DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr. Drs. CAHYO YUWONO, M.Pd.
2. DWI TIGA PUTRI, S. Pd., M.Pd.
DISUSUN OLEH:
1.M. HANNAN DZAKIRIN (6103422064)
2. ALDIHAWA DISLIVEA (6103422066)
3.AHMAD KHOIRUL UMAM (6103422079)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi taufik, hidayah, serta
inayah-Nya sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk
juga dengan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang
berjudulTuna Netra yang terdapat pada matakuliah Pendidikan jasmani Anak Berkebutuhan
KhususPendidikan Jasmani olahraga Universitas Negeri Semarang.
Dalam makalah ini, penulis membahas tentang Pendidikan anak berkebutuhan khusus yang
dimana membahas tentang Tuna Netra, apa aja yang dibahas mualai dari ap aitu tunanetra penyebab
terjadinya serta masih banyak pembahasan lainya yang disajikan dalam bentuk makalah. Makalah
ini disusun agar para pembaca bisa menambah wawasan serta memperluas tentang ABK Tuna
Netra.
Dan tidak lupa permohonan maaf dari penulis apabila terdapat kekurangan dan kesalahan
dalam bentuk apapun yang terdapat dalam makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang tua pastinya menginginkan anaknya terlahir secara normal, baik
normal secara fisik maupun normal secara psikis. Namun keinginan tersebut hanyalah
sekedar keinginan saja, karena pada kenyataannya tak jarang anak terlahir dalam kondisi tak
normal baik secara fisik maupun secara psikis. Tapi bagaimana pun, mereka adalah seorang
anak yang juga tidak ingin dilahirkan sebagai anak cacat. Kita sebagai orang tua, mau tidak
mau harus menerimanya dengan ikhlas meskipun sangat sulit untuk mengikhlaskannya. Kita
harus memahami apa yang mereka butuhkan karena tidak semua kegiatan dapat mereka
lakukan, dan kita yang mempunya fisik yang normal hendaknyalah membantu dan
membimbing mereka. Kita juga harus mendidik mereka agar mereka tumbuh tidak sebagai
anak yang cacat, melainkan seperti kebanyakan anak lainnya yang tumbuh berbeda,
meskipun pada kenyataanya berlainan. Seperti hal nya yang diatur dalam UUD 1945 pasal
31 ayat 1 bahwa : “Tiap-tiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran“,
jelas disitu tertuang bahwa tidak ada kata diskriminasi dalam proses pembelajaran, baik
mereka anak normal maupun anak berkebutuhan khusus.
Anak tunanetra merupakan anak yang mengalami keterbatasan penglihatan. Akibat
keterbatasan itu, anak mengalami ketidakmampuan penglihatan sehingga tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi secara visual setelah dikoreksi dan membutuhkan
layanan pendidikan khusus. (Hallahan & Kauffman, 2009: 380; Gargiulo, 2006: 482).
Pelayanan khusus ini diperlukan bagi mereka yang menyandang tunanetra, tanpa adanya
perbedaan satu sama lain. Anak tunanetra membutuhkan komunikasi khusus untuk dapat
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya (Roos et al., n.d.) . Anak dengan tunanetra juga
bukan menjadi keinginannya, banyak faktor yang dapat menyebabkan ketunanetraan
tersebut. Mereka pastinya ada rasa berbeda dengan teman lainnya mereka pasti akan
berpikir apakah mereka bisa diterima di lingkungan dengan keterbatasannya? Maka dari itu
Pemerintah sudah selayaknya memberi perhatian penuh bagi pendidikan anak berkebutuhan
khusus contohnya tunanetra. Anak berkebutuhan khusus merupakan sumber daya bangsa
Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan akan dapat berperan, bukan hanya sebagai
obyek pembangunan namun sebagai subyek Pembangunan (Kemenkes, 2010). Agar mereka
tidak merasa terasingkan dan terdiskriminasi dalam pendidikan formal khususnya. Anak
tuna netra memeiliki suatu ciri khas tertentu yaitu mereka tidak bisa bermain sesuka
mereka. Dibutuhkannya pendampingan khusus bagi mereka yang menyandang tunanetra.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan tunanetra ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya ketunanetraan ?
3. Bagaimanakah karakteristik anak dengan ketunanetraan ?
4. Bagaimana pembelajaran olahraga yang tepat untuk anak tunanetra
5. Bagaiamanakah dengan setrategi dan modifikasi pembelajaran ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan tunanetra
2. Menjelaskan penyebab terjadinya tunanetra
3. Menyebutkan karakteristik anak tunanetra
4. Menjelaskan pembelajaran yang tepat untuk anak tunanetra
5. Menjelaskan setrategi dan modifikasi pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tunanetra
Dari segi bahasa kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut
(VII. BAB II, n.d.)
tuna berarti rugi atau rusak. Sedangkan kata netra memiliki arti penglihatan. Dengan
demikian tunanetra kerusakan penglihatan. Dalam literatur bahasa inggris istilah tunanetra
juga disebut dengan “Visual Impairment (Kerusakan Penglihatan)” atau “Sight Loss
(Kehilangan Penglihatan)”. Dari kutipan Dr. Asep Supena, M.Psi mengatakan bahwa
tunanetra (Visual Imprairment) adalah “mereka yang mengalami gangguan hambatan
penglihatan secara signifikan (berarti). Sehingga membutuhkan layanan pendidikan atau
pembelajaran yang khusus”. Contohnya penggunaan sistem baca tulis braille, alat pembesar
bahan bacaan dan bentuk modifikasi lainnya.
Ukuran ketajaman penglihatan dalam ilmu medis diperoleh melalui tes dengan
menggunakan kartu snellen. Kartu snellen ada 3 macam : yaitu kartu bentuk E, bentuk
Abjad, bentuk gambar-gambar. Bentuk gambar-gambar dianggap kurang efektif karena
tidak semua gambar dikenal oleh anak-anak. Anak-anak dengan hambatan penglihatan
adalah anak-anak yang kurang beruntung dalam memfungsikan indra penglihatannya,
namun bukan berarti mereka tidak memiliki hak dan kurang beruntung dalam belajar,
bermain dan berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya. Mereka mempunyai hak dan
kesempatan serta kesetaraan hak yang sama dengan anak yang lainnya, hanya saja mereka
memerlukan pelayan yang khusus untuk aktivitas dalam keseharian mereka.
Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Tingkat ketajaman penglihatan yang dihasilkan dari tes Snellen, dapat dikelompokan
menjadi berbagai tingkatan. Dari sudut pandang medis seseorang dapat dikatakan megalami
tunanetra jika memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang
pandangan kurang dari dua puluh derajat (E. Kokasih., 2012). Hasil tes Snellen 20/20 feet
atau 6/6 meter menunjukan bahwa penglihatannya normal. Gangguan penglihatan yang
ringan atau yang mempunyai ketajaman antara 6/6 meter - 6/16 m atau 20/20 feet -20/50
feet, tidak dikelompokkan pada tunanetra atau bahkan masih dapat dikatakan normal
sedangkan yang mengalami gangguan penglihatan yang cukup berat atau kurang dari 6/20m
atau 20/70 feet, sudah dikategorikan tunanetra. Dengan demikian, klasifikasi tunanetra
berdasarkan ketajaman penglihatan dapat dikemukakan sebagai berikut:
Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20 m - 6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet.
Tingkat ketajaman penglihatan seperti ini pada umumnya dikatakan tunanetra (low
vision). Pada taraf ini, para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.
Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feet atau
kurang.Tingkat ketajaman seperti ini sudah dikatakan tunanetra berat atau secara umum
dapat dikatakan buta (bind). Kelompok ini masih dapat terbagi menjadi dua yaitu
kelompok tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan. Dan Kelompok tunanetra
yang hanya dapat membedakan terang dan gelap.
Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu
lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun.
Kelompok ini sering disebut buta total (totally blind).
a) Berdasarkan saat terjadinya ketunanetraan
Tunanetra sebelum dan sejak lahir. Kelompok ini terdiri dari orang yang mengalami
ketunanetraan pada saat dalam kandungan atau sebelum usia satu tahun.
Tunanetra batita. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada saat ia berusia
dibawah tiga tahun.
Tunanetra balita. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada saat ia berusia antara
3-5 tahun.
Tunanetra pada usia sekolah. Kelompok ini meliputi anak yang mengalami
ketunanetraan pada usia anak 6 -12 tahun.
Tunanetra remaja. Adalah orang yang mengalami ketunanetraan pada saat usia remaja
atau antara usia 13-19 tahun.
Tunanetra dewasa. Yaitu orang yang mengalami ketunanetraan pada usia dewasa atau
usia 19 tahun keatas.
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti "berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu. Pendidikan sangat mempengaruhi kedidupan manusia dalam
seluruh aspek kehidupannya (77-158-1-SM, n.d.).Pembelajaran olahraga meliputi metodik aktivitas
ritmik. Aktivitas ritmik mempunyai tugas menyalurkan hasrat bergerak menjadi gerakan yang tak
terhambat, dan membuat gerakan sebebas dan serileks mungkin, sehingga terciptalah gerakan yang
sewajarnya. Menurut J. David Smith, dalam Sekolah Inklusi anak tunanetra belajar dengan bertindak,
pembelajaran anak tunanetra ditekankan adanya keterlibatan siswa secara aktif untuk praktik.
Aktivitas ritmik merupakan salah satu metode praktik yang dapat digunakan untuk menyiapkan
badan/fisik agar dapat menguasai latihan-latihan yang diperlukan dalam seni gerak, menuju ke balet
atau tari-tarian (Woeryati S, 1991). Sedangkan metodik mengajar aktivitas ritmik mengikuti alur: A.
Latihan pemanasan, bertujuan: 1. memenuhi hasrat bergerak anak 2. Membawa/menyiapkan suhu
badan anak yang optimal 3. Memperluas gerak sendi 4. Menghindari cidera B1. Latihan tubuh, pada
bagian ini mengandung unsur-unsur normalisasi, bertujuan menghilangkan ketegangan-ketegangan
otot, meliputi 4 unsur, yaitu: 1. Latihan pelemasan, untuk melemaskan sendi-sendi, memperbesar
elastisitas pembungkusan (capsul) dan tali sendi. 2. Latihan penguluran, untuk memperpanjang otot-
otot dan tali sendi, sehingga menambah kemungkinan suatu gerakan (fleksibilitas). 3. Latihan
penguatan, untuk menguatkan otot-otot setempat terutama yang lemah, misalnya otot perut, pinggang,
dengan melakukan gerak lambat-lambat, menambah beban, atau memperpanjang tangan beban. 4.
Latihan pelepasan, terutama menghilangkan ketegangan dan memperbaiki koordinasi otot, serta
mempertinggi perasaan otot, artinya dalam suatu gerakan harus dapat dirasakan otot mana yang hrs
bekerja dan otot mana yang hrs relaksasi. B.2. Latihan keseimbangan, adalah bertujuan untuk
mempertinggi perasaan keseimbangan dan menambahkan perasaan kinestetis. Setiap latihan, dimana
pemeliharaan keseimbangan lebih sukar daripada sikap berdiri tegak, disebut latihan keseimbangan.
B.3. Latihan kekuatan dan ketangkasan, maksud latihan ini adalah agar gerakan- gerakan dapat
dilaksanakan dengan wajar dan ekonomis serta untuk mempercepat reaksi, mempertinggi koordinasi
otot. Sangat berguna untuk latihan pembentukan gerak dalam mencapai prestasi. Latihan
pembentukan gerak secara fungsional dapat dibagi menjadi: 7 1. Gerak kekuatan, terutama untuk
menguatkan dalam arti kemampuan seseorang utnuk melawan beban. 2. Gerak kecepatan, terutama
berhubungan dengan ketangkasan, misalnya kecepatan bereaksi, kecepatan bergerak, kecepatan
mengubah arah. 3. Gerak mendadak (ekspolsif), misalnya gerak meloncat, menumpu, memukul. 4.
Gerak tahan lama (endurance) terutama gerakan yang dilakukan dalam waktu lama. B.4. Latihan jalan
dan lari, latihan ini terutama untuk membentuk gerak dan mencapai prestasi. Pembentukan gerak
terutama gerak tahan lama, dengan banyak latihan lari dan jalan, dituntut ketangkasan yang lebih
banyak. Bentuk latihannya jalan, lari, atau kombinasi keduanya, dengan unsur endurance. B.5. Latihan
lompat/loncat, bertujuan untuk membentuk gerak dan meningkatkan prestasi, daya tahan jantung paru.
Bentuk latihannya adalah lompat, loncat, atau kombinasi keduanya. C. Latihan penenangan, tujuannya
terutama membawa suhu tubuh anak kembali ke suhu normal, membawa anak kesuasana tenang,
merilekskan kembali otot-otot. Bentuk latihan hendaknya yang menekankan perhatian dan
ketenangan, tidak begitu banyak menggunakan tenaga
Dengan pola langkah satu, peserta didik dapat menikmati pembelajaran irama atau aktivitas
ritmik melalui:
Bergerak bebas di dalam ruangan dengan iringan lagu yang dinyanyikan bersama.
Nyanyikanlah sebuah lagu, misalnya Sorak-Sorak Bergembira. Minta anak untuk
menyanyikan bersama sambil melakukan pola langkah satu di sekeliling ruangan.
Pergerakan bebas, boleh maju, mundur, atau berbelok-belok dengan radius empat langkah
dari posisi awal, sehingga tidak saling bertabrakan.
Bergerak bebas dengan iringan musik irama mars. Irama Mars adalah irama yang biasanya
berciri ketukan 2/4 sehingga ketukannya pendek-pendek atau cepat dan bersuasana riang
serta bersemangat. Pilihan musik mars dapat dengan mudah di dapat di toko kaset dengan
mimilih kaset lagu-lagu perjuangan.
Kegiatan ritmik dengan irama Mars dapat divariasikan sebagai berikut:
1) Awali dengan dengan bertepuk tangan sambil berdiri diam ketika mendengar
irama musik mars.
2) Berjalan di tempat sambil bertepuk tangan, dengan gerak pertama diawali oleh kaki kiri.
3) Berjalan ke depan bersamaan dengan iringan musik, kedua lengan diayun di samping
badan.
4) Berjalan ke depan dengan menekankan pada upaya merubah gerakan langkah kaki
dengan pola langkah-tutup-langkah seolah-olah salah langkah.
5) Berjalan ke depan 8 kali, ke belakang 8 kali, ke samping kiri 8 kali dan ke samping
kanan 8 kali.
Gerak Jalan Beregu dengan pola langkah satu. Gerak jalan sebagai bagian dari baris
berbaris adalah bagian integral juga dari pelajaran aktivitas ritmik. Dengan gerak jalan
teratur, pada dasarnya anak sedang mengatur irama sedemikian rupa, sehingga diperlukan
koordinasi, kepekaan, serta kedisiplinan. Jadikan aktivitas ritmik ini untuk meningkatkan
dan mengajarkan kemampuan baris berbaris, minimal dalam kemampuan gerak jalan,
yang dapat divariasikan dengan berbagai cara, dari mulai gerak jalan langkah biasa, langkah
tegap, dan langkah rapat dengan mengangkat lutut cukup tinggi.
Beberapa variasi yang dapat dilakukan ketika melakukan gerak jalan adalah sebagai berikut:
Beberapa variasi yang dapat dilakukan ketika melakukan gerak jalan adalah sebagai berikut:
c) Dalam formasi empat persegi, anak berbaris dalam satu banjar, kemudian 2
berbanjar, dan 3 berbanjar. Buatlah belokan pada sudut persegi, ketika
berbaris 2 atau 3 berbanjar, dengan cara mereka yang berada di bagian dalam
barisan melakukan semacam sebuah pivot untuk
menyesuaikan diri dengan yang ada di bagian luar barisan.
Kedalaman materi (scope) sangat tergantung dari karakteristik peserta didik, sangat
mungkin materi ini hanya sampai pada Bergerak bebas di dalam ruangan dengan iringan
lagu yang dinyanyikan bersama.
Hal terpenting dalam mengajar aktivitas ritmik pada peserta didik tuna netra adalah perintah
atau aba-aba yang jelas, dengan orientasi arah gerak berpusat pada peserta didik.
a. Langkah DasarMaju
Sikap Awal: Berdiri tegak dengan kedua kaki sejajar dengan jarak kurang lebih satu
kaki dan kedua tangan bebas di samping badan.
Gambar 4
B. Saran
Dengan kesimpulan yang telah didapatkan, maka anak berkebutuhan
khusus, khususnya anak tunanetra sudah seharusnya diperhatikan,
terkhusus dalam bidang pendidikan keolahragaan. Karena keterbatasan
yang dimiliki anak bukan untuk ditinggalkan dan ditelantarkan, melainkan
bisa jadi aset negara. Anak berkebutuhan khusus jika diajar dengan metode
yang tepat, bakat yang dia miliki seperti dalam bidang olahraga akan dapat
dikembangkan. Sehingga dapat ikut olimpiade-olimpiade dan
membanggakan bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA