Anda di halaman 1dari 6

Karakteristik/Ciri-ciri dari anak Tunanetra

Ciri utama dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan/ tuna-netra adalah

adanya penglihatan yang tidak normal. Bentuk-bentuk ketidaknormalannya dapat dilihat dari:

Perkembangan secara Umum/Fisik

1. Penglihatan samar-samar untuk jarak dekat atau jauh. Hal ini dijumpai pada kasus

myopia, hyperopia ataupun astigmatismus. Semua ini masih dapat diatasi dengan

menggunakan kacamata ataupun lensa kontak.

2. Medan penglihatan yang terbatas, misalnya hanya jelas melihat tepi/perifer atau

sentral. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua bola mata.

3. Tidak mampu membedakan warna.

4. Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Banyak terjadi pada proses penuaan.

5. Sangat sensitif/peka terhadap cahaya atau ruang terang atau photophobic. Orang-

orang albino biasanya merasa kurang nyaman berada dalam ruangan yang terang.

Kelima ciri tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dalam berbagai bidang.

Ciri lain dari gangguan penglihatan mencakup perkembangan bahasa, kemampuan

intelektual, konseptual, mobilitas, prestasi akademik, penyesuaian sosial, dan perilaku-

perilaku stereotipik.

KURIKULUM UNTUK SISWA TUNANETRA

Walaupun beberapa elemen yang terdapat dalam kurikulum sekolah biasa penting

juga bagi siswa tunanetra, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Mereka perlu 'kurikulum plus', dimana dalam kurikulum ini diperlukan tenaga pengajar yang

benar-benar ahli. Hal-hal yang termasuk dalam kurikulum plus ini adalah:

1. Kemampuan merawat diri sendiri, kemampuan menyesuaikan diri serta

keterampilan sehari-hari lainnya


Siswa belajar merawat diri sendiri ataupun mengerjakan hal-hal yang biasa

dilakukan tiap hari dalam keluarga atau masyarakat maupun di sekolah. Jadi di sini

mereka diajarkan agar lebih mampu merawat diri sendiri, juga cara duduk dan berdiri

yang baik. Kebutaan sering menyebabkan seseorang menjadi sangat bergantung

kepada orang lain serta sikap-sikap psikologis lainnya yang negatif seperti rendah diri,

putus asa, kurang percaya diri dan lain-lain. Program pendidikan bagi anak tunanetra

justru dimaksudkan untuk mengurangi dampak-dampak negatif tersebut.

Anak tunanetra harus mampu mandiri atau sekurang-kurangnya tidak terlalu

banyak bergantung, serta mampu menampilkan sikap dan pribadi yang wajar.

Keterampilan-keterampilan dasar dalam kehidupan sehari-hari perlu mendapat

prioritas dalam mengembangkan kemandirian anak tunanetra misalnya: makan, tidur,

mencuci pakaian, mandi, memasak, berhias dan lain-lain.

Di lain pihak, harus ditanamkan pada anak tentang persamaan sebagai mahluk

Tuhan, sikap menghargai, kerjasama dan kenyataan bahwa mereka akan berhadapan

dengan masyarakat yang senantiasa akan melihat dan menilai dirinya. Ini penting

untuk menumbuhkan sikap dan pribadi yang wajar pada diri tunanetra.

2. Orientasi dan Mobilitas

Diakui bahwa hilangnya fungsi penglihatan mengakibatkan keterbatasan yang

sangat berarti pada seseorang dalam mengenali lingkungan (orientasi) dan bergerak

(mobilitas). Kebutaan menyebabkan seseorang menjadi sangat sulit untuk melakukan

aktivitas-aktivitas yang sebenarnya adalah sangat sederhana, mencari benda yang

jatuh, menemukan pintu, menuju kamar mandi, mengenali teman yang datang dan

lain-Iain. Menyadari keterbatasan-keterbatasan tersebut, maka keberadaan program

orientasi dan mobilitas menjadi sangat penting dan bahkan vital dalam kehidupan

tunanetra.
Program orientasi dan mobilitas memberi kemampuan-kemampuan kepada

anak tunanetra dalam:

a) Mengenali posisi/ keberadaan dirinya dalam suatu lingkungan serta hubungannya

dengan obyek-obyek lain yang ada di lingkungan tersebut. Misalnya, "Saya ada di

mana dan ada apa di sekitar saya ?"

b) Bergerak atau berpindah tempat dari satu posisi/ tempat ke posisi/tempat yang lain

secara tepat, cepat dan aman.

Pelaksanaan program orientasi dan mobilitas sangat erat kaitannya dengan

latihan kemampuan sensoris (penginderaan), karena keberhasilan dan kemampuan

tunanetra dalam melakukan orientasi lingkungan dan mobilitas sangat ditentukan oleh

kemampuannya dalam menggunakan indra-indra yang masih ada.

Latihan orientasi dan mobilitas pada dasarnya merupakan latihan untuk

menggunakan indra-indra yang masih dimiliki untuk mengenali lingkungan dan

bergerak secara leluasa dan aman, dengan menggunakan alat atau cara-cara tertentu.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh tunanetra dalam melakukan

mobilitas: a) Bergerak berjalan dengan pendamping awas. b) Bergerak/berjalan

sendiri tanpa alat bantu tongkat. c) Bergerak/berjalan sendiri dengan bantuan tongkat.

d) Bergerak/berjalan dengan bantuan anjing penuntun (guide dog). e) Mobilitas

dengan bantuan alat elektronik. Dua metode yang terakhir masih sangat jarang

dilakukan oleh para tunanetra di Indonesia.

3. Keterampilan Berkomunikasi

Komunikasi mencakup mendengar, berbicara, membaca dan menulis.

Keterampilan mendengar perlu dilatih karena tidak otomatis terbentuk sebagai

kompensasi kurangnya penglihatan. Dalam kurikulum ini, mereka memperoleh

aktivitas dan pengalaman instruksional tambahan untuk mengembangkan dasar


bahasa yang kuat serta keterampilan mendengar yang baik dalam ber-komunikasi.

Disini dilengkapi alat bantu seperti:

 Reglet dan stilus adalah alat tulis tangan yang dipakai oleh tunanetra untuk

menghasilkan tulisan Braille.

 Mesik tik Braille, yaitu peralatan sejenis mesin tik yang digunakan untuk

menghasilkan tulisan Braille. Ada dua merek mesin tik Braille yang lazim

digunakan di Indonesia yaitu: Perkins dan Blista.

 Papan Huruf atau Papan Bacaan. Terbuat dari kayu, berbentuk petak-petak

dengan lobang-lobang kecil (untuk paku) di tengahnya. Alat digunakan untuk

membantu mengenal lambang huruf Braille, dalam membaca dan menulis

permulaan.

 Tongkat Putih. Alat berbentuk tongkat yang digunakan oleh anak tunanetra

sebagai perpanjangan tangan untuk mendeteksi keadaan lingkungan, terutama

pada waktu berjalan. Kita mengenal ada tongkat yang lurus dan tongkat lipat,

masing-masing punya kelemahan dan kelebihan.

 "Tape Recorder dan Talking Book." Digunakan untuk membantu tunanetra

dalam merekam, menyimpan dan terkadang mengungkapkan kembali

informasi-informasi yang didapat.

 Bahan cetak besar adalah sarana berbentuk buku atau media-media «cetak

lain dengan tulisan berukuran besar sehingga memungkinkan dibaca oleh anak

yang masih memiliki sisa penglihatan.

 Alat bantu optikal adalah alat untuk membantu memperbesar objek/ tulisan

(alat pembesar) seperti lensa, atau alat pembesar yang bisa menampilkan huruf

berukuran besar pada monitor.


 Optacon yaitu alat yang memungkinkan anak tunanetra dapat membaca

tulisan awas biasa. Alat ini dapat mentransfer tulisan awas ke dalam bentuk

tulisan yang dapat dikenali oleh tunanetra melalui perabaan.

 Kurzweil "Reading Machine" yaitu alat yang dapat menterjemahkan tulisan

cetak ke dalam bentuk bunyi atau suara sehingga dapat diterima oleh tunanetra

melalui pendengarannya.

4. Bimbingan vokasional dan pendidikan karir

Hal ini juga perlu diberikan dengan tujuan untuk menyiapkan mereka memasuki

dunia kerja. Walaupun tidak semua penderita tunanetra akan bekerja, tetapi mereka

perlu mendapat bimbingan vokasional mengingat bahwa hal ini penting bagi

kehidupan sosialnya.

5. Stimulasi penglihatan/sensoris

Seperti sudah dijelaskan, proses terjadinya suatu penglihatan mencakup hal

yang kompleks/rumit. Mereka yang menderita tunanetra mungkin saja sulit

membedakan gelap-terang, warrta atau mengenal/mengetahui obyek yang bergerak

dan lain-lain. Banyak alat dirancang untuk menstimulasi penglihatan sekaligus untuk

mengetahui hubungan antara motor dan perception skill penderita.

Terdapat sebagian pendapat para ahli yang mengatakan bahwa sebagian besar

(70-80%) informasi atau pengalaman yang kita peroleh adalah melalui mata. Ini

memperkuat kenyataan bahwa hilangnya fungsi penglihatan meng-alcibatkan

keterbatasan tunanetra dalam memperoleh informasi, pengalaman dan pengembangan

konsep-konsep. Latihan kemampuan sensoris yang meliputi: pendengaran, perabaan,

penciuman dan pengecapan sesungguhnya dimaksud-kan untuk mengurangi

keterbatasan atau kekurangan-kekurangan tersebut. Kenyataan bahwa tunanetra akan

mengandalkan sepenuhnya dari indra-indra yang masih dimiliki dalam berbagai


aktivitas kehidupan, mendorong perlunya program latihan kemampuan pengindraan

bagi mereka. Di lain pihak, hilangnya fungsi penglihatan tidak secara otomatis

menyebabkan meningkatnya kemampuan indra-indra lain yang masih ada. Perlu ada

suatu program yang sistematis dan kontinyu untuk tujuan itu.

Anda mungkin juga menyukai