Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

IDENTITAS
DIRI
A. Konsep Identitas Diri

Konsep identitas diri dalam berbagai konteksPengertian Konsep Diri Menurut Para Ahli
1. Budi Anna Keliat
Menurut Keliat (2005), konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara
utuh,fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.
2. Patricia Potter Anne Perry
Menurut Potter dan Perry (2005), self-concept adalah citra subjektif dari
diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah
sadar maupun sadar. Konsep diri memberi individu kerangka acuan yang
mempengaruhi manajemen diri terhadapsituasi dan hubungan seseorang dengan orang
lain.
Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi
sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak,
teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda
memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar
mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang
yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang.

B. Faktor-Faktor Pembentuk Identitas Diri


Selain dipengaruhi oleh perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial dan moral yang pesat.
Identitas diri juga dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain :

a. Perkembangan Pra Remaja.


Menurut Erikson Proses identitas diri sudah berlangsung sejak anak
mengembangkan kebutuhanakan rasa percaya (trust), otonomi diri (autonomy), rasa mampu
berinisiatif (initiative), dan rasa mampu menghasilkan sesuatu (industry). Keempat
komponen ini memberikan kontribusi kepadapembentukan identitas diri.

b. Pengaruh Keluarga
Keluarga yang mempunyai pola asuh yang berbeda akan mempengaruhi
proses pembentukan identitas diri remaja secara berbeda pula.
Contohnya, keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter yang mana orang tua mengontrol
setiap perilaku anaknya tanpa memberikan mereka kesempatan untuk mengekspresikan
opini dan perasaannya akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk
foreclosure.
Sebaliknya orang tua yang permissive, hanya menyediakan sedikit pengarahan
kepada anaknya,akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk diffuse .
Selain itu, menurut stuart, dkk orang tua yang mengembangkan sikap enabling
(menenangkan, menerima, empati) akan lebih membantu remaja dalam proses pembentukan
identitas dirinya dibandingkan orang tua yang mengembangkan sikap constraining(selalu
menilai dan dievaluasi).

c. Pengaruh Individuasi Dan Connectedness


Atmosfir hubungan keluarga akan membantu pembentukan identitas diri
remaja dengan cara merangsang individualitas dan ketertarikan satu sama lain
(connectedness). Individualitas menyangkut kemampuan individu dalam
mengemukakan pendapatnya, perasaan bahwa dirinya berbeda dengan orang lain
atau anggota keluarga yang lain.
Menurut Marcia terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri
remaja, yaitu :
1) Tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja.
2) Gaya pengasuhan orang tua
3) Adanya figur yang menjadi model.
4) Harapan sosial tentang pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan teman
sebaya.
5) Tingkat keterbukaan individu terhadap berbagai alternatif identitas.
6) Tingkat kepribadian pada masa pra-adolescence yang memberikan sebuah landasan yang
cocok untuk mengatasi identitas.

Menurut Erikson, remaja yang berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil bercirikan :
1) Memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya.
2) Memahami perbedaan dan persamaan dengan orang lain.
3) Menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya.
4) Penuh percaya diri.
5) Tanggapterhadapberbagaisituasi.
6) Mampu mengambil keputusan penting.
7) Mampu mengantisipasi tantangan masa depan.
8) Mengenal perannya dalam masyarakat

C. Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian


1. Faktor Biologis

Faktor biologis dapat memengaruhi perilaku kompulsif, pengendalian diri, komunikasi, dan
minat seseorang. Faktor biologis berkaitan pula dengan keturunan/warisan biologis. Warisan
biologis menunjukkan adanya perbedaan intelegensi dan kematangan biologis.

Warisan biologis membawa pengaruh pada kepribadian seseorang, misalnya orang yang
memiliki kekurangan fisik biasanya merasa rendah diri jika berhadapan dengan orang yang
mereka anggap lebih sempurna.

Perbedaan kondisi fisik antarindividu juga memengaruhi proses pembentukan kepribadian.


Kondisi tersebut terjadi karena individu dihadapkan pada penilaian masyarakat terhadap
kondisi fisik mereka.
Sebagai contoh, adanya perilaku negatif terhadap orang-orang yang secara fisik terkadang juga
mengalami diskriminasi, misalnya sulit mendapat pekerjaan di suatu instansi atau lembaga.
Instansi atau lembaga cenderung menerima pegawai dengan kriteria tidak cacat fisik.

Dengan demikian kekurangan fisik secara langsung dapat memengaruhi mental seseorang.

2. Faktor Kelompok

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Jika individu bergabung dalam kelompok
tertentu, berarti individu mulai percaya pada lingkungan kelompok tersebut untuk memberikan
pengaruh positif atau negatif dalam dirinya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khas
kepada anggotanya.

Pengalaman anggota kelompok juga diperoleh melalui interaksi dengan kelompok lain.
Perkembangan kepribadian atas dasar pengaruh kelompok dibedakan menjadi dua bentuk,
yaitu sebagai berikut.

• Kelompok Acuan

Kelompok acuan merupakan kelompok yang menjadi referensi bagi individu untuk
mempertimbangkan semua bentuk perbuatan yang akan dilakukan. Kelompok acuan pada
awalnya berasal dari keluarga.

Dalam perkembangannya, kelompok acuan dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya
teman sepermainan, media massa, dan lingkungan kerja. Kelompok acuan dapat memengaruhi
kepercayaan individu, sehingga berdampak bagi kelangsungan hidup individu di lingkungan
masyarakat.

• Kelompok Majemuk

Kelompok majemuk menunjukkan adanya keragaman masyarakat. Perbedaan tujuan,


kepentingan, dan latar belakang mendorong setiap individu cenderung hidup dengan
membentuk kelompok-kelompok sosial.

Keberadaan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat akan memengaruhi proses


pembentukan kepribadian. Oleh karena itu, setiap individu hendaknya bersikap selektif ketika
akan bergabung dalam kelompok sosial tertentu.

3. Faktor Geografis

Faktor geografis atau alam dapat memengaruhi kepribadian seseorang. Iklim, topografi, dan
sumber daya alam menyebabkan seseorang harus menyesuaikan diri terhadap kondisi alam.
Penyesuaian diri terhadap pola perilaku masyarakat dan kebudayaannya pun dipengaruhi oleh
alam.

Sebagai contoh, masyarakat yang hidup di daerah empat musim cenderung memiliki etos kerja
yang tinggi terutama pada saat musim panas karena mereka harus mempersiapkan diri sebagaik
mungkin saat menghadapi musim dingin.

4. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Pengetahuan tersebut berakaitan dengan nilai dna norma sosial
masyarakat. Selanjutnya, kebudayaan berkembang menjadi cara/jalan hidup masyarakat.

Budaya tersebut dapat diamati melalui adat/kebiasaan masyarakat, mata pencaharian, hasil
kesenian, ilmu pengetahuan, dan bahasa masyarakat. Oleh karena itu, budaya dapat
berkembang menjadi identitas individu karena dipelajari dan diterapkan melalui proses belajar
di lingkungan sosial.

5. Faktor Pengalaman

Setiap orang mempunyai kepribadian berbeda dengan orang lain meskipun orang itu berasal
dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai
lingkungan fisik yang sama. Oleh karena itu, pengalaman memiliki pengaruh yang besar untuk
membentuk kepribadian individu.

Menurut Paul B. Horton, pengalaman memiliki pengaruh besar untuk membentuk kepribadian
individu. Seseorang yang merasa nyaman dengan pengalaman akan mengenang atau
mengembangkannya secara lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai