Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan dalam praktek keperawatan
khususnya keperawatan jiwa yang menggunakan pendekatan keagamaan antara lain doa-doa, dzikir, ceramah keagamaan, dan lain-lain untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa (Ilham A, 2008). Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan alternatif dengan cara pendekatan keagamaan melalui doa dan dzikir yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam, bertujuan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis (Rozalino R, 2009). Yang dimaksud dengan terapi spiritual kurang lebih adalah terapi dengan memakai upaya-upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini sama dengan terapi keagamaan, religius, atau psikoreligius, yang berarti terapi dengan menggunakan faktor agama, kegiatan ritual keagamaan, seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian, ceramah keagamaan, kajian kitab suci, dan sebagainya. Hanya saja terapi spiritual lebih umum sifatnya dan tidak selalu dengan agama formal masing-masing individu (Wicaksana I, 2008). Pengertian terapi spiritual atau terapi religius adalah sebuah terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien, pendekatan ini dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara memberikan pencerahan, kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali seminggu untuk semua klien dan setiap hari untuk pasien. Terapi spiritual berbeda dengan berdoa, doa tersebut ditiupkan disebuah gelas berisi air minum kemudian meminta klien meminum air tersebut, meskipun sama - sama menggunakan sebuah perilaku dalam sebuah agama atau kepercayaan tetapi akan sangat berbeda dengan terapi spiritual (Rosyidi I, 2009). Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam terapi psikoreligius adalah sebagai berikut (Ilham A, 2008) : a. Doa – doa Dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Dzikir Dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, mengucapkan baik secara lisan maupun dalam hati segala kuasa-Nya. Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir (psikoreligius terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa (Ilham A, 2008). Menurut kajian howard clinebell, yang dikutip dadanng hawari, menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki 10 kebutuhan religius : Kepercayaan dasar (basic trust) Makna hidup secara vertikal dan horisontal. Komitmen peribadatan ritual dan hubungannya keseharian Kebutuhan pengisian keimanan (carge) dan kontinuitas hubungan dengan Tuhan. Bebas dari rasa salah dan dosa. Self acceptance and self asteem. Rasa aman, terjamin, dan keselamatan ;masa depan. Tercapainya derajat dan martabat yang semakin tinggi serta integritas pribadi. Terpeliharanya interaksi dengan alam. Hidup dalam masyarakat yang religius. Manfaat komitmen agama tidak hanya dalam penyakit fisik, tetapi juga dibidang kesehatan jiwa. Dua studi epidemologi yang luas talah dilakukan terhadap penduduk. Untuk mengetahui sejauh mana penduduk penderita psychological distress. Dari studi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa makin religius maka makin terhindar seseorang dari stres (Linaen [1970], Strak [1971]). Kemudian dikemukakan lebih mendalam komitmen agama seseorang telah menunjukkan peningkatan taraf kesehatan jiwanya. Terapi keagamaan (Intervensi Religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mengikutinya. (Cho dan Klein, 1985). Studi Stark menunjukkan bahwa angka frekuensi kunjungan ke tempat ibadah lebih merupakan indikator dan faktor yang efektif dalam hubungannya dengan penurunan angka bunuh diri. Sedangkan klien yang tidak diberikan psikoreligius terapi pada suicide memiliki resiko empat kali lebih besar untuk melakukan bunuh diri (Comstock dan Partridge, 1972). Selanjutnya dikemukakan bahwa kegiatan keagamaan/ibadah/sholat, menurunkan gejala psikiatri (Mahoney [1985], Young [1986], Martin [1989]). Riset yang lain menyebutkan bahwa menurunnya kunjungan ke tempat ibadah, meningkatkan jumlah bunuh diri di USA (Stack,Rusky, 1983). Kesimpulan dari berbagai riset menunjukkan bahwa religiusitas mampu mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan meningkatkan proses adaptasi dan penyembuhan. Penerapan Psikoreligius Terapi di Rumah Sakit Jiwa 1. Psikiater, psikolog, perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/kolaborasi dengan agamawan atau rohaniawan. 2. Psikoreligius tidak diarahkan untuk merubah agama kliennya tetapi menggali sumber koping. 3. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah, buku- buku, music, misalnya lagu pujian/rohani untuk pasien nasrani. 4. Dalam terapi aktivitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk pasien rehabilitasi. 5. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat kehidupan dunia, dan sebagainya, 6. Sebelum Teori Psikoanalisa, para sufi telah mempelopori metoda pengkajian yang mendalam dengan komunikasi yang menyentuh perasaan, menguak konflik-konflik alam bawah sadar pasiennya, mendeteksi was-was, kemarahan, takabur, kesombongan, ria’, dengki, menjadi sabar, wara, zuhud, tawakal, ridha, syukur, cinta illahi.