Anda di halaman 1dari 39

Modul 4

Pendidikan Anak
Tunanetra
Nur Erlina H.
Nora Septi A.
Solikhah
KB.1

Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara


Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan
A. Definisi dan Klasifikkasi
Tunanetra
Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali
(buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak
mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran
12 pon dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata
(kurang awas).

Definisi
Defini Kehilangan Penglihatan
Legal
menurut Konsensus Internasional
Definisi
Edukasional
1. Defini Legal
• Definisi legal digunakan oleh profesi medis untuk menentukan apakah sesorang
berhak mengakses keuntungan-keuntungan sebagaimana diatur undang-undang.
• Ada dua aspek yang diukur dalam definisi Legal:

1. Ketajaman penglihatan (visual acuity) diukur menggunakan Snellen chart.


WHO mengklasifikasikan ketajaman penglihatan berdasarkan hasil tes menggunakan
Snellen Chart:
Ketajaman Penglihatan Klasifikasi WHO

6/6 hingga 6/18 Normal vision (penglihatan normal)

< 6/18 hingga > 3/16 Low vision (kurang awas)


, 3/60 Blind (buta)

2. Medan pandang (visual field) adalah luasnya wilayah yang dapat dilihat orang tanpa
menggerakkan matanya. Mata dengan penglihatan normal mempunyai medan pandang
180 derajad.
2. Definisi Edukasional/ Fungsional

Seorang tunanetra apabila untuk kegiatan pembelajarannya


dia memerlukan alat bantu khusus, metode khusus atau
teknik-teknik tertentu sehingga dia dapat belajar tanpa
penglihatan atau dengan terbatas. Definisi edukasional dapat
menunjukkan:
● Metode membaca dan metode pembelajaran yang
sebaiknya digunakan
● Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya digunakan
● Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.
Klasifikasi tunanetra menurut cara
pembelajarannya (definisi edukasional)
Klasifikasi Keterangan Alat bantu
Buta (blind) Sama sekali tidak Untuk membaca menggunakan tulisan
atau memiliki penglihatan braille yang dibaca melalui ujung-ujung
tunanetra atau hanya memiliki jari atau rekaman audio yang “dibaca”
berat persepsi cahaya, melalui pendengaran
sehingga untuk
keperluan belajar ia
menggunakan indera
non penglihatan

Kurang Setelah dikoreksi Untuk membaca menggunakan tulisan


awas (low penglihatannya yang diperbesar dengan atau tanpa
vision) atau masih sedemikian kaca pembesar, tetapi juga akan
tunanetra buruk tetapi fungsi terbantu apabila belajar menggunakan
ringan penglihatannya braille atau menggunakan rekaman
dapat ditingkatkan audio . Keberfungsian penglihatan
melalui penggunaan tergantung pada faktor seperti
alat-alat bantu optic pencahayaan, alat bantu optic, tugas
dan modifikasi yang dihadapi dan karakteristik pribadi
lingkungan
B. Penyebab Terjadinya Ketunanetraan

• Ketunanetraan dapat terjadi sebelum kelahiran, pada saat


kelahiran, tak lama sesudah kelahiran dan pada masa kanak-kanak
hingga masa dewasa.
• Di Indonesia, penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaucoma,
kelainan refraksi, penyakit kornea, retina, dan kekurangan vitamin
A.
Kondisi umum yang dapat
menyebabkan kebutaan

1. Albinisme
2. Amblyopia 12.Penyakit Kornea dan pencangkokan
3. Buta warna kornea
4. Cedera (trauma) dan radiasi 13. Retinitis Pigmentosa (RP)
5. Defisiensi vitamin A – Xerophthalmia 14. Retinopati Diabetika
6. Glaukoma 15. Retinopathy of Prematurity
7. Katarak 16. Sobeknya dan Lepasnya Retina
8. Kelainan mata bawaan 17. Strabismus
9. Myopia (penglihatan dekat) 18. Trakhoma
10. Nistagmus 19. Tumor
11. Ophthalmia Neonatrum 20. Uveitis
C. Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan
Upaya memerangi kebutaan yang dapat
dihindari menurut Vision 2020:

01
1. Pencegahan dan pemberantasan
penyakit
2. Pelatihan personel
3. Memperkuat infrastruktur perawatan
Vision 2020 – The Right mata yang ada
4. Penggunaan teknologi yang tepat dan
to Sight
terjangkau
5. Mobilasasi sumber-sumber
3 langkah memerangi kebutaan dan kurang awas:
1. Memperkuat program kesehatan dasar mata
2. Mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan untuk menangani secara efektif
gangguan mata
yang dapat disembuhkan
3. Mendirikan pusat pelayanan optic dan pelayanan bagi penyandang tuna netra
Strategi pencegahan ketunanetraan pada
02 anak
a. Pencegahan Pencegahan berjangkitnya penyakit
primer

b. Pencegahan Pencegahan timbulnya komplikasi yang


sekunder mengancam penglihatan serta kehilangan
penglihatan bila penyakit telah berjangkit

c. Pencegahan Minimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh


tersier penyakit atau cedera yang telah dialami
03 10 strategi melawan ketunanetraan

1. Prophylaxis
2. Imunisasi
3. Perawatan kehamilan yang tepat
4. Perawatan neonatal
5. Perbaikan gizi
6. Pendidikan
7. Penyuluhan genetika
8. Perundang-undangan
9. Deteksi dan intervensi dini
10. Meningkatkan hygiene dan perawatan kesehatan
KB. 2
Dampak Ketunanetraan terhadap
kehidupan seseorang
A.Proses Penginderaan
 
Organ pengindraan berfungsi memperoleh inti informasi dari luar diproses dalam
otak.

Semua informasi yang akan diproses diotak melewati 3 prosesor dalam bentuk:


a. Linguistik
b. Nonlinguistik
c. Afektif

Hubungan antara ketiga prosesor tersebut dalam diamati pada gambar 4.3 halaman
4.31
Hubungan antara Linguistik,
Nonlinguistik, dan Afektif
B. Latihan Keterampilan Penginderaan

A. Indera Pendengaran

Pengembangan keterampilan mendengarkan secara bertahap akan membantu


anda sadar pola perilaku tetangga anda dan kegiatan rutin mereka. Jika
dilatih anak tunanetra akan peka bunyi bunyi kecil di dalam rumahnya,
seperti tetesan air, kran bocor dsb.
B. Indera Perabaan

Anak tunanetra perlu dikenalkan indera peraba sehingga ia dapat


mengenal berbagai bentuk benda : kancing baju, uang,karpet, tikar dsb.
Dapat juga dibantu dengan tongkat untuk mengetahui sekitarnya: tanah
becek, rumput, got, trotoar dsb.
Catatan tentang penggunaan tongkat

• Panjat tongkat setinggi ulu hati penggunanya


• Pada saat pegang tongkat lengan membentuk sudut 90
• Tongkat diayun kiri kanan selebar badan
• Pada saat tongkat diayun ke kiri kaki kanan melangkah
3. Indera Penciuman
 

Latihlah anak untuk membedakan barang, makanan, minuman

dari baunya agar dapat diketahui barang/benda di hadapannya.


4. Sisa indera Penglihatan 

Sisa indra penglihatan perlu dilatih agar dapat membantu penderita


dalam mengenal lingkungannya.
C. Visualisasi, Ingatan Kinestetik,
dan Persepsi obyek

1. Visualisasi

Perlu dilatih dalam ingatan visualisasi agar ia dapat mengenal :


• Benda disekelilingnya
• Mengingat letak benda di sekelilingnya
• Jika masuk ke ruangan perlu disampaikan gambaran tentang ruangan itu.
2. Ingatan kinestetik
Perlu dilatih gerakan mengenai jalan belok lurus dengan tepat tanpa
memakai tongkat

3. Persepsi obyek
Yaitu kemampuan yang memungkinkan individu tunanetra itu
menyadari bahwa suatu benda hadir di sampingnya meskipun tidak
memiliki penglihatannya.
D. Bagaimana Membantu seorang tunanetra

1.Cara menuntun orang tunanetra

• Kontak pertama • Melewati tangga


• Cara memegang • Melangkahi lubang
• Posisi pegangan • Duduk di kursi
• Jalan sempit • Naik ke dalam mobil
• Membuka/menutup pintu
2. Cara mengorientasikan

Jika ingin menunjukkan arah menuju suatu tempat atau benda


harus lebih spesifik.
Misal kira-kira 5 langkah ke depan lalu belok kanan atau
meggunakan putaran jarum jam sebagai rujukan
K.B. 3

Pendidikan Bagi Siswa


Tunanetra di Sekolah Umum
dalam Setting Pendidikan
Inklusif
Agar siswa tunanetra
Layanan Pendidikan bagi berhasil dalam belajaranya,
siswa tunanetra tidak hanya sekolah harus
dilaksanakan di sekolah memperhatikan dan
khusus SLB-A memenuhi kebutuhan
khususnya.

Untuk mencapai tujuan


pendidikan, siswa tunanetra
memerlukan intervensi
khusus, program
pendidikannya perlu
dimodifikasi
A. Kebutuhan Khusus Pendidikan Siswa Tunanetra

Kebutuhan khusus yang diciptakan oleh


ketunanetraan

• Kehilangan penglihatan mengakibatkan • Siswa tunanetra memerlukan keterampilan


terlambatnya perkembangan konsep khusus, buku materi, & peralatan khusus
untuk belajar
• Siswa tunanetra sering harus belajar
melalui media alternative (menggunakan • Siswa tunanetra terbatas dalam
indera lain) memperoleh informasi melalui belajar
insidental
• Siswa tunanetra memerlukan pengajaran
individual
Kebutuhkan strategi khusus atau penyesuaian
bidang kurikulum

1. Pengembangan Konsep

Konsep adalah simbol atau istilah yang menggambarkan suatu obyek, kejadian, atau keadaan
tertentu.

Seseorang memahami konsep, jika dapat mengenal istilah (simbol)-nya serta mendeskripsikan
apa yang digambarkan oleh istilah (simbol) tersebut. (Sunanto, 2008).

Untuk membentuk suatu konsep diperlukan informasi sensoris (sensory information) dari indra
untuk diolah dan disimpan dalam otak.
Jenis - Jenis Konsep

Konsep Tubuh (body concepts)


Merupakan kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi nama bagian-bagian tubuh,
mengetahui lokasi, gerakan, hubungan dengan tubuh lainnya dan fungsi-fungsinya.

Konsep Ruang (spatial concepts)


Mencakup posisi atau hubungan ( contoh: depan, belakang, atas, dll) , bentuk (contoh:
bentuk bulat, persegi, segitiga, dll) dan ukuran (contoh: jarak, jumlah, berat, dll).

Konsep Lingkungan (environmental concepts)

Hill dan Blasch (1980- dalam Sunanto, 2008)


2. Teknik Alternatif dan Alat Bantu Belajar Khusus

Teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang
memanfaatkan indra-indra nonvisual atau sisa indra penglihatan untuk melakukan suatu
kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra penglihatan.

Indra pendengaran dan perabaan merupakan saluran penerima informasi yang paling
efisien sesudah indra penglihatan.

Alat bantu belajar dan alat alat bantu kegiatan sehari-hari dibuat timbul dan bersuara.
Contoh: jam tangan Braille, jam tangan bicara, komputer bicara, meteran timbul, dll.
Catatan tentang Braille

Braille adalah sistem tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul yang dimaksudkan untuk memungkinkan
orang tunanetra membaca dengan merabanya menggunakan ujung-ujung jari.

Diciptakan oleh Louis Braille, seorang Perancis yang menjadi tunanetra pada usia 3 tahun, pada awal
abad ke-19. Louis Braille hanya menggunakan 6 titik timbul “domino” sebagai kerangka sistem
tulisannya itu 3 titik ke bawah dan 2 titik ke kanan.
ALAT-ALAT UNTUK MEMBUAT HURUF BRAILLE
3. Keterampilan Sosial Emosional

Arena utama untuk interaksi sosial bagi anak adalah kegiatan bermain

Mc Gaha & Farran (2001)

Agar efektif dalam interaksi sosial, anak perlu keterampilan-keterampilan tertentu,


termasuk kemampuan membaca dan menafsirkan sinyal sosial dari orang lain.

Anak tunanetra kesulitan untuk memersepsi isyarat-isyarat komunikasi nonverbal


(pada umumnya visual, yang mengakibatkan anak membutuhkan cara khusus untuk
memperoleh keterampilan sosial).

Tanpa keterampilan tersebut, anak tunanetra sering kehilangan kesempatan untuk


berinteraksi dan menjadi terpencil dalam kelompoknya.
 Anak tunanetra cenderung mengarahkan kegiatan bermain lebih banyak kepada orang
dewasa daripada kepada teman sebayanya.

 Sehubungan dengan setting tempat bermain, anak tunanetra lebih senang bermain di
dalam ruangan daripada di luar ruangan.

 Faktor lainnya adalah densitas sosial, yaitu jumlah anak di tempat tertentu. Anak
tunanetra lebih menyukai tempat degan densitas sosial yang rendah.

 Anak tunanetra membutuhkan bantuan khusus untuk mengatasi kesulitannya dalam


memperoleh keterampilan sosial, seperti keterampilan menunjukkan ekspresi wajah,
menggelengkan kepala, melambaikan tangan, atau bentuk bahasa tubuh lainnya.

 Mengajarkan keterampilan sosial (termasuk bahasa nonverbal) merupakan tugas yang


sangat menantang. Bahasa nonverbal harus diajarkan secara sistematis kepada anak
tunanetra.
4. Keterampilan Orientasi dan Mobilitas

Kemampuan mobilitas, yaitu keterampilan Hallahan dan Kauffman mengemukakan bahwa


untuk bergerak secara leluasa di dalam motivasi untuk mau bergerak merupakan faktor
lingkungannya. terpenting yang menentukan kemampuan
mobilitas individu tunanetra.
Keterampilan mobilitas ini sangat terkait
dengan kemampuan orientasi, yaitu Usia terjadinya ketunanetraan juga tidak dapat
kemampuan untuk memahami hubungan memprediksi secara sempurnaketerampilan
lokasi antara satu obyek dengan obyek mobilitas seorang individu.
lainnya di lingkungan (Hill dan Ponder, 1976).
5. Keterampilan Menggunakan Sisa Penglihatan

Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional (low vision),
dan banyak yang masih dapat membaca dan menulis menggunakan tulisan biasa dengan
pengaturan 3 aspek yaitu:

• Pencahayaan
• Kacamata
• Magnifikasi eksternal (pembesar tulisan)

Seringkali ketiga teknik dasar tersebut digunakan sekaligus, jika teknik ini digunakan maka
hasilnya akan optimal.
B. Strategi dan Media Pembelajaran

1. Strategi
Berbagai macam strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbangan tertentu, antara lain:
a. Berdasarkan pertimbangan pengolah pesan (deduktif dan induktif)
b. Berdasarkan pihak pengolah pesan (ekspositorik dan heuristik).
c. Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru
c. Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa
d. Berdasarkan interaksi guru dan siswa.

Strategi lainnya yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunanetra, yaitu:
a. Strategi individualisasi, menggunakan suatu program menyesuaikan dengen perbedaan individu
b. Strategi kooperatif, strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling
membantu satu sama lain.
c. Strategi modifikasi perilaku, strategi pembelajaran untuk mengubah perilaku siswa ke arah
yang lebih positif.
Permasalahan dalam strategi pembelajaran anak tunanetra terletak pada upaya memodifikasi
lingkungan agar sesuai dengan kondisi siswa dan upaya pemanfaatan indra yang masih
berfungsi untuk mengimbangi kelemahan yang diakibatkan kehilangan penglihatannya.

Prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran siswa tunanetra, yaitu sebagai


berikut:
a. Prinsip Individual
b. Prinsip Kekongkritan/pengalaman pengindraan langsung
c. Prinsip totalitas
d. Prinsip aktivitas mandiri (self-activity)
2. Media Pembelajaran

Menurut fungsinya, media pembelajaran dibedakan menjadi dua:


a. Media yang berfungsi untuk memperjelas penamaan konsep, yang sering
disebut sebagai alat peraga. Contoh: objek sebenarnya, benda yang diawetkan,
tiruan (model).
b. Media yang berfungsi untuk membantu kelancaran proses pembelajaran itu
sendiri yang sering disebut alat bantu pembelajaran. Contoh: alat bantu untuk
baca-tulis, alat bantu membaca low vision, alat bantu berhitung, alat bantu
audio.
C. Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan melalui tes lisan, tertulis, dan perbuatan.

Untuk pelaksanaan tes tertulis, ada yang perlu diperhatikan yaitu:


Pertama, soal untuk siswa tunanetra yang tergolong buta harus dalam bentuk Braille,
sedangkan untuk low vision ukuran huruf biasa harus disesuaikan dengan kemampuan
penglihatan.
Kedua, harus bersikap objektif dalam mengevaluasi pencapaian belajar siswa tunanetra, atau
sesuai kemampuan siswanya.
Ketiga, waktu yang digunakan oleh siswa tunanetra hendaknya lebih lama
Thanks!
CREDITS: This presentation template
was created by Slidesgo, including icons
by Flaticon, and infographics & images
by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai