KELAS : 3 F
KELOMPOK 3
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga pada akhirnya kami
dapat menyelesaikan laporan observasi tentang “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”.
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Dr. Asni Ilham, M. SiMata kuliah
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Selain itu, kami juga berharap agar Laporan ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.
Dalam laporan ini tentunya tidak sempurna, kami mohon maaf jika ditemukan
kekurangan, untuk itu kami menerima saran dan kritik. Semoga kritikan dan saran dapat menjadi
laporan ini lebih baik dan dapat dijadikan sebagai refensi untuk pembelajaran.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
Bab I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Tujuan..................................................................................................
A. Tunadaksa............................................................................................
B. Tunarunggu..........................................................................................
C. Tunagrahita..........................................................................................
D. Autisme................................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu adanya identifikasi bagi anak
didik berkebutuhan khusus agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin.
Setelah dilakukan identifikasi, selanjutnya diberikan program pelayanan sesuai kebutuhan
masing-masing yang kemudian sebagai acuan untuk pemberian layanan Pendidikan
Khusus secara inklusif. Berdasarkan peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No.70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa perlu mendapatkan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya yang
diselenggarakan secara inklusif.
Yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkebutuhan
khusus untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Mengalami hambatan
dalam belajar dan perkembangan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus diantaranya tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak autisme, anak lamban belajar dan anak
dengan kecerdasan istimewa (gifted and talented).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembahasan mengenai materi anak tunadaksa.
2. Untuk mengetahui pembahasan materi tentang anak tunarunggu.
3. Untuk mengetahui pembahasan materi mengenai anak tunagrahita.
4. Untuk mengetahui pembahasan materi tentang anak autisme.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. TUNADAKSA
1. Definisi Tunadaksa
Tunadaksa merupakan seseorang yang mengalami kelainan fisik baik otot,
tulang, dan sendi yang berdampak pada kemampuan sehari-hari, sehingga
memerlukan layanan khusus untuk mengembangkan potensinya.
Mangunsong (2011) menyatakan bahwa tunadaksa mempunyai pengertian
yang luas dimana secara umum dikatakan ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk
menjalankan fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Dalam hal ini yang termasuk
gangguan fisik adalah lahir dengan tunadaksa bawaan seperti anggota tubuh yang
tidak lengkap, kehilangan anggota badan karena amputasi, terkena gangguan
sensomotorik (alat pengindraan) atau menderita penyakit kronis.
Secara umum gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami tunadaksa
adalah mereka yang mengalami kelainan atau kecacatan pada system otot, tulang, dan
persendian karena kecelakaan atau kerusakan otak yang dapat mengakibatkan
gangguan gerak, kecerdasan, komunikasi, persepsi, koordinasi, perilaku, dan adaptasi
sehingga mereka memerlukan layanan informasi secara khusus (Aziz, 2015).
2. Jenis-jenis Tunadaksa
Dalam kajian kedokteran, secara umum karakteristik kelainan yang
Aziz, 2015) :
a. TunadaksaOrtopedi
pada bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang
dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau
secaranormal.
dengan terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya
b. TunadaksaSaraf
otak. Jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme
3. Karakteristik Tunadaksa
Karakteristik ketunadaksaan dapat dibagi menjadi lima karakteristik (Aziz,
2015), yaitu:
1) KarakteristikKognitif
anak. Wujud konkrit dapat dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ).
perkembangan kognitif.
2) KarakteristikInteligensi
tunadaksa dapat digunakan tes yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan
menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki
4) KarakteristikFisik
potensi yang harus dikembangkan oleh setiap individu. Akan tetapi bagi
penyandang tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh yang
dinyatakan hampir sama dengan orang normal pada umumnya kecuali pada
kerusakan tersebut.
a) Faktor Internal
3) Masalah pendidikan
4) Masalah ekonomi
Tergambar dengan adanya kehidupan penyandang tunadaksa yang
fungsisosialnya.
b) FaktorEksternal
1) Masalah keluarga
Masalah keluarga yaitu timbul rasa malu akibat salah satu anggota
2) Masalah masyarakat
3) Pelayanan umum
tempat rekreasi, dan lainnya masih sedikit bahkan jarang sekali yang
2. Jenis-jenis Tunarungu
Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut
lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian
luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian
dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian
dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan
bunyi ke otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses
auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang
didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri.
Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki
pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering
mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.
Cara Berkomunikasi
1. Macam metode berkomunikasi
Membaca ujaran (speech reading), memahami percakapan dengan bunyi ujaran yang
dapat tertampak oleh bibir
Belajar bahasa melalui pendengaran, memahami percakapan dengan bantuan alat dengar.
Belajar bahasa secara manual, memahami percakapan secara manual seperti interaksi
pada orang-orang normal disekitarnya.
Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa adalah dengan menggunakan
bahasa isyarat berupa gerakan-gerakan tangan yang memiliki arti khusus dari tiap gerakannya.
3. Siswa dengan Siswa
Komunikasi yang terjadi antar siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat
juga. Dan komunikasi ini bisa terjadi jika siswa bertatap muka secara langsung dengan lawan
bicaranya.
C. TUNAGRAHITA
1. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi
sosial.Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah keterbelakang
mental karena keterbatasan kecerdasannya.Akibatnya anak berkebutuhan khusus
tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula
dengan terbelakang mental, lemah ingatan, mental subnormal, tunagrahita. Semua makna
dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan
mental di bawah normal. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikan rendahnya (di bawah
normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).
Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan berpengaruh terhadap
kemampuannya untuk menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Hendesche memberikan
batasan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat
hidup dengan kekuasaan sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat. Edgar Doll
berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara
mental di bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda,
dan (4) kematangannya terhambat (Kirk, 1970).
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawah. Jumlah
penyandang tunagrahita adalah 2,3% atau 1,92% anak usi sekolah menyandang
tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 :21. Pada
data pokok Sekolah Luar Biasa (SLB) terlihat dari kelompok usia sekolah, jumlah
penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x 48.100.548
orang = 962.011 orang.
Penilaian yang lain dari klasifikasi anak tunagrahita yang dalam hal ini dituturkan
oleh Skala Binet dan Skala Weschler. Dalam skala tersebut dijelaskan bahwa ada tiga
hal sebagai berikut.
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.Menurut Skala Binet, kelompok
memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki
IQ antara 69-59. Anak tunagrahita masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan didikan yang baik, anak tunagrahita
ringan akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
2. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita sedang disebut juga imbesil.Kelompok memiliki IQ 51-36 pada Skala
Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC).Anak tunagrahita sedang sangat
sulit belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung
walaupun mereka bisa belajar menulis secara sosial.Misalnya, menulis namanya
sendiri (makan, minum, mandi, memakai baju), dan mengerjakan pekerjaan
rumah. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang sangat
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus agar mampu terus
berkesinambungan akan kebiasaan-kebiasaan yang akan terus teringat dan mampu
mengerjakan suatu hal yang sering dilakukannya.
3. Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat severe ini sering disebut idiot.Karena IQ pada anak tunagrahita
berat ini adalah 32-20 menurut Skala Binet dan menurut Skala Weschler (WISC)
antara 39-52.Tunagrahita sangat berat profound memiliki IQ di bawah 19-
24.Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total, baik itu
dalam hal berkaitan, mandi maupun makan.Bahkan, mereka memerlukan
perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
Secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan pula atas dasar tipe atau ciri-ciri
jasmaniah dan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Sindrom Down (Mongoloid) dengan ciri-ciri wajah khas Mongol, mata sipit, dan
miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan
tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar, dan keriput serta susunan geligi kurang
baik
2. Hydrocephalus (kepala yang berisi cairan); dengan kepala besar, raut muka
kecil, tengkorak sering besar.
3. Microcephalus dan macrocephalus, dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak
proposional (terlalu kecil atau terlalu besar).
Penanganan yang perlu diberikan kepada anak tunagrahita ini adalah lebih fokus
pada life skills dan kemampuan merawat diri.Sebagian besar, muatan pendidikan bagi
anak tunagrahita difokuskan pada kedua hal tersebut.
Adapun tuntutan keberhasilan akademik memang penting bagi mereka.
