Anda di halaman 1dari 11

Gejala Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Asfiksia

Gejala Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Asfiksia| Penyakit asfiksia merupakan penyebab
kematian terbanyak yang ditemukan didalam kedokteran forensik, penyakit ini sering terjadi
pada bayi baru lahir dan jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat maka
akan menimbulkan kematian. Untuk lebih jelasnya maka berikut ini akan dibahas secara
detail mengenai penyakit asfiksia.

Pengertian Penyakit Asfiksia


Penyakit asfiksia sendiri berasal dari bahasa yunani yang memiliki arti yakni keadaan
berkurangnya kadar oksigen dan lebihnya kadar karbondioksida secara bersamaan didalam
darah dan didalam jaringan tubuh akibat pertukaran antara oksigen didalam paru-paru dengan
karbondioksida didalam darah kapiler paru-paru.

Penyebab Penyakit Asfiksia


Secara garis besar, penyakit asfiksia disebabkan oleh 3 faktor pencetus yakni keracunan
bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, Penyakit alamiah seperti tumor laring
dan asma serta Trauma mekanik seperti tarauma yang dapat menyebabkan adanya sumbatan
pada saluran pernapasan.

Tanda dan Gejala Penyakit Asfiksia


Tanda dan gejala dari penyakit asfiksia sendiri mungkin sulit untuk dipahami oleh masyarkat
awam tanpa mendapatkan pendidikan medis, namun tidak ada salahnya jika anda sedikit
banyak tahu tentang gejala penyakit ini seperti:

 Fase Dispneu yang berlangsung kira-kira 4 menit, terjadi akibat rendahnya kadar
oksigen dan tingginya kadar karbondioksida.
 Fase konvulsi yang terjadi kira-kira 2 menit, pertama kan terjadi kejang klonik
kemudian tonik dan berakhir pada kejang opistotonik.
 Fase Apneu berlangsung kira-kira 1 menit, anda dapat mengamati adanya deperesi
pusat pernapasan dan samapi pada kesadaran menurun atau hilang.
 Fase akhir atau terminal yang akan ditandai dengan adanya paralisi pusat pernapasan
lengkap, denyut jantung dan pernapasan akan terhenti.

Pencegahan Penyakit Asfiksia


Sampai saat ini belum ada refrensi yang menyatakan tentang bagaimana mencegah terjadinya
penyakit asfiksi ini, yang bisa dilakukan hanyalah berusaha untu mejaga kondisi kesehatan
tubuh anda merupakan jalan satu-atunya.

Pengobatan Penyakit Asfiksia


Jika ditemukan pasien atau penderita dengan penyakit asfiksia maka yang perlu dilakukan
pertama kali adalah dengan melakukan resusitasi untuk merangsang jantung dan paru untu
tetap menyuplai oksigen kebagian tubuh terutama otak, setelah itu pemberian obat-obatan
seperti epinefrin bisa dilakukan. Dan yang terakhir yang bisa dilakukan untu mnegatasi
penyakit ini adalah dengan Intubasi Endotrakeal.

Definisi Penyakit Asfiksi

Penyakit asfiksi adalah penyakit yang terjadi karena adanya gangguan dalam pengangkutan
oksigen (O2) ke dalam jaringan tubuh hal itu menyebabkan penurunan fungsi paru-paru,
pembuluh darah, ataupun jaringan tubuh yang lain. Misalnya alveolus yang terisi air baik
secara sengaja maupun secara tidak sengaja atau bahkan mungkin karena seseorang
tenggelam. Pada orang yang tenggelam, alveolusnya terisi air sehingga difusi oksigen sangat
sedikit bahkan tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan orang tersebut shock dan
pernapasannya dapat terhenti.

Penyebab Penyakit Asfiksi

Penyakit Asfiksi disebabkan oleh Adanya bakteri diplococcus pneumonia yang


mengakibatkan alveolus terisi oleh limpa (Peru) bahasa Jawanya. Penyebab lain yaitu Adanya
gas racun karbon monoksida (CO) yang memiliki daya ikat terhadap hemoglobin jauh lebih
besar daripada Oksigen (O2). Akibatnya tubuh kekurangan oksigen yang diperlukan untuk
proses oksidasi zat makanan.

Gejala Awal Penyakit Asfiksi

1. Fase Dispneu / Sianosis Asfiksia

Pada proses pertama ini waktu yang dibutuhkan adalah sekitar empat menit. Fase ini terjadi
akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida yang ada dalam tubuh.
Tingginya kadar karbon dioksida akan sangat berpengaruh terhadap pernapasan manusia,
terutama nadi dan tekanan darahakan meningkat dengan cepat. Pernapasan juga akan menjadi
sangat cepat, berat, dan sukar. pada fase ini tekanan darah pun secara berangsur angsur akan
meningkat.

2. Fase Konvulsi Asfiksia

Fase ini merupakan fase yang kedua dari penyakit Asfeksi fase ini terjadi kira-kira dua menit.
Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran pada
manusia sedikit demi sedikat akan mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan
tekanan darah turun.

3. Fase Apneu Asfiksia

Fase ketiga ini berlangsung kira-kira satu menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya
depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi
spingter.

4. Fase Akhir Asfiksia

Ini merupakan fase yang terakhir dari penyakit asfeksia. Pada fase ini ditandai oleh adanya
paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas
terhenti kemudian mati.

Pencegahan Penyakit Asfeksia

Sampai saat ini belum ditemukan literatur yang membahas tentang cara mengatasi penyakit
ini. Yang terpenting dari pencegahannya adalah menjaga kondisi tubuh dengan baik.

asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti")
merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernapasan yang bersifat mengancam jiwa.
Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai
dengan metabolik asidosis.[1] Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat
(CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernapas.[2]

Daftar isi
 1 Epidemiologi
 2 Karakteristik Esensial
 3 Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum
 4 Manifestasi Klinis
 5 Manajemen
 6 Rujukan

Epidemiologi
Angka kejadian akibat asfiksia di Rumah sakit di Jawa Barat adalah 25,2% dan angka
kematian di rumah sakit rujukan provinsi di Indonesia mencapai 41,94%. Data
mengungkapkan bahwa sekitar 10% bayi baru lahir di rumah sakit membutuhkan bantuan
bantuan bernapas, dari yang ringan hingga resusitasi ekstensif.[3]
Karakteristik Esensial
Tanda-tanda khusus dari bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria berikut :

 Metabolik asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa
defisit >=12 mmol/L)
 Skor Apgar 0-3 selama lebih dari 5 menit.
 Adanya kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal
ensefalofati)
 Disfungsi multiorgan [4]

Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-


Partum
Beberapa mekanisme yang dapat menimbulkan asfiksia di antaranya :
1. Gangguan sirkulasi umbilikal, contohnya karena kompresi ''umbilical cord''
2. Tidak mencukupinya perfusi plasenta, contohnya yaitu hipotensi maternal, hipertensi
kehamilan, dan kontraksi uterus yang abnormal.
3. Gangguan oksigenasi maternal, contohnya penyakit jantung-paru dan anemia
4. Adanya gangguan pada pertukaran gas di plasenta, contohnya yaitu abruptio plasenta dan
plasenta previa
5. Paru-paru bayi gagal bertransisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal ([1]

Manifestasi Klinis
Mayoritas bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, tidak menunjukan kelainan neurologis
pada tahap akut.Efek yang ditimbulkan bila bayi asfiksia tidak diterapi dengan segera, akan
menyebabkan kerusakan dari banyak organ :
Bila Apgar score <5 dalam waktu 5 menit, bayi bisa mengalami gangguan yang parah
minimal pada 1 organ, dimana 90% bayi dengan Apgar score ≥5 dalam waktu 5 menit, kecil
kemungkinan untuk mengalami kelainan organ yang parah. Organ-organ tersebut di
antaranya :
1.Gangguan saraf : kelainan yang timbul dapat berupa retardasi mental, penurunan IQ,
kejang, kerusakan ''spinal cord'', dan depresi pernapasan
2. Sistem Kardiovasckular : keadaan yang timbul bisa berupa ''Shock'', hipotensi, insufisiensi
trikuspid, nekrosis miokardium, dan gagal jantung
3. Fungsi Ginjal :keadaan yang timbul dapat berupa hematuria, proteinuria, atau gagal ginjal
4. Fungsi Hepar : keadaan yang timbul dapat berupa peningkatan serum ALT, amonia, dan
bilirubin indirek
5. Traktus Gastrointestinal
6. Gangguan fungsi pernapasan[1]
Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi
Baru Lahir
A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia
pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu

 Preeklampsia dan eklampsia


 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

 Lilitan tali pusat


 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)


 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.


2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

 Tidak bernafas atau bernafas megap-megap


 Warna kulit kebiruan
 Kejang
 Penurunan kesadaran

D. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin


Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

(Wiknjosastro, 1999)

E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya
resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

 Penafasan
 Denyut jantung
 Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

F. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :

1. 2 helai kain / handuk.


2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).

G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka

– Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
– Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
– Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.

2. Memulai pernafasan

– Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan


– Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi

– Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara


– Kompresi dada.
– Pengobatan

Detail Cara Resusitasi

Langkah-Langkah Resusitasi

1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-
usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis
penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit,
lakukan ventilasi tekanan positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak
menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut,
kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung

Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :

a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.

b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh
bayi.

7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.

8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut
jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.

9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000
dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.

10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.

11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 –
5 menit.

12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di
atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama
2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor
utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi
tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi
dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum
antara lain :
– Alat pemanas siap pakai – Oksigen
– Alat pengisap
– Alat sungkup dan balon resusitasi
– Alat intubasi
– Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :

1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan
tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim
yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

merupakan kondisi insufisiensi oksigen dan terakumulasinya karbondioksida dalam darah


dan jaringan akibat gangguan respirasi dan menyebabkan penghalangan (arrest)
kardiopulmoner. Penyakit asfiksia bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan
tepat.

Penyebab Asfiksia (Asphyxia)


Kondisi atau substansi yang menghalangi respirasi :
- Obstruksi ekstrapulmoner, seperti pada kompresi trakeal akibat tumor, strangulasi, trauma
atau sesak napas
- Hipoventilasi akibat penyalahgunaan opioid, penyakit atau hemoragi medular,
pneumotoraks, paralisis otot respiratorik, atau penghalangan kardiopulmoner.
- Inhalasi agens toksik, seperti pada keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan inhalasi
oksigen berlebihan.
- Obstruksi intrapulmoner, seperti pada obstruksi jalan napas, asma parah, aspirasi benda
asing dan hampir tenggelam.

Tanda Dan Gejala Asfiksia (Asphyxia)


- Agitasi dan konfusi yang menyebabkan koma
- Tingkat respiratorik yang berubah (apnea, bradipnea, atau takipnea berkala)
- Resah
- Sianosis pusat dan periferal (selaput lendir berwarna merah-ceri ketika keracunan karbon
monoksida mencapai stadium lanjut)
- Bunyi napas yang berkurang
- Dispnea
- Denyut nadi cepat, lambat atau hilang
- Sawan
Uji Diagnostik Asfiksia (Asphyxia)
- Analisis gas darah arterial mengindikasikan penurunan tekanan parsial oksigen arterial
(kurang dari 60 mm Hg) dan kenaikan tekanan parsial karbon dioksida (lebih dari 50 mm Hg)
- Sinar X dada bisa menunjukkan benda asing, edema pulmoner atau atelektasis
- Uji toksikologi bisa menunjukkan obat atau zat kimiawi
- Jumlah darah lengkap bisa mendeteksi kadar hemoglobin abnormal
- Uji fungsi pulmoner bisa mengindikasikan adanya pelemahan otot respiratorik

Tindakan Penanganan
- Segera beri bantuan respiratorik dengan resusitasi kardiopulmoner, intubasi endotrakeal,
dan oksigen suplemental seperlunya. Kemudian lakukan penanganan pada penyebabnya,
misal :
- Bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing
- Antagonis opioid, misalnya naloxone (narcan) untuk overdosis opioid
- Lavase gastrik untuk keracunan
- Penggunaan oksigen yang terbatas dan bertahap untuk narkosis karbon dioksida akibat
terapi oksigen berlebihan.

Informasi Seputar Alat Kedokteran & Kesehatan klik DISINI.

Anda mungkin juga menyukai