A. Pengertian Tunanetra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘tunanetra’ memiliki arti tidak
dapat melihat dan menurut literatur berbahasa Inggris dikenal dengan nama visual
handicapped atau visual impairment. Pada umumnya orang mengira bahwa
tunanetra identic dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.
D. Penyebab Ketunaan
1. Prenatal (Sebelum Kelahiran)
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa prenatal sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak
dalam kandungan. Pada fase prenatal, terdapat dua penyebab, antara lain:
a. Keturunan
Ketunanetraan yang dihasilkan dari faktor keturunan terjadi karena
hasil perkawinan bersaudara, sesame tunanetra, atau mempunyai
kerabat dekat/ orang tua yang merupakan tunanetra.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan pada masa kehamilan dapat terjadi karena hal-hal
berikut:
1) gangguan saat ibu hamil;
2) penyakit menahun seperti tbc yang mempengaruhi pertumbuhan
janin;
3) infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella
atau cacar air;
4) infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma, dan tumor;
5) kurangnya vitamin tertentu.
2. Postnatal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa postnatal dapat terjadi
sejak atau setelah bayi lahir dengan penyebab sebagai berikut.
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata karena benturan alat-alat atau
benda keras.
b. Pada saat persalinan ibu mengalami penyakit seperti gonorhoe yang
tertular kepada bayi dan berakibat hilangnya daya penglihatan bayi.
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, seperti:
1) Xeropthalmia, yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A;
2) Trachoma, yaitu penyakit mata karena bakteri Chlamydia
trachomatis;
3) Katarak, yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga
lensa mata menjadi keruh dan luar mata menjadi tampak putih;
4) Glaucoma, yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam
bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat;
5) dan lain-lain.
aA bb cc dd ee ff gg hh II jj
kK ll mm nn oo pp qq rr ss tt
uU vv ww xx yy zz
aA bb - cc dd ee ff gg hh II jj
kK ll - mm nn oo pp qq rr ss tt
uU vv ww xx yy zz
3. Angka Arab
L
Bilangan Braille dalam angka arab ditulis dengan menggunakan sepuluh abjad
Braille pertama (a-j) yang didahului tanda angka (3-4-5-6)
Contoh:
1 2 3 4 5
L1 L2 L3 L4 L5
6 7 8 9 10
L6 L7 L8 L9 L10
Bilangan yang terdiri dari dua angka atau lebih ditulis dengan satu tanda angka
saja yang diletakkan di depan angka pertama, termasuk dua bilangan atau
lebih yang dirangkaikan dengan tanda hubung.
Contoh:
10 123 1987
L10 L123 L1987
15-3-1974
L15-3-1974
4. Tanda Baca
Hambatan Pendengaran
,, ANAK DENGAN HAMBATAN PENDENGARAN ’’
Tunarungu
A. Pengertian Tunarungu
Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat
mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut dimungkinkan kurang dengar
atau tidak mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda
dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa
anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa bahasa yang digunakan
oleh anak tunarungu adalah bahasa isyarat yang menitikberatkan padu indra
penglihatan dan gerak tubuh untuk menegaskan kata atau kalimat yang ingin
mereka sampaikan. Pengenalan konsep bahasa yang tepat bagi anak tunarungu
juga harus dimulai sejak usia dini dan bergantung pada peran aktif orang tua
bagaimana membimbing anak yang memiliki tunarungu.
Ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran
yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal
ini dapat dikelompokkan menjadi dua gołongan, yaitu kurang dengar dan tuli,
yang menyebabkan terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa
sebagai alat komunikasi. Seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan pendengaran baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh
tidak fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga anak
tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks
terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang penting.
Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan
terhambatnya perkembangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut,
sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Pakar bidang medis, memiliki pandangan yang sama bahwa unak
tunarungu dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, hard of hearing
adalah sescorang yang masih memiliki sisa pendengaran sedemikian rupa
sehingga masih cukup untuk digunakan sebagai alat penangkap proses
mendengar sebagai bekal primer penguasaan kemahiran bahasa dan
komunikasi yang baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar.
Kedua, The Deaf adalah seseorang yang tidak memiliki indra dengar
sedemikian rendah sehingga tidak mampu berfungsi scbagai alat penguasaan
bahasa dan komunikasi, baik dengan ataupun tanpa menggunakan alat bantu
dengar. Soematri, 1995 menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya. Ketunarunguan
tidak saja terbatas pada kehilangan pendengaran sangat berat, melainkan
seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat ringan, sedang berat,
sangat berat.
B. Klasifikasi Anak Tunarungu
Kemampuan mendengar dari individu yung satu berbeda dengan individu
lainnya. Apabila kemampuan mendengar dari seseorang ternyata sama dengan
kebanyakan orang, berarti pendengaran anak tersebut dapat dikatakan
normal. Bagi tunarungu yang mengalami hambatan pendengaran itu pun masih
dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan anak yang mendengar.
Klasifikasi anak tunarungu yang dikemukakan oleh Samuel A. Kirk.
A 0 dB Menunjukan pendengaran normal
B 0-26 dB Menunjukan masih mempunyai pendengaran normal
C 27-40 dB Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan).
D 41-55 dB Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi
kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
(tergolong tunarungu sedang).
E 56-76 dB Hanya bisa mendengar suara yang dekat, masih mempunyai sisa
pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan
menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara khusus
(tergolong tunarungu agak berat).
F 71-90 dB Hanya bisa mendengar bunyi yang sangkat dekat, kadang-
kadang dianggap tuli membutuhkan pendidikan luar biasa yang
intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara
secara khusus (tergolong tunarungu berat).
G 91 dB ke atas Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara atau getaran,
banyak tergantung pada penglihatan dari pada pendengaran
untuk proses informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli
(tunarungu berat sekali)
C. Karakteristik Anak Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu sangat kompleks dan berbeda-beda satu
sama lain. Secara kasat mata keadaan anak tunarungu sana seperti anak
normal pada umumnya. Apabila dilihat ada beberapa karakteristik yang
berbeda. Karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara adalah
sebagai berikut
1. Miskin kosakata.
2. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang mengandung
arti kiasan dan kata-kata abstrak.
3. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
4. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat-kalimat yang
Panjang serta bentuk kiasan.
D. Penyebab Ketunaan
1. Keturunan;
2. Campak jerman dari pihak ibu:
3. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran;
4. Radang selaput otak (meningitis);
5. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah);
6. Penyakit anak-anak, radang, dan luka-luka.
a. Disebabkan oleh faktor keturunun dari salah satu atau kedua orang
tuanya yang mengalami ketunarunguan.
b. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Rubela
(Rubela).
c. Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau
Toxaminia.
A. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah suatu kondisi anak yang
kecerdasannya jauh di bawah rata- rata dan ditandai oleh keterbatasan
inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak berkebutuhan
khusus ini juga sering dikenal dengan istilah terbelakang mental karena
keterbatasan kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus
tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Istilah anak dengan hambatan kecerdasan dalam beberapa referensi
disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, mental subnormal,
tunagrahita. Beberapa istilah sudah tidak dipakai, saat ini penggunaan istilah
anak dengan hambatan kecerdasan adalah tunagrahita atau retardasi mental.
Semua makna dari sitilah tersebut sama, yakni menunjuk pada seseorang yang
memiliki kecerdasan mental di bawah normal. Seseorang dikatakan
tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya
(di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan
bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program
pendidikannya.
Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan berpengaruh
terhadap kemampuannya untuk menjalankan fungsi-fungsi sosialnya.
Hendesche memberikan batasan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang
tidak cukup daya pikimya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri di
tempat sederhana dalam masyarakat. Edgar Doll berpendapat seseorang
dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di
bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda,
dan (4) kematangannya terhambat Kirk tahun 1970. Istilah lain dari
tunagrahita sebagai berikut:
1. Lemah Pikiran (feeble-minded) 9. Ketergantungan penuh (totally
dependent) butuh rawat
2. Terbelakang mental (mentally 10. Mental Subnormal
retarded)
3. Bodoh atau dungu (idiot) 11. Defisit mental
4. Pandir (imbecile) 12. Defisit kognitif
5. Tolol (moron) 13. Cacat mental
6. Oligofrenia (oligophrenia) 14. Defisiensi mental
7. Mampu didik (educable) 15. Gangguan Intelektual
8. Mampu latih (trainable)
D. Penyebab Ketunaan
Secara kronologis, penyebab ketunagrahitaan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, seperti penyebab pada prakelahiran atau faktor-faktor yang terjadi
sebelum anak lahir (prenatal); penyebab pada saat kelahiran atau faktor-faktor
yang terjadi saat dilahirkan (natal); dan penyebab selama masa perkembangan
anak-anak dan remaja atau faktor-faktor yang terjadi sesudah dilahirkan
(postnatal). Berikut beberapa penyebab ketunagrahitaan.
1. Prenatal
a. Kelainan Genetik dan Kromosom
b. Maternal malnutrition atau malnutrisi pada ibu hamil yang tidak
menjaga pola makan yang sehat
c. Infeksi penyakit seperti rubela (campak jerman), sifilis, herpes
simpleks
d. Intoksikasi (keracunan). Racun dari alkohol dan obat-obatan ilegal yang
digunakan saat hamil
e. Trauma dan zat radioaktif
f. Pengaruh lingkungan
2. Natal
a. Kelahiran prematur
b. Masalah pada proses kelahiran seperti kekurangan oksigen
c. Kelahiran yang dibantu dengan alat-alat kedokteran berisiko terhadap
anak yang akan menimbulkan trauma pada kepala
3. Postnatal
a. Penyakit radang selaput otak meningitis dan radang otak enchephalitis
yang tidak tertangani dengan baik sehinga mengakibatkan kerusakan
otak pada anak
b. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi atau nutrisi
A. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan
fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya secara normal, sebagi akibat bawaan, luka penyakit,
atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan
pembelajarannya perlu layanan secara khusus.
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik,
dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang berarti rugi
atau kurang dari dauga diartikan ksa yang berarti tubuh.” Tunadaksa adalah anak
yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan
cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya,
bukan cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa
inggris orthopedically handicapped. Orthopedic mempunyai arti yang
berhubungan dengan otot, tulang, dan persedian. Dengan demikian, cacat ortopedi
kelainannya terletak pada aspek otot, tulang, dan persendian atau dapat juga
merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem
otot, tulang, dann persendian.
Tunadaksa merupakan suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat
juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir (White House Conference, 1931).
Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat
kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dari otot
sehingga mengurangi kapasistas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan
untuk berdiri sendiri.
Istilah tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh/tunafisik, yaitu
berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh
untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anda akan segera mengenal
apabila melihat atau bertemu dengan anak tunadaksa. Anak tunadaksa dapat
didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem
otot, tulang dan persendiaan yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi,
komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.
Salah satu definisi mengenai anak tunadaksa menyatakan bahwa anak tunadaksa
adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlhhat pada kelainan bentuk tulang,
otot, sendi, maupun saraf-sarafnya. Istilah tunadaksa maksudnya sama dengan
istilah yang berkembang, seperti cacat tubuh, tunatubuh, tunaraga, cacat
anggota badan, cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped
(Depdikbud, 1996). Selanjutnya, Samuel A Kirk (1986) yang dialih bahasakan oleh
Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah (1991) mengemukakan bahwa seseorang
dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan menganggu
kemampuan anak untuk berperan aktif dalamm kegiatan sehati-hari, sekolah,
atau rumah. Sebagai contoh, anak yang mempunyai lengan palsu, tetapi ia dapat
mengikuti kegiatan sekolah, seperti Pendidikan Jasmani atau ada anak yang
minum obat untuk mengendalikan gangguan kesehatannya, maka anak-anak jenis
itu tidak termasuk penyandang gangguan fisik. Namun, jika kondisi fisik tidak
mampu memegang pena, atau anak sakit-sakitan (mengidap penyakit kronis)
sering kambuh sehingga ia tidak dapat bersekolah secara rutin, maa anak itu
termasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau ternganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat
juga disebakan oleh pembawaan sejak lahir. Ketidakmampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna. Jadi, anak tunadaksa adalah manusia yang
masih kecil dimana anak tersebut mengalami gangguan pada anggota tubuhnya
baik itu disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan sejak lahir.
D. Penyebab Ketunaan
Ada beberapa hal yang dapat dikaitkan menjadi penyebab anak mengalami
hambatan motorik/ tunadaksa, diantaranya adalah:
1. Sebelum Kelahiran (Prenatal)
Pada fase ini anak mengalami tunadaksa sejak dalam kandungan dan
karena beberapa hal berikut:
a) Adanya infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu
mengandung. Misalnya infeksi sypillis, rubella, dan typhus
b) Kelainan kandungan
c) Bayi yang dikandung terkena radiasi
d) RH bayi tidak sama dengan ibunya
e) Ibu mengalami trauma (kecelakaan) yang berdampak pada bayi yang
dikandung
2. Pada saat kelahiran (Natal)
Hal-hal yang dapat menjadi ketunaan pada bayi diantaranya:
a) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggul ibu yang
kecil yang mengakibatkan bayi kekurangan oksigen dan mengganggu
sistem metabolisme
b) Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan
c) Bayi yang lahir sebelum waktunya (premature)
3. Postnatal
a) Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi
b) Infeksi penyakit yang menyerang otak
c) Penyakit typhoid atau diphtheri yang memungkinkan dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen
d) Keracunan carbon monoxide
e) Tercekik
f) Tumor otak
2. Poliomyelitis
Berkaitan dengan kondisi dominan pada anak polio yaitu paralysis, maka
kebutuhan khusus yang harus dipenuhi berupa latihan fisik. Selain latihan fisik
dibutuhkan alat-alat bantu untuk melakukan mobilisasi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
meliputi :
3. Spina Bifida
Memperhatikan berbagai kesulitan yang dialami oleh anak spina bifida
dibutuhkan latihan-latihan khusus untuk mengatasi berbagai hambatannya.
Latihan dimaksudkan untuk mengatasi paralisi, ketidakampuan mengontrol
buang air besar dan kecil, kebal terhadap temperatur dan sakit ektrimitas
bawah.
Jenis latihan meliputi latihan fisik (fisioterapi) dan sensorimotor, selain
latihan dibutuhkan juga alat-alat khusus agar dapat mempermudah segala
aktivitas sehari-hari. Alat-alat pendukung untuk mempermudah mobilitas dapt
berupa kursi roda, leg braces, crutch, atau kombinasi dari alat tersebut. Obat-
obat khusus seperti supositoria juga dibuthkan, sebagai obat pencahar perut.
Latihan untuk keteraturan buang air besar dan kecil hanya dapat
dilakukan dengan melatih memasukkan obat pencahar ke dalam anus. Latihan
tersebut bermaksud agar anak dapat buang air besar dan kecil pada waktu
serta tempat tertentu pula. Latihan latihan yang akan dilaksanakan, dilakukann
oleh seorang ahli, dalam hal ini fisioterapis.
4. Epilepsi
Pada dasarnya kebutuhan khusus anak epilepsi adalah mengupayakan
jangan sampai sering terjadi kejang-kejang, yang akan menurunkan tingkat
kecerdasannya. Untuk itu perlu pemberian obat-obat khusus, selain mencegah
kejangnya itu sendiri, juga menurunkan panas tubuh. Demam tinggi pada anak
dapat diatasi dengan memberi obat demam. Jangan melakukan pengkopresan
dengan lap yang dingin , karena dapat menyebabkan panas di dalam tubuh dan
di luar tubuh berbeda. Kompres dengan lap hangat.
Jika dinyatakan epilepsi, segera minum obat resep dari dokter secra
teratur. Sediakan obat anti kejang dirumah, jika kejang membuat anak tidak
mungkin meminum obat sediakan obat yang diberikan melalui dubur. Sediakan
selalu obat penurun panas dirumah.
Untuk mencegah faktor lain yang dapat memperparah kondisi anak
sewaktu anak kejang, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Hindarkan anak dari benda-benda berbahaya yang berpotensi melukai
dirinya.
b. Kendorkan pakaian anak di bagian leher dan pinggang.
c. Taruh bantal atau sesuatu yang lebut di bawah kepala
Hal lain yang harus selalu diingat adalah selalu menuliskan nomor-monor
darutas seperti rumah sakit atau dokter, ditempat yang terjangkau.
Tunalaras
A. Pengertian Tunalaras
Dapat disimpulkan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan
emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu
situasi belajarnya. Situasi tersebut dapat mengubah perilaku bermasalahnya semakin
berat dan dapat merugikan anak tersebut jika pelayanannya disamaratakan dengan
anak normal pada umumnya.
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
Anak yang dikategorikan memiliki kelainan emosi adalah anak yang kesulitan
menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial. Hal ini karena adanya tekanan
dari dalam (inner tension) oleh adanya hal-hal yang bersifat neuritis dan psikotis.
Indikasi anak berkelainan emosi dapat dipantau dari tekanan jiwa yang ditunjukan
dalam bentuk kecemasan yang mendalam. Perilaku anak penyandang kelainan emosi
dalam konteks yang lebih besar mengalami penyimpangan penyesuaian perilaku
sosial.
1. Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari.
Misalnya, ketakutan yang kurang jelas objeknya.
2. Takut, yaitu suatu reaksi kurang senang terhadap macam benda, makhluk,
keadaan, atau waktu tertentu. Seperti ketakutan terhadap hantu, monyet, dsb.
3. Gugup atau nervous, yaitu rasa cemas yang berwujud dalam perbuatan-
perbuatan aneh. Seperti menyedot atau menggigit jari, mengepalkan jari,
mengernyitkan muka, dll.
4. Sikap iri hati, yakni selalu merasa kurang senang apabila orang lain
memperoleh keuntungan atau kebahagiaan.
5. Perusak, yaitu memperlakukan benda-benda di sekitarnya menjadi hancur dan
tidak berfungsi.
6. Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan.
Mereka kurang berani menghadapi kenyataan.
Pada anak dengan kelainan emosi, ekspresi wujudnya terbentuk sebagain berikut.
1. Kecemasan mendalam, tapi kabur dan tidak menentu arah kecemasan yang
dituju. Kondisi ini digunakan sebagai alat untuk mempertahankan diri melalui
represi.
2. Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan berbagai keluhan
sakit pada beberapa bagian badannya (astenico neurotic).
3. Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya perlakuan
yang kasar (hysterica konversia). Kondisi ini terjadi akibat perlakuan kasar
yang diterima sehingga ia juga akan berlaku kasar terhadap orang lain sebagai
balas dendam untuk kepuasan dirinya.
D. Penyebab Ketunaan
Penyebab ketunaan anak tunalaras diantaranya adalah:
1. Faktor Keluarga
Tak jarang keluarga menjadi pemicu dari timbulnya perilaku-perilaku
yang tak diinginkan. Hal ini erat hubungannya dengan interaksi yang
terjadi di dalam keluarga, seperti faktor kurangnya figure tertentu,
perhatian, kasih saying, dsb.
2. Faktor Sekolah
Faktor ini erat kaitannya dengan bagaimana sekolah memenuhi
kebutuhan dan aksesibiltas belajar siswa agar dapat berkembang secara
positif. Seperti manajemen kelas dan lain - lain.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang dapat dimanfaatkan dengan baik atau
kurang digunakan dapat menjadi pemicu timbulnya perilaku yang tidak
dinginkan. Baik berupa media, nilai - nilai dalam masyarakat, teman
sebaya, etnik, sosial kelas baik secara ekonomi atau pendidikan.
1. Modifikasi Perilaku
Menurut Wolpe (dalam Sunardi, 2010) Modifikasi perilaku adalah Penerapan
prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk
mengubah perilaku yang tidak adaptif dengan melemahkan atau
menghilangkannya dan perilaku adaptif ditimbulkan atau dikukuhkan.
2. Pengendalian diri
Menurut Berk (dalam Gunarsa, 2004 hlm. 251) pengendalian diri adalah
kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang
bertentangan dengan norma sosial.
3. Konseling
Menurut Sugiharto (dalam Sudrajat 2008) konseling behavioral dapat
dipakai untuk melatih anak yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
melalui latihan Asertif, melakukan teknik Desensitisasi ketegangan.
DAFTAR PUSTAKA
Chori, A. Salim. (1995). Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Bandung: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Garnida, D. (2018). Pengantar Pendidikan Inklusif (Edisi Kedua). Bandung: Refika Aditama.
Indriyati, A. (2017). Jurnal Penelitian Pendidikan: Peningkatan Pengendalian Diri pada Anak
Tunalaras dengan menggunakan Pendekatan Teknik Konseling Behavioral di SMKN 3
Bandung. Bandung.
Laesi, A. (2013). Studi Perbandingan antara Komunikasi Total dengan Ejaan Jari dalam
Meningkatkan Kemampuan Membaca Teknis bagi Siswa Tunarungu Kelas III/B di SLB
Kartini Batam. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 1(02), 1-13. Doi:
https://doi.org/10.24036/jupe11230.64
Somantri, Sutjihati. (2018). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sunardi. (2010). Modifikasi Perilaku. Bandung: PLB UPI. [Daring] Diakses dari:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-
SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/MODIFIKASI_PERILAKU.pdf
Retno, D. (2016). Strategi Pengembangan Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita Melalui Model
Pembelajaran Langsung. JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 12(1), 51-66.
Doi: https://doi.org/10.21831/jpk.v12i1.12840