Anda di halaman 1dari 7

NAMA : AHMAD FADHILLAH

NIM : 19086077
MATA KULIAH : PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF

UJIAN AKHIR SEMESTER

1. Jelaskanlah karakteristik dari ABK:


-tuna netra,
-tuna daksa,
-autisme
Jawab:
TUNA NETRA
a. Rasa curiga terhadap orang lain
Tidak berfungsinya indera penglihatan berpengaruh terhadap penerimaan
informasi visual saat berkomunikasi dan berinteraksi. Seorang anak tunanetra
tidak memahami ekspresi wajah dari teman bicaranya atau hanya dapat melalui
suara saja.
b. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung juga dipengaruhi oleh keterbatasan yang ia
peroleh melalui auditori/pendengaran. Bercanda dan saling membicarakan agar
saat berinteraksi dapat membuat anak tunanetra tersinggung.
c. Verbalisme
Pengalaman dan pengetahuan anak tunanetra pada konsep abstrak
mengalami keterbatasan. Hal ini dikarenakan konsep yang bersifat abstrak
seperti fatamorgana, pelangi dan lain sebagainya terdapat bagian-bagian yang
tidak dapat dibuat media konkret yang dapat menjelaskan secara detail tentang
konsep tersebut, sehingga hanya dapat dijelaskan melalui verbal.
d. Perasaan rendah diri
Keterbatasan yang dimiliki anak tunanetra berimplikasi pada konsep
dirinya. Implikasi keterbatasan penglihatan yaitu perasaan rendah diri untuk
bergaul dan berkompetisi dengan orang lain. Hal ini disebabkan bahwa
penglihatan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam memperoleh
informasi. Perasaan rendah diri dalam bergaul terutama dengan anak awas.
Perasaan tersebut akan sangat dirasakan apabila teman sepermainannya
menolak untuk bermain bersama.
e. Adatan
Adatan merupakan upaya rangsang bagi anak tunanetra melalui indera
nonvisual. Bentuk adatan tersebut misalnya gerakan mengayunkan badan ke
depan ke belakang silih berganti, gerakan menggerakkan kaki saat duduk,
menggeleng-gelengkan kepala, dan lain sebagainya.
f. Suka berfantasi
Implikasi dari keterbatasan penglihatan pada anak tunanetra yaitu suka
berfantasi. Hal ini bila dibandingkan dengan anak awas dapat melakukan
kegiatan memandang, sekedar melihat-lihat dan mencari informasi saat santai
atau saat-saat tertentu. Kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh anak
tunanetra, sehingga anak tunanetra hanya dapat berfantasi saja.
g. Berpikir kritis
Keterbatasan informasi visual dapat memotivasi anak tunanetra dalam
berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Hal ini bila dibandingkan anak
awas dalam mengatasi permasalahan memiliki banyak informasi dari luar yang
dapat mempengaruhi terutama melalui informasi visual. Anak tunanetra akan
memecahkan permasalahan secara fokus dan kritis berdasarkan informasi yang
ia peroleh sebelumnya serta terhindar dari pengaruh visual (penglihatan) yang
dapat dialami oleh orang awas.
h. Pemberani
Pada anak tunanetra yang telah memiliki konsep diri yang baik, maka ia
memiliki sikap berani dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dan pengalamannya. Sikap pemberani tersebut merupakan
konsep diri yang harus dilatih sejak dini agar dapat mandiri dan menerima
keadaan dirinya serta mau berusaha dalam mencapai cita-cita.
TUNA DAKSA
a. Karakteristik Kognitif/Akademik
Tingkat kecerdasan anak Tunadaksa sangat bervariatif. Pada umumnya
anak dengan kecacatan fisik mempunyai IQ yang normal dan bisa berinteraksi
dengan anak-anak normal lainnya. Untuk anak Cerebral palsy, Hardman
(dalam Astati;1990) melakukan kajian, ia menemukan bahwa 45 % anak
Cerebral Palsy mengalami keterbelakang mental atau Tunagrahita (. Sisanya
mempunyai IQ normal dan sedikit di bwah normal.
  
b. Karakteristik Sosial dan Emosi
Sama halnya dengan anak-anak berkebutuhan khusus  yang lain, anak
Tunadaksa hampir mayoritas (tidak semuanya), mengalami perasaan-perasaan
negatif, seperti merasa rendah diri, tidak berguna, dan lain-lain 

c. Karakteristik Fisik
Anak Tunadaksa mengalami kecacatan fisik. Kondisi ini mempengaruhi
aspek-aspek yang lain, dalam kehidupan sehari-hari. Pegaruh tersebut terlihat
dalam melakukan aktivitas ADL (Activity daily Living), problem penglihatan,
gangguan bicara, dan lain-lain.  

AUTISME
a. Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya
b. Tidak bisa berekasi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal (penyakit kelainan mental pada
anak atau autistic children)
d. Reaksi atau pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang dan
tidak padan
2. Buat rancangan pembelajaran untuk masing2 karakteristik:
- tuna netra
- tuna daksa
- autisme
Jawab:
TUNA NETRA
1. Prinsip Individual. Prinsip individual yakni suatu kondisi dimana guru
harus memperhatikan setiap perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik
tunanetra. Seperti perbedaan umum, mental, fisik, kesehatan dan tingkat
ketunanetraan masing-masing siswa. 
2. Prinsip Pengalaman Pengindraan. Pengalaman pengindraan siswa
tunanetra sangat penting bagi pemahaman yang akan mereka peroleh. Siswa
membutuhkan pengalaman nyata dari apa yang mereka pelajari. Dengan
demikian strategi pembelajaran guru harus memungkinkan adanya pengalaman
langsung siswa tunanetra terkait materi yang mereka pelajari. 
3. Prinsip Totalitas. Prinsip totalitas maksudnya pembelajaran yang
diterapkan pada siswa tunanetra hendaknya menggunakan seluruh fungsi indra
yang masih berfungsi dengan baik pada diri mereka. Indra ini digunakan oleh
guru untuk mengenali objek yang dipelajari siswa secara utuh dan menyeluruh.
Misalnya seorang tunanetra ingin mengenali bentuk burung, pembelajaran
yang diterapkan harus dapat memberikan informasi yang utuh dan baik
mengenai bentuk, ukuran, sifat permukaan, kehangatan, suara dan ciri khas
burung tersebut. Sehingga anak mampu mengenali objek secara sempurna. 
4. Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity). Dalam proses pembelajaran guru
dapat menjadi fasilitator dan motivator anak untuk dapat belajar secara aktif
dan mandiri. Dalam prinsip ini proses pembelajaran bukan sekedar mendengar
dan mencatat, akan tetapi juga ikut merasakan dan mengalaminya secara
langsung.
Adapun media-media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai pendukung
proses belajar mengajar bagi anak penyandang tunanetra antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Huruf Braille. Huruf braille digunakan untuk keperluan membaca dan
menulis bagi anak tunanetra. Huruf braille merupakan kumpulan titik-titik
timbul yang disusun untuk menggantikan huruf biasa. Huruf braille tersusun
dari enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, dan tiga dalam posisi
horizontal. Semua titik yang ditimbulkan dapat ditutup oleh satu jari sehingga
memudahkan anak dalam membaca ataupun menulis braille. 
2. Kamera Touch Sight. Kamera ini memiliki layar braille fleksibel yang
menampilkan gambar tiga dimensi dengan gambar timbul di bagian
permukaan. Kamera diletakkan di kening pengguna untuk merekam suara
selama tiga detik yang menjadi petunjuk user untuk mengatur foto. 
3. Mesin baca Kurzweil. Mesin ini dapat membaca suatu buku yang tercetak,
hasil huruf-hurufnya dikeluarkan dalam bentuk suara. Mesin dapat membaca
buku dari awal sampai akhir atau mengulang-ulang kata, kalimat, paragraf
dengan terus menerus, bahkan mesin juga dapat mengeja kata. 
4. Optacon. Optacon (Optical-to-Tactile converter) berfungsi untuk
mengubah tulisan menjadi getaran. Optacon terdiri dari satu kamera dengan
elemen photosensitive yang dihubungkan ke susunan sandi raba yang sesuai
dengan huruf tertentu. Satu huruf yang dipindai oleh kamera akan
menghasilkan pola getaran tertentu yang bisa dirasakan dengan meraba.
5. Reglet. Untuk keperluan menulis anak tunanetra memerlukan alat khusus
untuk memudahkannya. Alat khusus ini dikenal dengan sebutan reglet. 
6. Mesin ketik braille. Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard
khusus untuk tunanetra. Ketrampilan menggunakan keyboard ini sangat
berguna untuk proses pembelajaran dan keahliannya. 
7. Papan hitung dan sempoa. Untuk belajar menghitung anak tunanetra
biasanya menggunakan papan hitung khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada
sempoa memudahkan indra anak untuk belajar matematika.
TUNA DAKSA
Menurut Connor (1975), seperti yang dikutip oleh Sri Widati, ada tujuh
aspek yang perlu dikembangkan pada diri anak Tunadaksa, yaitu:
a. Pengembangan Intelektual dan Akadmeik,
b. Membnatu perkembangan fisik,
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak,
d. Mematangkan aspek sosial,
e. Mematangkan moral dan spiritual,
f. Meningkatkan akspresi diri, dan
g. mempersiapkan masa depan anak.

