OLEH:
173212702
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri,
antara lain:
1. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih
banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak,
konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa
remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya.
Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-
anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat
menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh
status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak
dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun social.
2. Inteligeni
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang
lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik
penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau
orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep
dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008)
3. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan
prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful,
2008).
4. Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap
dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang.
Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial
ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan
mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status
sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak
dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang
tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah.
Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi.
Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang
tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
5. HubunganKeluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga
akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk
mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
6. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda
mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat,
2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi
karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan
menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya,
menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya.
Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan
penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin
jelek sampai yang paling baik.
1. Rasa Percaya Diri Bila anda mengetahui potensi diri anda, maka anda akan lebih
percaya diri, dan inilah kunci utama keberhasilan seseorang.
2. Semangat dan Gairah Hidup Kalau anda mengetahui potensi diri anda, anda akan
hidup lebih bersemangat dan penuh gairah.
3. Keberanian Ketika rasa percaya diri itu tumbuh, anda akan berani merealisasikan apa
yang telah menjadi tujuan dan sasaran hidup anda. Anda akan berani mengambil
resiko.
4. Kebebasan Ketika anda telah menemukan potensi diri serta merasa percaya diri, anda
akan merasa hidup lebih bebas, bebas dari ketakutan dan keraguan.
5. Harga Diri (Self-Esteem) Bila anda menerima keberadaan diri anda, menerima
kelebihan maupun kekurangan diri anda, anda akan mencintai diri anda. Rasa cinta
pada diri sendiri inilah yang menjadi landasan untuk menjadi diri sendiri
2. SEKSUALITAS
a. Pengertian seksualitas
Seksualitas merupakan bagian dari kepribadian seseorang secara menyeluruh
Meskipun keterbukaan dan diskusi akan topik-topik seksual mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, tetapi masih banyak individu dewasa yang kekurangan pengetahuan
tentang seksualitas dan enggan untuk mengangkat pertanyaan terkait seksualitas.
Seksualitas lebih dari sekadar aktivitas fisik, melainkan perasaan kewanitaan dan
kelakian baik secara biologis,sosiologis,psikologis,spiritual dan dimensi budaya dari
setiap individu.Selain itu,nilai-nilai sikap ,perilaku, hubungan dengan orang lain,dan
kebutuhan untuk membangun kedekatan emosional dengan orang lain akan
mempengaruhi seksualitas .Menurut world Health Organization kesehatan seksual adalah
suatu keadaan kesejahteraan fisik,emosional,mental,dan sosial yang berhubungan dengan
seksualitas tidak hanya sekadar bebas dari penyakit,disfungsi,atau kelemahan. Individu
yang sehat secara seksual memiliki cara pendekatan yang positif dan penuh rasa hormat
terhadap seksualitas dan hubungan seksual. Mereka juga berpotensi untuk merasakan
kesenangan dan pengalaman seksual yang aman dan bebas dari paksaan,diskriminasi,dan
kekerasan.
Makna seksual dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya:
1. Aspek Biologis, aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi
dan fisiologi dari sistem reproduksi(seksual), kemampuan organ seks adanya
hormonal serta sistem saraf yang brfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan
seksual.
2. Aspek psikologis, aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin
sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identitasnya, serta
memandang gambaran seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
3. Aspek Sosial Budaya, aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan
yang berlaku dimasyarakat.
b. Perkembangan seksualitas
Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus bertumbuh dan
berkembang. Setiap tahap perkembangan memberikan perubahan pada fungsi dan
peran seksual dalam hubungan.Perkembangan seksual diawali dari infantil dan masa
kanak-kanak awal,usia sekolah,pubertas/masa remaja, masa dewasa muda,masa
dewasa menengah,masa lansia.
1. Masa Pranatal Bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespons rangsangan, seperti adanya
ereksi penis pada laki – laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini
terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut sigmund
freud, thap perkembangan psikosekseksual pada masa ini adalah
a) Tahap oral
Terjadi pada tahun 0-1 tahun. Kepuasan, kesenangan dan kenikmatan dapat
dicapai dengan cara menghisap, menggigit mengunyah, atau bersuara. Anak
memilii ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk
mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh pada masa ini adalah
masalah menyapih dan makan.
b) Tahap anal
Terjadi pada tahun 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi pada saat
pengeluaran feses. Anak mulai menunjukan kelakuannya, sikap sangat
narsistik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga mulai
mempelajari struktur tubuhnya. Pada saat ini anak sudah dapat dilatih dalam
hal kebersihan.
2. Infantil dan Masa Kanak-kanak Awal
sejak lahir anak-anak dirawat secara berbeda sesuai dengan gendernya. Tiga
tahun pertama kehidupan.Tiga tahun pertama kehidupan merupakan masa
penting dalam perkembangan identitas gender. Seorang anak memihak pada
orang tua yang memiliki gender yang sama dan membangun sebuah hubungan
yang berisi puji-pujian dengan orang tua yang berlainan gender. Anak-anak
menyadari akan perbedaan antara jenis kelamin, mulai merasa bahwa mereka
adalah pria dan wanita, dan menginterprestasikan perilaku orang lain sebagai
perilaku yang sesuai untuk seorang pria dan wanita.
3. Usia Sekolah
selama usia sekolah, orang tua guru-guru, dan kelompok teman sebaya berperan
sebagai model peran dan mengajarkan tentang bagaimana pria dan wanita
bertindak dan berhubungan dengan setiap orang. Anak-anak usia sekolah
biasanya mempunyai pertanyaan tentang aspek fisik dan emosional yang
berkaitan dengan seksual. Mereka memerlukan informasi yang akurat dari rumah
dan sekolah tentang perubahan pada tubuh dan emosi mereka selama periode ini
dan apa yang diharapkan saat mereka berpindah ke tahap pubertas. Pengetahuan
tentang emosi yang normal danperubahan fisik yang berhubungan dengan
pubertas akan mengurangi kecemasan selama perubahan tersebut mulai terjadi.
Menstruasi atau mimpi basah terkadang sangat menakutkan bagi anak-anak yang
kurang informasi, dan beberapa mengagapnya sebagai tanda dari suatu penyakit
yang sangat menakutkan.
4. Pubertas/Masa Remaja
Perubahan emosional selama pubertas dan masa remaja sama dramatisnya
dengan perubahan fisik. Remaja bekerja dalam sebuah kelompok teman sebaya
yang sangat kuat, dengan kecemasan yang selalu ada. Remaja menghadapi
banyak keputusan dan memerlukan banyak informasi yang akurat mengenai
topik-topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosi terhadap
hubungan intim seksual,PMS, 1kontrasepsi dan kehamilan. Di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa kira-kira 47% dari siswa sma telah melakukan hubungan
melakukan intim seksual minimal satu kali. Salah satu alasan mengapa mereka
melakukan hubungan intim seksual membantu mereka mencapai tujuan
keintiman,status sosial, dan kesenangan. Banyak remaja yang melakukan
hubungan seks tidak melindungi diri mereka dari kehamilan atau PMS. Dinamika
risiko hubungan seks tidak sepenuhnya dimengerti tapi beberapa penelitian telah
mendapatkan hubungan antara pemakaian obat/alkohol,pelecehan seksual,dan
hubungan seksual yang tidak aman.Remaja cenderung berpikir bahwa mereka
tidak terkalahkan dan percaya bahwa kehamilan yang tidak diingankan PMS,dan
hasil negatif lainya dari perilaku seks tidak akan terjadi pada mereka.Orang tua
harus memahami pentingnya memberikan informasi faktual,membagi nilai-nilai
yang mereka punyai dan meningkatkan ketrampilan membuat keputusan yang
tegas. Masa remaja merupakan masa di mana individu menggali orientasi seksual
primer mereka. Kebanyakan remaja akan mengalami minimal satu pengalaman
homoseksual dengan seseorang atau dalam sebuah kelompok.Remaja biasanya
merasa takut pengalaman tersebut akan menentukan seksualitasnya totalnya
sebagai homoseksual. Hal ini tidak benar. Banyak individu yang melanjutka
orientasi seksual mereka sebagai menakutkan dan mereka sebagai homoseksual
dengan jelas. Hal ini menakutkan dan membingungkan bagi seorang
remaja.Dukungan untuk identitas seksual remaja dari penasihat
sekolah,pendeta,keluarga,perawat, dan profesi kesehatan lainnya penting selama
periode ini.
