu merupakan ukuran

ideal, atau meerupakan standar yang relatif sangat tinggi, dan seorang yang

normal pun tidak akan bisa diharapkan memenuhi secara mutlak, kriteria

tadi. Sebab, setiap individu pasti punya kekurangan dan kelemahan dalam

struktur kepribadiannya. Namun, demikian dia tetap memiliki mental yang

sehat, sehingga bisa digolongkan dalam kelas manusia normal.

Word Health Organization (WHO), menetapkan ciri-ciri mental

yang sehat seseorang sebagai berikut :

1. Adjustment (Penyesuaian Diri)


2. Integrated Personality (Kepribadian Utuh/Kokoh)
3. Free of the Sense of Frustation, cofict, anxiety, and
depresseion (bebas dari rasa gagal, pertentangan batin,
kecemasan dan tekanan)
4. Normatif, semua sikap dan tingkah laku yang dilahirkannya
tidak ada yang lolos dari jaringan
nilai/agama/adat/peraturan/UU
5. Responbility (Bertanggungjawab)
6. Maturity (Kematangan), terdapatnya kematangan dalam
melakukan suatu sikap dan tingkah laku-tingkah laku itu
dijalankan penuh pertimbangan
7. Otonomi (Berdiri Sendiri), selalu bersifat berdiri sendiri atas
segala tugas-tugas atau kewajiban yang menjadi bebannya,
tanpa suka memikul bebannya kepada orang lain dalam
kondisi yang tidak terpaksa.
8. Well Decision Making (Pengambilan keputusan dengan baik)
Sedangkan menurut (Abdul Muzib dan Jusuf Mudzakir, 2002:133)

tanda-tanda kesehatan mental adalah “ adanya perasaan cinta. Cinta di

anggap sebagai tanda kesehatan sebab cinta menunjukkan diri positif. Cinta
mendorong individu untuk berdamai, rukun, saling kasih mengasihi dan

menjauhkan diri dari kebencian, permusahan dan pertikaian”.

Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan diatas, nampak

saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Tetapi penulis memilih

pendapat dari Abdul Mujib dan Jusuf Mudakir Karena adanya rasa cinta di

antara manusia, maka akan timbul rasa saling menyayangi, perdamaian,

dan saling menghormati. Sehingga tidak ada rasa dendam ataupun iri hati

yang bisa menyebabkan seseorang tertekan perasaannya Karena dibenci

oleh orang lain.

Karakteristik orang yang sehat mentalnya tersebut sesuai dengan

Myers, Witmer and Sweeney (dalam Hidayat dan Herdi, 2013:88)

menyatakan “Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik adalah

yang mampu memenuhi tugas dinyatakan dalam tiga tugas hidup yaitu: (a)

spiritual, (b) pengarahan diri (c) Persahabatan” sebagai berikut:

Tugas hidup yang pertama adalah spritulitas. Spritualitas

merupakan tugas hidup pertama, paling utama, dan menjadi titik sentral

dari kesempurnaan. tugas ini memiliki dimensi relegius, kedamaian hidup,

makna dan tujuan hidup, optimism, antisipasi masa depan dan nilai-nilai

membimbing hidup dan pembuatan keputusan.

Tugas hidup kedua adalah pengarahan diri ialah tugas untuk

mengatur diri sendiri agar mampu hidup secara baik dan sehat. Tugas

kehidupan ini mencangkup komponen yaitu: (l) mewujudkan dan


mempertahan kan harga diri, (2) pengendalian diri, (3) keyakinan yang

realistik, (4) kesadaraan emosional, (5) pemecahan masalah dan kreatifitas,

(6) nutrisi, (7) olahraga, (8) pemeliharaan diri, (9) manajemen stress, (10)

identitas gender (1l) identitas budaya.

Tugas hidup yang ke Tiga adalah persahabatan yaitu hubungan

sosial antara individu dalam masyarakat yang berdasarkan komitmen yang

satu dengan yang lain atas dasar keakraban dan saling pengertian hasil dari

persahabatan adalah didapatnya dukungan sosial baik berupa material

maupun non-material.

