Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TENTANG

ASKEP PADA ANAK TUNA NETRA

KELOMPOK 1 :

1. ADITYA EKA PRASETYA


2. AFIFATUL CHASANAH
3. ALFIYAN HASNA SABILA
4. EKA BELLA AGUSTIN
5. NANDA FITRI
6. RACHMADANI LILIK NURMALA
7. RICO DWI RESMANA
8. RIKI PUSPITA SARI
9. RIZKI LUTFI AL HAKIM
10. SANIA MARWA
11. TIYAS PITRIYANI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2019


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas
rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa Program Studi S1
Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua kritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Kudus, 23 September 2019.

Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sensori adalah stimulus atatu rangsangan yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk kedalam tubuh melaui organ sensori (panca indera).
Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat
dan berkembang dengan normal. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai
dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang
dapat mengakibatkan kebutaan.

WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana


sepertigannya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di
dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia
diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta
(tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah.
Survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun, menunjukkan angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%),
glaucoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).

Sejak 1984, Upaya Kesehatan Mata atau pencegahan kebutaan (UKM/PK) sudah
diintegrasikan kedalam kegiatan pokok Puskesmas. Sedangkan program Penanggulangan
Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak 1987 baik melalui Rumah Sakit(RS)
maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Namun demikian, hasil survei
tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan meningkat dari 1,2% (1982)
menjadi 1,5% (1993-1996), padahal 90% kebutaan dapat ditanggulangi (dicegah atau
diobati). Disamping itu masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi
dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah serius. Sementara 10% dari 66
juta anak usia (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian
kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5% dari prevalensi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari tuna netra ?


2. Apa saja klasifikasi tuna netra ?
3. Apakah etiologi dari tuna netra?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada tuna netra ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi tuna netra
2. Untuk mengetahui klasifikasi tuna netra
3. Untuk mengetahui etiologi tuna netra
4. Untuk mengetahui manifetasi klinis tuna netra
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada tuna netra

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TUNA NETRA


Tunanetra adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan
ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan
(Quigley dan Broman, 2016).

Tunanetra adalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan


oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan
maupun penyakit (Marjuki, 2009).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat
melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang
dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan
atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan
serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).

Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak


yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai
pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl,2010 ) Pengertian
ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.

B. KLASIFIKASI TUNA NETRA

Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain : Menurut Lowenfeld,
klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :

1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)

Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu:


1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki
hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-
program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.
2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian
daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

C. ETIOLOGI TUNA NETRA


Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain:

1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara
lain:

a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang
tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa,
penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit
demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama
biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan
periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan


Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam
kandungan dapat disebabkan oleh:
1. Gangguan waktu ibu hamil.
2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu
selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar
air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem
susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor
dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau
pada bola mata itu sendiri.
5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata
sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau
setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-
alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami
sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,
sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena
diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat
dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah
tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi
masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk
melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan
yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada
inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi
dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering
menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda
keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
2. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu
benda pada jarak 20 kaki.
3. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 200.
4. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
5. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
6. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
7. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

ASKEP PADA TUNA NETRA

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien
meliputi nama, usia, alamat, status, pendidikan, agama dll.
2. Riwayat kesehatan
3. Keadaan umum
4. Riwayat sosial
5. Kemampuan mandiri
6. Pada pemeriksaan terfokus pada mata

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan cacat sejak lahir
2. Defisit kemandirian berhubungan dengan keterbatasan aktifitas fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIANGOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


DX KEPERAWATAN
1 Gangguan persepsi sensori: NOC : NIC
penglihatan berhubungan Vision compensation behavior 1. Kaji reaksi pasien terhadap penurunan
dengan cacat sejak lahir Kriteria hasil: penglihatan
1. Memakai kaca mata atau 2. Ajak pasien ntuk menentukan tujuan
lensa dengan benar dan belajar melihat dengan cara yang
2. Memakai huruf braile lain
3. Memakai penyinaran/ 3. Deskripsikan lingkungan disekitar
cahaya yang sesuai pasien
4. Sediakan huruf braile

2 Defisit perawatan diri NOC : NIC :


berhubungan dengan Self care : Activity of Daily Self Care assistance : ADLs
kelemahan fisik Living (ADLs) 1. Monitor kemempuan klien untuk
Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
1. Klien terbebas dari bau 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
badan bantu untuk kebersihan diri,
2. Menyatakan berpakaian, berhias, toileting dan
kenyamanan terhadap makan.
kemampuan untuk 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu
melakukan ADLs secara utuh untuk melakukan self-care.
3. Dapat melakukan ADLS 4. Dorong klien untuk melakukan
dengan bantuan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA
1. Delphie, Bandi. 2016. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : PT Refika
Aditama
2. Kartadinata, Sunaryo. 2010. Psikologi Anak Luar Biasa. Surabaya : Dikti
3. Efendi, Mohammad. (2009). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai