Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Pendidikan Anak Tunanetra


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus)
Dosen Pengampu :
Prinanda Gustarina Ridwan, M. Pd

UNIVERSITAS TERBUKA
Disusun Oleh :
Fauzi Rahman 857490255
Fitri Handayani 857502492
Yeni Mirayana 857493759
Yossi Retnoningsih 857493171

PROGRAM STUDI
PGSD – S1 (MASUKAN SARJANA)
POKJAR CENTEH
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak-anak adalah bentuk proses perkembangannya.
Proses pemahaman anak dilakukan dengan menginvestigasi segala hal yang ada di sekitarnya
dengan menggunakan indera mereka. Pada manusia, sekitar 80% informasi didapatkan melalui
indera penglihatan. Hal ini tentunya menjadi hambatan bagi anak tunanetra.

Anak tunanetra merupakan anak yang memiliki gangguan ataupun kerusakan pada indera
penglihatannya, sehingga mengandalkan indera lain untuk memperoleh informasi. Peran indera-
indera selain penglihatan ini dapat memberikan informasi seperti orientasi, dimensi, jarak, obyek,
material, suhu, tekstur dan sebagainya. Melatih eksplorasi indera anak tunanetra merupakan aspek
terpenting yang harus diberikan melalui Pendidikan untuk penyandang tunanetra. Dengan
memaksimalkan indera-indera yang masih berfungsi, maka mereka akan mampu beraktivitas dan
menjadi pribadi yang mandiri, layaknya anak-anak dengan pandangan awas.

Pendidikan bagi anak tunanetra saat ini tidak terbatas pada sekolah khusus atau melalui
system segresi saja, akan tetapi mereka juga diberikan kesempatan untuk mengikuti Pendidikan
melalui system integrase/terpadu atau Pendidikan inklusif. Bahkan saat ini anak tunanetra sudah
lebih banyak yang mengikuti Pendidikan nonsegregasi dibandingkan dengan anak berkebutuhan
khusus lainnya seperti anak tunarungu, tunagrahita maupun tunadaksa.

Keberhasilan Pendidikan anak tunanetra di sekolah regular tidak terlepas dari peran guru
kelas/guru mata pelajaran. Oleh karena itu, seyogianya para guru tersebut memiliki pemahaman
yang tepat tentang ketunanetraan termasuk layanan pendidikannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna dari ketunanetraan ?
2. Apa penyebab dari ketunanetraan ?
3. Bagaimana cara mencegah terjadinya ketunanetraan ?
4. Apa dampak ketunanetraan terhadap perkembangan seorang anak ?
5. Bagaimana layanan Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna dari ketunanetraan
2. Untuk mengetahui penyebab dari ketunanetraan
3. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya ketunanetraan
4. Untuk mengetahui dampak ketunanetraan terhadap perkembangan seorang anak
5. Untuk mengetahui layanan Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna dan Klasifikasi Ketunanetraan

Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni (2004) mendifinisikan ketunanetraan bahwa orang


tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka
yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk
membaca tulisan biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan
kaca mata (kurang awas).

Terdapat dua jenis definisi yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan, yaitu :

1. Definisi legal, definisi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam definisi


legal ini terdapat dua aspek yang diukur, yaitu ketajaman penglihatan (visual acuity) dan
medan pandang (visual field).

2. Definisi edukasional, definisi ini bertujuan untuk Pendidikan atau fungsional, yang
difokuskan pada seberapa banyak sisa penglihatan seseorang dapat bermanfaat untuk
keberfungsiannya sehari-hari.

Definisi edukasional lebih memenuhi persyaratan dibandingkan definisi legal, oleh


karenanya dapat menunjukkan :

a. Metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya
dipergunakan

b. Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan

c. Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas

Berdasarkan cara pembelajarannya, ketunanetraan dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Buta (blind) atau tunanetra berat, apabila sama sekali tidak memiliki penglihatan atau
hanya memiliki persepsi cahaya sehingga untuk keperluan belajarnya dia menggunakan
indra-indra non penglihatan.
2. Kurang awas (low vision) atau tunanetra ringan, apabila setelah dikoreksi penglihatannya
masih sedemikian buruk tetapi fungsi penglihatannya dapat ditingkatkan melalui
penggunaan alat-alat bantu optic dan modifikasi lingkungan.

B. Penyebab Terjadinya Ketunanetraan

Sebab-sebab ketunanetraan itu kompleks, bervariasi dan berubah-ubah. Ketunanetraan


dapat disebabkan karena bersifat genetic atau berkaitan dengan lingkungan. Ketunanetraan dapat
terjadi sebelum kelahiran dan pada masa anak-anak hingga masa dewasa.

Menurut Mason & McCall, 1999, kasus kebutaan yang disebabkan oleh kondisi kelainan
genetis bawaan, retinopathy of prematurity atau kerusakan jalur penglihatan, relative kecil
proporsinya. Sedangkan menurut Gsianturi, 2004, di Indonesia penyebab utama kebutaan adalah
katarak, glaucoma, kelainan refraksi, penyakit kornea, retinda dan kekurangan vitamin A.

Beberapa kondisi umum yang dapat menyebabkan ketunanetraan, yang diurut secara
alfabetis :

1. Albinisme
2. Amblyopa
3. Buta warna
4. Cedera (trauma) dan radiasi
5. Defisiensi vitamin A – Xerophthalmia
6. Glaukoma
7. Katarak
8. Kelainan mata bawaan
9. Myopia (penglihatan dekat)
10. Nistagmus
11. Ophthalmia Neonatrum
12. Penyakit kornea dan pencangkokan kornea
13. Renitis Pigmentosa (RP)
14. Retinopati Diabetika
15. Retinopathy of Prematurity
16. Sobek dan lepasnya retina
17. Strabismus
18. Trakhoma
19. Tumor
20. Uveitis

C. Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan

VISION 2020 akan memungkinkan masyarakat internasional untuk memerangi kebutaan


yang dapat dihindari melalui :

1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit


2. Pelatihan personel
3. Memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada
4. Penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau
5. Mobilisasi sumber-sumber

Secara internasional, WHO mempunyai satu strategi yang terdiri dari tiga langkah untuk
memerangi kebutaan dan kurang awas. Ketiga langkah tersebut, yaitu :

1. Memperkuat program kesehatan dasar mata di dalam program pelayanan kesehatan dasar
untuk menghapuskan factor-factor penyebabnya dapat dicegah
2. Mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan untuk menangani secara efektif
gangguan mata yang “dapat dismebuhkan”
3. Mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan bagi penyandang tunanetra

Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkatan, yaitu:

1. Pencegahan primer yaitu pencegahan berjangkitnya penyakit

2. Pencegahan sekunder yaitu pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam


penglihatan serta kehilangan penglihatan apabila penyakit telah berjangkit

3. Pencegahan tersier yaitu minimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh penyakit atau
cedera yang telah dialami.
Sepuluh strategi gangguan-gangguan yang mengakibatkan ketunanetraan, yaitu :

1. Prophylaxis

2. Imunisasi

3. Perawatan kehamilan yang tepat

4. Perawatan neonatal

5. Perbaikan gizi

6. Pendidikan

7. Penyuluhan genetika

8. Perundang-undangan

9. Deteksi dan intervensi dini

10. Meningkatkan hygiene dan perawatan kesehatan

D. Dampak Ketunanetraan Terhadap Kehidupan Seorang Individu

Dua Mispresepsi yang bertentangan di masyarakat terbentuk bila seseorang kehilangan


indera pengelihatannnya :

Pertama : Orang banyak percaya bila seseorang kehilangan indera pengelihatannya maka
hilang pula persepsinya. Pengelihatan sebagai sumber utama informasi, apabila sumber utama
informasi tersebut berkurang maka sumber-sumber lain menjadi lebih dihargai dan keterampilan
informasi nonvisual terasah (Brenda Houlton Aikin, 2001).

Kedua : Secara otomatis orang tunanetra akan mengembangkan indra ke-6 untuk
menggantikan fungsi indra pengelihatan. Orang tunanetra dapat belajar menggunakan indra-indra
lain dengan cara berbeda yang digunakan orang awas pada umumnya sehingga mereka dapat
meningkatkan informasi yang diperolehnya untuk dapat berfungsi secara memadai di dunia awas.
1. Proses Pengindraan

Informasi yang dipresepsi melalui organ-organ pengindraan melewati 3 prosesor yang


dikodekan dalam bentuk Linguistik, Non Linguistik, dan afektif.

Linguistic

Outside
Sensory Non
Memory
World perception Linguistic

Affective

Sumber : Robert J. Marzano, 1998

2. Latihan keterampilan Pengindraan


a. Indra Pendengaran
Melalui latihan, pendengaran menjadi peka terhadap bunyi-bunyi kecil seperti
tetesan air dari keran yang bocor, desau komputer yang tidak dimatikan atau
desiskomporgas yang belum dimatikan dengan sempurna. Sehingga tanpa menggunakan
indra pengelihatan seorang tuna netra dapat menyadari apa yang sedang dilakukan orang-
orang disekitarnya.
b. Indra Perabaan
Bagi individu tunanetra, tongkat merupakan perpanjangan fungsi indra perabaan.
Tongkat tidak hanya mendeteksi hambatan jalan, tetapi juga memberikan informasi
tentang tekstur permukaan jalan, sehingga orang tunanetra dapat mengetahui apakah
yang akan diinjaknya itu tanah becek, rumput, semen dan yang lainnya.
c. Indra Penciuman
Indra penciuman individu tunanetra dikembangkan untuk membantu mengenali
lingkungan. Bila seorang tunanetra memasuki pusat perbelanjaan ia pasti dapat
membedakan aroma toko makanan, toko pakaian, toko obat dan lainnya.
d. Sisa Indra Penglihatan
Sebagian besar orang yang dikategorikan sebagai tunanetra masih mempunyai sisa
pengelihatan dengan tingkat yang sangat bervariasi, begitu pula kemampuan untuk
memanfaatkan sisa pengelihatan sisa pengelihatan tersebut. Kondisi fisik secara
keseluruhan, jenis gangguan mata yang dialami, bentuk pengaruh cahaya terhadap mata,
dan durasi baiknya pengelihatan, kesemuanya ini akan berpengaruh terhadap seberapa
baik individu yang low vision dapat menggunakan sisa pengelihatannya.

3. Visualisasi, Ingatan Kinestetis dan Presepsi Obyek


a. Visualisasi
Cara lain tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya dan
membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan ingatan visual (visual
memori).
b. Ingatan Kinestetik
Ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi anatara indra
peraba (tactile), propiosepsi dan keseimbangan yang dimkontrol oleh system vestibular,
yang berpusat pada bagian atas telinga dalam. Yang peka terhadap percepatan, posisi dan
gerakan kepala. Ingatan kinestetik hanya terbentuk sesudah orang melakukangerakan yang
sama di daerah yang sama secara berulang-ulang.
c. Presepsi Objek (Object Preseption)
Kemampuan presepsi objek perlu dilatihkan kepada anak-anak tunanetra.
Pengalaman menunjukan bahwa mereka yang mampu menggunakan presepsi ini dengan
baik dapat melindungi dirinya dari menabrak benda-benda besar, dan mendapatkan rasa
aman bila berjalan di sepanjang pagar tinggi atau dinding bangunan tanpa menyentuhnya
dengan tangan atau tongkatnya.
4. Bagaimana Cara Membantu Seseorang Tunanetra
➢ Cara menuntun Orang Tunanetra
a. Kontak Pertama : menyentuh punggung tangannya.
b. Cara Memegang : dia memegang lengan kita pada bagian atas sikut.
c. Posisi Pegangan : letang kita tetap lemas siku membentuk 90 derajad untuk mengetahui
kecepatan jalan kita
d. Jalan sempit : Manarik lengan kita ke belakang punggu sehingga orang tersebut merespon
dengan meluruskan lengannya dan berjalan di belakang kita.
e. Membuka/Menutup Pintu : Kita yang membuka pintu, dia yang menutup pintu
f. Melewati Tangga : Katakan ada tangga, Kita harus berada 1 tangga di depan dia.
g. Melangkahi lubang : katakana kepadanya akan melangkahi lubang, kita melangkah terlebih
dahulu agar dapat memperkirakan seberapa jauh dia harus melangkah.
h. Duduk di kursi : Rabakanlah tangannya ke sandaran kursi sehingga dia dapat mencari
sendiri tempat duduknya.
i. Naik Ke Dalam Mobil : Rabakanlah tangannya ke handle pintu mobil. Jika pintu sudah
terbuka rabakanlah tangannta ke tepi atap mobil.