11. Penyakit-penyakit Mental dan Faktor Penyebabnya

Penyakit mental dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis. Dari

setiap jenis gangguan mental tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor

yang berbeda pula. Macam-macam gangguan jiwa neurose dan faktor-

faktor penyebab menurut(Zakiah Daradjat, 2001:3) di jabarkan sebagai

berikut :

1. Neurasthenia
Penyakit neurasthenia adalah penyakit payah. Orang yang
diserang akan merasa antara lain : seluruh bada letih, tidak
bersemangat , lekas merasa payah, walaupun sedikit tenaga
yang dikeluarkan. Penyebab penyakit ini antara lain: karena
terlalu sering melakukan onami (masturbasi), terlalu lama
menekan perasaan, pertentangan batin, kecemasan, terlalu
banyak mengalami kegagalan hidup.
2. Hysteria
Histeria terjadi akibat ketidakmampuan seseorang
menghadapi kesukaran-kesukaran, tekanan perasaan,
kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin.
Macam-macam hysteria :
a. Lumpuh hysteria yaitu kelumpuhan salah satu anggota
fisik. Penyebab hysteria ini adalah adanya tekanan
pertentangan batin yang tidak dapat diatasi.
b. Cramp hysteria yaitu cramp yang terjadi pada sebagian
anggota fisik. Penyebab dari hysteria ini adanya tekanan
perasaan, kegelisahan, kecemasan yang dirasakan akibat
kebosanan menghadapi pekerjaan-pekerjaannya.
c. Kejang hysteria yaitu badan keseluruhannya menjadi
kaku, tidak sadar akan diri, kadang-kadang sangat keras
disertai dengan teriakan-teriakan dan keluhan-keluhan
tetapi air mata tidak keluar. Penyebabnya adalah emosi
sangat tertekan, seperti tersinggung, sedih dan rasa
penyesalan.
3. Psychastenia
Psychastenia adalah semacam gangguan jiwa yang bersifat
paksaan yang berarti kurangnya kemampuan jiwa untuk tetap
dalam keadaan integrase yang normal. Gejala-gejala penyakit
ini adalah :
a. Phobia yaitu rasa takut yang tidak masuk akal dan
menyebakan penderitanya sangat merasa cemas.
b. Obsesi yaitu gejala gangguan jiwa, dimana si penderita
dikuasai oleh pikiran yang tidak bias dihindari.
c. Kompulsi yaitu gangguan jiwa yang menyebabkan
melakukan sesuatu, baik masuk akal ataupun tindakan
itu tidak dilakukannya, maka si penderita akan merasa
gelisah dan cemas. Kegelisahan dan kecemasan itu baru
hilang apabila tindakan itu dilakukan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah

laku pada diri siswa yang dapat berkontribusi terhadap tingkat kesehatan

mental, seperti yang diungkapkan oleh Kholil Lur Rochman (2010:34-40),

sebagai berikut :

1. Faktor biologis
Berbagai penelitian telah memberikan kesimpulan bahwa
faktor biologis memberikan kontribusi besar bagi kesehatan
mental. Beberapa aspek biologis yang secara langsung
berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya : otak,
system endokrin, genetik sensori, kondisi ibu hamil.
2. Faktor ibu
Selama masa kehamilan secara bermakna mempengaruhi
kesehatan mental anak. Selama berada dalam kadungan,
kesehatan janin dintentukan oleh kondisi ibu. Faktor-faktor
ibu yang turut mempengaruhi kesehata mental anakanya
adalah : usia, nutrisi, radiasi, obat-obatan, penyakit yang di
derita, stress dan komplikasi.
3. Aspek psikis
Manusia merupakan suatu kesatuan dengan system biologis.
Sebagai sub system dari eksistensi manusia, maka aspek
psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek
kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat
dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.
4. Kebutuhan
Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental
seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi
yaitu orang yang mengeksploitasi dan mewujudkan segenap
kemampuan, bakat, ketrampilannya sepenuhnya, akan
mencapai pada tingkat apa yang disebut dengan tingkat
pengalaman.
5. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap
kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang
bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk
kesehatan mental yang positif dan sebaliknya aspek lain
kehidupan sosial itu dapat pula menjadi penyebab yang
mengganggu kesehatan mental.
6. Interaksi manusia dengan lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungan berhubungan dengan
kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan
mendukung kesehatan manusia itu sendiri, dan sebaliknya
kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu
kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan mentalnya.

12. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling dalam Membina Kesehatan

Mental Siswa di Sekolah

Havigurst berpendapat bahwa sekolah mempunyai pernanan tanggung

jawab penting dalam membantu siswwa untuk mencapai tugas

perkembangannya. Maka hal yang diupayakan untuk menerapkan prinsip


kesehatan mental di lingkungan sekolah (Djumhur, 2005) mengungkapkan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa


betah bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupu
akademis
2. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak
didik
3. Usaha pemahaman anak didik secara menyeluruh baik
prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya
4. Menggunakan metode dan alat belajar yang dapat memotivasi
belajar
5. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
6. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling dan
penyuluhan (konseling) yang sebaik-baiknya
7. Kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan pihak orang
tua siswa
8. Penyediaan fasilitas belajar yang memadai.

Upaya guru bimbingan dan konseling dalam bidang layanan

kesejahteraan bagi peserta didik dalam aspek perkembangan khususnya

dalam bidang sosial psikologinya. Seseorang guru bimbingan dan

konseling diharapkan mampu membantu siswa mengenali dirinya dan

segala kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu, diharapkan

peserta didik tersebut meningkatkan hasil belajar serta meningkatkan

kualitasi kepribadian mereka sehingga apa yang di cita-citakan di masa

yang akan dating tercapai dengan baik, yaitu dengan selalui berusaha

sebagai berikut :

1. Membiasakan siswa untuk tekun beribadah sesuai dengan

kepercayaan dan agama mereka masing-masing


2. Membimbing siswa dalam pergaulan mereka agar tindakannya

menunjukkan sikap sopan santun dan mengaruh kepada rasa

kemanusiaan yang tinggi

3. Mendorong siswa untuk memiliki rasa persatuan antar sesama

4. Menumbuhkan jiwa demokrasi pada diri siswa agar dapat

menghargai pendapat orang lain

5. Membimbing siswa agar dapat bersosialisasi terhadap

lingkungannya

6. Memberikan kesadaran akan tugas dan tanggungjawabnya

sebagai siswa di sekolah

7. Menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik, jujur, adil dan suka

menolong orang lain.

8) Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah kepustakaan, maka ditemukan penelitian yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan tentang efektivitas guru bimbingan dan konseling

dalam membina kesehatan mental siswa di SMK PGRI 16 Cipayung, Jakarta Timur,

yaitu sebagai berikut :

1. Dalam jurnal Bimbingan dan Konseling dengan judul Strategi

Pengembangan Kesehatan Mental di Lingkungan Sekolah Vol.1 No.1 2012

Fattah Hanurawan menjelaskan Hasil penelitian tersebut membuktikan

bahwa guru bimbingan dan konseling sangat mempunyai peran dalam


membina kesehatan mental siswa di sekolah yang dimana hasil penelitian

tersebut dapat memberikan gambaran bahwa peranan dan tugas-tugas guru

bimbingan dan sekolah dipercayai dapat meningkatkan kesehatan mental

siswa disekolah.

Kaitan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah

pada bidang kajiannya sama-sama membahas mengenai peran guru

bimbingan dan konseling terhadap kesehatan mental siswa. Penelitian

sebelumnya lebih menekankan kepada strategi pengembangan kesehatan

mental di lingkungan sekolah. Sedangkan, penelitian yang peneliti lakukan

lebih kepada peran guru bimbingan dan konseling dalam membina

kesehatan mental siswa.

2. Dalam jurnal Bimbingan dan Konseling dengan judul Peran Guru

Bimbingan dan Konseling dan Guru Mata Pelajaran dalam Mencegah

Tawuran Antar Pelajar Vol.4 No.6 2013 Shudra Elhemil menjelaskan bahwa

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa Tindakan Preventiv serta

menampilkan figure central yang dilakukan oleh guru bimbingan dan

konseling dan guru mata pelajaran dapat mencegah tawuran di SMK Negeri

5 Padang terbukti hasil yang diperoleh menunjukkan nilai persentase yang

baik. Upaya yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dan guru

mata pelajaran adalah dengan menggunakan tindakan preventif seperti

memberikan pemahaman diri kepada peserta didik, memberikan pemahaman


lingkungan secara luas, dan menciptakan iklim kelas secara sosiopsikologis

kondusif, memahami karakteristik keragaman siswa.

Kaitan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah

pada bidang kajiannya sama-sama membahas mengenai peran guru

bimbingan dan konseling. Penelitian sebelumnya lebih menekankan kepada

pencegahan tawuran antar pelajar. Sedangkan, penelitian yang peneliti

lakukan lebih kepada peran guru bimbingan dan konseling terhadap

kesehatan mental siswa.

3. Dalam jurnal Bimbingan dan Konseling dengan Upaya Guru Bimbingan dan

Konseling dalam Mencegah Perilaku Bullying di SMA Negeri 4 Padang Vol.

2 No.3 2013 Riri Yunikal menjelaskan bahwa Pemberian layanan orientasi

pada siswa di SMAN 4 Padang dan pemahaman guru bimbingan dan

konseling tentang konsep perilaku bullying dapat disimpulkan bahwa guru

bimbingan konseling telah memiliki pemahaman tentang konsep perilaku

bullying dalam upaya pencegahan perilaku bullying. Pemahaman BK

tentang konsep perilaku bullying sangat diperlukan dalam pencegahan

perilaku bullying. Dilihat dari setipa aspek perilaku bullying berdasarkan

pengertian perilaku bullying, guru BK telah memiliki pemahaman mengenai

hal tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil yang diperoleh

sebanyak 76,47% guru BK telah memberikan layanan BK dalam upaya

mencegah perilaku bullying.


Kaitan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah

pada bidang kajiannya sama-sama membahas mengenai peran guru

bimbingan dan konseling. Penelitian sebelumnya lebih menekankan kepada

upaya pencegahan perilaku bullying. Sedangkan, penelitian yang peneliti

lakukan lebih kepada peran guru bimbingan dan konseling terhadap

kesehatan mental siswa

Kontribusi dalam ketiga penelitian yang relevan ini adalah

memberikan gambaran bahwa guru bimbingan dan konseling sangat

memiliki peran dalam membina kesehatan mental siswa. Dan peneliti ingin

meneliti sejauh mana “Efektivitas Guru Bimbingan dan Konseling dalam

Membina Kesehatan Mental Siswa di SMK PGRI 16 Cipayung, Jakarta

Timur”

C. Kerangka Berpikir

Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu variable bebas dan variable

terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Guru Bimbingan dan Konseling,

sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kesehatan Mental Siswa. Guru

bimbingan dan konseling/ konselor sekolah mempunyai tanggungjawab sebagai

tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam pendidikan, sesuai dengan bidangnya

yaitu, memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik. Dapat

dikatakan guru bimbingan dan konseling sangat berpengaruh dan mempunyai peran

dalam membina kesehatan mental siswa di sekolah. Guru bimbingan dan konseling
juga harus tetap membina kesehatan mental siswa yang sehat dan mental siswa yang

tidak sehat agar setelah dilakukan pembinaan dengan menggunakan jenis layanan dan

bimbingan dalam bimbingan dan konseling seluruh mental siswa dapat dikatakan

sehat.

Gambar 1. Kerangka Berpikir


Efektivitas Guru Bimbingan dan Konseling dalam Membina Kesehatan Mental Siswa
di Sekolah SMK PGRI 16 Cipayung Jakarta
Gru Bimbingan dan
Konseling

Membina Kesehatan
Mental Siswa di Sekolah

Memberikan Layanan dan


Bimbingan di Sekolah

Siswa yang memiliki Siswa yang memiliki


mental sehat mental yang tidak sehat

Seluruh siswa memiliki mental


yang sehat

 Memiliki rasa aman yang baik.


 Memiliki penilaian diri dan wawasan diri yang rasioal
 Mempunyai spontanitas dan emosional yang tepat
 Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien
 BAB
Memiliki doronan naf-nafsu III
jasmaniah dengan sehat dan
mampu memenuhinya dengan cara yang sehat
 Mempunyai pengetahuan diri yang sehat
 Memiliki tujuan hidup yang sehat
 MemilikiMETODOLOGI PENELITIAN
kemampuan belajar dengan baik
 Mampu menerapkan kedisiplinan di dalam dirinya.
B. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kegiatan penulisan dalam penelitian

ini adalah mengumpulkan data dan informasi tentang fenomena dan kondisi

yang erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Pendekatan ini

bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana guru bimbingan dan konseling

dalam membina kesehatan mental siswa di sekolah.

Menurut (Sugiyono, 2015:9)menjelaskan bahwa metode kualitatif yaitu:

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada


filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.

