Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


RETARDASI MENTAL PADA ANAK

Disusun oleh:
Kelompok 1
Florencius rumimper 16011104051
Serefine 17011104046
Christi longkutoy 17011104047
Deslia imbang 17011104049
Elfrida sangkoy 17011104050
Feronika lumolos 17011104051
Junita saroinsong 17011104052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

2019

2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan pada
kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
tentang ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RETARDASI MENTAL PADA
ANAK. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan tindakan dislokasi. Makalah
ini dibuat berdasarkan tugas kelompok dari dosen kami.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Terima kasih.

Manado, September 2019

DAFTAR ISI

3
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………..
...................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ………………………………………………………..
...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian retardasi mental ……………………………………………….
...................................................................................................................3
B. Penyebab retardasi mental …………………………………………………
...................................................................................................................3
C. Klasifikasi dari retardasi mental ……...........................................................
...................................................................................................................4
D. Gejala dari retardasi mental ………………………………………………..
...................................................................................................................6
E. Patofisiologi ………………………………………………………………..
...................................................................................................................9
F. Pencegahan retardasi mental………………………………………………..
...................................................................................................................10
G. Komplikasi retardasi mental ……………………………………………….
...................................................................................................................10
H. Penatalaksanaan ……………………………………………………………
...................................................................................................................10
I. Pemeriksaan penunjang retardasi mental …………………………………..
...................................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian …………………………………………………………………...
...................................................................................................................13
B. Diagnose keperawatan ………………………………………………………
...................................................................................................................14

4
C. Intervensi ……………………………………………………………………
...................................................................................................................14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………...
.................................................................................................................17
B. Saran ……………………………………………………………………….
...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau sering juga disebut
dengan tuna grahita (Kaplan, 2010).
American Association on Mental Retradation (AAMR) memberikan
batasan yang menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukan adanya
keterbatasan dalam fungsi yang mencakup fungsi intelektual yang di bawah
rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari
keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan
sosial, kesehatan dan keamanan fungsi akademis, waktu luang dan lain-lain.
Keadaan ini nampak pada usia sebelum 18 tahun (Khoiri, 2012).
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), tercatat sebanyak 15% dari
penduduk dunia atau 785 juta orang mengalami gangguan mental dan fisik.
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama di negara-negara berkembang. Di Asia sendiri ada sekitar 3 % dari
penduduknya yang mengalami keterbelakangan mental. Di Indonesia,
berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) tahun 2009
terdapat 4.253 anak retardasi mental yang terdapat pada seluruh sekolah luar
biasa (Norhidayah., Wasilah, dan A.N. Husein, 2013).
Anak dengan retardasi mental biasanya mendapat tanggapan negatif
masyarakat sehingga hal tersebut menimbulkan berbagai reaksi pada orang tua
mereka, seperti ada orang tua yang mengucilkan anaknya atau tidak mau
mengakui anak yang mengalami retardasi mental. Di sisi lain, ada pula orang
tua yang berusaha memberikan perhatian lebih dan memberikan yang terbaik
kepada anaknya (Novi, L., I.G. Agung., N.P.Y. Sutari, dan D. Andriana, 2014).

1
Anak dengan gangguan retardasi mental membutuhkan penanganan dini
dan intensif untuk membantu kesembuhannya. Disinilah peran orang tua dan
tenaga kesehatan terhadap kondisi anak (Aisha, M.N, 2012).

B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian retardasi mental.
2. Untuk mengetahui penyebab retardasi mental.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari retardasi mental.
4. Untuk mengetahui gejala dari retardasi mental.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari retardasi mental.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental.
7. Untuk mengetahui pencegahan retardasi mental.
8. Untuk mengetahui komplikasi retardasi mental.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental.
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang retardasi mental.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada retardasi mental.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Retardasi mental

2
Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related
Health Problem (ICD-10), retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
ditandai oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan (kecakapan,
skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
(Lumbantobing, 2006).
Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang
(abnormal) atau dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau
sejak masa kanak-kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya
keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra,
2010).
Retardasi mental adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang
muncul dengan kurangnya perilaku adaptif, awitannya sebelum 18 tahun
(Wong, 2009).
Menurut Muttaqin (2008) tuna grahita atau retardasi mental adalah suatu
kondisi yang ditandai oleh inteligensi yang rendah yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan
masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
B. Penyebab Retardasi Mental
Menurut Mutaqqin (2008) penyebab dari retardasi mental adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Genetik
Kelainan jumlah dan bentuk kromosom misalnya trisomi-21 atau
dikenal dengan Mongolia atau Down Syndrome
2. Faktor Prenatal
a. Gizi
b. Mekanis
c. Toksin
d. Endokrin
e. Radiasi

3
f. Infeksi yaitu virus seperti campak, influenza, TBC.
g. Stres
h. Imunitas
i. Anoksia embrio.
3. Faktor Perinatal
a. Proses kelahiran yang lama
Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupturetali
umbilicus
b. Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
c. Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
4. Faktor Pascanatal
a. Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis)
b. Trauma kapitis dan tumor otak
c. Kelainan tulang
d. Tengkorak
e. Kelainan endokrin dan metabolik keracunan pada otak.

C. Klasifikasi Retardasi mental


Klasifikasi retardasi mental menurut kesepakatan Asosiasi
Keterbelakangan Mental Amerika Serikat (American Association of Mental
Retardation) sebagai berikut:
1. Retardasi mental lambat belajar (slow learner, IQ= 85-90)
2. Retardasi mental taraf perbatasan (borderliner, IQ= 70-84)
3. Retardasi mental ringan (debil atau moron) (mild, IQ= 55-69)
4. Retardasi mental sedang (moderate, IQ= 36-54)
5. Retardasi mental berat/ imbecile (seveer, IQ= 20-35)
6. Retardasi mental sangat berat atau idiot (profound, IQ= 0-19) (Mutaqqin,
2008).
Menurut Maslim (2003) klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ
III:

4
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak
naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan
rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari
anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan
Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban
dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan
dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan
fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri,
pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka
kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini
membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk
dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar,
angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan
organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang
sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan
supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini
pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

5
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi
Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak
mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti
buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.

D. Gejala Retardasi mental


Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi
mental sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak
tumpul. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motorik (Sandra, 2010).
Menurut Muttaqin (2008) anak tuna grahita dapat dikenali dari tanda
sebagai berikut :
1. Penampilan fisik tidak seimbang: kepala terlalu kecil/terlalubesar,
mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk,
2. Kecerdasan terbatas
3. Tidak mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai
usia
4. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatasdan
sederhana saja- Perkembangan bahasa/bicara lambat
5. Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap
lingkungannya(pandangan kosong) dan perhatiannya labil,
sering berpindah-pindah.
6. Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali
7. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan
terbatas,apatis, dan acuh tak acuh terhadap sekitarnya.
8. Sering ngiler/keluar cairan dari mulut.

6
Perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan
mental yaitu:
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu
tidak melihat keterbelakangan ini.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara
sosial.
c. Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan
bimbingan dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau
stress sosial.
2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35-49)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan
dengan jelas terlambat.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat
kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau
semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi
pada permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di
tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.
3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20-34)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda,
sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan
mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).
b. Usia sekolah (6-21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat
ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon
pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai
kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima

7
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.
4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua
bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan
perawatan diri.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas
tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari
pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi
dengan ketat.
c. Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara
dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik
regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan
perawatan diri (Sandra, 2010).

E. Patofisiologi retardasi mental

Faktor Genetik Faktor


Faktor Prenatal Faktor Perinatal
Pascanatal

8
Kelainan jumlah
dan bentuk  Gizi  Proses
kromosom  Mekanis  Akibat infeksi
kelahiran
 Toksin yang lama  Trauma kapitis
 Posisi janin dan tumor otak
 Endokrin
 Kelainan tulang
 Radiasi yang abnormal
 Kecelakaanpad Tengkorak
 Infeksi
 Kelainan endokrin
 Stres a waktu lahir
dan metabolik,
 Imunitas dan keracunan pada
 Anoksia embrio kegawatan fatal otak