5. Masa Dewasa Muda
Meskipun individu dewasa muda telah memiliki kematangan secara fisik ,mereka
harus terus menggali dan mematangkan hubungan secara emosional.Keintiman
dan seksualitas merupakan bagi semua individu dewasa muda ,apakah mereka
melakukan hubungan seks tetap memilih hidup sendiri,menjadi homoseksual,atau
menjadi janda.Individu sehat secara seksual dalam berbagai cara.Aktivitas
seksual sering didefinisikan sebagai dasa kebutuhan,dan keinginan sepanjang
kehidupan. Sebagai individu yang aktif secara seksual yang membangun
hubungan intim, mereka mempelajari teknik stimulasi yang dapat memuaskan
diri sendiri dan pasangan seksual mereka. beberapa individu dewasa memerlukan
izin atau penegasan bahwa cara alternatif untuk mengungkapkan seks selain
hubungan penis dan vagina adalah normal.Individu lain membutuhkan edukasi
dan terapi yang signifikan untuk mencapai hubungan seksual yang memuaskan
danbermutu. Individu dewasa muda, terutama mereka dengan status sosial
ekonomi yang rendah, memiliki risiko tinggi mengalami PMS.
6. Masa Dewasa Menengah
Perubahan dalam penampilan fisik pada masa dewasa menengah terkadang
menimbulkan masalah dalam ketertarikan seksual. Selain itu perubahan fisik
aktual berhubungan dengan proses penuaan memengaruhi fungsi seksual.
Penurunan kadar estrogen pada wanita perimenopause menyebabkan kurangnya
lubrikasi dan elastisitas vagina. Kedua perubahan ini sering menyebabkan
dispareunia atau rasa nyeri selama berhubungan seks.Penurunan kadar estrogen
juga menyebabkan menurunnya keinginan untuk melakukan aktivitas seksual.
Pada pria,mereka cenderung mengalami perubahan seperti peningkatan periode
refrakter pasca ejakulasi dan penundaan ejakulasi.Untuk mengurangi masalah
dalam fungsi seksual, petunjuk antisipasi terhadap perubahan normal
ini,menggunakan cairan lubrikasi vagina dan menciptakan waktu untuk
bercumbu dan kelembutan dapat diterapkan.Beberapa individu dewasa juga
memerlukan penyesuaian diri terhadap dampak penyakit kronis,obat-obatan ,rasa
sakit,nyeri dan masalah kesehatan lainya yang terkait dengan seksualitas. Pada
usia dewasa beberapa individu harus menyesuaikan diri dengan perubahan sosial
dan emosi yang terjadi karena anak-anak yang keluar dari rumah. Kondisi ini
dapat memberikan waktu untuk memperbaharui keintiman antar-pasangan saat
pasangan menyadari bahwa mereka tidak saling peduli atau mempunyai perasaan
yang sudah biasa-biasa saja. Pada kasus lain,waktu dimana anak-anak
meninggalkan rumah biasanya menciptakan suatu perubahan dalam hubungan
intim.
7. Masa Lansia
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atropi
pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina,dan penurunan
intensitas orgasme pada wanita ,sedangkan pada pria akan mengalami penurunan
produksi sperma,berkurangnya intensitas orgasme terlambatnya pencapaian
ereksi dan pembesaran kelenjar prostat.
h. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas anak. Yang
penting bukan apa yang diajarkan oleh orangtua kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi
apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari perilaku orang
tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman
pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak pada
umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan
saudaranya.
i. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan untuk peka
terhadap kebutuhan spiritual klien, terkadang menghindar. Alasan tersebut antara lain
karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang
menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien
bukan menjadi tugasnya tetapi menjadi tanggung jawab pemuka agama.
j. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien
yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah
mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Ada yang
bereaksi dengan perilaku mengintrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu situasi
dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut, namun ada yang
beraksi secara emosional dan mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman.
Perasaan bersalah, rasa takut, depresi dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan
fungsi spiritual.
j. UU RI NO 18 Thn 2014
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial dan menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya
4. KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL DASAR MANUSIA: STRESS DAN ADAPTASI
a. Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifi mengharuskan seseorang individu
untuk merespon atau melakukan tindakan (SELYE: 1976) Respon ini dapat berupa
fisolodis dan psikologis. STRES perasaan negatifr / mengancam kesejahteraan
emosional dan menganggu seseorang dalam menyerap realita enyelesaikan masalh dan
hubungan dengan seseorang yangdi sayangi
b. Stressor
Adalah stimuli yg mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukan suatu
perubahan yg tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut sejak fisiologis, psikologia, social,
lingkungn, perkembangan, spiritual san kebutuhan kultural.
Contohnya:
a. Stressor biologi dapat berupa: mikroba; bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan,
binatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi
kesehatan misalnya: tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang, dll, yang
dipersepsikan dapat mengancam konsep diri individu.
b. Stressor fisik dapat berupa: perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi: yang
meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi; berupa jumlah anggota dalam
keluarga, nutrisi, radiasi kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dll.
c. Stressor kimia: dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa, sedangkan
dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotil, kafein,
polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan
kosmetika
d. Stressor sosial psikologi, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka, ketidakpuasan
terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan) konflik peran percaya diri yang
rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif dan kehamilan.
e. Stressor spiritual: yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan.
d. Adaptasi
a. Menurut Soeharto Heerdjan (1987),” Adaptasi adalah usaha atau perilaku yang
tujuannymengatasikesulitandanhambatan”.
b. “Adaptasi adalah mengubah diri sesuai keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai keadaan (keinginan diri)” (W.A.Gerungan , 1996).
1. Budaya melayani
Contoh Membiasakan Arah Orientasi Tindakan Dan Sikap Serta Perilaku Kepada
Kepentingan Orang Lain Yang dilayani, bukan kepentingan diri sendiri.
• Namun apabila orientasi tindakan kea rah kepentingan diri sendiri akan bertentangan
dengan budaya kerja melayani tersebut di atas,
Contoh tindakan yang negatif adalah karyawan rumah sakit yang suka membolos
atau terlambat datang. kemudian perawat yang kurang perhatian terhadap pasien
orang miskin, dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di apotik tertentu.
Apabila Tindakan Yang Positif Dari Setiap Individu Dapat Dilaksanakan Secara
Konsisten Dan Terus Menerus Akan Menghasilkan Tabiat Positif. Pada Akhirnya
Secara Kelompok Akan Menghasilkan Budaya Kerja Positif.
• Hak Pasien
• Mendidik Pasien Dan Keluarga
• Keselamatan Pasien Dalam Kesinambungan Pelayanan
• Penggunaan Metode- Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi
Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
• Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
• Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
• Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi
kegenerasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderang
menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan- perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain, yang terlihat dalam definisi budaya. Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas
keistimewaannya sendiri.
Etiologi penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai akibat dosa. Simbol
sosial juga dapat merupakansumber penyakit. Dalam peradaban modern, keterkaitan antara
simbol-simbol sosial dan risiko kesehatan sering tampak jelas, misalnya remaja merokok. Suatu
kajian hubungan antara psikiatri dan ant ropologi dalam konteks perubahan sosial ditulis oleh
Rudi Salan (1994) berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu kasusnya
sebagai berikut: Seorang perempuan yang sudah cukup umur reumatiknya diobati hanya dengan
vitamin dan minyak ikan saja dan percaya penyakitnya akan sembuh. Menurut pasien
penyakitnya disebabkan karena "darah kotor" oleh karena itu satu-satunya jalan penyembuhan
adalah dengan makan makanan yang bersih ,yaitu `mutih' (ditambah vitamin seperlunya agar
tidak kekurangan vitamin) sampai darahnya menjadi bersih kembali. Bagi seorang dokter
pendapat itu tidak masuk akal, tetapi begitulah kenyataan yang ada dalam masyarakat
13. KONSEP TEORITIS KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DALAM PEMBERIAN
ASUHAN KEPERAWATAN.
pedoman dalam berpikir dan berperilaku (Purnell & Paulanka, 1998 ; Leininger, 2002a).
Keperawatan transkultural melintasi batas-batas kebudayaan untuk mencari esensi. Keperawatan
transkultural merupakan campuran dari antropologi dan keperawatan dalam teori dan praktik.
Antropologi mengacu pada manusia, termasuk asal, perilaku, status sosial, fisik, mental, dan
perkembangan zaman. Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan seni, maka keperawatan
transkultural memungkinkan untuk melihat profesi ini dengan perspektif yang berbeda.
Baron, R.A., D. Byrne. 1994. Social Psycology: Understanding Human Interaction. Edisi 7.
Boston: Allyn and Bacon
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts,
Process, and Practices, 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice.
7th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Hamid, Achir Yani S. 1999. Buku Ajar Aspek Psikoseksual dalam Keperawatan. Jakarta: Widya
Medika.