➢ Cara Mengorientasikan
Jelaskan scara spesifik ketika kita menunjukan waktu, tempat dan arah.

E. Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra di Sekolah Umum dalam Setting Pendidikan Inklusif
Menurut Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan inklusif. “Pendidikan Inklusif adalah sisitem penyelenggaraan Pendidikan yang
memeberikan kesemppatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti Pendidikan atau pembelajaran dalam
satu lingkungan Pendidikan secara Bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.”
1. Kebutuhan khusus Pendidikan siswa Tunanetra
a. Kehilangan penglihatan
b. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui alternative, menggunakan indra-indra lain
c. Siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran individual
d. Siswa tunanetra sering membutuhkan ketrampilan-keterampilan khusus
e. Siswa tunanetra terbatas dalam dalam memperoleh informasi

2. Bidang kurikulum yang membutuhkan strategi khusus


a. Pengembangan Konsep

Konsep adalah symbol atau istilah yang menggambarkan suatu objek, kejadian,
atau keadaan tertentu

b. Teknik alternatif dan alat bantu belajar khusus

Teknik alternatif adalah cara khusus ( baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus
) yang memanfaatkan indra-indra nonvisual atau sisa indra penglihatan untuk melakukan
suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra penglihatan

3. Catatan tentang braille


Braille adalah system tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul yang dimaksudkan
untuk memungkinkan orang tunanetra membaca dengan merabanya menggunakan ujung-
ujung jari.
a. Keterampilan sosial emosional
Arena utama untuk interaksi sosial bagi anak adalah kegiatan bermain, dan kajian
yang dilakukan oleh McGaha & Farran (2001) terhadap sejumlah hasil penelitian
menunjukan bahwa anak tunanetra menghadapi banyak tantangan dalam interaksi sosial
dengan sebayanya yang awas. Agar efektif dalam interaksi sosial, anak perlu memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu, termasuk kemampuan untuk membaca dan
menafsirkan sinyal sosial dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat dalam
merespon sinyal tersebut.
b. Keterampilan orientasi dan mobilitas
Kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasilnya
penyesuaian sosial individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas, yaitu keterampilan
untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Keterampilan mobilitas ini
sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami
hubungan lokasi antar satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (hill &
ponder, 1976).
c. Keterampilan menggunakan sisa penglihatan
Tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional, dan banyak diantara
mereka masih dapat membaca dan menulis menggunakan tulisan biasa dengan
pengaturan pada satu atau tiga aspek. Pencahayaan, penggunaan kaca mata, dan
magnifikasi (pembesaran tampilan tulisan). Menurut bennett,1999 alat bantu low vision
yang paling efektif berikutnya adalah kacmata yang cocok ,antara 10 hingga 15%
penyandang ketunanetraan dapat di bantu dengan kaca mata.
Elemen ketiga yang dibutuhkan adalah jenis magnifasi eksternal, dapat diperoleh
dengan :
1. Memperbesar ukuran obyek
2. Memperkecil jarak lihat ke obyek
3. Memperbesar sudut penglihatan

4. Strategi dan Media Pembelajaraan


Strategi Pembelajaran, yaitu :
a. Deduktif dan induktif
b. Ekpositorik dan heuristic
c. Strategi pembelajaran seorang guru dan beregu
d. Klasikal, kelompok kecil dan individual
e. Tatap muka dan melaui media

Agar lebih mudah melakukan modifikasi dalam strategi pembelajaran siswa guru
harus memahami prinsip-prinsip siswa tunanetra diantaranya :

a. Prinsip individual
b. Prinsip kekongkritan
c. Prinsip totalitas
d. Prinsip aktivitas mandiri
Media Pembelajaran, merupakan komponen yang tidak dapat dilepaskan dari suatu
proses pembelajaran karena keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Menurut
fungsinya, media pembelajaran di bagi menjadi dua, yaitu :

a. Media yang berfungsi untuk memperjelas penanaman konsep, sering disebut alatr peraga
b. Media yang bverfungsi untuk membantu kelancaran proses pembelajaran yang sering
disebut alat bantu pembelajaran

5. Jenis-jenis alat peraga dan alat bantu pembelajaran


a. Alat peraga
1. Objek atau situasi yang sebenarnyta
2. Benda asli yang diawetkan
3. Tiruan(model)

b. Alat bantu pembelajaran


1. Alat bantu untuk baca tulis
2. Alat bantu untuk membaca
3. Alat bantu berhitung
4. Alat bantu audio

Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada siswa tunanetra, pada dasarnya sam
dengan yang dilakukan terhadap siswa awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut
materi/soal dan Teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diberikan kepada siswa
tunanetra tidak mengandung unsur-unsur visual.

Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan melalui tes lisan, tertulis dan perbuatan. Ada
beberapa yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan tes tulis

Pertama, soal yang diberikan kepada siswa tunanetra yang tergolong buta, hendaknya
dalam beentuk huruf braille. Kedua, harus bersifat obyektif dalam mengevaluasi pencapain
prestasi belajar siswa tunanetra atau membeRikan penilaian sesuai kemampuannya. Ketiga, waktu
pelaksanaan tes bagi siswa tunanetra hendaknya lebih lama dibandingkan dengan pelaksanaan tes
untuk siswa awas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak tunanetra adalah anak yang memiliki gangguan atau kerusakan pada indera
penglihatannya, sehingga menyebabkan kemampuan penglihatannya berkurang atau bahkan tidak
bisa melihat sama sekali. Tidak berfungsinya indera penglihatan menyebabkan seorang anak
tunanetra harus mengandalkan indera-indera lainnya yang masih berfungsi dengan baik dalam
menerima informasi dan dalam proses Pendidikan untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri.
Sebagian besar orang yang dikategorikan sebagai tunanetra masih mempunyai sisa
penglihatan dengan tingkat yang sangat bervariasi, begitu pula kemampuan mereka untuk
memanfaatkan sisa penglihatan tersebut. Kondisi fisik secara keseluruhan, jenis gangguan mata
yang dialami,bentuk pengaruh cahaya terhadap mata dan durasi baiknya penglihatan, kesemuanya
ini akan sangat berpengaruh terhadap seberapa baik individu yang low vision dapat menggunakan
sisa penglihatannya.
Sebab-sebab ketunanetraan itu kompleks, bervariasi dan berubah-ubah. Ketunanetraan
dapat disebabkan karena bersifat genetic atau berkaitan dengan lingkungan. Ketunanetraan dapat
terjadi sebelum kelahiran dan pada masa anak-anak hingga masa dewasa.

Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak, yaitu : 1) pencegahan berjangkitnya


penyakit; 2) pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam penglihatan bila penyakit telah
berjangkit; 3) meminimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh penyakit atau cedera yang
telah dialami.
Bagi individu tunanetra, tongkat merupakan perpanjangan fungsi indera perabaan. Tongkat
tidak hanya mendeteksi hambatan jalan, tetapi juga memberikan informasi tentang tekstur
permukaan jalan, sehingga orang tunanetra dapat mengetahui apakah yang akan diinjaknya itu
tanah becek, rumput, semen dan lain-lain.

Cara lain bagi indivisu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya
dan membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan ingatan visual, ingatan
kinestetik serta persepsi obyek.

Orang yang awas ingin membantu seorang tunanetra, harus mengetahui bagaimana cara-
cara mmebantunya, seperti cara menuntun orang tunanetra dan mengorientasikan lingkungan,
sehingga memberikan kenyamanan bagi orang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Baktara, Datin & Setyawan, Wahyu. 2020. Fasilitas Pendidikan Bagi Anak Tunanetra dengan

Pendekatan Indera. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 9, No.2. https://ejurnal.its.ac.id
Wardani, I.G.A.K. 2022. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai