KELOMPOK 1 :
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas
rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa Program Studi S1
Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua kritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sensori adalah stimulus atatu rangsangan yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk kedalam tubuh melaui organ sensori (panca indera).
Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat
dan berkembang dengan normal. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai
dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang
dapat mengakibatkan kebutaan.
Sejak 1984, Upaya Kesehatan Mata atau pencegahan kebutaan (UKM/PK) sudah
diintegrasikan kedalam kegiatan pokok Puskesmas. Sedangkan program Penanggulangan
Kebutaan Katarak Paripurna (PKKP) dimulai sejak 1987 baik melalui Rumah Sakit(RS)
maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Namun demikian, hasil survei
tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan meningkat dari 1,2% (1982)
menjadi 1,5% (1993-1996), padahal 90% kebutaan dapat ditanggulangi (dicegah atau
diobati). Disamping itu masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi
dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah serius. Sementara 10% dari 66
juta anak usia (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian
kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5% dari prevalensi.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat
melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang
dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan
atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan
serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain : Menurut Lowenfeld,
klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara
lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang
tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa,
penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit
demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama
biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan
periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau
setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-
alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami
sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,
sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena
diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat
dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah
tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi
masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk
melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan
yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada
inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi
dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering
menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda
keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
2. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu
benda pada jarak 20 kaki.
3. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 200.
4. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
5. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
6. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
7. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
meliputi nama, usia, alamat, status, pendidikan, agama dll.
2. Riwayat kesehatan
3. Keadaan umum
4. Riwayat sosial
5. Kemampuan mandiri
6. Pada pemeriksaan terfokus pada mata
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan cacat sejak lahir
2. Defisit kemandirian berhubungan dengan keterbatasan aktifitas fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Delphie, Bandi. 2016. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : PT Refika
Aditama
2. Kartadinata, Sunaryo. 2010. Psikologi Anak Luar Biasa. Surabaya : Dikti
3. Efendi, Mohammad. (2009). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: PT
Bumi Aksara.