Dengan digunakannya penelitian kualitatif, maka data yang didapatkan

akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan penelitian

ini akan tercapai. Sedangkan pendekatan deskriptif menurut (Suharsimi

Arikunto, 2002:309)bahwa “penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang

ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.
C. Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tiga

tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan teknis analisis data.

1. Tahap Persiapan

a. Pencarian sekolah dan meminta izin kepala sekolah SMK PGRI

16 Cipayung Jakarta Timur

b. Penyusunan instrument penelitian

Kegiatan penyusunan instrument yang digunakan untuk observasi

guru bimbingan dan konseling, diwakili dari penyusunan kisi-kisi

lembar observasi. Penyusunan kisi-kisi lembar observasi dan

pedoman pertanyaan wawancara melibatkan dosen pembimbing.

c. Validasi instrument lembar observasi dan pedoman wawancara

Sebelum pelaksanaan kedua instrument (lembar observasi dan

pedoman wawancara) dikonsultasikan dengan dosen pembimbing,

dan selanjutnya untuk divalidasi. Validasi tersebut bertujuan untuk

mengetahui apakah instrument penelitian ini layak digunakan atau

tidak.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dilaksanakan pada Maret 2016 di Sekolah SMK

PGRI Cipayung Jakarta Timur. Lamgkah-langkah yang dilakukan dalam

tahap ini adalah :


a. Pengambilan data tentang perangkat pembelajaran

b. Melakukan observasi yaitu mengikti proses pembelajarann baik

dalam kelas dan luar kelas.

c. Melakukan wawancara kepada guru bimbingan dan konseling

terkait dengan pelaksanaan pemberian bimbingan dan konseling

3. Tahap Analisis

Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis

sesuai dengan teknik analisis data. Peneliti menganalisis data setelah

proses penelitian selesai dan data terkumpul dengan menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam hal ini yang di analisis

adalah tahap perencanaan, pelaksanaan dan penelian pembelajaran

bimbingan dan konseling berdasarkan standar proses penilaian yang telah

di buat oleh pihak sekolah.

D. Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:89) menjelaskan bahwa “populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Menurut Sugiyono (2015:82) bahwa

“sempel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut”. Pada penelitian ini peneliti menggunakan nonprobability


sampling yaitu purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015:85).

Subjek penelitian ini adalah Guru Bimbingan dan Konseling, Kepala

Sekolah dan 40 Siswa di Sekolah SMK PGRI 16 Cipayung Jakarta Timur.

Subjek diteliti dengan mengamati subjek tersebut selama kegiatan belajar

mengajar berlangsung, dimana peneliti mencatat bagaimana guru bimbingan

dan konseling dengan memberikan layanan dan bimbingan konseling guna

membina kesehatan mental siswa untuk mendapatkan keabsahan data.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan

wawancara.

1. Observasi

Menurut Ari Kunto (2010:200), observasi dapat dilakukan dengan

dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi,

yaitu :

a. Observasi non-sistematis yang dilakukan oleh pengamat

dengan tidak menggunakan instrument pengamatan.

b. Observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan

menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan.


Menurut (Suharsimi Arikunto, 2006:156)yang menyatakan bahwa

“observasi adalah meliputi kegiatan perhatian terhadap suatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indera.

Sedangkan menurut Indriantoro dalam buku (Sangadji dan Erta,

2010) “observasi adalah proses pencatatan pola prilaku subyek (orang),

obyek (benda), atau kegiatan yang sistematis tanpa adanya pertanyaan

atau komunikasi dengan idividu-individu yang diteliti”.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu

masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan di mana dua

orang atau lebih berhadapan secara fisik. Setyadin dalam Gunawan

(2013:160)

Sedangkan menurut Sutopo (2006:74) menyatakan bahwa :

Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan


mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab
secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara adalah kontak
langsung dengan tatap muka (face to face relation ship) antara
si pencari informasi (interviewer atau informan hunter)
dengan sumber informasi (interviewe)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara tak

berstruktur yang dimana wawancara bebas dilakukan dimana saja tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang


digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan

ditanyakan.

Wawancara ditujukan kepada guru bimbingan dan konseling yang

isinya mengenai efektivitas guru bimbingan dan konseling dalam

membina kesehatan mental siswa di Sekolah SMK PGRI 16 Cipayung

Jakarta Timur. Data yang diperoleh dipergunakan untuk melengkapi dan

memperjelas data yang diperoleh untuk dipergunakan untuk melengkapi

data dan memperjelas data yang diperoleh melalui observasi yang

dilakukan oleh peneliti.

Hasil wawancara kemudian akan mendapat bahan analisis peneliti

untuk menggali informasi lebih akurat lagi tentang permasalahan perilaku

salah sesuai yang terjadi di sekolah tersebut.


3. Kisi – kisi Instrumen

1) Siswa

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Siswa

No Variabel Indikator No Kuesioner


2) 1
Peran Guru Bimbingan a. Penanaman kebiasaan
1, 18
dan Konseling baik
Guru b. Pengembangan Potensi 17
c. Layanan Bimbingan dan
2, 5, 9, 12, 16,
Konseling
d. Peran Guru Bimbingan 3, 10, 11, 13, 14,
dan Konseling terhadap 15, 20, 22, 23,
Kesehatan Mental 24, 25
Kesehatan Mental a. Kedekatan Jiwa terhadap
2 3
Siswa Tuhan YME
b. Kesehatan Mental Siswa 4, 7, 8, 19, 21
Bimbingan dan Konseling

Tabel 3.2

Kisi – kisi Wawancara Guru Bimbingan dan Konseling

No lembar
No Variabel Indikator
wawancara
1 Pengetahuan Terhadap a. Waktu Mengajar 1
Sekolah
b. Pengetahuan terhadap
Sekolah dan Kegiatan 4, 6
Sekolah
Pendidikan Guru a. Latar Belakang
2 Bimbingan dan 2, 3
Pendidikan
Konseling
Pembinaan Kesehatan d. Pembinaan Kesehatan 7, 8, 9, 10, 11, 12,
3
Mental Siswa Mental Siswa 15
e. Evaluasi 5, 13

3) Kepala Sekolah
Tabel 3.3

Kisi – kisi Wawancara Kepala Sekolah

No Lembar
No Variabel Indikator
Wawancara
Pemahaman terhadap
Sekolah dan Guru a. Pemahaman Struktur
1 1
Bimbingan dan Organisasi Sekolah
Konseling
b. Kualifikasi Guru 2
Bimbingan dan Konseling
Layanan Guru
a. Pelaksanaan Layanan
2 Bimbingan dan 3, 6, 8
Bimbingan dan Konseling
Konseling
b. Peran Guru Bimbingan 4, 5, 7, 9, 10
dan Konseling

F. Teknik Pencatatan Data

Dalam penelitian kualitatif, diperlukan untuk mengidentifikasi

parameter pengumpulan data, yaitu menetapkan secara sengaja (purposefully)

informan atau dokumen dan materi visual yang dapat menjawab pertanyaan

penelitian. Dalam penelitian ini juga diperlukan untuk mepertimbangkan

lokasi penelitian, subjek penelitian yang ingin diwawancarai serta kejadian

apa yang ingin di observasi pada lokasi penelitian.

Sebelum terjun kelapangan, peneliti juga harus mempersiapkan angket

untuk siswa, pedoman observasi yang berguna membantu peneliti mencatat

mengenai subjek penelitian, lingkungan tempat yang akan dijadikan penelitian

serta aktivitas subjek penelitian tersebut. Selain itu, peneliti juga perlu
mempersiapkan pedoman wawancara ketika mengajukan pertanyaan dan

merekam jawaban-jawaban untuk mendapatkan jawaban yang valid. peneliti

juga perlu memberikan komentar tentang nilai dan reliabilitas sumber yang

telah tersedia pada data yang telah didapatkan.

Menurut Sugiono (2015:238) mengemukaan bahwa agar hasil

wawancara ddapat optimal dan akurat dalam memperoleh informasi yaitu

sebagai berikut :

1. Buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua percakapan

dengan sumber data.

2. Kamera yang berfungsi untuk memotret atau merekam ketika

peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan sumber data.

G. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, pencatatan data melalui instrument penelitian

di perlukan, maka data yang diperoleh bermanfaat untuk memberikan hasil

penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti. Maka di dalam penelitian ini,

teknik analisa data yang peneliti lakukan yaitu “setelah data terkumpul

melalui instrumen penelitian. Analisa data instrumen penelitian sebagai

berikut :

1. Angket (Kuisoner)

1. Data dikumpulkan, dikelompokkan, dan dijumlahkan sesuai dengan

jawaban siswa masing-masing pada butir pertanyaan, yaitu : Ya,


Kadang-kadang dan Tidak Pernah kedalam tabula pengelompokkan

data (Tabel A).

