Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuna netra adalah kondisi yang dialami seseorang dimana mereka mengalami
hambatan ketidak fungsian alat penglihatanya yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya secara sempurna organ penglihatan tersebut (Widdjajatin, A. dan Hitipeuw,
I., 1999).

Kaum tuna netra yang tidak memiliki sisa penglihatan sama sekali biasanya akan
mempfungsikan daya pendengarannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mereka
lebih peka dan dapat mengidentifikasi suara orang lain secara baik. Akibat ketunanetraan
secara psikologis akan berdampak pada sikap yang negatif terhadap dirinya,
mengasingkan diri dari lingkungan sosial, rendah diri, merasa tidak mampu dan tidak
berguna dan seterusnya singkatnya tuna netra yang dialami dirasakan sebagai beban yang
berat dan mempengaruhi seluruh pola dan kegiatan hidupnya.

Makalah ini mencoba menyajikan materi dan teori tentang Anak yang
memiliki kekurangan terutama dalam hal visualisasi, yang biasa disebut dengan
tunanetra, apa yang menyebabkan tunanetra dan bagaimana bentuk pelayanan yan
diberikan kepada anak penyandang tunanetra.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian anak tunanetra?
2. Ada berapa klasifikasi anak tunanetra?
3. Bagaimana Karakteristik anak tunanetra?
4. Apa Saja penyebab atau etiologi anak tunanetra?
5. Bagaimana dampak anak yang menderita tunanetra?
6. Bagaiamana pendidikan atau intervensi anak penyandang tunanetra?
7. Bagaimana bentuk pelayanan yang diberikan kepada anak penyandang
tunanetra?
8. Apa peran bimbingan dan konseling terhadap anak penyandang tunanetra?

1
C. Manfaat Penulisan Makalah
1. Mengetahui pengertian anak tunanetra;
2. Mengetahui berapa klasifikasi anak tunanetra;
3. Mengetahui Karakteristik anak tunanetra;
4. Mengetahui Apa Saja penyebab atau etiologi anak tunanetra;
5. Mengetahui Bagaimana dampak anak yang menderita tunanetra;
6. Mengetahui Bagaiamana pendidikan atau intervensi anak penyandang
tunanetra;
7. Mengetahui Bagaimana bentuk pelayanan yang diberikan kepada anak
penyandang tunanetra;
8. Mengetahui Apa peran bimbingan dan konseling terhadap anak
penyandang tunanetra.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TUNANETRA
Tuna netra adalah kondisi yang dialami seseorang dimana mereka
mengalami hambatan ketidak fungsian alat penglihatanya yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya secara sempurna organ penglihatan tersebut.1
kata tunanetra secara etimologi berasal dari kata tuna dan netra. Tuna berarti
rusak, kurang, dan netra berarti mata atau penglihatan. Jadi yang dimaksud siswa
tunanetra adalah siswa yang mengalami kerusakan mata atau indera penglihatan
yang mengakibatkan kurang atau tiada memiliki kemampuan persepsi
penglihatan.
Menurut Geniofam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan siswa
tunanetra adalah siswa atau individu yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200
atau kurang pada mata yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang
daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak
sudutnya tidak lebih dari 20 derajat2
Jika dilihat dari sudut pandang pendidikan, anak yang mengalami tunanetra
apabila anak membutuhkan “media yang digunakan untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran adalah indra peraba (tunanetra total) ataupun anak yang masih bisa
membaca dengan cara dilihat dan menulis tetapi dengan ukuran yang lebih besar
(low vision).” 3
B. Klasifikasi Tunanetra
Menurut peneliti dari Universitas Brawijaya Malang, Anita Tri Widiyawati,
ada beragam klasifikasi pada tunantetra, namun pada dasarnya tunanetra dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kurang penglihatan (low vision) yakni mereka yang

1
Sulthon, Pola Keberagamaan Kaum Tuna Netra Dan Dampak Psikologis Terhadap
Penerimaan Diri IAIN Kudus: Kudus, Jurnal Quality Vol. 4, No. 2, 2016 hal. 48
2
A Said Hasan Basri dan Khairun Nisa Br Sagala, Model Bimbingan Konseling Islam
Bagi Siswa Tunanetra, Jurnal Al Isyraq UIN SUNAN KALIJAGA : Yogyakarta, Vol. 2, No 1,
Juni 2019. Hal. 57
3
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama Widya,
2012), 181.

3
memiliki pandangan yang kabur ketika melihat suatu objek, sehingga untuk
mengatasi permasalahan penglihatannya penderita perlu menggunakan kacamata
atau kontak lensa4. Ciri-ciri low fision diantaranya menulis dan membaca dengan
jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata
tampak terlihat putih di tengah mata atau kornea (bagian bening di depan mata)
terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus ke depan, memincingkan mata atau
mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat melihat sesuatu, lebih
sulit melihat pada malam hari, pernah mengalami operasi mata dan atau memakai
kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas5.
Jenis yang ke-dua adalah jelas buta total (totally blind) yaitu yakni mereka
yang sama sekali tidak mampu melihat rangsangan cahaya dari luar.6 Ciri-ciri buta
total diantaranya secara fisik mata terlihat juling, sering berkedip,menyipitkan
mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat,
mata selalu berair dan pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.7
Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, tunanetra secara garis
besar dapat dikelompokkan berdasarkan empat kategori, yaitu: 1) waktu
terjadinya ketunanetraan, 2) kemampuan daya penglihatan, 3) pemeriksaan klinis,
dan 4) kelainan-kelainan pada mata. 8
C. Karakteristik Anak Tunanetra
Anak yang mengalami keterbatasan penglihatan memiliki karakteristik atau
ciri khas. Karakteristik ini terbentuk sebagai bentuk dari akibat kehilangan
informasi secara simbolik yang didapat dari penglihatan.
Menurut Aqila Smart karakteristik penyandang tunanetra yaitu sebagai
berikut:
4
Dikutip dari https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4370787/4-klasifikasi-tunanetra-
berdasarkan-jenis-kelainan-hingga-waktu-terjadinya yang diakses pada 1 Maret 2023 Pukul 17:40
WIB
5
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014), hal. 37-41
6
Dikutip dari https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4370787/4-klasifikasi-tunanetra-
berdasarkan-jenis-kelainan-hingga-waktu-terjadinya yang diakses pada 1 Maret 2023 Pukul 17:40
WIB
7
Aqila Smart, Anak Cacat ,... hal. 44
8
Dikutip dari https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4370787/4-klasifikasi-tunanetra-
berdasarkan-jenis-kelainan-hingga-waktu-terjadinya yang diakses pada 1 Maret 2023 Pukul 17:35
WIB

4
a. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh penyandang tunanetra
disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya sehingga ia
merasa emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak
bisa ia lakukan dan dengar. Pengalaman kegagalan yang sering
dirasakannya juga membuat emosinya semakin tidak stabil.
b. Mudah curiga
Pada tunanetra rasa kecurigaannya melebihi orang pada umumnya.
Anak tunanetra merasa curiga terhadap orang yang ingin membantunya.
Hal ini bahwa untuk mengurangi atau menghilangkan rasa curiganya,
seseorang harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepadanya agar
anak tunanetra mengenal dan memahami sikap orang lain.
c. Ketergantungan yang berlebihan Anak tunanetra dalam melakukan
suatu hal yang bersifat baru membutuhkan bantuan dan arahan agar
dapat melakukannya, namun bantuan dan arahan tersebut tidak dapat
dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan oleh anak tunanetra
yang memiliki asumsi bahwa dengan bantuan orang awas terutama
mobilitas merasa lebih aman, sehingga akan menjadikan anak tunanetra
memiliki ketergantungan secara berlebihan kepada orang awas terutama
pada hal-hal yang anak tunanetra dapat melakukan secara mandiri.9
D. Penyebab Terjadinya Tunanetra
Berikut adalah klasifikasi faktor penyebab individu mengalami tunanetra:
a. Prenatal (Sebelum Kelahiran)
Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di dalam
kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor prenatal
berdasarkan periodisasinya dibedakan menjadi periode embrio, periode
janin muda, dan periode janin aktini.
Pada tahap ini anak sangat rentan terhadap pengaruh trauma akibat
guncangan, atau bahan kimia.

9
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014), hal. 39

5
Faktor lain yang menjadi faktor anak mengalami tunanetra berkaitan
dengan kondisi anak sebelum dilahirkan yaitu gen (sifat pembawa
keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, virus,
dan sebagainya.10
b. Neonatal (Saat Kelahiran)
Periode neonatal yaitu periode dimana anak dilahirkan. Beberapa
faktornya yaitu anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir
dengan bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal,
kelahiran ganda atau kesehatan bayi.
c. Posnatal (Setelah Kelahiran)
Kelainan pada saat posnatal yaitu kelainan yang terjadi setelah anak
lahir atau saat anak dimasa perkembangan. Pada periode ini ketunaan
bisa terjadi akibat kecelakaan, panas badan yang terlalu tinggi,
kekurangan vitamin, bakteri.8 Serta kecelakaan yang sifatnya ekstern
seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya,
kecelakaan kendaraan, dan lain-lain.11
E. Dampak Psikis Anak Yang Menderita Tunanetra
Berikut adalah beberapa masalah psikologis yang terjadi pada anak
tunanetra sebagai berikut :
1. Masalah terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi manusia terhadap orang lain dan obyek-
obyeknya. Setiap orang memiliki persepsi dunianya masing-masing
karena citra tersebut adalah sesuatu yang ditentukan oleh hal-hal berikut
seperti :
 Lingkungan fisik dan sosial
 Struktur fisiologis

 Keinginan dan tujuan

 Pengalamam masa lalu

10
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama
Widya, 2012), 182
11
Aqila Smart, Anak Cacat ,... 44

6
Hambatan pada anak tunanetra dari keempat hal-hal tersebut adalah
kelainan pada struktur fisiologisnya yakni mereka harus menggantikan
indera penglihatan dengan indera lainnya untuk memberikan persepsi.
Banyak diantara mereka yang tidak memiliki pengalaman visual,
sehingga pandangan mereka tentang dunia berbeda dengan pandangan
orang normal.
2. Masalah terhadap Motorik
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat akibat dari
tidak terkoordinasinya sistem persyarafan dan otot dengan fungsi psikis
(kognitif, afektif, dan konatif) serta kesempatan dari lingkungan secara
baik. Fungsi persyarafan dan otot anak tunanetra mungkin tidak
bermasalah, namun fungsi psikisnya adalah yang menjadi hambatan
tersendiri bagi motoriknya.
Anak tunanetra secara fisik mencapai kematangan sama dengan anak
normal, tetapi untuk fungsi psikisnya seperti memahami relaitas
lingkungan, mengetahui dan cara menghadapi bahaya, keterampilan
gerak terbatas serta tidak adanya keberania dalam melakukan sesuatu
adalah sebuah permasalahan tersendiri bagi perkembangan motoriknya.
Hambatan-hambatan tersebut adalag bersumber dari ketidakmampuan
penglihatan anak
3. Masalah terhadap Emosi
Perkembangan emosi dalam psikologi pada anak tuannetra juga
mengalami hambatan yang diakibatkan dari keterbatasan anak tunanetra
dalam memahami proses belajar. Pada saat memasuki masa kanak-
kanak, anak tunanetra mungkin akan belajar mencoba-coba menyatakan
emosinya, namun hal ini tetap dianggap kurang efektif sebab anak tidak
dapat mengamati reaksi lingkungan terhadapnya.
Akibatnya pola emosi adalah berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang
diinnginkan oleh dirinya sendiri maupun lingkungannnya sehingga ia
kesulitan memahami cara mengendalikan emosi dengan baik.

7
Terhambatnya emosi anak tunanetra juga bisa disebabkan dari deprivasi
emosi yaitu keadaan dimana anak tunanetra kurang mengahyati
pengalaman emosi meyenangkan seperti kasih sayang, senang, gembira,
perhatian dan sebagainya.
Anak dengan deprivasi emosi adalah mereka yang sejak awal kurang
diterima baik oleh lingkungannya. Selain itu, anak tunanetra dengan
deprivasi emosi akan cenderung menarik diri, egois, menuntutperhatian
serta kasih sayang dari orang terdekat.
4. Masalah terhadap Sosial
Bagi anak tunanetra, penguasaan kemampuan tingkah laku adalah tidak
mudah. Anak akan menghadapi banyak masalah terhadap sosialnya.
Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh kurangnya motivasi anak,
ketakutan menghadapi lingkungan sosial, rendah diri, malu. Masalah
terhadap Orientasi dan Mobilitas
Berkaitan dengan masalah sosial, mungkin kemungkinan yang
menyebabkan terhambatnya perkembangan sosial anaka tunanetra
adalah masalah terhadap mobilitasnya. Kemampuan mobilitas sangat
bergantung pada kemampuan orientasinya.
Para ahli dalam bidang orientasi dan mobilitas mengemukakan bahwa
ada dua cara yag dapat dilakukan oleh anak tunanetra untuk memproses
informasi yakni dengan metode urutan yang menggambarkan titik-titik
yang beraturan atau metode peta yang memberikan gambar antopografis
antara berbagai titik dalam lingkungannya supaya anak tunanetra dapat
bergerak leluasa dalam bersosialisasi, maka ia harus mendapatkan
latihan orientasi dan mobilitas seperti kebugarab fisik, koordinatur
motor, postur, keleluasaan gerak dan latihan mengembangkan fungsi
indera lainnya.12

F. Proses Pendidikan Terhadap Anak Tunanetra


Pada dasarnya pendidikan terhadap anak penyandang tunanetra memiliki
12
Dikutip dari https://dosenpsikologi.com/masalah-psikologis-pada-anak-tunanetra yang
diakses pada Kamis, 02 Maret 2023 Pukul 04.53 WIB

8
sifat yang sama dengan anak-anak yang normal pada umumnya. Namun karena
ada perbedaan dari segi fisik yang kemudian mempengaruhi perkembangan
psikisnya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru.
David D. Smith merujuk penjelasan Lowenfeld mengenai tiga prinsip
petunjuk dalam proses pendidikan anak tunanetra meliputi:
a. Pengalaman konkret, pengalaman nyata bagi anak tunanetra melalui
penglihatan sangat terbatas bahkan tidak ada. Siswa membutuhkan
kesempatan untuk mengindra dunia luar dengan indra orang lain dengan
menggerak-gerakkan benda di sekitarnya sehingga mengetahui bentuk,
ukuran, dan tekstur benda.
b. Kesatuan pengalaman, misalnya saat melihat sekitar kelas. Orang yang
memiliki penglihatan memiliki pengalaman yang utuh tentang kelas
seperti terdapat meja, kursi, papan tulis, dan lain sebagainya. Agar anak
tunanetra memiliki pengalaman yang menyeluruh diajak untuk
mengeksplorasi sekitarnya.
c. Belajar dengan bertindak, pembelajaran anak tunanetra ditekankan
adanya keterlibatan siswa secara aktif untuk praktik.13
Aqila Smart dalam bukunya menjelaskan beberapa prinsip yang harus
diperhatikan saat proses pembelajaran bagi anak tunanetra diantaranya:
a. Prinsip Individual Prinsip individual yakni suatu kondisi dimana guru
harus memperhatikan setiap perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik
tunanetra. Seperti perbedaan umum, mental, fisik, kesehatan dan tingkat
ketunanetraan masing-masing siswa.
b. Prinsip Pengalaman Pengindraan Pengalaman pengindraan siswa
tunanetra sangat penting bagi pemahaman yang akan mereka peroleh.
Siswa membutuhkan pengalaman nyata dari apa yang mereka pelajari.
Dengan demikian strategi pembelajaran guru harus memungkinkan
adanya pengalaman langsung siswa tunanetra terkait materi yang mereka
pelajari.

13
J. David Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran terj. Denis dan
Ny. Erica (Bandung: Nuansa, 2012), 244-245

9
c. Prinsip Totalitas Prinsip totalitas maksudnya pembelajaran yang
diterapkan pada siswa tunanetra hendaknya menggunakan seluruh fungsi
indra yang masih berfungsi dengan baik pada diri mereka. Indra ini
digunakan oleh guru untuk mengenali objek yang dipelajari siswa secara
utuh dan menyeluruh. Misalnya seorang tunanetra ingi mengenali
bentuk burung, pembelajaran yang diterapkan harus dapat memberikan
informasi yang utuh dan baik mengenai bentuk, ukuran, sifat
permukaan, kehangatan, suara dan ciri khas burung tersebut. Sehingga
anak mampu mengenali objek secara sempurna.
d. Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity) Dalam proses pembelajaran guru
dapat menjadi fasilitator dan motivator anak untuk dapat belajar secara
aktif dan mandiri. Dalam prinsip ini proses pembelajaran bukan sekedar
mendengar dan mencatat, akan tetapi juga ikut merasakan dan
mengalaminya secara langsung.14
G. Bentuk Pelayanan Anak Penyandang Tunanetra
Bentuk layanan pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menghargai
semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus. Bentuk layanan ini
prinsipnya adalah mereka hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima
perbedaan, semua bisa berpartisipasi dalam kegiatan belajar sesuai dengan
kemampuannya masing-masing dan diyakini semua anak dalam kelas bisa
mencapai prestasi sesuai kondisinya masing-masing.
Bentuk layanan yang inklusi di sekolah umum menggunakan kurikulum
yang ada di sekolah tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan
terkait dengan kondisi kelas yang beragam. Guru sangat memungkinkan
memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum ketika terdapat anak yang kesulitan
berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Seringkali disebut dengan kurikulum
akomodatif atau juga kurikulum yang fleksibel. Berikut Layanan Bagi Peserta
didik Inklusi :
1. Ruangan Kelas didesain cukup cahaya (terang).

14
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014) hal. 83-88

10
2. Lingkungan sekolah terutama area berjalan dilengkapi dengan besi
pegangan yang dipasang disepanjang dinding untuk membantu
memandu peserta didik dalam berjalan.
3. Menempatkan Peserta didik duduk di bagian paling depan.
4. Mendesain alat peraga dengan warna-warna yang kontras.
5. Tulisan di papan tulis hendaknya di tulis cukup besar dan menggunakan
tulisan yang mudah untuk dibaca peserta didik.
6. Menyesuaikan beberapa aspek pembelajaran dan penilaian dengan
kebutuhan peserta didik.
7. Menyediakan Guru Pendamping Khusus (GPK) bagi yang
membutuhkan pendamping intensif.
Disisi lain penyandang tunanetra sering mendapat perlakuan diskriminasi
dari lingkungan sekitar dan berpengaruh terhadap perkembangan diri anak. Dari
Pengalaman hidup tersebut dapat menyebabkan anak memiliki citra diri sesuai
dengan pengalamannya. Begitu pula dalam menghadapi permasalahan
diskriminasi sosial terhadap tunanetra, anak harus memiliki kendali diri yang baik
agar tidak mudah marah dan meluapkan emosinya di depan orang lain.15
Jenis – Jenis Pelayanan dalam Bimbingan Konseling :
1. Layanan Orientasi
Bimbingan Konseling untuk anak Tuna Netra yaitu suatu perlakuan
pemberian bantuan kepada para individu maupun kelompok dengan
cara melalui pembicaraan , interaksi, nasehat, dan gagasan dengan
arahan yang dapat memperhatikan norma sehingga dia bisa mandiri.
Dalam hal ini dengan adanya muncul pemikiran anak Tuna Netra
mampu untuk mandiri tanpa bantuan orang lain.
2. Layanan Informasi
Indera pendengaran sebagai saluran yang utama penerima informasi
keterbatasan atau ketidakmampuan dalam fungsi penglihatan, sebagai
pengganti layanan informasi ini memungkinkan kepada anak tuna netra

15
Dikutip dari https://jurnalpost.com/layanan-pendidikan-inklusi-anak-tunanetra yang
diakses pada Kamis, 02 Maret 2023 Pukul 05.01 WIB

11
dapat menerima dan dapat memahami berbagai ragam informasi di
sekitarnya
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan ini yang dimaksudkan agar pembagian dapat dikosentrasikan
dengan tepat dan tidak ada kesalahan penempatan penyaluran yang di
dalam kelas, kelompok belajar, program latihan, kegiatan ekstra
kurikuler yang sesuai dengan potensi bakat minat di dalam dirinya dan
harus tau kondisi pribadinya.
4. Layanan Konseling Perorangan
Anak Tuna Netra yang memiliki keterbatasan dalam visualisasi.
Akibatnya akan dalam anak tersebut mempunyai permasalahan
sehingga anak tersebut harus memerlukan dalam sebuah layanan
konseling perorangan. Layanan ini memungkinkan kepada anak Tuna
Netra untuk mendapatkan secara langsung dengan tatap muka di guru
pembimbing dalam pembahasan dalam permasalahan dan solusi dalam
pribadi yang dialaminya.
5. Layanan Pembelajaran
Layanan bimbingan konseling ini bagi Tuna Netra yang dapat
memungkinkan dalam mengembangkan diri berkenaan dengan sikap
dan kebiasaan dia belajar dengan secara baik, materi yang cocok
dengan kecepatan dan kesulitan dalam belajarnya, serta ada berbagai
aspek tujuan dan kegiatan belajar yang lainnya.
6. Layanan Bimbingan Kelompok
Anak Tuna Netra bersama dengan anak lainnya secara bersama melalui
kelompok yang dapat memperoleh berbagai bahan sumber dari guru
pembimbingnya dengan pokok bahasan tertentu yang berguna untuk
menunjang pemahaman dalam hidupnya sehari – hari dan untuk
perkembangan dirinya baik sebagai individu, maupun sebagai dengan
pelajar , dan untuk dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan
atau tindakan tertentu.
7. Layanan Konseling Kelompok

12
Anak Tuna Netra dapat memungkinkan memperoleh layanan
bimbingan dan konseling dengan memperoleh kesempatan pembahasan
dan permasalahan yang dialami dirinya memalui kelompok. Masalah
yang dibahas itu adalah masalah pribadi yang dapat dialami oleh
masing dari anggota kelompok itu sendiri16
H. Peran Bimbingan Dan Konseling Terhadap Anak Penyandang
Tunanetra.
Tujuan Bimbingan dalam konseling untuk anak berkebutuhan khusus
bertujuan agar setelah mereka mendapat pelayanan dari bimbingan konseling anak
tersebut dapat mencapai dalam penyesuaian dan perkembangan secara optimal
dengan sesuai bakat dan sisa kemampuannya lalu nilai yang dimiliki dalam
dirinya. Dalam pengetahuan secara umum tujuan ini mengarah dengan adanya
variasi dalam perbedaan antar individu anak. Hal ini dapat mengingat setiap siswa
yang memiliki keunikan tertentu.
Anak Tuna Netra cenderung memiliki masalah dalam pendidikan , sosial,
emosi, kesehatan, dalam permasalahan ini kita perlu antisipasi dengan cara
konselor memberikan pelayanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan dengan
memberikan kesempatan bagi anak tersebut, sehingga permasalahan yang
mungkin akan timbul nantinya dapat di atasi sendiri dengan sedini mungkin.17

16
Dikutip dari
https://www.kompasiana.com/feren41190/5fc89e2be32c47515a2571d2/strategi-pelayanan-bk-
kepada-anak-berkebutuhan-khusus-tuna-netra yang diakses pada Kamis, 02 Maret 2023 Pukul
0515 WIB
17
Dikutip dari
https://www.kompasiana.com/feren41190/5fc89e2be32c47515a2571d2/strategi-pelayanan-bk-
kepada-anak-berkebutuhan-khusus-tuna-netra yang diakses pada Kamis, 02 Maret 2023 Pukul
05.15 WIB

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah yang telah diuraikan, dapat diambil


kesimpulan bahwa:

Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra yang
berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau
hambatan pada organ mata. Seseorang dikatakan tunanetra apabila menggunakan
kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar atau
kegiatan yang lainnya dan ada juga mengatakan tunanetra adalah kondisi dari
indera penglihatan yang tidak sempurna yang tidak dapat berfungsi sebagai orang
awas (normal). Tunanetra tidak saja mengarah pada mereka yang buta, tetapi
mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi sangat terbatas dan kurang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar.

Mengingat pentingnya bimbingan belajar untuk anak berkebutuhan khusus


termasuk anak penyandang tunanetra maka guru harus mengggunakan prinsip-
prinsip bimbingan diantaranya prinsip keseluruhan anak, kenyataan, dinamis,
kesempatan yang sama dan kerjasama.Selama anak berkebutuhan khusus berada
dalam pendidikan hendaknya sudah mulai diarahkan, bimbingan untuk mnguasai
berbagai keterampilan yang sesuai dengan kondisi kecacatannya, kemampuan
mentalnya, bakat dan minatnya. Keterampilan ini akan menjadi bekal hidupnya
kelak dalam masyarakat sehingga tidak seluruh hidupnya tergantung pada orang
lain dan dapat hidup secara wajar seperti anggota masyarakat lainnya

B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penyaji mengharapkan
krittik dan saran agar dapat menjadi pelajaran dan evaluasi sehingga manjadi
lebih baik dalam penyajian makalah di masa mendatang.

14
DAFTAR PUSTAKA
A Said Hasan Basri dan Khairun Nisa Br Sagala, Model Bimbingan Konseling
Islam Bagi Siswa Tunanetra, Jurnal Al Isyraq UIN SUNAN KALIJAGA :
Yogyakarta, Vol. 2, No 1, Juni 2019.
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014
J. David Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran terj. Denis
dan Ny. Erica (Bandung: Nuansa, 2012)
Kosasih,E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama
Widya, 2012)
Sulthon, Pola Keberagamaan Kaum Tuna Netra Dan Dampak Psikologis
Terhadap Penerimaan Diri IAIN Kudus: Kudus, Jurnal Quality Vol. 4, No.
2, 2016
https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4370787/4-klasifikasi-tunanetra-
berdasarkan-jenis-kelainan-hingga-waktu-terjadinya
https://dosenpsikologi.com/masalah-psikologis-pada-anak-tunanetra
https://jurnalpost.com/layanan-pendidikan-inklusi-anak-tunanetra
https://www.kompasiana.com/feren41190/5fc89e2be32c47515a2571d2/strategi-
pelayanan-bk-kepada-anak-berkebutuhan-khusus-tuna-netra

15

Anda mungkin juga menyukai