02 03
01
Tujuan :
Untuk memberikan pemahaman tentang proses
pengindraan dan bagaimana seorang tunanetra
dapat dilatih atau melatih dirinya untuk mengoptimalkan
fungsi indra-indranya yang masih berfungsi sehingga
dapat meminimalkan dampak negatif ketunetraan
terhadap
kehidupannya sehari-hari.
A. Proses Pengindraan
Organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari lingkungan dan
mengirimkannya ke orak untuk diproses, disimpan , dan ditindaklanjuti.
Organ Pengindraan :
a. Visual : mata c. taktual : permukaan kulit
b. Autider : telinga
Semua informasi yang akan diproses diotak melewati 3 prosesor dalam bentuk yaitu
linguistic, nonlinguistik, atau afektif. Hubungan antara ketiga prosesor dilihat
dalam gambar berikut :
Linguistic
1. Indra Pendengaran
2. Ingatan Kinestetik
Ingatan Kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi
antara perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan (yang dikontrol oleh sistem vestibular,
yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam.Sistem ini peka terhadap percepatan,
posisi , dan gerakan kepala). Ingatan kinestetik hanya terbentuk sesudah orang melakukan
Gerakan yang sama di daerah yang sama atau untuk kegiatan yang sama secara berulang-ulang .
Contoh : seorang tunanetra berjalan dan tanpa terlihat mendeteksi dengan tongkatnya, dia belok
pada saat dan tempat yang tepat, memperlambat langkahnya tepat di depan tangga yang akan di
naiki/turuninya.
3. Persepsi Obyek (Object Perception)
• Persepsi Obyek adalah suatu kemampuan yang memungkinkan individu tunanetra
itu menyadari bahwa suatu benda hadir di sampingnya atau di hadapannya
meskipun dia tidak memiliki pengelihatan sama sekali dan tidak menyentuh benda
itu.
• Fenomena ini sebagaian dapat dijelaskan bahwa dia mendengar gema langkah
kaikinya sendiri atau bunyi lain yang ditimbulkannya yang dipantulkan oleh beda
tersebut. Kehadiran benda itu juga dapat disadarinya melalui pengindraaan yang
dihantarkan oleh kulitnya.
• Kemampuan ini biasanya dikembangan oleh mereka yang buta total dan mungkin
tidak dapat dimiliki oleh mereka yang mengalami gangguan pendengaran.
• Gambaran kemampuan ini dapat dilihat dalam rangkuman ekspreimen yang
dilaksanakan oleh the Center of Independent Living, the Hadley School for the Blind
(1985)
D. Bagaimana Cara Membantu Seorang Tunanetra
a b c d e
f g h i
Kebutuhan pendidikan khusus yang diciptakan oleh ketunanetraan dapat dirangkum sebagai
berikut :
1. kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan terlambatnya perkembanga konsep
2. siswa tunanetra harus belajar melalui media alternative menggunakan indra-indra lain
siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran individual
4. siswa tunanetra sering membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus serta buku materi dan
peralatan khusus untuk belajar melalui media alternative
5. siswa tunanetra terbatas dalam memperoleh informasi melalui belajar secara insidentil.
Strategi khusus bagi bidang kurikulum untuk anak
tunanetra
1. Pengembangan konsep
Konsep adalah symbol yang menggambarkan suatu
objek, kejadian, ata keadaan tertentu.
Hill dan Blasch mengklasifikasikan jenis-jenis konsep
yang diperlukan bagi anak tunanetra dibagi menjadi 3
kategori, yaitu :
1) Konsep tubuh (body concepts)
2) Konsep ruang (spatial concepts)
3) Konsep lingkungan ( environmental concepts)
2. Teknik alternative dan alat bantu belajar khusus
Teknik alternative adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa alat bantu
khusus) yang memanfaatkan indra-indra nonvisual atau sisa indra penglihatan
untuk melakukan suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra
penglihatan.
Teknik alternative umumnya memanfaatkan indra pendengaran atau peraba,
misalnya : jam tangan braille dan jam tangan bicara.
Braille adalah system tulisan yang terdiri dari titik timbul yang dimaksudkan
untuk memungkinkan orang tunanetra membaca dengan meraba.
Pencipta system tulisan braille adalah orang Perancis bernama Louis Braille.
Contoh-contoh
gambar
Reglet
Tulisan Braille
Perkins Braille
3.KeterampilanSosial/Emosional
Arena utama interaksi social bagi anak adalah kegiatan bermain, dan kajian
yang dilakukan oleh McGana dan Farran (2001) terhadap sejumlah hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak tunanetra menghadapi banyak tantangan
dalam interaksi social dengan sebayanya yang awas.
McGana dan Farran menemukan bahwa anak tunanetra sering melakukan
kegiatan bermain “repetitive and stereotyped play”
Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional,
dan banyak di antara mereka masih dapat membaca dan menulis menggunakan
tulisan biasa dengan pengaturan pada satu atau tiga aspek yaitu pencahayaan,
penggunaan kaca mata, dan magnifikasi (pembesaran tampilan tulisan).
Alat bantu low vision paling efektif adalah cahaya (lampu baca/lampu belajar),
selanjutnya adalah kaca mata.
Magnifasi dapat diperoleh dengan :
a. memperbesar ukuran objek
b. memperkecil jarak lihat ke objek
c. memperbesar sudut penglihatan
ketiga sistem itu biasanya di gunakan sekaligus supaya hasil magnifasi akan
optimal. Berikut contoh gambarnya !
C. EVALUASI PEMBELAJARAN
Evaluasi pembeljaran terhadap anak
tunanetra malalui tes lisan, tertulis, dan
perbuatan
SEKIAN DAN TERIMA KASIH