2. Data yang telah dijumlahkan sesuai dengan jenisnya tersebut satu

persatu dipersentasekan, yaitu dengan cara jumlah jawaban siswa dan

masing-masing pertanyaan angket dibagi jumlah siswa sebagai

sumber data dilakukan 100 persen yang dapat dirumuskan sebagai

berikut :

FJ
P= N
X 100 %

Keterangan :

P = Persentase yang dicari

FJ = Frekuensi jawaban siswa sebagai sumber data

N = Jumlah siswa sebagai sumber data

a. Hasil persentase dituangkan kedalam tabulasi persentase data (Tabel

B) masing butir pertanyaan angket selanjutnya diinterpretasikan agar

menjadi tafsiran jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

dalam angket. Dalam menginterpretasikan data peneliti berpedoman

kepada ukuran interpretasi yang dikemukakan oleh Suharsimi Ari

Kunto (2011:250), antara lain :

80% - 100% = Sangat Baik

60% - 79% = Baik


40% - 59% = Cukup

20% - 39% = Kurang

0% - 19% = Sangat Kurang

Hasil interpretasi data tersebut merupakan tafsiran jawaban atas

pertanyaan yang diajukan dalam angket yang diajukan dalam angket

yang secara keseluruhan merupakan bahan kesimpulan penelitian.

2. Observasi

Data yang diperoleh melalui observasi daftar ceklist yang telah dilakukan

oleh peneliti dianalisa dan dikelompokan sesuai dengan jawaban yang

sejenis yang Ya dan Tidak kedalam tabulasi (tabel 1) dan kemudian data

tersebut dihitung presentasenya kemudian, dituangkan kedalam tabel

dengan menggunakan rumus :

f
P = N x 100 %

Keterangan :

P = Presentasi yang dicari

K = Jumlah frekuensi observasi

n = Jumlah aitem

N =nxK

f = Frekuensi kemunculan kesehatan mental siswa


Interpretasi
Klasifikasi Interpretasei
Presentase
Sangat Sangat baik dalam perilaku pada
75 - 100 %
Tinggi saat di lingkungan sekolah
Cukup Rajin dalam berperilaku pada
51 – 75 %
Tinggi saat di lingkungan sekolah
Cukup baik dalam berperilaku
26 – 50 % Sedang
pada saat di lingkungan sekolah
Tidak baik dalam berperilaku
1 – 25 % Rendah
pada saat di lingkungan sekolah.

3. Wawancara

Hasil angket dan observasi juga akan diperkuat dengan hasil wawancara

yang telah dilakukan peneliti kepada kepala sekolah dan guru bimbingan

konseling disekolah. Hal ini dilakukan agar mudah dalam menafsirkan

hasil jawaban pada masing – masing pertanyaan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muzib dan Jusuf Mudzakir. (2002). Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Bimo Walgito. (2010). Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fak.


Psikologi UGM.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Sisdiknas. Jakarta: Sinar


Jakarta.

Dewa Ketut Sukardi. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.

Djumhur, M. S. dan I. (2005). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV.


Ilmu.

Gunawan, Y. (2001). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Prenhallindo.

Hidayat, Rahmat Dede dan Herdi. 2013. Bimbingan dan konseling Kesehatan Mental
di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Kartono, K. dan J. A. (1989). Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Kemendikbud. (2013). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Arah


Peminatan Siswa. Jakarta: Kemendikbud.

Nila, S. K. D. dan. (2009). Program Bimbimgan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:


Rineka Cipta.

Prayitno. (1987). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno dan Erman. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. jakarta: Rineka
Cipta.

Sangadji dan Erta. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian.
Yogyakarta: ANDI.
Semiun Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2002). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Sukardi Dewa Ketut, N. (2005). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah.


Jakarta: Rineka Cipta.

Sutopo, H. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Weksosuhardjo. (2006). Mental Sehat Menurut Pancasila. Surakarta: University


Press.

Winkel. (2010). Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.

Yusuf, S. dan N. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:


Rosdakarya.

Zakiah Daradjat. (2001). Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

Anda mungkin juga menyukai