AUTISME
1. Modelling
Cara belajar ini dapat dilakukan dengan menirukan atau memberikan
contoh yang baik pada anak dengan autisme. Hal ini juga bertujuan untuk
mengembangkan bakat mereka. Misalnya dengan memberikan contoh cara
melakukan kontak mata yang baik.
2. Latent Learning
Orangtua harus membuat sistem belajar seperti tidak belajar. Libatkan
selalu komunikasi dua arah. Berikan mereka kesempatan untuk berbicara dan
biarkan mereka tahu bahwa mereka harus memberikan kesempatan juga untuk
orang lain bicara.
3. Berikan pujian yang positif
Semua orang dapat merasa dihargai jika mereka mendapatkan pujian
setelah melakukan sesuatu yang positif, begitupun anak dengan autisme.
Berikan mereka validasi dan pujian karena hal tersebut dapat membuat mereka
ingin melakukannya lagi

3. Selaku guru Penjasorkes, bagaimana pendekatan dalam pelayanan ABK di


sekolah?
Jawab:
Selaku guru Penjasorkes pendekatan dalam pelayanan ABK adalah dengan
melihat ABK apa yang sedang kita lakukan pendekatan. Jikalau anak tunarungu
metode pengajaran yang cocok yaitu communication (bisa menggunakan bahasa
isyarat), task analysis, gestural prompts, modelling prompts, physical prompts,
dan cooperative learning. Guru tetap menjadi pusat dalam pembelajaran dan
memberikan arahan serta pendampingan. Jiakalau anak metode pengajaran yang
cocok yaitu communication, task analysis, prompts, dan cooperative learning.
Selain metode pengajaran, juga harus didukung dengan alat bantu dan juga media
pembelajaran untuk mempermudah proses pembelajaran. Jadi kita sesuaikan
dengan kategori anak tersebut karena tiap jenis anak berkebutuhan khusus berbeda
pula pendekatannya.

4. Ceritakan pengalaman saudara saat berinteraksi dengan ABK?


Jawab:
Ketika saya berinteraksi dengan ABK yang dikategorikan tunadaksa tidak
ada masalah dalam hal berkomunikasi, saya dan anak tersebut mengobrol seperti
anak normal pada umumnya. Kemudian saya mengobrolkan tentang
pendidikannya anak tersebut dengan tenang menjawab kalau dia sudah pusing
dengan pendidikan yang ditekuninya. Mungkin ada masalah dalam proses belajar
mengajarnya sehingga membuatnya tidak betah dengan sekolah karena anak ini
orangnya percaya diri dan suka berbicara dan mengobrol dengan siapapun
termasuk dengan saya.

5. Buatkan rencana tindak lanjut saudara mengenai perkembangan pendidikan bagi


ABK?
Jawab:
Rencana ke depan yang akan saya lakukan untuk anak berkebutuhan khusus
adalah memberi ruang seluas-luasnya untuk menyalurkan bakat ataupun hobi dari
ABK tersebut dengan menyediakan beberapa fasilitas bermain ataupun belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai