Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TUTORIAL I

MATAK KULIAH (PDGK 44070)


PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
MEMBUAT RINGKASAN ( RESUME) MODUL 4

NAMA :EGA SUCI ARIANI POHAN


NIM :856488668
KELAS :RIAU BERDAULAT.A
UPBJJ :16 PEKANBARU

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS TERBUKA
Kegiatan Belajar 1
Pengertian,klasifikasi, Penyebab Serta Cara Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan

A. Defenisi dan Klasifikasi Tunanetra


Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni (2004) mendefinisikan ketunanetraan sebagai
berikut. Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta
Total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan berukuran 12 poin dalam keadaan
cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Ini berarti bahwa
seorang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali meskipun hanya
membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita
katakan sebagai “buta total”
Terdapat sejenis kosesus internasioal untuk menggunakan dua jenis defenisi sehubungan
dengan penglihatan, yakni berikut ini.
1) Defenisi legal (definisi berdasarkan peraturan perundang-undangan).
2) Definisi edukasional (defenisi untuk tujuan pendidikan) fungsional, yaitu yang
difokuskan pada seberapa banyak sisa penglihatan seseorang dapat bermanfaat
untuk berfungsiannya sehari-hari.
1. Defenisi Legal berdasarkan Peraturan Perundang Undangan
Digunakan pada profesi Medis untuk menentukan apakah seseorang berhak
memperoleh akses keuntungan tertentu seperti : asuransi tertentu, bebas bea transportasi
dan untuk menentukan perangkat alat bantu yang sesuai dengan kebutuhannya. Ada 2
aspek yang diukur :
a. Ketajaman Penglihatan
b. Medan Pandang
Berdasarkan hasil tes ketajaman penglihatan dengan Snellen Chart, Organisasi Kesehatan
Dunia/Who (Mason & McCall,1999) mengklasifikasikan penglihatan orang sebagai
“normal”, “low vision” atau “blind” seperti tabel berikut ini.
Sumber: Mason & mcCall,1999
Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman mata dengan Kartu Snelen yg
terdiri dari huruf huruf atau angka angka yang tersusun berbaris berdasarkan ukuran
besarnya. Klasifikasi ketajaman penglihatan menurut WHO:
Mata normal : 6/6 hingga 6/18
Mata kurang awas : <6/18 hingga >3/60
Buta : <3/60
1. Definisi Edukasional/Fungsional
Definisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih dapat memenuhi persyaratan tersebut
daripada definisi legal, dan oleh karenanya dapat menunjukkan:
a. Metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang sebaiknya
dipergunakan
b. Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan
c. Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.
Secara eduksional, seorang dikatakan tunanetra apabila untuk kegiatan
pembelajarannya dia memerlukan alat bantu khusus, metode khusus atau teknik-teknik
tertentu sehingga dia dapat belajar tanpa penglihatan atau dengan penglihatan yang
terbatas.
Berdasarkan cara pembelajarannya, ketunanetra dapat dibagi kedalam dua kelompok,
yaitu buta (blind) atau tunanetra berat dan kurang awas (low vision) atau tunanetra ringan.
B. PENYEBAB TERJADINYA KETUNANETRAAN
Di Indonesia, penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, kelainan refraksi,
penyakit kornea, retina dan kekurangan vitamin A. Berikut ini adalah beberapa kondisi
umum yang dapat menyebabkan ketunanetraan, adalah :
 Albinisme
 Amblyopia
 Buta warna
 Campak jerman (rubella)
 Cedera (trauma)
 Radiasi
 Defisiensi vitamin A- Xerophthalmia
 Glaukoma
 Katarak
 Kelainan mata bawaan
 Miopia (penglihatan dekat)
 Nistagumus
 Opthahalmia Neonatorum
 Penyakit kornea dan pencangkokan kornea
 Retinitis pigmentosa
 Retinopati diabeka
 Retinopathy of premanturity
 Sobek dan lepasnya retina
 Strabismus
 Trakhoma
 Tumor
 Uveitis
C. PENCEGAHAN TERJADINYA KETUNAETRAAN
VISION 2020 memerangi kebutaan yang dapat dihindari melalui: pencegahan dan
pemberantasan penyakit, pelatihan personel, memperkuat infrastuktur perawatan mata
yang ada, penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau dan mobilisasi sumber-sumber.
WHO mempunyai tiga langkah strategi untuk memerangi kebutaan dan kurang awas, yaitu
: memperkuat program kesehatan dasar mata, penaganan secara efektif terhadap gangguan
mata yang “dapat disebuhkan”, serta mendirikan pusat layanan optik dan pelayanan bagi
peyandang tunanetra. Disamping itu ada strategi untuk mencegah ketunanetraan pada
anak, yaitu:
1. Pencegahan berjangkitnya penyakit
2. Pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam penglihatan bila penyakit
telah berjangkit
3. Meminimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh penyakit atau cedera
yang telah dialami.
Strategi lainnya dikenal dengan “perang Modern” melawan faktor penyebab
ketunanetraan yaitu prophylaxis, imunisasi, perawatan kehamilan yang tepat, perawata
neonatal perbaikan gizi, pendidikan masyarakat, penyuluhan genetika, ketentuan-
ketentuan yang mengatur produksi dan pengedaran barang-barang mainan yang
berbahaya, deteksi dan intervensi dini, serta meningkatkan higiene dan perawatan
kesehatan.

