Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Umi Sahdiah

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 858416545

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4407/Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Kode/Nama UPBJJ : 50 / SAMARINDA

Masa Ujian : 2022/23.2 (2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN :
1. Pengertian ingatan kinestetik, manfaat dalam pembelajaran, dan contoh aktivitas yang
menggambarkan kemampuan dalam ingatan kinestetik penyandang tunanetra.

a) Pengertian ingatan kinestetik Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang
dihasilkan oleh interaksi antara indra perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang
dikontrol oleh sistem vestibular, yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam. Sistem
ini peka terhadap percepatan, posisi dan gerakan kepala).

b) Manfaat ingatan kinestik untuk pembelajaran - Membantu mendorong perkembangan


keterampilan kognitif seperti mengurutkan kejadian/proses dan mengikuti petunjuk. -
Membangun pengalaman yang nyata dalam proses interaksi belajar mengajar. - Mengembangkan
pola pikir kreatif dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dapat digunakan dalam
situasi kehidupan nyata. - Melatih koordinasi fisik dengan indra perabaan secara konsisten dan
kontiniu - Meningkatkaan kepekaan dengan lingkungan sekitar pembelajaran.

c) Contoh aktivitas kinestetik penyandang tunanetra Contoh salah satu kegiatan aktivitas kinestetik
penyandang tunanetra sebagai kegiatan belajar adalah berpegian mandiri menggunakan tongkat.
Di mana dalam aktivitas terebut penyandang tunanetra dapat bergerak dengan menggunakan
tongkat untuk mengenal lingkungan sekitar baik yang sudah maupun yang belum dikenal.
Namun Untuk sampai tunanetra mengenali suatu daerah secara akrab (familier), tidak mudah dan
hal tersebut memerlukan proses yang sistematis dan terstruktur maka perlu dibangun pengalaman
nyata dan melatih kepekaan dalam melakukan aktivitas tersebut yang tidak bisa terlepas dari
orientasi dan mobilitas penyandang tunaterta.

2. Jenis media berdasarkan fungsinya dan beri contoh media yang sesuai untuk siswa dengan tunanetra
Pada pembelajaran bagi anak tunanetra berpusat pada proses interaksi antara peserta didik tunanetra
dengan lingkungannya, dan atau proses penciptaan sistem lingkungan yaitu seperangkat peristiwa
yang dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya
pembelajaran bagi anak tunanetra, sehingga terjadi perubahan perilaku anak tunanetra ke arah yang
lebih baik maka diperlukan media pembelajaran yang tepat bagi penyandangan tunanetra. Berikut ini
merupakan jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran anak tunanetra.

 Alat peraga

a) Objek atau situasi yang sebenarnya. Contoh objek yang sebenarnya: tumbuhan dan hewan
asli/sebenarnya.

b) Benda asli yang diawetkan Contohnya binatang yang diawetkan.

c) Tiruan (model), yang terdiri dari model tiga dimensi dan dua dimensi.

- Model/tiruan tiga dimensi memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi (memiliki
volume) sehingga bentuknya hampir sama dengan objek sebenarnya, akan tetapi sifat
substansi, permukaan, dan ukuran ada kemungkinan tidak sama.

- Model dua dimensi, yaitu dimensi panjang dan lebar.

 Alat bantu pembelajaran

Alat bantu pembelajaran yang dapat digunakan oleh anak tunanetra, antara lain berikut ini:

a) Alat bantu untuk baca-tulis

b) Alat bantu untuk membaca (bagi anak low vision)

c) Alat bantu berhitung

d) Alat bantu audio yang sering digunakan oleh anak tunanetra

Menurut Smart (2014, 88-89), berdasarkan fungsinya, suatu metode pembelajaran dapat
dibedakan menjadi beberapa media, yaitu:
a) Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu pembelajaran anak tunanetra
meliputi objek atau situasi yang sebenarnya dengan cara prinsip totalitias atau situasi yang
sebenarnya, benda asli yang telah diawetkan, tiruan/ model (tiga dan dua dimensi); dan

b) Alat bantu pembelajaran antara lain: - alat bantu untuk menulis huruf Braille (regllete, pen,
dan mesin ketik Braille), - alat bantu untuk membantu dalam membaca huruf Braille (papan
huruf dan optacon), - alat bantu untuk berhitung (cubaritma, abacus/sempoa, speech
calculator), - alat yang bersifat audio, seperti tape recorder. Selain itu, media pembelajaran
yang digunakan pada pendidikan anak tunanetra tidak berbeda dengan media yang digunakan
pada pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak tunanetra membutuhkan media
seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan
kecerdasanintelektualnya. Alat-alat khusus yangada diantaranya adalah alat latihan
kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan
perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang
kancing, memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi, seperti papan keseimbangan, alat
latihan membaca, berhitung, dan lain-lain. Guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan
dalam menciptakan media pendidikan anak tunanetra,antara lain(1) bahan tidak berbahaya
bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak;(2) warna tidak mencolok dan tidak
abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu
sendiri (ukuran meja dan kursi) Salah satu media pembelajaran bagi siswa penyandang
tunanetra adalah huruf braille. Huruf braille merupakan huruf dengan sistem tulisan sentuh
yang digunakan oleh penyandang tunanetra untuk membaca dan menulis. Sistem ini pertama
kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar
siswa-siswa tunanetra. Huruf braille merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun
untuk menggantikan huruf biasa. Huruf ini tersusun atas enam buah titik, dua dalam posisi
vertikal, sedangkan tiga lainnya berada dalam posisi horizontal. Semua titik yang timbul ini
dapat ditutup menggunakan satu jari sehingga memudahkan anak dalam membaca ataupun
menulis braille. Adanya huruf braille penyandang tunanetra untuk mendapatkan informasi
dalam bentuk tulisan sekaligus memudahkan proses pembelajaran.

3. Pengertian

 Pengertian dari gangguan pendengaran atau tunarungu

Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:74) mengemukakan bahwa:


seseorang yang tidak atau kurang mampumendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan
dibedakan menjadidua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuliadalah
anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalamtaraf berat sehingga
pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkankurang dengar adalah anak yang indera
pendengarannya mengalamikerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik
denganmaupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Istilah tunarungu diambil
dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang
dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarunguadalah suatu istilah umum yang
menunjukkan kesulitan mendengar dariyang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar.Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehinggamenghambat
proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakaiataupun tidak memakai alat bantu
dengar dimana batas pendengaran yangdimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses
informasi bahasamelalui pendengaran.

 Hubungan antara tunarungu dengan gangguan atau hambatan wicara dan komunikasi

Tunarungu adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat mendengar disebabkan oleh hilangnya
kemampuan mendengar dari ringan hingga berat, berupa sulit mendengar hingga tuli. Sedangkan
tunawicara adalah keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam berbicara. Seorang
tunarungu-wicara memiliki kekurangan berupa kesulitan mendengar dan berbicara akan tetapi
memiliki kemampuan membaca yang lebih baik daripada orang normal. Kedua hal ini biasanya
selalu saling dikaitkan sebab adanya hubungan antara kemampuan mendengar dan berbicara
secara spesifik. Di mana hubungan antara tunarungu dan tunawicara adalah sama-sama memiliki
keterbatasan dalam berinterkasi komunikasi dan menerima informasi serta feedback kepada
lawan bicara. Namun apabila penyandang tunarunggu sejak masih kecil ada kemungkinan akan
menjadi penyandang tunawicara juga karena minimnya komunikasi yang diterima.

 Berilah contoh kasus singkat yang menggambarkan hubungan tersebut.

Sebagai contohnya ada seorang anak yang memiliki ganggu tunarungu sejak kecil dikarenakan
gangguan gen. Di mana, penyebab gangguan pendengaran yang ditularkan oleh orangtua kepada
anak– anaknya, melalui gen–gen resesif yang berarti orangtua mempunyai pendengaran normal
maupun gen – gen domain yang berarti orang tua baik salah satu maupun keduanya mempunyai
dasar gangguan pendengaran dikarenakan alat pendengarannya tidak mampu berfungsi dengan
baik maka permasalahan anak tuna rungu-wicara adalah pada komunikasi. Selain itu,
kemampuan intelektual penyandang tersebut berada dibawah rata-rata anak pada umumnya dan
memiliki gangguan pada kemampuan sosial-emosi yang kurang stabil. Anak tuna runguwicara
pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang cenderung sama dengan anak-anak normal
lainnya, tetapi dikarenakan terputusnya informasi yang diterima oleh otak maka Anak Tuna
rungu-wicar nampak seperti anak dengan tingkat kecerdasan dibawah rata-rata atau dalam istilah
medis disebut dengan “Bodoh Semu”.

4. Konsep strategi pembelajaran kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling asuh antar peserta didik untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran yang berasumsi dari pemikiran bahwa seseorang akan belajar dengan baik
apabila peserta didik belajar bersamasama. Peserta didik biasanya lebih mudah memahami konsep
pembelajaran apabila mendapatkan penjelasan dari pendidik. Menurut Arikunto adakalanya seorang
peserta didik lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan-
kawan yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya. Strategi pembelajaran
kooperatif juga merupakan suatu strategi pembelajaran yang membantu peserta didik dalam
mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga
dengan bekerja bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi,
produktivitas, dan perolehan belajar.

Strategi ini mendorong peningkatan peserta didik dalam memecahkan berbagai permasalahan
yang ditemui selama pembelajaran, karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik
lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan tehadap masalah materi pelajaran
yang dihadapi. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan
rileks diantara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memperoleh dan
memberi masukan diantara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral,
serta ketrampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Kelebihan strategi pembelajaran
kooperatif bagi penyandang tunarungu dan gangguan komunikasi:

 Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

 Memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial,
dan pandangan-pandangan.

 Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

 Menghilangkan sifat egois dan egosentris.

 Menghilangkan sifat keterasingan pada diri siswa.

 Membangun persahabatan.
 Berbagai keterampilan sosial yng diperlukan untuk memlihara hubungan saling membutuhkan
dapat diajarkan dan dipraktekkan.

 Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia.

 Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri.

 Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

 Meningkatkan motivasi belajar.

 Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan.

 Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong dan sikap tenggang rasa.

 Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin
hubungan positif dengan sesamanya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat.

5. Tunagrahita merupakan kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata
(Subaverage), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang
menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif (American Asociation on Mental Deficiency/AAMD
dalam B3PTKSM). Dapat dikatakan bahwa tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi
yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pada kasus Deka termasuk dalam tipe
penyandang tunagrahita sedang, di mana memiliki ciri utama IQ berkisar 30-50.

Faktor penentu dari penyandang tunagrahita sedang seperti Deka

 IQ berkisar 30-50

 Masih mampu untuk diajak berkomunikasi. Namun, memiliki kelemahan pada kegiatan menulis,
membaca, dan berhitung.

 Adanya keterlambatan perkembangan terutama dalam kondisi fisik yang dapat dideteksi sejak
dini

6. Konsep dan alasan penerapan prinsip skala perkembangan mental dalam pembelajaran Bagi
penyandang tunagrahita memerlukan layanan khusus selain adanya layanan umum yang diterapkan
agar memberikan solusi bagi penyandang tunagrahita dalam proses pembelajaran, salah satunya
harus berpacu pada prinsip skala perkembangan mental. Prinsip ini menekankan pada pemahaman
guru mengenai usia kecerdasan anak tunagrahita. Melalui prinsip ini dapat diketahui perbedaan antar
dan intra individu. Contoh aktivitas penerapan skala perkembangan mental yaitu dengan adanya
kelas khusus serta strategi pembelajaran yang diindividualisasikan. Pada Kelas khusus yaitu yang
juga berada di sekolah, biasa yang berupa ruangan khusus untuk anak tunagrahita. Biasanya anak
tunagrahita sedang lebih efektif ditempatkan di kelas ini. Penyandang tunagrahita dapat berintegrasi
dengan anak yang normal pada waktu upacara, mengikuti pelajaran olahraga, perayaan, dan
penggunaan kantin. Adapula pelaksanaan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, di mana
pengajaran diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang
sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan tiap anak. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:

 Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja
selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan
murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan belajar yang hampir sama.

 Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka
ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta adanya
keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas. Adanya petunjuk
tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan bantuan dari orang yang
dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi & meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata
letaknya hendaknya dapat dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur
sendiri kebutuhan belajarnya

 Mengadakan Pusat Belajar (Learning Centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudutsudut ruangan
kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti ini, memungkinkan anak
belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat belajar itu tersedia pelajaran yang akan
dilakukan, tersedianya tujuan Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang
lebih banyak bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan,
memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan,
mengobservasi. Selain itu, pada tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan
digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini anak akan maju sesuai dengan irama
belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial.

Anda mungkin juga menyukai