Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN HASIL OBSERVASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MATA KULIAH : PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DOSEN PENGAMPUH : DR Asni Ilham, M. Si

KELAS : 3 F

KELOMPOK 3

SARTINA N. MADJI 151419155

MARZAN H. TOMAYAHU 151419164

SITI SARAH PAUTINA 151419170

SYIFA NURUL SABILLAH DATAU 151419177

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga pada akhirnya kami
dapat menyelesaikan laporan observasi tentang “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”.

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Dr. Asni Ilham, M. SiMata kuliah
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Selain itu, kami juga berharap agar Laporan ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Dalam laporan ini tentunya tidak sempurna, kami mohon maaf jika ditemukan
kekurangan, untuk itu kami menerima saran dan kritik. Semoga kritikan dan saran dapat menjadi
laporan ini lebih baik dan dapat dijadikan sebagai refensi untuk pembelajaran.

Gorontalo, Januari 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

Bab I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Tujuan..................................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................

A. Tunadaksa............................................................................................
B. Tunarunggu..........................................................................................
C. Tunagrahita..........................................................................................
D. Autisme................................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu adanya identifikasi bagi anak
didik berkebutuhan khusus agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin.
Setelah dilakukan identifikasi, selanjutnya diberikan program pelayanan sesuai kebutuhan
masing-masing yang kemudian sebagai acuan untuk pemberian layanan Pendidikan
Khusus secara inklusif. Berdasarkan peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No.70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa perlu mendapatkan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya yang
diselenggarakan secara inklusif.
Yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkebutuhan
khusus untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Mengalami hambatan
dalam belajar dan perkembangan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Klasifikasi anak berkebutuhan khusus diantaranya tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak autisme, anak lamban belajar dan anak
dengan kecerdasan istimewa (gifted and talented).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembahasan mengenai materi anak tunadaksa.
2. Untuk mengetahui pembahasan materi tentang anak tunarunggu.
3. Untuk mengetahui pembahasan materi mengenai anak tunagrahita.
4. Untuk mengetahui pembahasan materi tentang anak autisme.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. TUNADAKSA
1. Definisi Tunadaksa
Tunadaksa merupakan seseorang yang mengalami kelainan fisik baik otot,
tulang, dan sendi yang berdampak pada kemampuan sehari-hari, sehingga
memerlukan layanan khusus untuk mengembangkan potensinya.
Mangunsong (2011) menyatakan bahwa tunadaksa mempunyai pengertian
yang luas dimana secara umum dikatakan ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk
menjalankan fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Dalam hal ini yang termasuk
gangguan fisik adalah lahir dengan tunadaksa bawaan seperti anggota tubuh yang
tidak lengkap, kehilangan anggota badan karena amputasi, terkena gangguan
sensomotorik (alat pengindraan) atau menderita penyakit kronis.
Secara umum gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami tunadaksa
adalah mereka yang mengalami kelainan atau kecacatan pada system otot, tulang, dan
persendian karena kecelakaan atau kerusakan otak yang dapat mengakibatkan
gangguan gerak, kecerdasan, komunikasi, persepsi, koordinasi, perilaku, dan adaptasi
sehingga mereka memerlukan layanan informasi secara khusus (Aziz, 2015).

2. Jenis-jenis Tunadaksa
Dalam kajian kedokteran, secara umum karakteristik kelainan yang

dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi (dalam

Aziz, 2015) :

a. TunadaksaOrtopedi

Yaitu mereka yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu

pada bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang

dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau

kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh

secaranormal.

Adapun penggolongan penyandang tunadaksa dalam kelompok kelainan

sistem otot dan rangka, adalah:


1. Poliomyelitismerupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang

disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan

bersifat menetap. Sedangkan dilihat dari sel-sel motorikyang rusak,

kelumpuhan karena polio dibedakan menjadi empat, yaitu tipe

spinalmerupakan kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan

kaki. Tipe bulbair merupakan kelumpuhan fungsi motorikpada satu atau

lebih syaraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernafasan. Tipe

bulbispinalisyaitu gabungan antara tipe spinaldan bulbair. Serta tipe

encephalitisyang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun,

tremor dan terkadangkejang.

2. Muscle dystrophymerupakan jenis penyakit yang mengakibatkan otot

tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang bersifat progresif

dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya denganketurunan.

3. Spina bifidamerupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai

dengan terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya

kembali selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf

terganggu dan dapat mengakibatkankelumpuhan.

b. TunadaksaSaraf

Mereka yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di

otak. Jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme

fisik, emosi, dan mental.

Menurut Mangunsong (2011), klasifikasi tunadaksa dikategorikan menjadi :

a. Tunadaksa yang tergolong bagian D adalah seseorang yang menderita

gangguan karena polio atau lainnya, sehingga mengalami


ketidaknormalan dalam fungsi tulang, otot-otot atau kerjasama fungsi

otot-otot namun seseorang tersebut berkemampuan normal.

b. Tunadaksa yang tergolong bagian D1 adalah seseorang yang


mengalami gangguan semenjak lahir atau cerebral palsy, sehingga
mangalami hambatan jasmani karena tidak berfungsinya tulang, otot
sendi, dan syaraf-syaraf. Kemampuan inteligensi seseorang tersebut
berada di bawah normal atau terbelakang.

3. Karakteristik Tunadaksa
Karakteristik ketunadaksaan dapat dibagi menjadi lima karakteristik (Aziz,

2015), yaitu:

1) KarakteristikKognitif

Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif ada empat aspek yang

turut mewarnai yaitu: pertama, kematangan yang merupakan perkembangan

susunan saraf misalnya mendengar yang diakibatkan kematangan susunan

saraf tersebut. Kedua, pengalaman yaitu hubungan timbal balik antara

organisme dengan lingkungan dan dunianya. Ketiga, transmisi sosial yaitu

pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial.

