pembelajaran selesai. Metode dan pendekatan yang tepat untuk mengajar dan aktivitas siswa
dalam belajar merupakan hal yang harus diperhatikan ketika merancang suatu rencana
pembelajaran.
Dengan demikian pemilihan metode sangat penting agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Hal itu senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Surakhmad (1986 :75),
bahwa metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan yang akan dicapai John D. Latuheru (1988 : 14) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)
pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak
didik atau warga belajar). Selanjutnya Suharsimi Arikunto (1987 : 16) mengemukakan bahwa
media adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar
mengajar untuk lebih mempertinggi efektifitas serta efisiensi dalam mencapai tujuan
pendidikan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, dari berbagai pendapat para ahli kita dapat
menyimpulkan bahwa: Media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran yang
digunakan sesuai dengan tujuan dan isi materi pembelajaran sebagai usaha untuk
mempermudah menyampaikan informasi dari sumber belajar kepada penerima informasi,
dengan tujuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik dalam kegiatan belajar-
mengajar. Dengan demikian maka seorang pendidik dalam melakukan proses belajar
mengajar harus dapat memilih antara media yang cocok dengan materi yang akan diberikan
kepada siswanya.
Penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai mengakibatkan materi tidak tersampaikan
dengan sempurna. Pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan kondisi siswa
sebagai subjek pembelajaran. Pemilihan media belajar seyogyanya harus disesuaikan dengan
kondisi siswanya. Siswa tunanetra berbeda kondisinya dengan tuna rungu, begitu pula dengan
siswa normal, semuah siswa memiliki kekhususan dalam melakukan pembelajaran. Berikut
ini kita akan lebih membahas bagaimana siswa tunanetra mengatasi keterbatasannya dalam
belajar yang berkaitan dengan pembelajaran menggunakan media peta. Pengetahuan tentang
sifat-sifat ruang dari benda yang biasa dilakukan lewat penglihatan, dapat dilakukan pula
dengan rabaan. Di sini pengalaman kinestetis memegang peranan penting. Dengan rabaan
anak tuna netra bisa tahu tentang bentuk benda, besar kecilnya, bahkan mempunyai kelebihan
yaitu bisa mengerti halus kasarnya ( teksture) dan daya lenting ( elastisitas ) serta berat
ringannya suatu benda. Tetapi meskipun ada kelebihannya, anak tuna netra memiliki
kekurangan. Rabaan dibatasi oleh jarak jangkauan yang pendek, hanya sepanjang tangannya.
Meskipun tidak tergantung kepada adanya cahaya, akibatnya benda-benda yang jauh tidak
dapat dikenal, atau benda-benda yang terlalau besar sulit untuk dikenali. Demikian pula
benda-benda yang tidak mungkin diraba tetap tidak dikenalnya dengan baik karena sifatnya.
Misalnya, anak tuna netra tidak bisa menegenal bentuk api karena panasnya.
Penglihatan memiliki fungsi yang khas karena itu terpenting, yaitu sebagai indera penyatu
dan pemadu. Dengan penglihatannya, orang dapat mengetahui sesuatu secara menyeluruh dan
serentak. Berbagai sifat benda dapat dikenal secara rinci dan
terpadu. Oleh karena itu, tidak adanya penglihatan telah dibuktikan banyak mempunyai
berbagai macam akibat. Hal ini akan menempatkan anak tuna netra dalam
kesulitan untuk memperoleh kecakapan atau kemampuan.
Persepsi warna adalah juga khas kemampuan penglihatan. Oleh karenanya, tidak
mungkin dapat digantikan oleh indera lain utuk mengerti tentang warna. Dengan demikian, ia
juga tidak mungkin memiliki konsep warna yang sebenarnya. Ia akan mengembangkan
pengertiannya tentang warna secara verbal misalnya, emas dapat diketahui berwarna kuning
karena ia pernah mendengar dari orang lain bahwa emas berwarna kuning. Akibat yang jelas
dan mudah dilihat jika seseorang kehilangan fungsi penglihatan adalah ketika ia terpaksa
melakukan kegiatan berpindah-pindah dan mencari sesuatu yang hilang.
Sebagai contoh, ketika media peta timbul digunakan siswa untuk mengenal konsep ruang
yang dijelaskan dalam pelajaran sejarah, dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan
memahami pelajaran sejarah tersebut melalui cerita. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
daya konsentrasi dan ketertarikan siswa tersebut. Pada saat siswa tunanetra meraba peta
timbul dan menerima sensasi raba, siswa diharapkan akan lebih memahami pelajaran yang
diberikan, karena mereka telah mengalami perabaan pada media tersebut. Pengalaman
tersebut akan lebih mudah tersimpan dalam memori siswa tunanetra.
Sehingga dengan media peta timbul ini akan meningkatkan ketertarikan siswa pada
pelajarannya. Lebih jauh lagi, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitu pula dengan
pelajaran lainnya, diharapkan guru bisa memilih media yang tepat untuk menyampaikan
materi yang diajarkan. Kesesuaian media pembelajaran dan materi pelajaran diharapkan akan
meningkatkan hasil belajar siswa, kesesuaian tersebut juga harus memperhatikan situasi dan
kondisi siswa sebagai warga belajar.
A. Pengertian Tunanetra
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang
mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat
gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai
sisa penglihatan (Low Vision). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tuna netra dengan
menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis
merah horizontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra
berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti, perabaan, penciuman,
pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki
kemampuan luar biasa misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian tunanetra adalah tidak dapat
melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris visually
handicapped atau visual impaired. Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik
dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa kategori.
Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa
atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
B. Media Pembelajaran
Tersedianya banyak alat bantu low vision memberi para praktisi dalam bidang low
vision berbagai opsi untuk membantu anak-anak yang menyandang ketunanetraan.
Seyogyanya tidak akan dijumpai suatu kondisi di mana anak low vision tidak dapat dibantu
dengan suatu bentuk alat bantu low vision yang sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
Bagi banyak anak, sebuah alat bantu low vision dapat merupakan alat yang serba guna. Akan
tetapi, bagi kasus-kasus tertentu, alat-alat ini mungkin terbatas atau spesifik kegunaannya,
dan tidak ada pendekatan yang standar ataupun cara pemecahan yang seragam, karena setiap
anak memiliki kebutuhan visual yang berbeda.
Anda akan dapat menguasai Braille dengan lebih baik apabila anda tidak hanya mampu
membacanya tetapi juga menulisnya dengan format baku system tulisan Braille bahasa
Indonesia. Terdapat dua alat yang dapat anda pelajari untuk menulis Braille, yaitu reglet (dan
pen) dan mesin tik Braille.
Keuntungan menggunakan mesin tik Braille – yang tidak terdapat pada penggunaan
reglet – adalah bahwa dengan mesin tik Braille, penulis dapat langsung membaca apa yang
sudah ditulisnya tanpa harus membalikkan kertas atau mencopotnya dari mesin. Oleh karena
itu, terutama karena pertimbangan harga – khususnya di Indonesia dan Negara-negara
berkembang pada umumnya, reglet lebih banyak dipergunakan sehingga calon guru bagi anak
tunanetra sangat dianjurkan untuk menguasai penggunaan reglet sebelum dapat
mengajarkannya kepada murid-murid tunanetra.
Tampaknya model mesin tik Braille yang paling diminati orang tunanetra di dunia
adalah Perkins Brailler produksi Howe Press, Perkins School for the Blind, Amerika Serikat.
Pada selembar kertas berukuran 11 x 11 ½ inci, dengan mesin tik ini anda dapat menuliskan
25 baris teks Braille, 42 karakter Braille per baris. Akan tetapi, mesin tik ini juga dapat
mengakomodasi kertas dengan ukuran lebih kecil.
· Buka penjepit kertas yang ada di kiri dan kanan bagian atas mesin tik itu dengan
menariknya ke belakang (kea rah tubuh anda).
· Masukkan kertas dari arah depan mesin tik dengan menyelipkannya ke bawah kepala
mesin tik.
· Tutup kembali penjepit kertas.
· Putar tombol penggulung kertas (yang ada di samping kiri dan kanan) ke arah belakang
hingga mentok.
· Tekan tombol spasi baris (yang ada di sebelah kiri tombol pengetik) untuk
memposisikan kertas pada keadaan siap tik.
Pada bagian belakang mesin tik Perkins ini (bagian yang lebih dekat ketubuh anda)
terdapat sembilan tombol. Tombol paling kiri (agak ke atas) adalah tombol spasi baris yang
tadi sudah kita pergunakan untuk memposisikan kertas pada keadaan siap tik. Tombol ini
selanjutnya dipergunakan untuk menggeser kertas per baris. Tombol yang ada di sisi kanan
(agak ke atas) adalah tombol spasi mundur (backspace), untuk mundur per huruf. Sesuai
dengan pola enam titik yang dipergunakan dalam Braille, mesin tik ini hanya mempunyai
enam tombol pengetik, tiga di sebelah kiri dan tiga di sebelah kanan, dipisahkan oleh tombol
spasi. Tiga tombol di sebelah kiri itu dipergunakan untuk membuat titik 1, 2, dan 3;
sedangkan tiga tombol di sebelah kanan untuk membuat titik 4, 5, dan 6. Tombol untuk titik 1
ditekan dengan telunjuk kiri, titik 2 dengan jari tengah kiri, dan titik 3 dengan jari manis kiri;
sedangkan tombol untuk titik 4 ditekan dengan telunjuk kanan, titik 2 dengan jari tengah
kanan, dan titik 6 dengan jari manis kanan. Untuk membuat sebuah huruf yang terdiri dari
beberapa titik (misalnya huruf q yang terdiri dari titik 1-2-3-4-5), semua tombol yang
membentuk titiktitik itu ditekan bersamaan. Sebelum anda mulai mengetik, pastikan kepala
mesin tik berada di pinggir kiri. Pada saat anda mengetik, dia akan bergerak ke kanan.
https://psibkusd.wordpress.com/about/a-tunanetra/pemilihan-media-pembelajaran-yang-tepat-
bagi-siswa-tunanetra/
http://firsanwibowo99.blogspot.co.id/2015/02/layanan-dan-media-pembelajaran-bagi.html