Anda di halaman 1dari 20

ASKEP GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORI PENGLIHATAN

DISUSUN OLEH :
KELAS IIB TRANSFER
KELOMPOK 2
AYU AGUSTIANI TALAA
CHYNTYA SWEETA SAULAKA
DERY IRMANSYAH
TUTY APRIANTY
NURSEHA
YETTY MARLINA
WIWI WIJIHASTUTI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Askep gangguan system persepsi sensori
penglihatan dengan tepat waktu.
Kami dari kelompok 11 berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Kami memohon
maaf jika masih banyak kekurangan dikarenakan kami masih dalam proses belajar.

Penulis

Kelompok 11

DAFTAR ISI
COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN

4
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. PENGERTIAN
B. KLASIFIKASI PENYANDANG
PENYANDANG CACAT PENGLIHATAN
C. ETIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIS
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENATALAKSANAAN

5
6
7
9
9
10

BAB III ASKEP


A.
B.
C.
D.
E.

PENGKAJIAN
DIAGNOSA
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
EVALUASI

11
21
22
24
27

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

BAB I
3

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sensori adalah stimulus atatu rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh.
Stimulus tersebut masuk kedalam tubuh melaui organ sensori (panca indera). Stimulus
yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan
berkembang dengan normal. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat
mengakibatkan kebutaan.
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana
sepertigannya berada di Asi Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di
dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia
diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta
(tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah.
Survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun, menunjukkan angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%),
glaucoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Sejak 1984, Upaya Kesehatan Mata atau pencegahan kebutaan (UKM/PK) sudah
diintegrasikan kedalam kegiatan pokok Puskesmas. Sedangkan program Penanggulangan
Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak 1987 baik melalui Rumah Sakit(RS)
maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Namun demikian, hasil survei
tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan meningkat dari 1,2% (1982)
menjadi 1,5% (1993-1996), padahal 90% kebutaan dapat ditanggulangi (dicegah atau
diobati). Disamping itu masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi
dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah serius. Sementara 10% dari 66
juta anak usia (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian
kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5% dari prevalensi.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang gangguan persepsi sensori penglihatan
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori penglihatan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Sensori adalah stimulus atatu rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh.
Stimulus tersebut masuk kedalam tubuh melaui organ sensori (panca indera). Stimulus
yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan
berkembang dengan normal. Terdapat empat komponen yang penting pada sensori, yaitu:
1. Stimulus
2. Reseptor
3. Konduksi
4. Persepsi
Melalui panca indera, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan
lingkungan yang berada disekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke
otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung akan tetapi masuk melalui seluruh
anggota tubuh lainnya. Mata (visual) disebut juga indera penglihatan. Terletak pada
retina, fungsinya merupakan semua informasi tentang benda dan manusia.
Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan
ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan
(Quigley dan Broman, 2006).
Cacat Netra dalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh
hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan
maupun penyakit (Marjuki, 2009)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat,
buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud
dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak
berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak
berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang
terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat
menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun
wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar
lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun
dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi
terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan
berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi
kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
5

seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan
adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan
lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu
dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
B. KLASIFIKASI PENYANDANG CACAT PENGLIHATAN
Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability
and Health (ICF) dalam Marjuki (2009), Penyandang Cacat Penglihatan diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu:
1. Low vision (Penglihatan Sisa) adalah seseorang yang mengalami kesulitan/
gangguan jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak
dapat melihat dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden
memakai kacamata maka yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat
tanpa kacamata (sumber: modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk
orang yang menggunakan kacamata plus, minus ataupun silinder).
2. Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan
terang dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
3. Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan
matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa
klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini:
1. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan:
a) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
b) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesankesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah
memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam
terhadap proses perkembangan pribadi.
d) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e) Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihanlatihan penyesuaian diri.
C. ETIOLOGI
Ada berbagai faktor yang menyebabkan gangguan penglihatan (ketunanetraan) seperti
kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea, lensa, retina, saraf mata
dan lain sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan juga dapat diperoleh karena
6

faktor keturunan misalnya perkawinan antar saudara dekat dapat meningkatkan


kemungkinan diturunkannya kondisi kelainan penglihatan. Secara garis besar kelainan
penglihatan dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu:
1. Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai
gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal
dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan
refraksi yang telah dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan
penglihatannya kecuali jika kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya
tidak dipakai. Beberapa kelainan refraksi meliputi:
a) Myopia dan Hyperopia
Dalam penglihatan normal, berkas cahaya paralel yang datang dari jauh akan
terfokus pada retina. Jika bola mata terlalu panjang dari depan ke belakang,
maka berkas cahaya itu terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan
penglihatan menjadi kabur atau buram.
Sebaliknya jika bola mata lebih kecil dari yang normal atau lensa dalam
keadaan tidak dapat berakomodasi dengan baik sehingga bentuknya
cenderung cekung, akibatnya image obyek yang sedang dilihat difokuskan di
belakang retina dan pada kondisi seperti ini penderita merasakan
penglihatannya menjadi kabur. Kelainan seperti ini disebut hyperopia atau
penglihatan jauh (farsightedness).
b)
Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan
fungsi akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan
lensa yang mengeras. Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya
berkaitan dengan meningkatnya usia maka, keadaan ini disebut presbyopia.
Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita mengalami
penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca.
c) Astigmatisme
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau
lensa akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan
distorsi pada image yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana,
kondisi ini dapat dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris,
tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi ini disertai myopia dan
hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain,
koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya
ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
d) Katarak
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam
lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan
putih dan cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang yang mengidap katarak
melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor karena keruhnya lensa
7

menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak merupakan salah satu


penyebab kebutaan yang utama baik pada anak-anak maupun orang tua.
e) Kelainan Lantang Pandangan
Penerimaan cahaya oleh otak sangat tergantung pada kualitas impuls yang
ditimbulkan oleh retina. Terjadinya suatu hambatan atau kerusakan pada pusat
penglihatan di otak atau bagian saraf tertentu akan menimbulkan gangguan
penglihatan.
f) Kelainan Lain
(1) Buta Warna
Seseorang yang tidak dapat membedakan warna disebabkan karena
mengalami kerusakan atau kelainan pada sel receptor di retina yang
berbentuk kerucut yang disebut cone. Seseorang yang buta warna biasanya
ketajaman penglihatannya (visus) normal. Buta warna lebih banyak terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan.
(2) Strabismus (juling)
Istilah strabismus digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi dimana
image obyek yang dilihat tidak diterima secara baik oleh mata kanan dan
mata kiri. Dengan kata lain kedua mata tidak bekerja secara bersama-sama
karena tidak ada koordinasi yang baik antara otot-otot mata. Akibatnya
dalam retina terdapat dua image terhadap satu obyek yang sedang dilihat.
Kondisi ini disebut diplopia. Untuk menolong penderita strabismus dapat
dilakukan operasi pada otot mata.
(3) Nystagmus
Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak secara cepat dan
tidak teratur. Nystagmus dapat terjadi pada seseorang karena kelelahan
atau stress dan juga dapat terjadi karena adanya kerusakan pada otak atau
gangguan medis lain yang kronis. Penderita nystagmus tidak dapat melihat
suatu obyek dengan baik karena matanya sselalu bergerak dan tidak dapat
memfokuskan obyek yang sedang dilihat.
(4) Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola mata yang
dapat mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf optik. Terdapat
beberapa jenis glaucoma: dapat merupakan penyakit tersendiri, atau dapat
juga terkait dengan kondisi-kondisi lain, misalnya aniridia. Satu jenis
glaucoma yang terjadi pada anak-anak adalah buphthalmos ("mata sapi"),
yang ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah mata. Ini
merupakan kondisi yang berbahaya, yang jika tidak diberi perawatan dapat
merusak lensa, retina atau syaraf optik. Jenis-jenis glaucoma lainnya
ditandai dengan berkurangnya bidang pandang dan kesulitan melihat di
tempat yang gelap atau redup.
8

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Penglihatan buram atau menyimpang
2. Penglihatan redup
3. Kehilangan penglihatan perifer
4. Sakit mata

5. Mata gatal atau berair


6. Melihat floaters dalam daerah pandang.
7. Melihat kilatan (flashes)
8. Masalah penglihatan lain dan Gejalanya
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tonometri (dengan schitz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan
intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan
intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang
IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma
dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek
klinis.
2. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior,
meliputi kornea, iris dan lensa.
3. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata
4. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus.
5. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan
penglihatan perifer
6. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
7. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan

F. PENTALAKSANAAN
1. Uji Laboratorium
Kultur dan smear dari korneal atau konjungtiva digunakan untuk membantu
mendiagnosis infeksi. Cara pengujian: palpebra inferior ditarik ke bawah. Usapkan
kapas lidi steril pada sekret di area yang akan diperiksa, kemudian usapkan pada kaca
objek.
2. Radiografi
Fluorescein Angiografi
Pengujian ini memberikan gambaran detil tentang sirkulasi okular. Bermakna untuk
diagnosis kondisi yang memengaruhi sirkulasi retina seperti retinopati diabetik dan
retinopati hipertensi atau untuk diagnosis banding tumor intraokular. Kontraindikasi
pengujian adalah kehamilan dan riwayat alergi.
Computed Tomografi
9

Pengujian ini dapat memvisualisasikan bola mata, otot ekstraokuler dan saraf optik.
Pengujian ini merupakan metode sensitif untuk mendeteksi tumor dalam ruang orbita.
3. Pemeriksaan dengan Slitlamp
Slitlamp merupakan alat yang memungkinkan pemeriksaan struktur anterior mata
dalam gambaran mikroskopik. Teknik ini memungkinkan pemeriksa mengetahui letak
abnormalitas pada korne, lensa atau vitreous humor anterior.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PENGLIHATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Makanan / Cairan :
Mual, muntah
3. Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak
10

lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,


fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan.
Tanda :
a. Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
b. Peningkatan penyebab katarak mata.
4. Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan
pada dan sekitar mata, sakit kepala.
5. Penyuluhan / Pembelajaran
a. Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
b. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.

c. Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut


ini :
1) Ukuran pupil mengecil
2) Pemakaian kacamata
3) Penglihatan ganda
4) Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak
5) Mata kemerahan
6) Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
7) Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.
8) Permintaan untuk membacakan kalimat
9) Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan
kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan,
BAK/BAB, serta berpindah.
10) Visus
d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Postur dan Gambaran Klien
11

Observasi postur dan gambaran klien. Catat kondisi pakaian yang tidak lazim,
yang mungkin mengindikasikan colour vision defect, demikian juga
karakteristik postur yang menarik perhatian seperti mendongakkan kepala
yang dapat merupakan tanda sikap kompensasi untuk memperoleh pandangan
yang jelas. Sebagai contoh, klien dengan double vision dapat mengangkat
kepalanya ke satu sisi sebagai usaha untuk memfokuskan pandangan menjadi
satu.
Kesimetrisan Mata
Observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kesimetrisan wajah
klien dikaji untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama
dari masing-masing. Mata juga dikaji letaknya pada orbit. Perawat memeriksa
apakah salah satu mata lebih besar, lebih menonjol (bulging) ke depan melalui
pemeriksaan posisi istirahat dari garis mata atas. Tidak ada sklera yang dapat
dilihat antara sudut mata bawah dan sudut iris. Eksoftalmus atau propotisis
adalah suatu kondisi tempat bola mata menonjol kedepan. Enoftalmus adalah
bola mata yang cekung kedalam. Secara kasar dapat diukur dengan
meletakkan titik 0 (nol) dari penggaris yang bening di kantus eksternus dan
perhatikan apeks kornea setiap mata. Untuk pemeriksaan lebih teliti dapat
digunakan eksoftalmometer. Perhatikan juga adanya deviasi mata saat melihat
suautu objek, adanya nistagmus dan gerak mata ke semua arah.
Alis dan Kelopak Mata
Kaji distribusi pertumbuhan rambut, masih sempurna atau tidak. Dan jika
tidak sempurna, apakah disengaja ataukah suatu penyakit. Anjurkan klien
mengankat kening atau alis untuk menentukan perbedaan antara sisi kanan
dan kiri. Perawat juga melihat kelopak mata untuk menentukan adanya ptosis,
kemerahan, kelemahan, lesi, krusta atau pembengkakan. Kelopak mata
seharusnya secara normal menutup lengkap, dengan batas kelopak mata atas
dan bawah saling mendekat. Ketika mata terbuka, kelopak mata atas menutupi
sebagian kecil iris dan kornea. Batas kelopak mata bawah terbentang di bawah
garus limbus. Tidak ada sklera yang terlihat antara kelopak mata dan iris.
Periksa juga kedudukan palpebra. Palpebra yang membelok ke dalam disebut
entropion dan jika membelok keluar disebut ektropion. Juga perhatikan letak
silia yang secara normal membelok keluar, silia yang membelok kedalam
disebut trikiasis dan jika sebagian silia tidak ada disebut madarosis.
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra. Jika pada konjungtiva palpebra klien dicurigai adanya
kelainan, palpebra atas dan bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik
dengan cara menarik batas ke arah pipi sambil klien dianjurkan melihat ke
atas. Untuk membalik palpebra atas, perawat meminta klien melihat ke
bawah. Perawat memegang palpebra dekat dasar alis dan menekan secara hatihati. Cotton bud diletakkan di bawah kulit palpebra atas. Sambil menarik kulit
12

kelopak mata atas ke bawah, perawat membalik kelopak mata ke cotton bud.
Pertahankan tekanan ringan dan eversi sambil klien terus dianjurkan klien
melihat ke bawah. Selama kelopak mata eversi (dibalik) perawat memeriksa
adanya kemerahan, pembengkakan atau adanya benda asing. Konjungtiva
normal berwarna merah muda pucat dan mengilat. Jika terdapat benjolan,
bedakan apakah bening (folikel), merah kasar (papil) atau keras (litiasis).
Konjungtiva bulbi. Normalnya bening dengan sedikit pembuluh darah.
Perhatikan adakah pembengkakan, edema (kemosis) atau kongesti pembuluh
darah.
Kelenjar Lakrimal
Perawat dapat mengobservasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara
meretraksikan kelopak atas dan menyuruh klien untuk melihat ke bawah.
Kelenjar lakrimal dikaji terhadap adanya edema. Perawat dapat menekan
sakus lakrimalis, dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi
duktus nasolakrimalis. Jika didalamnya terdapat peradangan, penekanan
daerah ini akan menyebabkan keluarnya cairan dari pungtum lakrimalis.
Pungtum juga dapat diobservasi dengan cara menarik kelopak mata bawah
secara halus melalui pupil.
Sklera
Sklera dikaji warnanya, biasanya putih. Warna kekuningan dapat merupakan
indikasi jaundis/ikterus atau masalah sistemik. Pada individu berkulit hitam
sklera normal dapat juga terlihat kuning, terdapat titik kecil, gelap dan
berpigmen.
Kornea
Diobservasi dengan cara memberikan sinar secara serong dari beberapa sudut.
Kornea seharusnya transparan, halus, bersinar dan jernih. Observasi adanya
kekeruhan yang mungkin infiltrat atau sikatrik akibat trauma atau cedera.
Sikatrik kornea dapat berupa nebula (bercak seperti awan yang hanya dapat
terlihat di kamar gelap dengan cahaya buatan), makula (bercak putih yang
dapat dilihat di kamar terang) dan leukoma (bercak putih seperti porseln yang
dapat dilihat dari jarak jauh). Perawat juga mencek refleks kornea. Jika klien
sadar dan repfleks berkedip positif atau jika klien menggunakan lensa kontak,
maka refleks ini tidak diuji. Untuk memeriksa refleks ini, perawat melakukan
tindakan seolah-olah meninjau wajah klien. Jika pandangan klien baik,
gerakan tangan perawat ini akan menyebabkan klien berkedip. Alternatif lain,
perawat dapat menggunakan spuit penuh dan mengeluarkannya di depan mata
klien. Klien berkedip jika refleksnya utuh.

13

Gambar 2.1 Cara Membalik Kelopak Mata

Pupil
Pupil normal berentuk bulat, letak sentral dan dalam ukuran yang sama antara
kiri dan kanan (isikor). Terdapat kurang lebih 5% individu yang secara normal
memiliki perbedaan dalam ukuran pupil (Malasanos et al, 1986 dalam
ignatavicius, 1991).perbedaan ini disebut anisokor. Ukuran pupil bervariasi
pada tiap individu yang terpapar cahaya dalam jumlah yang sama. Pupil lebih
kecil pada lansia. Individu dengan miopia (hanya dapat melihat dari dekat)
mempunyai pupil yang lebih besar, sedangkan individu hiperopik(hanya dapat
melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih kecil. Diameter pupil normal
adalah antara 2-6 mm. Pupil yang ukurannya kurang dari 2 mm disebut
konstriksi, sedangkan pupil berukuran kurang dari 6 mm disebut dilatasi. Kaji
pupil terhadap respon cahaya. Respons pupil terhadap cahaya lebih mudah
diobservasi jika uji ini dilakukan di ruang gelap. Akan tetapi, pada individu
dengan mata coklat tua, lebih sulit bagi perawat untuk mendeteksi perubahan
yang ada. Kontriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
langsung. Meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstruksi sedangkan
penurunan cahaya menyebabkan pupil dilatasi. Pupil juga mengecil atau
konstruksi dalam respons terhadap akomodasi (perubahan fokus akibat
14

berubahnya pandangan dari objek jauh ke dekat). Perawat mengkaji reaksi


pupil terhadap sinar dengan menganjurkan klien untuk melihat lurus ke depan
sambil secara cepat membawa sinar senter dari samping dan mengarahkan ke
pupil mata kanan (OD, Oculus Dextra). Konstriksi pada pupil OD merupakan
direct response terhadap cahaya senter ke dalam mata tersebut. Konstriksi
pada ppupil OS selama cahaya diarahkan pada OD dikenal sebagai consensual
response. Kedua respons tersebut harus dievaluasi pada masing-masing mata.
Pada afakia, pupil berwarna hitam dan pada katarak pupil berwarna putih
(leukokoria).

Gambar 2.2 diameter pupil (dalam mm)


Palpasi
Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada mata dan struktur yang berhubungan.
Digunakan untuk menentukan adanya tumor, nyeri tekanan dan keadaan
Tekanan intraokular (TIO). Mulai dengan palpasi ringan pada kelopak mata
terhadap adanya pembengkakan dan kelemahan. Untuk memeriksa TIO
palpasi, setelah klien duduk dengan enak, klien diminta melihat ke bawah
tanpa menutup matanya. Secara hati-hati pemeriksa menekankan kedua jari
telunjuk dari kedua tangan secara bergantian pada kelopak atas. Cara ini
diulang pada mata yang sehat dan hasilnya dibandingkan. Kemudian palpasi
sakus lakrimalis dengan menekankan jari telunjuk pada kantus medial. Sambil
menekan, observasi pungtum terhadap adanya regurgitasi material purulen
yang abnormal atau air mata berlebiihan yang merupakan indikasi hambatan
duktus nasolakrimalis.
PEMERIKSAAN PENGLIHATAN
Tajam Penglihatan atau Uji Penglihatan Sentral
Uji tajam penglihatan merupakan pengukuran paling penting terhadap fungsi
okuler dan harus merupakan bagian dari pemeriksaan rutin pada mata. Uji
15

tajam penglihatan mengukur penglihatan jauh dan dekat. Kegagalan uuntuk


melihat tulisan pada kartu mungkin merupakan pengalaman traumatik bagi
klien dan mereka mencoba menolak hasil tersebut. Perawat dapat membantu
klien dengan mempertahankan sikap empati dengan memahami bahwa hasil
pada uji ketajaman dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kelelahan atau
kecemasan.
Uji Penglihatan Jauh
Snellen Chart. Snellen chart adalah satu dari beberapa alat sederhana yang
digunakan oleh perawat untuk mencatat penglihatan jauh. Untuk dewasa,
kartu dilengkapi dengan tulisan, nomor, gambar atau huruf tunggal yang
diletakkan dalam berbagai posisi. Tulisan E atau C adalah yang paling sering
digunakan pada kartu dengan huruf tunggal.
Pengukuran sensitivitas kontras dianjurkan sebagai alternatif lain dari
penggunaan Snellen Chart unutuk menguji acuity.huruf kontras dituliskan
pada latar belakang putih dan kekontrasan dikurangi secara pprogresif. Catat
ketika klien tidak dapat mebedakan huruf dari latar belakang.
Uji Penglihatan dekat
Dilakukan pada klien yang mengemukakan kesulitan dalam membaca dan
pada klien berusia kurang dari 40 tahun Perawat dapat menggunakan kliping
koran dengan berbagai ukuran huruf atau kartu Jaeger menguji penglihatan
dekat. Kartu ini mempunyai ukuran huruf cetak yang berbeda, angka dan/atau
gambar. Kartu ini dipegang klien dalam jarak 35 cm dari mata. Klien
diinstruksikan untuk membaca huruf-huruf dalam kartu. Perawat mencatat
nilai Jeager yaitu baris terbawah tempat klien dapat mengindentifikasi lebih
dari karakter. Misalnya acuity yang dapat dibaca J2 pada 35 cm.
Taja penglihatan diuji pada tiap mata (monokular) dan kemudian pada kedua
mata bersama-sama (binokular). Perawat perlu menyadari klien yang
cenderung atau mencoba untuk mengingat huruf. Misalnya klien dapat
diminta untuk mencoba baris secara mundur atau menggunakan kartu berbeda.
Uji untuk Kebutaan
Legal Blindness didefinisikan sebagai keadaan visus terbaik dengan lensa
korektif pada mata dengan penglihatan terbaik yaitu 5/50 atau diameter
terluas dari lapang pandangan tidak lebih dari 20 derajat.
Pengkajian Lapang Pandang
Pengkajian lapang pandang atau uji penglihatan parief ini menggunakan uji
konfrontasi.
Uji ini hanya memberikan perkiraan kasar dari lapang pandang seseorang dan
digunakan untuk medeteksi kelainan lapang pandang yang lebih besar seperti
hemianopia, kuadrantanopia atau skotoma. Hemianopia adalah kebutaaan
lapangan dari pandangan pada satu atau kedua mata. Kuadrantanopia adalah

