Abstrak
Pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia, namun jumlah masyarakat yang memilih
pengobatan tradisional patah tulang tetap tinggi. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran karakteristik keluarga pasien fraktur yang memilih pengobatan tradisional patah tulang
Sepadan Tarigan di T.Morawa. Desain yang digunakan adalah deskripsi murni dengan sampel
sebanyak 42 responden dengan teknik sampling jenuh, menggunakan kuesioner berupa data demografi
dan pertanyaan tentang alasan keluarga pasien memilih pengobatan tradisional tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan dari 42 responden, 52,38% berusia 40-59 tahun, 40,48% suku Batak Toba,
50% beragama Kristen Protestan, 45,24% berpendidikan SMA/SMK/MTS, 69,05% wiraswasta, dan
64,28% berpenghasilan sebulan > 1.035.500. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga pasien yang memilih pengobatan tradisional patah tulang Sepadan Tarigan sebagian besar
berusia dewasa pertengahan, beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak Toba, pendidikan
keluarga responden baik, pekerjaan sebagai wiraswasta, tingkat kesejahteraan keluarga cukup baik
dan 90.5% adalah fraktur tertutup. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan bagi pelayanan
kesehatan khususnya perawat komunitas agar bekerja sama dengan lintas sektoral dalam kegiatan
pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap praktik pengobatan tradisional yang ada di masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Kata kunci
PENDAHULUAN
Pengobatan tradisional adalah ilmu dan
seni pengobatan berdasarkan himpunan
dari pengetahuan dan pengalaman
praktek, baik yang dapat diterangkan
secara ilmiah ataupun tidak, dalam
melakukan diagnosis, prevensi dan
pengobatan terhadap ketidakseimbangan
fisik, mental, dan sosial (WHO, 1978).
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun
2008, menunjukkan angka kesakitan
penduduk secara nasional sekitar 33,24%.
Dari jumlah tersebut sekitar 65,59%
memilih berobat sendiri (termasuk berobat
ke klinik tradisional), sisanya sekitar
34,41% memilih berobat ke pelayanan
kesehatan. Hal ini menunjukkan sekalipun
pelayanan kesehatan modern telah
berkembang di Indonesia, namun jumlah
Frekuensi
Usia
20-39 tahun
40-59ahun
>60 tahun
Mean : 34,88
Persentase(%)
16
22
4
38.1
52.4
09.5
JenisKelamin
Laki-Laki
Perempuan
30
12
71.4
28.6
Suku
Batak Toba
Batak Karo
Simalungun
Mandailing
Pakpak
Jawa
17
12
1
7
1
4
40.5
28.6
02.4
16.7
02.4
09.5
Agama
Islam
Protestan
Khatolik
14
21
7
33.3
50.0
16.7
Pendidikan terakhir
PerguruanTinggi
SMA
SMP
SD
Tak Sekolah
5
19
9
8
1
11.9
45.2
21.4
19.1
02.4
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
Karyawan Swasta
Wiraswasta
Bertani/Buruh
3
4
29
6
07.1
09.5
69.1
14.3
0
100.0
Penghasilan Perbulan
<Rp 1.035.500
>Rp 1.035.500
15
27
35.7
64.3
Jenis Fraktur
Fraktur Terbuka
Fraktur Tertutup
4
38
09.5
90.5
Pembahasan
Hasil penelitian tentang gambaran
karakteristik keluarga pasien fraktur yang
memilih pengobatan tradisional patah
tulang menunjukkan bahwa dari 42
responden, sebagian besar usia kepala
keluarga pada kelompok umur 40-59
tahun yaitu sebanyak 22 responden
(52.4%). Sesuai dengan klasifikasi WHO,
rentang usia tersebut berada pada rentang
usia dewasa pertengahan (Middleage).
Adapun ciri dari dewasa pertengahan
adalah adanya aktivitas sosial yang tinggi.
Aktivitas sosial yang tinggi akan
memudahkan
keluarga
untuk
mendapatkan informasi yang penting
mengenai pemilihan pengobatan yang
tepat melalui informasi pengalaman dari
teman, keluarga ataupun orang lain yang
pernah merasakan efektivitas pengobatan
tersebut. Informasi tersebut akan menjadi
pertimbangan keluarga dalam memilih
pengobatan tradisional. Untuk itu, Daulay
(2010) menyatakan bahwa Usia yang
semakin tinggi dapat menimbulkan
kemampuan
seseorang
mengambil
keputusan semakin bijaksana. Dalam hal
ini rentang usia dewasa pertengahan
dianggap usia yang paling baik dalam
mengambil keputusan yang bijaksana.
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
(2011).
Integrasi
Pengobatan Tradisional dalam
Sistem
Kesehatan Nasional.
Diunduh 31 Oktober 2011 dari
http://www.depkes.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah.(2010).PembagianUsiaMe
nurutMenkes.http://repository.u
su.ac.id
Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah.
(Vol 3). Jakarta : EGC.
Daulay, NM. (2011). Faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat dalam
memilih pengobatan alternatif
akupuntur. Di unduh tanggal 13
mei2011.http://repository.usu.ac.i
Dinas
Dirjen
Depkes.
BUK,
Kemenkes
RI.(2011).Pengobatan
komplementer
TradisionalAlternatif.
Diunduh
www.depkes.go.id/
(2008).
Undang-Undang
Kesehatan. Diunduh 1 September
2010
dari
http://www.hukor.depkes.go.id.
Setiadi.
(2008). Konsep
Keperawatan
Jakarta: Graha ilmu
& Proses
Komunitas.