Kegiatan Belajar 2
Dampak Ketunanetraan Terhadap Kehidupan Seorang Individu
Terdapat 2 mispersepsi yang saling bertentangan dikalangan masyarakat awam tentang
keadaan yang mungkin terbentuk bila orang kehilangan indra penglihatan.
1. Banyak orang percaya bahwa bila orang kehilangan penglihatanya maka hilang
pula semua persepsinya
2. Bahwa secara otomatis orang tunanetra akan mengembangkan indra ke-6 untuk
menggantikan fungsi indra penglihatan.
A. PROSES PENGINDRAAN
Organ-organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari lingkungan dan
mengirimkannya ke otak untuk diproses, disimpan, dan ditindaklanjuti. Masing-
masing organ pengindraan bertugas memperoleh informasi yang berbeda-beda.
Yaitu berupa informasi visual seperti warna da citra bentuk melalui mata.
Informasi auditer berupa bunyi atau suara diperoleh melalui telinga. Informasi
taktual seperti halus/kasar diperoleh melalui permukaan kulit yang menutupi
seluruh tubuh. Semua informasi yang dipersepsi melalui organ-organ pengindraan
itu melewati tiga prosesor dan dikodekan dalam bentuk lingguistik, nonlinguistik,
atau afektif. Hubungan antara ketiga prosesor tersebut dengan informasi yang
dipersepsi melalui indra-indra itu digambarkan dalam gambar 4.3.

Linguistic

Outside Non
World Linguistic
Sensory Memory
perception

Affective

Alur Informasi
Sumber : Robert J. Marzano, 1998

B. LATIHAN KETERAMPILAN PENGINDRAAN


1. Indra Pendengaran
Anda mungkin mau bereksperimen dengan menutup mata anda dengan Blindfold
(penutup mata) selama satu hari dan tinggal di rumah sepanjang hari. Tidak ada informasi
visual yang dapat anda peroleh, tetapi anda akan menyadari kemajuan waktu (meskipun di
rumah anda tidak terdapat jam dinding yang berdentang dari waktu ke waktu) melalui
informasi auditer yang anda dengar dari lingkungan anda.
2. Indra Perabaan
Bagi individu tuna netra,tongkat merupakan perpanjangan perpajangan fungsi indera
perabaan.Tongkat tidak hanya mendeteksi hambatan jalan sehingga orang tuna netra dapat
mengetahui apakah yang akan diinjaknya.
Daya imajinasi dan kreativitas orang telah membantu para tuna netra mengakses berbagai
peralatan yang normalnya diakses orang secara visual.Misalnya pembuatan peta
timbul,jam tagan braille,dan sebagainya.
3. Indera Penciuman
Indera penciuman juga harus dikembangkan lihatlah berapa banyak bahan makanan yang
dapat yang dapat dikenalai melalui indera penciuman.
4. Sisa Indera Pengelihatan
Sebagian besar orang yang dikategorikan sebagai tuna netra masih memiliki sisa
penglihatan.Tetapi tingkat penglihatannya sangat bervariasi,begitu pula kemampuan
mereka untuk memanfaatkan sisa penglihatan tersebut.Kondisi fisik secara
keseluruhan,jenis gangguan mata yang dialami,bentuk pengaruh cahaya terhadap mata dan
durasi baiknya penglihatan,kesemuanya ini akan sangat berpengaruh terhadap seberapa
baik individu yang low vision dapat menggunakan sisa penglihatannya.
Untuk mempertinggi kekontrasan dan meningkatkan lingkungan visual pada umunya
pertimbangkanlah pentingnya penggunaan cahaya yang lebih terang.
Disamping gagasan tentang penggunaan warna kontras dan pengaturan
pencahayaan lingkungan,pertimbangan juga harus dilakukan untuk memodivikasi alat
bantu belajar /kerja agar sisa penglihatandapat lebih fungsional.

C. VISUALISAI,INGATAN KINESTETIK,DAN PERSEPSI OBYEK


1. Visualisasi
Cara lain bagi individu tuna netra untuk mendapatkan kenyamanan didalam
lingkungannya dan membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan
visual (Visual memory) atau visualisasi(atau juga disebut peta mental).Visualisasi juga
penting bila individu tunanetra bertemu dengan orang lain dan bercakap-cakap dengannya.
2. Ingatan Kinestetik
Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh
interaksi antara indera perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang dikontrol
oleh system vestibular yang berpusat dibagian atas dari telinga bagian dalam.Sistem ini
peka terhadap percepatan posisi,dan pergerakan kepala).Ingatan kinestetik hanya terbentuk
sesudah orang melakukan gerakan yang sama di daerah yang sama atau untuk kegiatan
yang sama secara berulang-ulang.
3. Persepsi Obyek (Object Perception)
Persepsi Obyek (Object Perception) yaitu suatu kemampuan yang memungkinkan
individu tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda hadir disampingnya atau
dihadapannya meskipun dia tidak memiliki penglihatan sama sekali dan tidak menyentuh
benda itu.Kehadiran benda itu juga dapat disadarinya melalui penghindaran yang
dihantarkan oleh kulitnya.Kemampuan persepsi obyek ini perlu dilatihkan kepada anak-
anak tunanetra.Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang mampu menggunakan
persepsi ini dengan baik dapat melindungi dirinya dari menabrak benda-benda besar,dan
mendapatkan rasa aman bila berjalan disamping pagar tinggi atau didnding bangunan
tanpa menyentuhnya dengan tangannya atau tongkatnya.
D. BAGAIMANA CARA MEMBANTU SEORANG TUNA NETRA
1. Cara membantu orang Tunanetra
Dengan cara tepat,anda berdua akan membentuk”tim tandem”yang saling menyenangkan
2. Cara mengorientasikan
Jika anda ingin menunjukkan arah menuju suatu tempat atau benda kepada seorang
tunanetra,anda tidak bisa sekedar menunjukkan sambil “Kesan,atau Kesini”.

Kegiatan Belajar 3 (Kb.3)


Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra Disekolah Umum dalam Setting Pendidikan
Inklusif
Menurut peraturan menteri pendidikan nasional republikindonesia nomor 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa,pendidikan inklusif adalah “sistem
penyelenggaran yang memiliki kelainan itu di antaranya adalah siswa tunanetra.

A. Kebutuhan Pendidikan Siswa Tunanetra


1. Pengembangan Konsep
Konsep adalah symbol atau istilah yang menggambar suatu obyek kejadian atau keadaan
tertentu.Seseorang dikatakan memahami suatu konsep jika ia dpat mengenal istilah
(symbol) nya serta dapat mendiskripsikan apa yang digambarkan oleh istilah
(symbol)tersebut.(Sunanto,2008).Hill dan Blash (1980-dalam sunanto 2008)
mengklasifikasi jenis-jenis konsep yang diperlukan bagi nak tunannetra menjadi tiga kata
gori besar:1)Konsep tubuh (body concepts),2)Konsep ruang ( Spatial Consep),dan 3)
Konsep Lingkungan (Environmental consep)
2. Tekhnik Alternatif Dan alat Bantu Belajar Khusus
Tehnik alternative adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang
memanfaatkan indera-indera non visual atau sisa indera penglihatan untuk melakukan
suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra penglihatan.Teknik-teknik
alternative itu diperlukan oleh siswa dalam berbagai bidang kegiataan seperti dalam
membaca dan menulis,bepergian,menggunakan computermenata rumah,menata diri,dll.
Catatan tentang Braille
Braille adalah sistem tulisan yang terdiri dari titk-titik timbul yang dimaksudkan untuk
memungkinkan orang tunanetra membaca dan merabanya menggunakan ujung-ujun jari.
Kerangka tulisan Baille
3. Keterampilan Sosial atau Emosional
Arena utama untuk interaksi sosil bagi anak adalah kegiatan bermain,dan kajian yang
dilakukan oleh McGaha&Farran (2001)terhadap sejumlah hasil penelitian menunjukkan
bahwa anak tunanetra menghadapi banyak tantangan dalam interksi social dengan
sebayanya yang awas.
Selain dari itu,anak tunanetra cenderung mengarahkan kegiatan bermainnya lebih banyak
kepada orang dewasa dari pada kepada teman sebayanya.Sehubungan dengan setting
tempat bermain,Preisler (McGaha&Farran 2001) menemukan bahwa anak tunanetra lebih
senang bermain didalam ruangan dari pada diluar,dan menghindari tempat terbuka yang
luas,terutama yang tidak memiliki landmark sebagi titik rujukan.Oleh karena itu,untuk
dapat diterima oleh kelompok sosialnya,anak tenanetra membutuhkan bantuan khusus
untuk mengatasi kesulitannya dalam memproleh keterampilan social,seperti keterampilan
untuk menunjukkan ekspresi wajah yang tepat,menggelengkan kepala,melambaikan
tangan,atau bentuk-bentuk bahas tubuh lainnya.Mengajarkan keterampilan
social( termasuk didalamnya penggunaan bahasa non verbal) kepada anak tunanetra dapat
merupakan tugas yang sangat menantang karena keterampilan tersebut secara tradisi
dipelajari melalui modeling dan umpan balik menggunakan penglihatan.
4. Keterampilan Orientasi dan Mobilitas
Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasilnya
penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas,yaitu keterampilan
untuk bergerak secara leluasa didalam lingkungannya.Keterampilan mobilitas ini sangat
terkait dengan kemampuian orientasi,yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi
antara satu obyek dengan obyek lainnya didalam lingkungan(Hil&Ponder 1976)
5. Keterampilan menggunakan sisa penglihatan
Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa penglkihatan yang fungsional,dan
banyak diantara mereka masih dapat membaca dan menulis menggunakan tulisan biasa
dengan pengaturan pada satu atau tiga aspek berikut:pencahayaan,penggunaan
kacamata,dan magnifikasi (pembesaran tampilan tulisan).Alat bantu low vision yang
paling efektif adalah cahaya.
B. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran,dapat digunakan berbagai macam strategi pembelajaran yang
didasarkan pada pertimbangan tertentu,antara laian sebagai berikut:
a. deduktif dan induktif
b. Ekpositorik dan heuristic
c. Strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu(team teaching)
d. Strategi pembelajaran klasikal,kelompok kecil,dan individual
e. Tatap muka
2. Media Pembelajaran
Menurut fungsinya,media pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok sebagai
berikut:

a. Media yang berfungsi untuk memperjelas penanaman konsep,yang sering disebut


alat peraga
b. Media yang berfungsi untuk membantu pelancaran proses pembelajaran itu sendiri
yang sering disebut sebagai bantu pembelajaran
C. EVALUASI PEMBELAJARAN
Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan melalui tes lisan,tertulis,dan perbuatan.Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
Pertama,soal yang diberikan kepada siswa tunanetra yang tergolong buta,hendaknya dalam
bentuk huruf Braille,sedangkan bagi siswa los vision dapat menggunakan huruf biasa
yang ukurannya disesuaikan dengan kemampuan penglihatannya.
Kedua,anda harus bersifat objektif dalam mengevaluasi pencapaian prestasi belajar siswa
tunanetra atau memberikan penilaian yang sesuai dengan kemapuannya.
Ketiga,waktu pelaksanaa tes bagi siswa tunanetra hendaknya lebih lama dibandingkan
dengan pelaksanaan tes untuk siswa awas.

Anda mungkin juga menyukai