16

kebutaan dalam lapang pandang pada satu atau kedua mata. Skotoma
adalah adanya titik buta pada lapang pandang.
Penggunaan klinis uji ini terbatas untuk skrining kasar. Klien dengan
kemungkinan penurunan lapang pandang parief dirujuk kepada ahli
oftalmologi untuk pengukuran kuantitatif lebiih lanjut. Metode lain dapat
digunakan untuk menentukan lapang pandang parief, yaitu kampimetri,
Paeimentri (Targent Screen, Parimentri Goldmann, Parientri Otomatis
berbantu komputer).
Prosedur Uji Konfrontasi
1. Perawat dan klien duduk berhadapan pada jarak meter. Klien dianjurkan
untuk terus melihat mata perawat selama uji tersebut.
2. Perawat menutup OD-nya sementara klien menutup OS-nya sehingga
keduannya mempunyai lapang pandang yang kurang lebih sama.
3. Perawat ,menggerakan jari atau objek dari daerah yang tidak terlihat
menuju garis pandang klien. Baik perawat maupun klien harus melihat
objek pada waktu yang kira-kira sama.
4. Ketika klien melihat objek memasuki garis pandang, klien mengatakannya
pada perawat. Demikian juga untuk mata yang lain. Uji ini diasumsikan
bahwa perawat/penguji mempunyai pandangan parief normal.
5. Saat menguji lapang pandang, perawat harus mencatat bahwa klien sadar,
tidak dalam pengobatan, dapat mengikuti perintah dan dapat berfokus
sesuai perintah. Sedasi dapat memengaruhi kemampuan klien untuk
berespons dan kecepatan respons klien. Gangguan pada area lain dapat
menghasilkan pengukuran yang tidak akurat.
6. Hasil uji dicatat sebagai lapang konfrontasi penuh dengan atau tanpa
koreksi. Jika persepsi visual menurun, perawat mencatat kuadran mana
yang terpengaruh, mis. lapang konfrontasi menurun pada kuadran
superior, interior, temporal atau nasal. Hasil lapang pandang biasanya
lebih besar secara temporal (900) daripada secara nasal (600). Lapang
pandang atas 500, sedangkan bawah adalah 700.
Uji Penglihatan Warna
Colour vision yang normal sangat penting untuk pekerjaan tertentu. Kurang
lebih 8% pria dan 0,5% wanita mengalami kelainan colour vision congenital
(Boyd-Monk & Stein Metz, 1987 dalam Ignatavicus, 1991). Defek umumnya
berupa ketidakmampuan untuk menerima warna merah atau hijau atau biru.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji colour vision.
Yang paling sering digunakan adalah Ishihara Chart, yang berisikan angka
yang tersusun dari titik-titik berwarna, berada dalam lingkaran yang juga
tersusun dari titik-titik berwarna. Lakukan uji pada setiap mata secara
bergantian. Perawat menanyai klien, angka berapa yang tampak dalam kartu.
17

Kemampuan untuk membaca angka bergantung pada fungsi normal colour


vision klien. Uji ini sensitif untuk mendiagnosis buta warna merah atau hijau
tetapi tidak efektif untuk mendeteksi kelainan warna biru.
Pengkajian Fungsi Otot Ekstraokuler
Pengkajian fungsi otot ekstraokuler meliputi tiga komponen yaitu corneal
light reflex, the six cardinal position of gaze dan cover uncover test. Elemen
dasar ketiganya adalah observasi perawat terhadap paralelisme mata dan
kehalusan pergerakan mata.
Corneal Lihgt Reflex (Hirschberg Test)
Digunakan untuk menentukan paralelisme atau keluurusan kedua mata.
Setelah menyuruh klien untuk melihat kedepan, perawat mengarahkan sinar
senter pada kedua kornea dari jarak 30-40 cm. Tiitik terang dari sinar yang
terlihat harus berada pada posisi yang simetris, misalnya jam 1 pada OD dan
jam 11 pada OS. Ketidaksimetrisan refleks mengindikasikan kelainan mata
(deviasi) dan kemungkinan ketidakseimbangan otot. Kelemahan
ototekstraokular biasanya menyebabkan devisa okular ini.
The Six Cardinal Position of Gaze
Pengujian ini mengkaji gerakan mata melalui enam posisi pandangan utama.
Posisi ini digunakan karena mata tidak akan berputar ke posisi lain jika ototototnya mengalami kelemahan. Perawat meminta klien untuk tidak
menggerakan kepala dan menggerakan mata mengikuti objek kecil seperti
pena atau botol tetes mata yang digerakkan ke posisi berikut: (1) ke sebelah
kanan klien (lateral), (2) ke kanan atas (temporal), (3) ke kanan bawah, (4) ke
kiri klien, (5) ke kiri atas (temporal), (6) ke kiri bawah.
Saat klien menggerakan mata ke posisi tersebut, perawat harus mengamati: (1)
paralelisme (kojungsi/hubungan) gerakan mata atau (2) penyimpangan
pergerakan mata, seperti nistagmus, karena gerakan bola mata tidak seirama.
Hal tersebut normal untuk pandangan lateral jauh yang dapat disebabkan oleh
inervasi abnormal atau berkurangnya pandangan/penglihatan yang lama.
Gerakan mungkin vertikal, horizontal, memutar atau kombinasi dua gerakan
tersebut (campuran). Perawat mencatat adanya nistagmus atau gerakkan bola
mata yang lebih cepat.
Cover-Uncover Test
Mata biasanya dipertahankan dalam posisi pararel yang memungkinkan
pandangan binokular. Ketidak seimbangan otot dapat diobservasi saat salah
satu mata dituutup. Perawat meminta klien untuk menggunakan kedua mata
dan memandang suatu sasaran yang berjarak enam meter. Satu mata klien
ditutup dengan kartu gelap. Perawat mengobservasi mata kanan yang tisak
ditutup dan melihat gerakkannya untuk menepatkan objek. Jika mata kanan
bergerak ke nasal maka berarti mata kanan juling ke luar atau eksotropia. Jika
mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan juling ke dalam atau
18

esetropia. Jika mata kanan tidak bergerak sama sekali, berarti mata kanan
berkedudukan normal. Perawat kemudian membuka tutup mata dan
mengobservasi adanya gerakan pada mata yang tidak ditutup. Apabila terdapat
strabismus, deviasi akan menetap setelah penutup dibuka.
Biasanya, ketika mata ditutup gambaran objek tertekan dan mata kembali
pada posisinya semula. Jika terdapat kelemahan ootot pada mata yang
tertutup, mata akan relaks dan mengarah pada posisi istirahat yang berbeda
(berubah posisi). Saat mata tidak ditutup, mata bergerak kembali ke posisinya
sehingga gambaran visual tampak di retina. Perawat mencatat adanya deviasi
gerakan mata (strabismus) dan deviasi otot. Exodeviasi menguraikan bergerak
keluarnya mata; esodeviasi berhubungan dengan bergerak ke dalamnya mata.
Oftalmoskopi
Sebuah alat yang digunakan untuk melihat struktur eksterior dan interior mata
adalah oftalmoskop. Paling mudah untuk mengkaji fudus saat ruangan gelap
karena pupil akan dilatasi. Saat menggunakan oftalmoskop direk, perawat
memegang instrumen dengan tangan kanan saat mengkaji OD dan tangan kiri
saat mengkaji OD dan tangan kiri saat meengkaji OS. Perawat berdiri pada
sisi yang yaman dan sama dengan mata klien yang akan diperiksa. Klien
diminta melihat ke depan pada objek yang terletak di dinding belakang
perawat.
Bagian yang diperiksa pada pemeriksaan ini adalah: (1) diskus optikus, (2)
pembuluh optikus, (3) fundus, dan (4) makula.
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Penglihatan merupakan alat penting karena memberikan arti untuk kontak
dengan lingkungan. Individu yang mengalami perubahan dalam persepsi
visual dapat mengalami kecemasan dan ketakutan berhubungan dengan
hilangnya penglihatan. Klien yang mengalami kelainan penglihatan parah
mungkin tidak dapat menjalankan aktifitas normal sehari-hari. Perasaan
ketergantungan akibat penurunan penglihatan memengaruhi harga diri
individu. Perawat perlu menanyakan perasaan klien yang berhubungan
dengan gangguan visual untuk mengkaji keefektifan teknik koping klien.
Perawat juga mendiskusikan hubungan klien dengan anggota keluarga atau
orang terdekat klien untuk dapat menentukan dukungan yang dapat digunakan
klien. Pengetahuan terakhir dan penggunaan pelayanan yang dapat dijangkau
untuk gangguan penglihatan oleh klien harus diuraikan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori dari organ penerima
19

2. Resiko Cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai


dengan
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit

20

Anda mungkin juga menyukai