Pandangan yang selama ini bekembang adalah bahwa anak-anak akan memiliki
kesuksesan hidup jika nilai-nilai akademik mereka tinggi. Orang yang memiliki IQ
tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan implus yang meledak-
ledak.Orang dengan IQ tinggi dapat menjadi orang yang tak cakap dalam kehidupan
pribadinya. Terhadap pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi
sukses dalam hidup, sedangkan 30% ditentukan oleh faktor lain. Kecerdasan
akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau
kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup.IQ yang tinggi tidak
menjamin kesejahteraan, gengsi atau kebahagiaan hidup seseorang.
Pandangan ini memberikan pemahaman bahwa anak tunagrahita akan
berpeluang besar dalam meraih kesuksesan hidup jika mampu mengembangkan
kecerdasan lain diluar IQ. Guru dan orang tua dapat untuk membuat kesempatan
untuk anak tunagrahita mengoptimalkan kecerdasan anak. Pandangan baru yang
berkembang bahwa ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat, hubungan sosial,
kematangan emosional, kecerdasan spiritual dan banyak hal yang harus bisa
dioptimalkan dari anak berkebutuhan khusus tunagrahita.
D. AUTISME
1. Definisi Autisme
Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang.Anak-
anak penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila, dan berbahaya. Sungguh
suatu pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Dengan persepsi masyarakat yang
sedemikian rupa, maka perkembangan dan keberadaan anak autis menjadi tidak
diperhatikan. Jangankan untuk sekolah, untuk berinteraksi saja anak autis sering tidak
mendapatkan tempat.
Secara neutorologis, anak autis adalah anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan
perkembangan itulah yang menjadikan anak autis memiliki perlakuan yang berbeda
dengan anak-anak biasanya. Pada beberapa bentuk perilaku anak autis memiliki
kecenderungan yang ekstrem. Dalam hal akademik juga sering ditemukan anak-anak
yang memiliki kecenderungan spesifik dan melebihi kemampuan anak-anak seusianya.
Sekalipun demikian, rata-rata anak autis tidak memiliki kemampuan di segala bidang.
Triantoro Safaria (2005:1), autisme sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain, ekolalia, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipe,
mutism, pembalikkan kalimat , gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan
penguasaan yang tertunda, rute ingatan yang kuat serta keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
2. Karakteristik Autis
Menurut Handojo (2004: 24), beberapa karekteristik dari perilaku autisme pada anak-anak antara
lain :
1) Bahasa / komunikasi meliputi ekspresi wajah yang datar, bicara sedikit, atau tidak ada,
jarang memaulai dengan komunikasi, tidak menggunakan bahasa / isyarat tubuh, tidak
meniru aksi atau suara, tampak Tidak mengerti arti kata, mengerti dan menggunakan kata
secara terbatas, Intonasi atau ritme vokal yang aneh.
2) Hubungan dengan orang meliputi tidak responsive, tidak ada senyum social, tidak
berkomunikasi dengan mata, kontak mata terbatas, tampak asik bila dibiarkan sendiri,
tidak melakukan permainan giliran, genggunakan tangan orang dewasa sebagai alat.
3) Hubungan dengan lingkungan meliputi bermain refetitif (diulang-ulang), marah atau
tidak menghendaki perubahan-perubahan, berkembangnya rutinitas yang kaku,
memperlihatkan ketertarikan yang sangat tak fleksibel.
4) Respon terhadap indera / sensoris meliputi kadang panik terhadap suara- suara tertentu,
sangat sensitif terhadap suara, bermain-main dengan cahaya dan pantulan, memainkan
jari-jari di depan mata, menarik diri ketika disentuh, tertarik pada pola dan tekstur
tertentu, sangat in aktif atau hiperaktif, seringkali memutar-mutar, membentur-bentur
kepala, menggingit pergelangan, melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan, atau
merespon aneh terhadap nyeri.
5) Kesenjangan perkembangan perilaku meliputi kemampuan mungkin sangat baik atau
sangat terlambat, mempelajari keterampilan diluar urutan normal, misalnya membaca tapi
tak mengerti arti, menggambar secara rinci tapi tidak dapat mengancing baju, pintar
mengerjakan puzzle, tapi amat sukar mengikuti perintah, berjalan pada usia normal, tetapi
tidak berkomunikasi, lancar membeo suara, tetapi sulit berbicara dari diri sendiri, suatu
waktu dapat melakukan sesuatu, tapi tidak di lain waktu.
BAB III
HASIL OBSERVASI
A. Profil Sekolah
Nama Sekolah : SLB NEGERI KOTA GORONTALO
NPSN : 58570014
Alamat : Jl. Beringin Kel. Tuladenggi Kec. Dungingi Kota Gorontalo
Email : slbnkotagorontalo12@gmail.com
No. Telepon :-
Kode Pos : 96137
Tahun Berdiri : 2007
Status Sekolah : Negeri
Akreditas :-
Bangunan Sekolah : Milik Pemerintah
B. Hasil Observasi
1. Hasil Wawancara Dengan Guru
Nama : Muhammad Taskim Adam
Profesi : Guru Kelas Autis
Berdasakan hasil observasi yang telah kami lakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri
(Pendidikan Khusus). Di Sekolah Luar Biasa Negeri tersebut menerima berbagai
siswa yang mengalami ketunaan, baik itu tunanetra, tunarungu, tunadaksa,
tunagrahita, autis dan lain sebagainya. Siswa di pisah misalnya untuk anak
tunanetra digabung satu kelas, untuk anak tunadaksa digabung satu kelas dan juga
anak-anak yang lain digabung sesuai dengan penyandang.
Guru yang kami wawancarai bernama Muhammad Taskim Adam. Guru yang
kami wawancarai merupakan Guru kelas Autis. Dari hasil wawancara kami
kepada Pak Muhammad Taskim Adam ini bahwa di Sekolah Luar Biasa Negeri
(Pendidikan Khusus) memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai untuk anak-anak
yang berkebutuhan khusus yaitu antara lain ada ruang keterampilan, ruang
menjahit, ruang tata boga, ruang make up, ruang olahraga, dan ruang
ektrakurikuler.
Selanjutnya keadaan siswa dan juga guru dalam mengajar di masa pandemi covid-
19 ini. Selama dalam masa pandemi covid-19 pembelajaran yang berlangsung di
Sekolah Luar Biasa Negeri (Pendidikan Khusus) tidak dilakukan secara daring
dikarenakan kondisi anak-anak yang memang tidak bisa untuk diadakannya
pembelajaran daring karena banyak anak yang tidak bisa mendengar/kurang
pendengaran karena keadaan mereka. Jadi selama pandemi covid-19
pembelajaran yang dilakukan yaitu Guru yang datang langsung ke rumah siswa
masing-masing. Atau juga Guru membuat kelompok belajar dimana terdiri dari 5
orang. Di minggu pertama misalnya guru akan mengajar untuk kelompok yang
pertama dan selanjutnya untuk minggu berkutnya kelompok yang selanjutnya
lagi. Sehingga pembelajaran bisa tetap berlangsung walaupun di masa pandemi
covid-19.
2. Kasus
1) Syifa Nurul Sabillah Datau (Kasus Anak
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, saya mengambil kasus anak yang
menderita tunagrahita berinisial ND.
Dilihat dari perkembangan bahasanya,ND memiliki kemampuan komunikasi yang
sederhana. Penampilan fisiknya juga menunjukkan kelainan sebagai gejala
bawaan.
Proses berpikir dan belajar ND juga lebih lambat dibandingkan anak-anak sehat
pada umumnya.
Ini dikarenakan ND saat itu ia lahir secara prematur Dan ada sedikit kelainan
pada otaknya. Saat mulai tumbuh dari bayi ke balita, tanda-tanda yang muncul
adalah ND mengalami keterlambatan bicara, duduk, merangkak atau berguling.
Dan saat mulai besar ia mengalami kesulitan
Lambat menguasai kemampuan mendasar, seperti makan sendiri, berpakaian
ataupun buang air di toilet.
Gangguan perilaku, seperti sering marah-marah tidak terkendali.
Untuk masalah kesembuhan ND, Orang tua ND sudah mengusahakan untuk
kesembuhan dan perkembangan dari ND, akan tetapi memang untuk tunagrahita
ini hanya bisa dilakukan dengan cara latihan-latihan belajar dengan orang orang
yang ahli. Dan sering konsultasi kepada dokter/psikolog. Dan ND sendiri
disekolah kan ke sekolah khusus untuk anak-anak sepertinya / SLB.
2) Marzan . Tomayahu (Kasus Anak Autisme)
Saya mengambil kasus anak autisme yang berinisial AS. AS berusia 8 tahun. AS
adalah anak autisme sejak lahir, pada umur 1 tahun AS kesulitan dalam berbicara
dan sulit untuk mengucapkan kata-kata yang diajarkan kepadanya. Sejak berusia 5
tahun AS sudah bisa mengucapkan kata-kata yang diajarkan kepadanya hanya
saja belum terlalu jelas ucapannya.
Orangtua AS mengusahakan kesembuhan AS dengan mengajarkan kata demi kata
setiap hari.
3) Sartina N Madji (Kasus Anak Tunarungu)
Salah satu siswa yang mengalami kasus tunarunggu berinisial MR. MR berusia 7
tahun. Siswa MR merupakan penyandang tunarunggu bawaan dari lahir. Gejala
gangguan pendengaran pada MR terlambat mulai berbicara atau perkembangan
bicaranya yang tidak sesuai dengan usianya, pelafalan bicara tidak jelas, berbicara
dengan suara yang lebih keras dari biasanya. Kemungkinan sembuh untuk
penyandang tunarunggu sejak lahir sangatlah kecil, biasanya juga tidak bisa
disembuhkan.
4) Siti Sarah Pautina (Kasus Anak Tunadaksa)
Dalam observasi yang saya lakukan, saya mengambil kasus anak tunadaksa yang
berinisial FH. FH berusia 15 tahun. Kedua kaki FH tidak bisa bergerak lagi tetapi
anggota tubuh lainnya masih berfungsi, seperti masih mampu memegang pensil,
bola, botol, makanan, buku, tas dan benda lainnya. FH mempunyai hambatan
waktu duduk dibangku TK, gejalanya tiba-tiba badan panas tinggi tidak turun-
turun dan kedua kakinya jadi lumpuh layu. FH mengalami kelumpuhan itu juga
karena Ibu FH mempunyai gen yang menurunkan kelumpuhan, jadi bila ibu FH
mempunyai anak laki-laki kemungkinan akan menurun pada anaknya.
Kemungkinannya untuk sembuh untuk penyandang tunadaksa biasanya tidak bisa
disembuhkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mangunsong (2011) menyatakan bahwa tunadaksa mempunyai pengertian yang luas
dimana secara umum dikatakan ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk menjalankan
fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Dalam hal ini yang termasuk gangguan fisik
adalah lahir dengan tunadaksa bawaan seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, kehilangan
anggota badan karena amputasi, terkena gangguan sensomotorik (alat pengindraan) atau
menderita penyakit kronis.
Menurut Murni Winarsih (2007:23), menyatakan tunarunggu merupakan orang yang
mengalami kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya di kehidupan sehari-
hari.
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial.Anak
berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah keterbelakang mental karena
keterbatasan kecerdasannya.Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar untuk
mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang.Anak-anak
penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila, dan berbahaya. Sungguh suatu
pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Menurut Handojo (2004: 15) menyatakan
penyebab autisme bisa terjadi pada saat kehamilan. Pada tri semester pertama, faktornya
dapat dipicu karena adanya infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam
berat, zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), maupun obat- obatan lainnnya.
B. Saran
Diharapkan baik calon guru maupun guru mampu mengetahui, memahami dan
memperlakukan anak-anak yang mengalami kelainan fisik dengan baik dan benar agar
nantinya dapat mengoptimalkan kemampuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
https://fajarsetia2020.blogspot.com/2012/10/hasil-observasi-anak-tunarunggu-di-slb-n.html
https://meenta.net/7-pengertian-tunarunggu-berdasarkan-ahli
https://www.kajiaanpustaka.com/2020/07/tunarunggu.html
https://syaidahbadriyah.blogspot.com/2015/12
https://meenta.net/tunadaksa-menurut-ahli/
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/2819/3/Ayudya%2520Ragil
%2520Listiana_BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjy1Lf8wIPuAhWHb30KHfZ8CIgQFjABegQIAxAJ&usg
=AOvVaw1MMS5cgAdIMlzFQqCKBGCJ
https://meenta.net/tunadaksa-menurut-ahli/