TA. 2016/2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan Anak Program
Studi S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
A. Pengkajian .................................................................................................13
B. Diagnosa ...................................................................................................14
C. Intervensi...................................................................................................14
D. Evaluasi ....................................................................................................16
A. Kesimpulan ..............................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sensori adalah stimulus atatu rangsangan yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk kedalam tubuh melaui organ sensori (panca indera).
Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara
sehat dan berkembang dengan normal. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang
ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan
pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan Anak dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
tuna netra pada anak dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan tuna
netra.
2. Tujuan khusus:
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat
melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang
dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan
dalam penglihatan serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit
Akbar 2011).
Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain : Menurut Lowenfeld,
(1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya
ketunanetraan, yaitu :
1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan
serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
1. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi
dengan lensa negatif.
2. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di
depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif.
3. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan
karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata
sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh
pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme
digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
C. Etiologi
1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya
dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan,
antara lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang
tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis
Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan.
Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya
retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan
hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang
tertinggal.
2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak
atau setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan
alat-alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir
mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa
mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola
mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan
karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan
dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak
penglihatan.
Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana
daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina
degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan
kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah
bidang penglihatan.
Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya
ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi,
sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar
oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi
tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata.
Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan
tunanetra total.
d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya
benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari
kendaraan, dll.
1. Fisik (Physical)
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.
Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya :
a. Mata juling
b. Sering berkedip
c. Menyipitkan mata
d. (kelopak) mata merah
e. Mata infeksi
f. Gerakan mata tak beraturan dan cepat
g. Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
h. Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
2. Perilaku
Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam
mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini :
a. Menggosok mata secara berlebihan.
b. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau
mencondongkan kepala ke depan.
c. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat
memerlukan penggunaan mata.
d. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila
mengerjakan suatu pekerjaan.
e. Membawa bukunya ke dekat mata.
f. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
g. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
h. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang
memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
i. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
j. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan
penglihatan jarak jauh
3. Psikis
Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda
jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada
batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar
dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki
kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya
emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa,
gelisah, bahagia dan sebagainya.
b. Sosial
Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan
dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga.
Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima
kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara
keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima
perlakuan orang lain terhadap dirinya.
4. Akademis
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman & Osborn
(1969) menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.
a. Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya
anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
b. Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas,
dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal
pemahaman (comprehention) dan persaman.
c. Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.
5. Low Vision
Beberapa ciri yang tampak pada anak low vision antara lain:
a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
c. Mata tampak lain; terlihat putih di tengah mata (katarak) atau kornea (bagian
bening di depan mata) terlihat berkabut.
d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau
saat mencoba melihat sesuatu.
f. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang hari.
g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal
tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
E. Dampak tunanetra
Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi
manusia selain pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia
kira-kira 80 persen dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan
dengan indera yang lain indera penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas.
Pada saat seseorang melihat sebuah mobil maka ada banyak informasi yang sekaligus
diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran mobil, bentuk mobel, dan lain-lain
termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu tidak mudah diperoleh
dengan indera selain penglihatan. Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan
saluran informasi visual. Sebagai akibatnya menyandang kelainan penglihatan akan
kekuarangan atau kehilangan informasi yang bersifat visual. Seseorang yang
kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai kompensasi, harus berupaya
untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi. Seberapa jauh dampak
kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan seseorang tergantung pada
banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa balita atau sesudah
lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan lain-
lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima
tahun pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Sedangkan yang kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa
biasanya masih memiliki pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak
yang lebih buruk terhadap penerimaan diri.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan
intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan
intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang
IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma
dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek
klinis.
2. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior,
meliputi kornea, iris dan lensa.
3. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata
4. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus.
5. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan
penglihatan perifer
6. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
7. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan.
BAB III
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori dari organ penerima
2. DX 2: Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit
3. DX 3: Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
4. DX 4: Resiko Cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang.
C. Perencanaan keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX KEPERAWATAN
Manajemen Lingkungan
D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan tunanetra
diharapkan sebagai berikut:
1. Gangguan persepsi sensori pengelihatan dapat teratasi
2. Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
3. Pasien mampu beraktivitas dan terhindar dari resiko terjatu.
4. Pasien terhindar dari resiko cedera
BAB IV
PENUTUP
A. Keimpulan
B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada tunanetra untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.