Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : UMI SAHDIAH

NIM : 858416545

Mata Kuliah : MKDK4001/ Pengantar Pendidik

Kode / Nama UPBJJ : 50 / SAMARINDA

Masa Ujian : 2020/21.2 ( 2021.1 )

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN :
1. Aspek Hakikat yang paling domanin adalah Aspek manusia Sebagai
Individu. Sebagaimana mereka alami bahwa manusia menyadari keberadaan
dirinya sendiri. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan
individualita manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan
kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, manusia
adalah salah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memilikiperbedaan dengan
manusia yang lainnya sehingga bersifat unik dan merupakan subjek yang otonom.
Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara
aspek badani dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai perbedaan sehingga
bersifat unik. Perbedaan ini baik berkenaan dengan postur tubuhnya, kemampuan
berfikirnya, minat dan bakatnya, dunianya, serta cita – citanya. Pernahkan anda
menemukan anak kembar siam ? Manusia kembar siam manusia mempunyai
dunianya sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing – masing secara sadar berupaya
menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita – cita
untuk menjadi seseorang tertentu, dan masing – masing mampu menyatakan
“Inilah aku” di tengah – tengah segala yang ada.
Setiap manusia mampu menempati posisi, berhadapan, menghadapi,
memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil tindakan
atas tanggung jawabnya sendiri ( Otonom ). Oleh karena itu, manusia adalah
subjek dan tindak boleh dipandang sebagai objek. Berkenan dengan hal ini, Theo
Huijbers menyatakan bahwa “manusia mempunyai kesendirian yang ditunjukkan
dengan kata pribadi” (Soerjanto P. Dan K. Bertens, 1983 ); adapun iqbal
menyatakan dengan istilah individualitas atau khudi ( K.G.Syaiyidain, 1954 ).
2. Landasan Yuridis Pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber
dari peraturan perundang – undang yang berlaku sebagai titik tolak dalam rangka
pengelolaan, penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem
pendidikan nasional. Pendidikan nasional harus berakar pada nilai – nilai agama,
hal ini dilandasi oleh isi “pembukaan” UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia serta
pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menegaskan bahwa (1) “negara berdasarkan atas keutuhan Yang Maha Esa”; dan
(2) :negara Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Selain harus berakar pada nilai-nilai agama, pendidikan nasional juga harus
berakar pada kebudayaan nasional Indonesia. Dengan pernyataan tersebut, tidak
berarti bahwa kita tidak boleh menerima kebudayaan bangsa lain. Dalam rangka
mengembangkan, memajukan, dan memperkaya kebudayaan melalui pendidikan,
boleh saja kita mengadopsi kebudayaan bangsa lain sepanjang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai kebudayaan nasional Indonesia.
3. Lingkungan Situasi Keluarga Mempengaruhi Pendidikan Anak
Berbagai faktor yang ada dan terjadi didalam keluarga akan turut
menentukan kualitas hasil pendidikan anak. Jenis keluarga, fasilitas yang ada
dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status sosial ekonomi orang
tua, kedudukan anak dalam urutan keanggotaan keluarga,fasilitas yang ada dalam
keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status sosial ekonomi orang tua,
dan sebagainya akan turut mempengaruhi situasi pendidikan dalam keluarga, yang
pada akhirnya akan turut pula mempengaruhi pribadi anak.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam
masyarakat karena dalam keluarga manusia dilahirkan, berkembang menjadi
dewasa. Bentuk dan isi serta cara – cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian
tiap – tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan
digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya
disekolah.
Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan
anak – anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan
keterampilan, dan pendidikan kesosialan, seperti tolong menolong, bersama sama
menjaga kebersihan rumah, menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan
sejenisnya.
Pola asu menentukan keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga,
keberhasilan keluarga dalam menamkan nilai-nilai kebijakan pada anak sangat
beberapa macam contoh pola asuh, yakni
- Pola asuh otoriter, yaitu mempunyai ciri, kekuasaan orang tua dominan anak
tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat,
orang tua menghukum anak yang tidak patuh.
- Pola asuh demokratis, kerja sama antara orang tua – anak, anak diakui
sebagai pribadi, ada bimbingan dan pengaruh dari orang tua, kontrol orang
tua tidak kaku.
- Pola asuh permisif, mempunyai ciri, dominasi oleh anak, sikap longgar atau
kebebasan dari orang tua, kontrol dan perhatian orang tua sangan kurang.

Berdasarkan keselahan orang tua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi


kecerdasan emosi anak, di antaranya adalah :

- Orang tua kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal
maupun fisik.
- Kurang meluangkan waktu untuk anak.
- Oang tua besikap kasar secara verbal, misalnya menyindir anak,
mengucilkan anak, dan berkata – kata kasar.
- Bersikap kasar secara fisik misalnya memukul, mencubit dan memberikan
hukuman badan lainnya.
- Orang tua terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif
secara dini.
- Orang tua tidak menanmkan karakter yang baik pada anak.

Dampak salah asuh diatas akan menimbulkan anak yang mempunyai


kepribadian yang bermasalah atau kecerdasaan emosi yang rendah, seperti :

- Anak menjadi tak acuh, tidak menerima persahabatan, rasa tidak percaya
pada orang lain dan lain – lain.
- Secara emosional tidak responsif
- Berperilaku agresif
- Menjadi minder
- Selalu berpandangan negatif
- Emosi tidak stabil
- Emosional dan intelektual tidak seimbang, dan lain-lain.

4. Proses pendidikan merupakan interaksi antarberbagai unsur pendidikan dalam


rangka mencapai tujuan pendidikan. Maksudnya, proses pendidikan itu merupakan
kegiatan sosial atau pergaulan anatara pendidik dengan peserta didik dengan
menggunakan isi atau materi pendidikan, metode dan alat pendidikan tertentu yang
berlangsung dalam suatu lingkungan untuk mecapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan.
- Learning To Know, Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk
mencari informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar
untuk mengetahui ( Learning To Know ) dalam prosesnya tidak sekedar
mengetahui apa yang berkmakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang
tidak bermanfaat bagi kehidupan.
- Learning To Do, pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan
sesuatu ( Learning To Do ). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam
ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan
nilai pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi
lbih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan ssuatu sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
- Learning To Be, penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan
bagian dari proses belajar menjadi diri dendiri ( Learning To Be ). Menjadi
diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati
diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma & kaidah yang berlaku
dimasyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
adalah proses pencapaian aktualisasi diri.
- Learning To Live Together, dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai
hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu
berperan dalam lingkungan tempat individu tersebut berada, sekaligus
mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang
peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat ( Learning To Live Together ).

5. Progresivisme memberikan perlawanan terhadap formalisme yang berlebihan


dan membosankan dari sekolah atau pendidikan yang tradisional contohnya,
progresivisme menolak pendidikan yang bersifat otoriter, menolak penekanan atas
disiplin yang keras, menolak car-cara belajar yang bersifatpasif, menolak konsep
dan cara-cara pendidikan yang hanya berperan untuk mentransfer kebudayaan
masyarakat kepada generasi muda, dan berbagai hal lainnya yang dipandang tidak
berarti. Progresivisme anti terhadap otoritarisme dan absolutime dalam berbagai
bidang kehidupan terutama dalam bidang kehidupan agama, moral, sosial, politik
dan pengetahuan. Oleh karena itu, Progresivisme menyampaikan seruan kepada
guru “We all desire progress, and hope for progress ran hight immediate; after the
first world war”. Kita semua membutuhkan kemajuan untuk maju secara cepat
setelah perang dunia pertama ( Henderson, 1959).

Anda mungkin juga menyukai