Kompetensi Khusus:
Uraian Tugas
2. Visualisasi, ingatan kinestetik dan persepsi obyek agar invididu tunanetra berfungsi dengan baik
di lingkungannya :
1) Visualisasi
Cara bagi individu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya dan
membantu bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan ingatan visual (visual
memory) atau visualisasi di mana disebut juga dengan peta mental. Setelah berorientasi
dengan baik dengan memanfaatkan semua Indra dengan sebaik-baiknya, individu tunanetra
dapat menggambarkan lingkungannya dalam pikirannya. Misalnya, di dalam mata pikirannya
dia dapat melihat ke arah pintu terbuka, barang apa yang terdapat di sebelah kiri atau
kanannya, barang apa yang menjorok dan menghambat jalan yang akan dilaluinya, dan di
mana letak jendela. Dia juga harus mengingat dimana letak tombol lampu, meskipun dia
sendiri sesungguhnya tidak memerlukan lampu tetapi dia perlu menyalakan atau
mematikannya pada saat yang tepat agar tetap menjadi bagian dari kehidupan yang normal.
Alfila Maylani - 858835966
Visualisasi juga penting bila individu tunanetra bertemu dengan orang lain dan berjaga-jaga
dengannya. bila berkenalan penting Baginya untuk berjabat tangan karena dengan demikian
dia akan dapat belajar tentang orang itu dari tangannya. Dia dapat mengetahui apakah orang
tersebut tinggi atau pendek, dan bahkan juga tentang besar kecilnya struktur tubuhnya.
2) Ingatan Kinestetik
Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi
antara Indra perabaan (tactile), propriosepsi, dan keseimbangan (yang dikontrol oleh sistem
vestibular, yang berpusat pada bagian atas dari telinga bagian dalam. Sistem ini peka
terhadap percepatan posisi dan gerakan kepala. ingatan kinestetik ini dimiliki oleh semua
orang. Contoh ingatan kinestetik : ketika sedang mati lampu dan tidak ada persediaan lilin di
rumah, sehingga kita harus makan tanpa penerangan. Pada saat makan kita tidak akan
menyuapkan sendok ke hidung, karena adanya ingatan kinestetik kita sudah hafal rute
gerakan sendok dari piring ke mulut. Ingatan kinestetik hanya terbentuk sesudah orang
melakukan gerakan yang sama di daerah yang sama atau untuk kegiatan yang sama secara
berulang-ulang.
3) Persepsi Obyek
Banyak orang yang sudah lama menjadi tunanetra dan sudah berpengalaman dalam
bepergian secara mandiri akan mengembangkan suatu kemampuan yang mungkin turut
membentuk anggapan orang bahwa individu tunanetra memiliki indra keenam atau
sekurang-kurangnya memberi kesan bahwa dia mempunyai indra pendengaran yang lebih
tajam. kemampuan ini disebut persepsi objek (object perception), suatu kemampuan yang
memungkinkan individu tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda hadir di sampingnya
atau di hadapannya meskipun dia tidak memiliki penglihatan sama sekali dan menyentuh
benda itu. Fenomena ini sebagian dapat dijelaskan bahwa dia mendengar gema langkah
kakinya sendiri atau bunyi lain yang ditimbulkannya yang dipantulkan oleh benda tersebut.
Kehadiran benda itu juga dapat disadari oleh penginderaan yang diantarkan oleh kulitnya.
Kemampuan persepsi objek ini biasanya dikembangkan oleh mereka yang buta total dan
mungkin tidak dapat dimiliki oleh orang yang mengalami gangguan pendengaran.
3. Dampak ketunarunguan dan gangguan komunikasi terhadap pencapaian prestasi akademik anak
:
a. Dampak ketunarunguan terhadap prestasi akademik anak
Pada umumnya anak tunarungu yang tidak disertai dengan kelainan lain mempunyai
inteligensi yang normal, namun sering ditemui prestasi akademik mereka lebih rendah
dibandingkan dengan anak mendengar seusianya. menurut pendapat Lanny Bunawan (1982
: 4) yang menyatakan bahwa "ketunarunguan tidak mengakibatkan kekurangan dalam
potensi kecerdasan mereka akan tetapi siswa tunarungu sering menampakkan prestasi
akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan anak mendengar seusianya". Untuk
memahami hal tersebut, kita harus memahami bahwa pengembangan potensi kecerdasan
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, sehingga dampak yang nyata dari tunarungu
adalah terhambatnya kemampuan berbahasa. Perkembangan kecerdasan anak tunarungu
tidak sama secepatnya dengan mereka yang mendengar. Anak yang mendengar belajar
banyak dari apa yang didengarnya misalnya cerita kakak tentang kota, cerita ibu tentang
pasar, dan sebagainya. Anak menyerap dari segala yang didengarnya dan segala sesuatu yang
didengarnya itu merupakan suatu latihan berpikir. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada
anak tunarungu. Selain itu bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu pengetahuan
sehingga keterbatasan dalam kemampuan berbahasa menghambat anak tunarungu untuk
memahami berbagai pengetahuan lainnya. Anak tunarungu memiliki prestasi akademik yang
rendah tetapi tidak untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran yang bersifat verbal
seperti Bahasa Indonesia IPA, IPS, PPKN, Matematika (soal cerita), dan seni suara mereka
cenderung memiliki prestasi yang rendah dibanding anak yang mendengar. Tetapi pada mata
pelajaran yang bersifat nonverbal, seperti pelajaran Olahraga dan Keterampilan pada
umumnya relatif sama dengan temannya yang mendengar.
b. Dampak gangguan komunikasi terhadap pencapaian prestasi akademik anak
Dalam pengembangan kemampuan akademik kemampuan berbahasa baik secara reseptif
maupun ekspresif memegang peranan penting. Ilmu pengetahuan disampaikan melalui
bahasa sehingga untuk memahami pengetahuan tersebut seseorang harus memahami
bahasa terlebih dahulu. Oleh karena itu gangguan dalam kemampuan berbahasa dapat
menghambat seseorang dalam mengembangkan kemampuan akademiknya.
4. Perbedaan antara sistem pendidikan integrasi dengan sistem pendidikan inklusif bagi anak
tunarungu :
Alfila Maylani - 858835966