Keempat, ekuilibrasi yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri

anak. Wujud konkrit dapat dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ).

Kondisi ketunadaksaan sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan

perkembangan kognitif.

2) KarakteristikInteligensi

Dijelaskan dalam Aziz (2015), untuk mengetahui tingkat inteligensi anak

tunadaksa dapat digunakan tes yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan

anak tunadaksa. Tes tersebut antara lain hausserman Test(untuk tunadaksa

ringan), illinois test, dan peabody picture vocabulary test.


3) KarakteristikKepribadian

Ada beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan

kepribadian anak tunadaksa atau cacat fisik, diantaranya:

Pertama,terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan

frustasi. Kedua,timbulnya kekhawatiran orangtua biasanya cenderung over

protective. Ketiga,perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap

penyandang tunadaksa menyebabkan mereka merasa bahwa dirinya berbeda

dengan orang lain.

Efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang dialaminya

menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki

inisiatif atau mematikan kreativitasnya. Selain itu yang menjadi problem

penyesuaian penyandang tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain

terlalu membesar-besarkan ketidakmampuannya.

4) KarakteristikFisik

Selain potensi yang harus berkembang, aspek fisik juga merupakan

potensi yang harus dikembangkan oleh setiap individu. Akan tetapi bagi

penyandang tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh yang

tidak sempurna. Secara umum perkembangan fisik tunadaksa dapat

dinyatakan hampir sama dengan orang normal pada umumnya kecuali pada

bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau terpengaruh oleh

kerusakan tersebut.

5) Karakteristik Bahasa /Bicara

Setiap manusia memiliki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan

berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung

sejalan dengan kesiapan dan kematangan sensori motoriknya. Pada


penyandang tunadaksa jenis polio, perkembangan bahasa atau bicaranya

tidak begitu normal, lain halnya dengan penyandang cerebral palsy.

Gangguan bicara pada penyandang cerebral palsy biasanya berupa

kesulitan artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi.

4. Faktor yang dihadapi PenyandangTunadaksa

Permasalahan terkait kecacatan yang dihadapi penyandang tunadaksa (dalam

Hikmawati, 2011) adalah:

a) Faktor Internal

1) Menyangkut keadaan jasmani

Yang dapat mengakibatkan gangguan kemampuan fisik untuk

melakukan sesuatu perbuatan atau gerakan tertentu yang berhubungan

dengan kegiatan hidup sehari-hari (activity of dailyliving).

2) Menyangkut kejiwaan atau mental seseorang

Akibat kecacatannya seorang menjadi rendah diri atau sebaliknya,

menghargai dirinya terlalu berlebihan, mudah tersinggung, kadang-

kadang agresif, pesimis, labil, dan sulit untuk mengambil keputusan.

Kesemuanya dapat merugikan, khususnya berkenaan dengan hubungan

antara manusia dan canggung dalam melaksanakan fungsisosialnya.

3) Masalah pendidikan

Kecacatan fisik sering menimbulkan kesulitan khususnya pada anak usia

sekolah. Mereka memerlukan perhatian khusus baik dari orangtua

maupun guru di sekolah. Sebagian besar kesulitan ini juga menyangkut

transportasi antara rumah kediaman ke sekolah, kesulitan

mempergunakan alat-alat sekolah maupun fasilitas umumlainnya.

4) Masalah ekonomi
Tergambar dengan adanya kehidupan penyandang tunadaksa yang

umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh

karena rendahnya pendapatan. Tingkat produktifitas yang rendah karena

kelemahan jasmani dan rohani hingga tidak memiliki keterampilan kerja

(produksi) serta adanya hambatan di dalam struktur kejiwaan,

berakibatkan pada ketidakmampuan di dalam melaksanakan

fungsisosialnya.

5) Masalah penampilanperanan sosial

Berupa ketidakmampuan hubungan antar perorangan, berinteraksi sosial,

bermasyarakat dan berpartisipasi di lingkungannya.

b) FaktorEksternal

1) Masalah keluarga

Masalah keluarga yaitu timbul rasa malu akibat salah satu anggota

keluarganya adalah penyandang tunadaksa atau cacat fisik. Akibatnya

anak menjadi jarang diperhatikan, tidak boleh bergaul dan bermain

dengan teman sebayanya, kurang mendapatkan kasih sayang sehingga

anak tidak dapat berkembang kemampuan dankepribadiannya.

2) Masalah masyarakat

Masyarakat yang memiliki warga penyandang tunadaksa akan turut

terganggu kehidupannya, selama penyandang tunadaksa ini belum

mampu berdiri sendiri dan selalu bergantung pada oranglain.

3) Pelayanan umum

Ketersediaan sarana umum seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran,

tempat rekreasi, dan lainnya masih sedikit bahkan jarang sekali yang

memiliki aksesibilitas bagi penyandangcacat.


B. TUNARUNGGU
1. Definisi Tunarunggu
Anak tunarunggu adalah istilah menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seseorang. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau
keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya.
Menurut Murni Winarsih (2007:23), menyatakan tunarunggu merupakan orang yang
mengalami kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak
tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya di kehidupan sehari-hari.
Menurut Suharmini (2009), tunarunggu adalah keadaan dari seorang individu yang mengalami
kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai
rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.

2. Jenis-jenis Tunarungu
Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut
lokasi ganguannya:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian
luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian
dalam telinga.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian
dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan
bunyi ke otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses
auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang
didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri.
Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki
pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering
mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.

3. Klasifikasi Anak Tunarunggu


a. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran : => diukur dengan alat audiometer Standar
ISO (International Standar Organization)
1. Sangat ringan : 27 – 40 dB
2 Ringan : 41 – 55 dB
3. Sedang : 56 – 70 dB
4. Berat : 71 – 90 dB
5. Sangat Berat : 91 dB ke atas
Catt : No. 1 s/d 4 : kurang dengar
No 5 : Tuli

b. Berdasarkan saat terjadi ketunarunguan :


1. Ketunarunguan Prabahasa
 Kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
2. Ketunarunguan Pasca Bahasa
 Kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara
dan bahasa berkembang.

c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran


1. Tunarungu tipe konduktif
 Disebabkan oleh rusaknya telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai
alat konduksi atau penghantar getaran suara menuju telinga bagian tengah.
2. Tunarungu tipe sensorineural
 Terjadi kkarena rusaknya telinga bagian dalam serta sayaraf pendengaran.
3. Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorik.
 Kerusakan pada telinga bagian luar/tengah dan telinga bagian dalam/syaraf
pendengaran.

d. Berdasarkan etilogi dan asal usul ketunarunguan


1. Tunarungu endogen
 Disebabkan oleh faktor genetik (turunan)
2. Tunarungu eksogen
 Disebabkan oleh faktor non genetik (bukan ketuurunan).

4. Karakteristik anak tunarungu


A. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak
tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat
verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak
normal seusianya.

B. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:


a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam
kemampuan berkomunikasi.
b. Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka
menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan
diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus
selalu dipenuhi.
c. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung
pada orang lain serta kurang percaya diri.
d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau
pekerjaan tertentu.
e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak
nuansa.
f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan
karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam
memahami pembicaraan orang lain.

C. Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.


Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada
telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya
cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada
umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.

5. Layanan yang diberikan pada anak tunarungu.


Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan
pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan,
pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan,
yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis. Ditinjau dari jenisnya,
layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus.
Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak
mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk
mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi
bunyi dan irama.
Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak
tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem
sgregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan
untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem
ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem
Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di
sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai
bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984)
mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan
ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual,
artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu
sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan
materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa
tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh,
objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua
macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan
alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang
bimbingan khusus.

6. Hambatan dan rintangan dalam memberi layanan pada anak tunarungu.


Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh para staf pengajar diantaranya adalah
kesulitan dalam hal komunikasi dengan para peserta didik, emosi anak yang sulit
dikontrol, dan kendala dalam hal finansial.

Cara Berkomunikasi
1. Macam metode berkomunikasi
 Membaca ujaran (speech reading), memahami percakapan dengan bunyi ujaran yang
dapat tertampak oleh bibir
 Belajar bahasa melalui pendengaran, memahami percakapan dengan bantuan alat dengar.
 Belajar bahasa secara manual, memahami percakapan secara manual seperti interaksi
pada orang-orang normal disekitarnya.

2. Guru dengan Siswa

Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa adalah dengan menggunakan
bahasa isyarat berupa gerakan-gerakan tangan yang memiliki arti khusus dari tiap gerakannya.
3. Siswa dengan Siswa

Komunikasi yang terjadi antar siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat
juga. Dan komunikasi ini bisa terjadi jika siswa bertatap muka secara langsung dengan lawan
bicaranya.

C. TUNAGRAHITA
1. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi
sosial.Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah keterbelakang
mental karena keterbatasan kecerdasannya.Akibatnya anak berkebutuhan khusus
tunagrahita ini sukar untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula
dengan terbelakang mental, lemah ingatan, mental subnormal, tunagrahita. Semua makna
dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan
mental di bawah normal. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikan rendahnya (di bawah
normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).
Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan berpengaruh terhadap
kemampuannya untuk menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Hendesche memberikan
batasan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat
hidup dengan kekuasaan sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat. Edgar Doll
berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara
mental di bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda,
dan (4) kematangannya terhambat (Kirk, 1970).
Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawah. Jumlah
penyandang tunagrahita adalah 2,3% atau 1,92% anak usi sekolah menyandang
tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 :21. Pada
data pokok Sekolah Luar Biasa (SLB) terlihat dari kelompok usia sekolah, jumlah
penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x 48.100.548
orang = 962.011 orang.

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Uraian klasifikasi menurut tinjauan profesi dokter, konselor, psikolog, dan
pedagogik.Seorang dokter dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada
tipe kelainan fisiknya, seperti tipe mongoloid, microcephaion, cretinism, dan lain-lain.
Seorang pekerja sosial dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan
perilakunya pada orang lain sehingga untuk berat ringannya ketunagrahitaan dilihat
dari tingkat penyesuaiannya, seperti tidak bergantung, semi bergantung, atau sama
sekali bergantung pada orang lain. Seorang konselor mengklasifikasikan anak
tunagrahita dalam hal ini pada aspek penguatan keluarga dalam bentuk perhatian serta
pengasuhan yang mampu membuat si anak berkembang secara optimal dengan
memilih sebuah lingkungan yang tepat agar mampu mengoptimalkan kemampuan
anak tunagrahita. Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita
mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat angka
hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan
imbesil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagogik dalam
mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan
yang disajikan pada anak.
Dari penelitian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu
didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.
1. Anak tunagrahita mampu didik IQ 68-52 adalah anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya
tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita
mampu didik, antara lain: (1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; (2)
menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; (3)
keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.
Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik secara minimal dalam bidang-
bidang akademis, sosial dan pekerjaan.
2. Anak tunagrahita mampu latih IQ 51-36 adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti
program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu,
beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan,
yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya makan, pakaian, tidur atau mandi
sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya, (3)
mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja atau di lembaga
khusus. Kesimpulannya anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita
hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan
sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut
kemampuannya.
3. Anak tunagrahita mampu rawat IQ 39-25 adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau
sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang
lain. A child who is an idiotic so low intellectually that he does not learn to talk
and usually does learn to take care of his bodily need(Krik & Jhonson, 1951).
Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat adalah anak tuagrahita yang
membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu
terus hidup tanpa bantuan orang lain (Patton, 1991).

Penilaian yang lain dari klasifikasi anak tunagrahita yang dalam hal ini dituturkan
oleh Skala Binet dan Skala Weschler. Dalam skala tersebut dijelaskan bahwa ada tiga
hal sebagai berikut.
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.Menurut Skala Binet, kelompok
memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki
IQ antara 69-59. Anak tunagrahita masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan didikan yang baik, anak tunagrahita
ringan akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
2. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita sedang disebut juga imbesil.Kelompok memiliki IQ 51-36 pada Skala
Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC).Anak tunagrahita sedang sangat
sulit belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung
walaupun mereka bisa belajar menulis secara sosial.Misalnya, menulis namanya
sendiri (makan, minum, mandi, memakai baju), dan mengerjakan pekerjaan
rumah. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang sangat
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus agar mampu terus
berkesinambungan akan kebiasaan-kebiasaan yang akan terus teringat dan mampu
mengerjakan suatu hal yang sering dilakukannya.
3. Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat severe ini sering disebut idiot.Karena IQ pada anak tunagrahita
berat ini adalah 32-20 menurut Skala Binet dan menurut Skala Weschler (WISC)
antara 39-52.Tunagrahita sangat berat profound memiliki IQ di bawah 19-
24.Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total, baik itu
dalam hal berkaitan, mandi maupun makan.Bahkan, mereka memerlukan
perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.

Berikut ini adalah pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan


pembelajaran menurut American Association on mental Retardation dalam Special
Education in Ontario Schools.
1. Educable
Anak tunagrahita educable ini masih mempunyai kemampuan akademik setara
pada anak kelas 5 sekolah dasar. Tunagrahita mampu dididik educable mentally
retarted, ini mempunyai IQ dalam kisaran 50-73.
2. Trainable
Anak tunagrahita trainable mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri,
pertahanan diri, dan penyesuaian sosial.Sangat terbatas kemampuannya untuk
mendapat pendidikan secara akademik. Tunagrahita mampu dilatih trainable
mentally retarted.
3. Custodial
Anak tunagrahita custodial ini butuh perawatan secara baik Dependent or
profoundly mentally retarted ini memiliki IQ di bawah 25.Anak ini mendapat
latihan yang terus-menerus dengan pelayanan khusus. Dalam hal ini guru atau
terapi melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan
dan dukungan yang berkesinambungan.

Secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan pula atas dasar tipe atau ciri-ciri
jasmaniah dan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Sindrom Down (Mongoloid) dengan ciri-ciri wajah khas Mongol, mata sipit, dan
miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan
tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar, dan keriput serta susunan geligi kurang
baik
2. Hydrocephalus (kepala yang berisi cairan); dengan kepala besar, raut muka
kecil, tengkorak sering besar.
3. Microcephalus dan macrocephalus, dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak
proposional (terlalu kecil atau terlalu besar).

Penanganan yang perlu diberikan kepada anak tunagrahita ini adalah lebih fokus
pada life skills dan kemampuan merawat diri.Sebagian besar, muatan pendidikan bagi
anak tunagrahita difokuskan pada kedua hal tersebut.
Adapun tuntutan keberhasilan akademik memang penting bagi mereka.
Pandangan yang selama ini bekembang adalah bahwa anak-anak akan memiliki
kesuksesan hidup jika nilai-nilai akademik mereka tinggi. Orang yang memiliki IQ
tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan implus yang meledak-
ledak.Orang dengan IQ tinggi dapat menjadi orang yang tak cakap dalam kehidupan
pribadinya. Terhadap pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi
sukses dalam hidup, sedangkan 30% ditentukan oleh faktor lain. Kecerdasan
akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau
kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup.IQ yang tinggi tidak
menjamin kesejahteraan, gengsi atau kebahagiaan hidup seseorang.
Pandangan ini memberikan pemahaman bahwa anak tunagrahita akan
berpeluang besar dalam meraih kesuksesan hidup jika mampu mengembangkan
kecerdasan lain diluar IQ. Guru dan orang tua dapat untuk membuat kesempatan
untuk anak tunagrahita mengoptimalkan kecerdasan anak. Pandangan baru yang
berkembang bahwa ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat, hubungan sosial,
kematangan emosional, kecerdasan spiritual dan banyak hal yang harus bisa
dioptimalkan dari anak berkebutuhan khusus tunagrahita.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita


Karakteristik anak cacat mental mild (ringan) adalaj mereka termasuk yang
mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan.Mereka pun tidak memperlihatkan
kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat
dari pada anak rata-rata.
Karakteristik anak cacat mental moderate (menengah) adalah mereka
digolongkan sebagai anak yang mampu latih, dimana merekadapat dilatih untuk
kemampuan tertentu.Meskipun merespons lama terhadap pendidikan dan
pelatihan.Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri serta dilatih untuk
kemampuan membaca, menulis sederhana.
Karakteristik anak cacat mental severe, adalah mereka memperlihatkan banyak
masalah dan kesulitan, meskipun di sekolah khusus.Oleh karena itu, mereka
membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan yang teliti.Mereka membutuhkan
pelayanan dan pemeliharaan terus-menerus. Dengan kata lain, mereka tidak bisa
mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun tugas-tugas sederhana.
Mereka juga mengalami gangguan bicara.Mereka hanya bisa berkomunikasi secara
vokal setelah pelatihan secara intensif.Tanda-tanda kelainan fisik lainnya adalah lidah
sering kali menjulur keluar, bersamaan dengan keluarnya air liur.Kepala sedikit besar
dari biasanya.Kondisi mereka lemah. Mereka hanya bias dilatih keterampilan khusus
selama kondisi fisik memungkinkan.
Karakteristik anak cacat mental profound mempunyai problem yang serius,
baik menyangkut kondisi fisik, intelegensi serta program pendidikan yang tepat bagi
mereka. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat dari kepala yang lebih besar dan sering
bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya yang sangat kurang, dan bahkan sering kali
meminta bantuan orang lain karena mereka tak dapat berdiri sendiri. Mereka
tampaknya membutuhkan bantuan medis yang baik dan intensif.
4. Dampak Anak Tunagrahita
Berikut ini akan dikemukakan beberapa dampak ketunagrahitaan yaitu sebagai
berikut:
1. Dampak terhadap kemampuan akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, terlebih kapasitasnya
mengenai hal yang abstrak titik mereka lebih banyak belajar dengan member (rote
learning) daripada dengan pengertian.Dengan membuat kesalahan yang sama,
mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami
kesulitan memusatkan perhatian, dan lapangan minatnya sedikit.Mereka juga
cenderung cepat lupa, sulit untuk membuat kreasi baru serta rentang perhatiannya
pendek. Dampak tersebut dapat dikaji dengan contoh sebagai berikut ini:
a. Apabila mereka diberikan pembelajaran matematika hanya berkisar beberapa
menit mereka langsung mengatakan bosan, susah, mengantuk. Namun, bila
diberikan pelajaran kesenian, olahraga atau keterampilan mereka
menunjukkan minat belajar yang baik dan perhatian berlangsung dalam waktu
yang lama dan lalu mereka meminta untuk belajar lagi.
b. Apabila anak normal mendapatkan mainan baru ia langsung memainkannya
dengan memeriksa mainan tersebut. Namun sebaliknya tidak jarang anak
berkebutuhan khusus tunagrahita hanya diam saja menatap mainan tersebut
tanpa mencoba memainkannya.
2. Sosial/Emosional
Dampak sosial emosional anak tunagrahita dapat berasal dari
ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma sosial dan
pandangan masyarakat yang masih menyamakan keberadaan anak tunagrahita
dengan anggota masyarakat lainnya atau masyarakat masih menganggap bahwa
anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu karena ketunagrahitaannya.
Dampak ketunagrahitaannya dalam sosial dan emosional adalah anak
tunagrahita memiliki ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dan
keluarga, sekolah, serta masyarakat.Dalam pergaulan anak tunagrahita tidak dapat
mengurus diri, memelihara dan memimpin diri.Ketika masih muda mereka harus
dibantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang
kurang baik titik Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama anak yang
lebih muda darinya.
Kehidupan penghayatan terbatas.Mereka juga tidak mampu menyatakan rasa
bangga atau kagum.Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah
goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas.Mereka juga mudah
tersugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok
ke hal-hal yang tidak baik seperti mencuri, merusak dan pelanggaran seksual.
Namun tidak demikian jika anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini
mendapatkan layanan yang baik dan perlakuan yang baik serta lingkungan yang
kondusif maka mereka akan menunjukkan ketekunan dan rasa empati serta
simpati.
Anak berkebutuhan khusus yang dalam hal ini kita kupas adalah anak
tunagrahita yang nyatanya disability anak tunagrahita semakin meluas dan bervariasi,
karena alasan sebagai berikut:
a. Penyakit-penyakit yang dialaminya semasa kanak-kanak remaja dan dewasa sebagai
akibat kerusakan otaknya.
b. Kurangnya love and care selama masa anak-anak sehingga menyebabkan gangguan
penyesuaian diri yang diasosiasikan dengan berbagai problem tingkah laku yang
diperlihatkannya.
c. Traffic accident atau industrial accident dan selama masa kanak-kanak, remaja atau
dewasa dalamnya.
Di atas adalah bervariasinya anak berkebutuhan khusus tunagrahita dalam hal ini ada
cuplikan observasi anak berkebutuhan khusus tunagrahita antara lain sebagai berikut:
a. Anak tunagrahita dengan sekolahnya
Berdasarkan hasil wawancara maka tujuan praktis pendidikan anak tunagrahita
Sekolah Luar Biasa bagian C adalah agar anak-anak ini bisa gembira dan mencapai
rasa aman dan ketenangan. Tujuan di sekolahkannya anak-anak agar penyesuaian diri
mereka selesai pendidikan dasar pada usia 17 tahun. Jadi koma pada usia 18-19 tahun
mereka diharapkan mampu:
1) Menampilkan harga diri
a) Mengenal diri sendiri
b) Tidak bergantung pada orang lain
2) Melakukan hubungan sosial
a) Dapat bergaul
b) Dapat menerima respon masyarakat
3) Dari segi ekonomi
Mampu bekerja untuk membantu diri dalam kegiatan produksi
4) Memperlihatkan tanggung jawab
a) Dapat berpartisipasi dengan masyarakat
b) Minimal tidak mengganggu kehidupan masyarakat
b. Tujuan pendidikannya
Tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah sebagai berikut
1) Dapat berdiri sendiri
a) Mempertahankan suatu macam pekerjaan tertentu.
b) Dapat menggunakan atau mengatur penghasilannya secara fungsional.
c) Mereka ini dapat melebur pada masyarakat koma kerja secara terbuka.
2) Berdiri sendiri dengan pengawasan
a) Mempertahankan suatu macam pekerjaan.
b) Tidak dapat mengatur atau menggunakan penghasilannya.
c) Mereka dapat bekerja di bengkel kerja.
3) Menolong diri sendiri
a) Secara fundamental dalam kurung dalam hal-hal yang mendasar
b) Tidak mengganggu
c) Mereka dapat tinggal dalam keluarga atau instansi dalam kurung lembaga.
c. Anak tunagrahita dalam masyarakat
Kelas khusus atau sekolah khusus untuk anak tunagrahita tidak menghasilkan
keuntungan akademis apapun bilamana kurang diberikan latihan untuk
sosialisasi.Namun masyarakat secara keseluruhan menaruh harapan yang begitu
rendah pada anak-anak ini dan sekaligus menghambat kemajuan mereka.Kebanyakan
studi menunjukkan bahwa bilamana anak tunagrahita gagal dalam pekerjaan hal ini
bukan karena ketidakmampuan mereka menghasilkan atau menyelesaikan suatu tugas
tetapi karena interaksi sosial diantara mereka.
d. Anak tunagrahita dan penyesuaian sosialnya
Komponen penyesuaian sosial mencakup penyesuaian dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari (sebagai contoh: merawat diri sendiri, menata diri dalam di dalam rumah
dan keterampilan untuk hidup mandiri), penyesuaian di dalam keluarga (meliputi:
komunikasi, kontribusi dan partisipasi di dalam keluarga), penyesuaian di dalam
pekerjaan (meliputi: sikap terhadap tipe pekerjaan dan penyesuaian di dalam
pekerjaan) dan penyesuaian dalam kehidupan senggang dan kehidupan sosial mereka
(mencakup: partisipasi dalam aktivitas kelompok, mempunyai teman dan mengikuti
kehidupan sosial).
5. Peran Bimbingan Konseling Bagi Anak Tunagrahita
Layanan Bimbingan Konseling Anak Tunagrahita:
1. Layanan Orientasi
Layanan yang memungkinan peserta didik tunagrahita adalah mengenal
tempat dan benda yang dijumpainya dan membiasakan agar anak tersebut tidak
lupa. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang
berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman
2. Layanan  Informasi
Layanan yang memungkinan Anak tunagrahita agar mendapatkan
pendidikan dan layanan info seputar mengasah kemampuan bagi mereka.Tujuan
layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil
keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar
maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai.
Layanan informasi berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman
3. Layanan Konten
Mengeksploitasi kemampuan kreatifitas anak tunagrahita agar mereka dapat
mengerjakan pekerjaan yang dipegangnya dengan baik.
4. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan
penyaluran di dalam kelas, untuk pengembangan potensi yang ada pada anak.
Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
5. Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung
tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang
dihadapinya dan perkembangan dirinya.Tujuan layanan konseling perorangan
adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya.Layanan
Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
6. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama
melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan
(topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan
sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika
kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan
membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan
pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau
tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok
berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan
7. Layanan Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok)
memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan
pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat
memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan
pribadi melalui dinamika kelompok.Layanan Konseling Kelompok berfungsi
untuk pengentasan dan advokasi.

D. AUTISME
1. Definisi Autisme
Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang.Anak-
anak penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila, dan berbahaya. Sungguh
suatu pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Dengan persepsi masyarakat yang
sedemikian rupa, maka perkembangan dan keberadaan anak autis menjadi tidak
diperhatikan. Jangankan untuk sekolah, untuk berinteraksi saja anak autis sering tidak
mendapatkan tempat.
Secara neutorologis, anak autis adalah anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, dan fantasi. Hambatan
perkembangan itulah yang menjadikan anak autis memiliki perlakuan yang berbeda
dengan anak-anak biasanya. Pada beberapa bentuk perilaku anak autis memiliki
kecenderungan yang ekstrem. Dalam hal akademik juga sering ditemukan anak-anak
yang memiliki kecenderungan spesifik dan melebihi kemampuan anak-anak seusianya.
Sekalipun demikian, rata-rata anak autis tidak memiliki kemampuan di segala bidang.
Triantoro Safaria (2005:1), autisme sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain, ekolalia, adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipe,
mutism, pembalikkan kalimat , gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan
penguasaan yang tertunda, rute ingatan yang kuat serta keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.

2. Karakteristik Autis
Menurut Handojo (2004: 24), beberapa karekteristik dari perilaku autisme pada anak-anak antara
lain :
1) Bahasa / komunikasi meliputi ekspresi wajah yang datar, bicara sedikit, atau tidak ada,
jarang memaulai dengan komunikasi, tidak menggunakan bahasa / isyarat tubuh, tidak
meniru aksi atau suara, tampak Tidak mengerti arti kata, mengerti dan menggunakan kata
secara terbatas, Intonasi atau ritme vokal yang aneh.
2) Hubungan dengan orang meliputi tidak responsive, tidak ada senyum social, tidak
berkomunikasi dengan mata, kontak mata terbatas, tampak asik bila dibiarkan sendiri,
tidak melakukan permainan giliran, genggunakan tangan orang dewasa sebagai alat.
3) Hubungan dengan lingkungan meliputi bermain refetitif (diulang-ulang), marah atau
tidak menghendaki perubahan-perubahan, berkembangnya rutinitas yang kaku,
memperlihatkan ketertarikan yang sangat tak fleksibel.
4) Respon terhadap indera / sensoris meliputi kadang panik terhadap suara- suara tertentu,
sangat sensitif terhadap suara, bermain-main dengan cahaya dan pantulan, memainkan
jari-jari di depan mata, menarik diri ketika disentuh, tertarik pada pola dan tekstur
tertentu, sangat in aktif atau hiperaktif, seringkali memutar-mutar, membentur-bentur
kepala, menggingit pergelangan, melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan, atau
merespon aneh terhadap nyeri.
5) Kesenjangan perkembangan perilaku meliputi kemampuan mungkin sangat baik atau
sangat terlambat, mempelajari keterampilan diluar urutan normal, misalnya membaca tapi
tak mengerti arti, menggambar secara rinci tapi tidak dapat mengancing baju, pintar
mengerjakan puzzle, tapi amat sukar mengikuti perintah, berjalan pada usia normal, tetapi
tidak berkomunikasi, lancar membeo suara, tetapi sulit berbicara dari diri sendiri, suatu
waktu dapat melakukan sesuatu, tapi tidak di lain waktu.

3. Problematika dan Faktor Penyebab Autis


Autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf
yang memengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
Seorang anak disebut sebagai penyandang gangguan autisme atau biasa disebut ASD
(Autistic Spectrum Disorder), apabila ia memiliki sebagian uraian dari gejala-gejala sebagai
berikut :
a) Gangguan komunikasi yaitu suatu kecenderungan yang memiliki hambatan dalam
mengekspresikan diri, sulit bertanya jawab, sering mengulangi ucapan orang lain, atau
bahkan bicara secara total dan berbagai bentuk masalah gangguan komunikasi lainnya.
b) Gangguan perilaku yaitu adanya perilaku stereotip atau khas seperti mengepakkan
tangan, melompat-lompat, berjalan jinjit, senang pada benda yang berputar atau
memutar-mutar benda, mengetuk-ngetukan benda kepada benda lain. Obsesi pada bagian
benda yang tidak wajar dan berbagai bentuk masalah perilaku yang tidak wajar bagi anak
seusianya.
c) Gangguan interaksi yaitu keengganan seorang anak untuk berinteraksi dengan anak-anak
sebayanya bahkan seringkai merasa terganggu dengan kehadiran orang lain disekitarnya,
tidak dapat bermain bersama anak lainnya dan lebih senang hidup menyendiri. (Dyah
Puspita (2003: 1).
Penyebab Autisme itu sendiri, menurut para ahli dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi yang dilahirkan bahkan sebelum
vaksinasi yang didapat oleh ibu hamil dilakukan. Patricia Rodier, seorang ahli embrio dari
Amerika menyatakan bahwa gejala autisme dan cacat lahir itu dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain yaitu terjadinya kerusakan jaringan otak pada janin yang terjadi
sebelum 20 hari pada saat pembentukan janin didalam rahim. Peneliti lainna, Minshew
menemukan bahwa anak yang terkena autisme pada bagian otaknya yang berfungsi dalam
mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal.
Penelitian ini membuktikan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester
ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Menurut Handojo (2004: 15) menyatakan penyebab autisme bisa terjadi pada saat
kehamilan. Pada tri semester pertama, faktornya dapat dipicu karena adanya infeksi
(toksoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam berat, zat aditif (MSG, pengawet,
pewarna), maupun obat- obatan lainnnya. Selain itu, tumbuhnya jamur secara berlebihan
yang terdapat didalam usus anak sebagai akibat pemakaian antibotika yang berlebihan dan
dapat berdampak pada kebocoran usus (leaky-gut syndrome) serta tidak sempurnanya
pencernaan mencerna kasein dan gluten.

BAB III
HASIL OBSERVASI
A. Profil Sekolah
Nama Sekolah : SLB NEGERI KOTA GORONTALO
NPSN : 58570014
Alamat : Jl. Beringin Kel. Tuladenggi Kec. Dungingi Kota Gorontalo
Email : slbnkotagorontalo12@gmail.com
No. Telepon :-
Kode Pos : 96137
Tahun Berdiri : 2007
Status Sekolah : Negeri
Akreditas :-
Bangunan Sekolah : Milik Pemerintah

Observasi ini dilakukan pada :


Hari/tanggal : Senin, 28 Desember 2020
Waktu : 11.00-12.00 WITA

B. Hasil Observasi
1. Hasil Wawancara Dengan Guru
Nama : Muhammad Taskim Adam
Profesi : Guru Kelas Autis

Berdasakan hasil observasi yang telah kami lakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri
(Pendidikan Khusus). Di Sekolah Luar Biasa Negeri tersebut menerima berbagai
siswa yang mengalami ketunaan, baik itu tunanetra, tunarungu, tunadaksa,
tunagrahita, autis dan lain sebagainya. Siswa di pisah misalnya untuk anak
tunanetra digabung satu kelas, untuk anak tunadaksa digabung satu kelas dan juga
anak-anak yang lain digabung sesuai dengan penyandang.
Guru yang kami wawancarai bernama Muhammad Taskim Adam. Guru yang
kami wawancarai merupakan Guru kelas Autis. Dari hasil wawancara kami
kepada Pak Muhammad Taskim Adam ini bahwa di Sekolah Luar Biasa Negeri
(Pendidikan Khusus) memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai untuk anak-anak
yang berkebutuhan khusus yaitu antara lain ada ruang keterampilan, ruang
menjahit, ruang tata boga, ruang make up, ruang olahraga, dan ruang
ektrakurikuler.
Selanjutnya keadaan siswa dan juga guru dalam mengajar di masa pandemi covid-
19 ini. Selama dalam masa pandemi covid-19 pembelajaran yang berlangsung di
Sekolah Luar Biasa Negeri (Pendidikan Khusus) tidak dilakukan secara daring
dikarenakan kondisi anak-anak yang memang tidak bisa untuk diadakannya
pembelajaran daring karena banyak anak yang tidak bisa mendengar/kurang
pendengaran karena keadaan mereka. Jadi selama pandemi covid-19
pembelajaran yang dilakukan yaitu Guru yang datang langsung ke rumah siswa
masing-masing. Atau juga Guru membuat kelompok belajar dimana terdiri dari 5
orang. Di minggu pertama misalnya guru akan mengajar untuk kelompok yang
pertama dan selanjutnya untuk minggu berkutnya kelompok yang selanjutnya
lagi. Sehingga pembelajaran bisa tetap berlangsung walaupun di masa pandemi
covid-19.

2. Kasus
1) Syifa Nurul Sabillah Datau (Kasus Anak
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, saya mengambil kasus anak yang
menderita tunagrahita berinisial ND.
Dilihat dari perkembangan bahasanya,ND memiliki kemampuan komunikasi yang
sederhana. Penampilan fisiknya juga menunjukkan kelainan sebagai gejala
bawaan.
Proses berpikir dan belajar ND juga lebih lambat dibandingkan anak-anak sehat
pada umumnya.
Ini dikarenakan ND saat itu ia lahir secara prematur Dan ada sedikit kelainan
pada otaknya. Saat mulai tumbuh dari bayi ke balita, tanda-tanda yang muncul
adalah ND mengalami keterlambatan bicara, duduk, merangkak atau berguling.
Dan saat mulai besar ia mengalami kesulitan
Lambat menguasai kemampuan mendasar, seperti makan sendiri, berpakaian
ataupun buang air di toilet.
Gangguan perilaku, seperti sering marah-marah tidak terkendali.
Untuk masalah kesembuhan ND, Orang tua ND sudah mengusahakan untuk
kesembuhan dan perkembangan dari ND, akan tetapi memang untuk tunagrahita
ini hanya bisa dilakukan dengan cara latihan-latihan belajar dengan orang orang
yang ahli. Dan sering konsultasi kepada dokter/psikolog. Dan ND sendiri
disekolah kan ke sekolah khusus untuk anak-anak sepertinya / SLB.
2) Marzan . Tomayahu (Kasus Anak Autisme)
Saya mengambil kasus anak autisme yang berinisial AS. AS berusia 8 tahun. AS
adalah anak autisme sejak lahir, pada umur 1 tahun AS kesulitan dalam berbicara
dan sulit untuk mengucapkan kata-kata yang diajarkan kepadanya. Sejak berusia 5
tahun AS sudah bisa mengucapkan kata-kata yang diajarkan kepadanya hanya
saja belum terlalu jelas ucapannya.
Orangtua AS mengusahakan kesembuhan AS dengan mengajarkan kata demi kata
setiap hari.
3) Sartina N Madji (Kasus Anak Tunarungu)
Salah satu siswa yang mengalami kasus tunarunggu berinisial MR. MR berusia 7
tahun. Siswa MR merupakan penyandang tunarunggu bawaan dari lahir. Gejala
gangguan pendengaran pada MR terlambat mulai berbicara atau perkembangan
bicaranya yang tidak sesuai dengan usianya, pelafalan bicara tidak jelas, berbicara
dengan suara yang lebih keras dari biasanya. Kemungkinan sembuh untuk
penyandang tunarunggu sejak lahir sangatlah kecil, biasanya juga tidak bisa
disembuhkan.
4) Siti Sarah Pautina (Kasus Anak Tunadaksa)
Dalam observasi yang saya lakukan, saya mengambil kasus anak tunadaksa yang
berinisial FH. FH berusia 15 tahun. Kedua kaki FH tidak bisa bergerak lagi tetapi
anggota tubuh lainnya masih berfungsi, seperti masih mampu memegang pensil,
bola, botol, makanan, buku, tas dan benda lainnya. FH mempunyai hambatan
waktu duduk dibangku TK, gejalanya tiba-tiba badan panas tinggi tidak turun-
turun dan kedua kakinya jadi lumpuh layu. FH mengalami kelumpuhan itu juga
karena Ibu FH mempunyai gen yang menurunkan kelumpuhan, jadi bila ibu FH
mempunyai anak laki-laki kemungkinan akan menurun pada anaknya.
Kemungkinannya untuk sembuh untuk penyandang tunadaksa biasanya tidak bisa
disembuhkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mangunsong (2011) menyatakan bahwa tunadaksa mempunyai pengertian yang luas
dimana secara umum dikatakan ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk menjalankan
fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Dalam hal ini yang termasuk gangguan fisik
adalah lahir dengan tunadaksa bawaan seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, kehilangan
anggota badan karena amputasi, terkena gangguan sensomotorik (alat pengindraan) atau
menderita penyakit kronis.
Menurut Murni Winarsih (2007:23), menyatakan tunarunggu merupakan orang yang
mengalami kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar baik sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya di kehidupan sehari-
hari.
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial.Anak
berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah keterbelakang mental karena
keterbatasan kecerdasannya.Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar untuk
mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang.Anak-anak
penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila, dan berbahaya. Sungguh suatu
pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Menurut Handojo (2004: 15) menyatakan
penyebab autisme bisa terjadi pada saat kehamilan. Pada tri semester pertama, faktornya
dapat dipicu karena adanya infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam
berat, zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), maupun obat- obatan lainnnya.

B. Saran
Diharapkan baik calon guru maupun guru mampu mengetahui, memahami dan
memperlakukan anak-anak yang mengalami kelainan fisik dengan baik dan benar agar
nantinya dapat mengoptimalkan kemampuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

https://fajarsetia2020.blogspot.com/2012/10/hasil-observasi-anak-tunarunggu-di-slb-n.html
https://meenta.net/7-pengertian-tunarunggu-berdasarkan-ahli
https://www.kajiaanpustaka.com/2020/07/tunarunggu.html
https://syaidahbadriyah.blogspot.com/2015/12
https://meenta.net/tunadaksa-menurut-ahli/

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/2819/3/Ayudya%2520Ragil
%2520Listiana_BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjy1Lf8wIPuAhWHb30KHfZ8CIgQFjABegQIAxAJ&usg
=AOvVaw1MMS5cgAdIMlzFQqCKBGCJ
https://meenta.net/tunadaksa-menurut-ahli/

Anda mungkin juga menyukai