F. Pencegahan Retardasi Mental


Retardasi mental ini disebabkan kerusakan
Kerusakan pada dari sel-sel otak tidak mungkin
fungsi otak:
Hernisfer
fungsinya dapatkanan : keterlambatan
kembali perkembangan
normal, maka motorik
yang penting kasar
adalah dan halus primer
pencegahan
Hernisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, sosial dan kognitif
yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit. Dengan
memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial dapat
Penurunan fungsi
mengakibatkan intelektual
retardasi secara umum
mental, Gangguan
misalnya perilaku
melalui adaptif sosial
imunisasi/konseling
perkawinan, pemeriksaan kehamilan rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan,
dan bersalin pada tenaga kesehatan yang berwenang, maka dapat membantu
Keluarga Hubungan sosial Perkembangan
menurunkan angka kejadian retardasi mental (Mutaqqin, 2008).
 Kecemasan  Gangguan
Keluarga komunikasi Fungsi
 Kurang
9 intelektual 
verbal
 Pengetahuan  Gangguan
 Koping Bermain  Risiko
keluarga tak  Isolasi sosial Ketergantungan
G. Komplikasi Retardasi Mental
Komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi/hiperaktif
5. Defisit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan) (IDAI, 2011).
7.
H. Penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental
. 1. Penatalakanaan Medis
Obat-obatan yang digunakan adalah :
a. Obat-obat psikotropika (tiroidazin, mellaril) untuk remaja dengan
perilaku yang membahayakan diri sendiri.
b. Psikostimulan menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi.
c. Antidepresan (imipromin)
d. Carbamazepin (tegretol) dan propanol (inderal)
2. Melibatkan bantuan dari :
a. Psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama
kemampuan kognitifnya.
b. Dokter anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisa penyebab, dan
mengobati penyakit/kelainan yang mungkin ada.
c. Pekerja sosial diperlukan apabila anak juga menderita epilepsi, serebral
palsi.
d. Psikiater diperlukan apabila anak menunjukkan kelainan tingkah
laku/apabila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga.
e. Ahli rehabilitasi medis diperlukan untuk merangsang perkembangan
motorik dan sensoriknya.

10
f. Ahli terapi wicara untuk memperbaiki gangguan bicaranya/untuk
merangsang perkembangan bicaranya, serta diperlukan guru pendidikan
luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental.
g. Pada orang tuanya perlu diberi penerangan yang jelas mengenai
keadaan anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang
diberikan. Disamping itu, diperlukan kerjasama yang baik antara guru
dengan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi
penanganan anak di sekolah dan di rumah.
h. Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan taraf IQ-nya, mereka digolongkan yang mampu
dididik untuk golongan retardasi mental ringan, dan yang mampu
dilatih anak dengan retardasi mental sedang.
i. Semua anak yang retardasi mental juga memerlukan penanganan,
seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring
terhadap tumbuh kembangnya (IDAI, 2011).

I. Pemeriksaan Penunjang Retardasi Mental


Menurut Dorland (2010) beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
pada anak yang menderita retardasi mental yaitu:
1. Kromosom kariotipe
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
kromosom yang mendasari retardasi mental.
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai
adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan
ubun-ubun masih terbuka.
4. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
5. Titer virus untuk infeksi congenital
6. Serum asam urat (Uric acid serum)
7. Laktat dan piruvat

11
8. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
9. Serum seng (Zn)
10. Logam berat dalam darah
11. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
12. Serum asam amino atau asam organik
13. Plasma ammonia
14. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
15. Urin mukopolisakarida
16. Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia.
Namun, tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya
karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar
ketrampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus
berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis,
prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Kesulitan yang dihadapi adalah
kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes
psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai
perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan
bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motorik.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Wong (2009) pengkajian pada pasien retardasi mental adalah:
1. Data demografi : nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku, alamat.
2. Riwayat kesehatan pasien :

12
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Alasan datang ke rumah sakit
c. Sejak kapan
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Genogram
b. Proses kehamilan, persalinan, dan perkembangan
c. Adanya trauma
4. Lakukan pemeriksaan fisik
Pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam
perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala :
mikresefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien retardasi
mental sangat mudah dikenai seperti hipertelorisme, lidah yang
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi, dan ekspresi wajah
tampak tumpul.
5. Lakukan pengkajian perkembangan
Dengan pemeriksaan DDST untuk menilai tumbuh kembang anak.
Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler
Intellence, Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif
Behavior Scale.
6. Lakukan pengkajian mengenai riwayat keluarga dengan menanyakan
apakah dalam keluarga ada yang menderita retardasi mental karena
retardasi mental merupakan penyakit yang herediter/keturuna.
7. Pengkajian riwayat kesehatan
 Kaji adanya trauma prenatal, perinatal/pascanatal atau cedera
fisik.
 Kaji adanya infeksi prenatal, infeksi yang menyerang otak
(meningitis, ensefalitis)
 Kaji apakah ibu pernah mengkonsumsi obat/alkohol.
 Kaji apakah ada malnutrisi sewaktu ibu hamil.
 Apakah ada abnormalitas kromosom

13
 Observasi adanya manifestasi klinis dari retardasi mental,
seperti :
a. Tidak responsif terhadap kontak
b. Kontak mata buruk selama menyusu
c. Penurunan aktivitas spontan
d. Penurunan kesadaran terhadap suara/gerakan
e. Menyusu lambat.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
yaitu:
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
b. Resiko cedera berhubungan dengan kordinasi gerak tak terkontrol.
c. Gangguan Interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan bicara atau
kesulitan beradaptasi.

C. Intervensi
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
NOC : Kemampuan Pesan Tertulis
Kriteria Hasil :
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan verbal
Menggunakan percakapan yang jelas.
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa nonverbal
NIC : Perbaikan Komunikasi
Aktivitas :
1. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
2. Berikan instruksi sederhana secara berulang

14
3. Berikan waktu yang cukup untuk berkomunikasi
4. Dorong anak untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Contoh koran, TV, kalender dan jam.

2. Resiko cedera berhubungan dengan kordinasi gerak tak terkontrol


NOC : Risk Control
Kriteria Hasil :
Mengindekasikan perubahan pada perilaku, gaya hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri mereka sendiri
dari cedera
NIC : Enviromental Management
Aktivitas :
1. Sediakan lingkungan aman dan nyaman.
2. Manajemen anak dengan perilaku sulit
3. Batasi aktivitas yang berlebihan.

3. Gangguan Interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan bicara atau


kesulitan beradaptasi.
NOC: Social Interaction Skill
Kriteria Hasil
Mengurangi kekacauan dalam berinteraksi
NIC:
1. Bantu anak mengidentifikasi kekuatan diri
2. Berikan pengetahuan kepada orang-orang terdekat mengenai
retardasi mental

15
3. Dorong anak untuk ikut berpartisipasi beraktivitas dengan teman dan
anggota keluarga lain.
4. Dorong anak untuk mempertahankan hubungan dengan teman-
temannya
5. Berikan penghargaan positif pada hasil yang dicapai oleh anak.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah ini membahas mengenai anak dengan retardasi mental beserta
asuhan keperawatannya. Pada retardasi mental atau tuna grahita, anak akan
mengalami penurunan kemampuan kognitif sehingga tingkat intelegensi anak

16
akan berada dibawah anak normal. Penatalaksanaan yang dilakukan tidak
hanya berfokus pada anak saja namun juga kepada orang tua dikarenakan
orang tua pasti akan mengalami beban psikologis akibat memiliki anak dengan
retardasi mental. Identifikasi dini tanda awal anak retardasi mental dapat
membantu untuk menindak lanjuti gangguan secara cepat sehingga dampak
yang lebih berat dapat dihindari.

B. Saran
Disarankan kepada para ibu hamil agar memperhatikan kesehatan dirinya
seperti memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan
mengurangi kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Perawat dapat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan retardasi mental dan dapat menjadi konselor untuk orang tua dengan
memberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya, dan apa yang
dapat diharapkan dari terapi yang diberikan pada anak dengan retardasi mental.

DAFTAR PUSTAKA

Aisha, M, N. 2012. Hubungan antara pengetahuan dengan retardasi mental dan


penerimaan orang tua. Skripsi. Tidak diterbitkan : UIN sunan kalijaga
Yogyakarta
Dorland, W.A, Newman., 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.

17
IDAI, 2011. Retardasi Mental dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia jilid II. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2010. Retardasi Mental dalam Sinopsis Psikiatri.
Tangerang : Binarupa Aksara.
Khoiri, H.2012. Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Retardasi Mental
Ditinjau dari Kelas Sosial.Jurnal. Developmental and Clinical Psychology
vol. 1 No. 1
Lumbantobing, S.M., 2006. Anak dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ – III. Jakarta: Nuh Jaya.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Norhidayah; W, S & Husein, A.N., 2013. Gambaran Kejadian Kecemasan pada
Ibu Penderita Retardasi Mental Sindromik di SLB-C Banjarmasin. Journal
Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 1 http://ejournal.unlam.ac.id/index.
php/bk/article/download/ 256/214.
Novi, L., I.G. A., N.P.Y. Sutari, dan Andriana.D. 2014. Hubungan Mekanisme
Koping Dengan Pola Asuh Orang Tua Anak Retardasi Mental Ringan Di
Sekolah Luar Biasa C Negeri Denpasar. Jurnal COPING (Community of
Publishing in Nursing).
Sandra, M. 2010. Anak Cacat bukan Kiamat; Metode Pembelajaran dan Terapi
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati.
Wong, L.D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol.1.Edisi 6. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai