Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : PADA PASIEN

DENGAN FRAKTUR FEMUR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III
Dosen :

Disusun Oleh:

PURWANDI

EUIS TRESNAWATI

EDO PRASETIA

NIA KURNIASIH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (SI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BUDI LUHUR-CIMAHI

2019
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Pada Pasien dengan Fraktur Femur” bisa selesai dengan tepat waktu. Adapun
penulisan makalah ini sebagai tugas diskusi kelompok. Kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Tanpa adanya bantuan dari
semua pihak, makalah ini tidak akan selesai pada tepat waktu.

Dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna . maka dari itu kami masih
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dan semoga dengan adanya
makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, Amin .

Bandung, September 2019

Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II : Tinjauan Teoritis

2.1 Definisi...................................................................................................... 3
2.2 Etiologi...................................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi Fraktur .................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi .............................................................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 7
2.6 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................... 8
2.7 Penatalaksanaan Medis ............................................................................. 8
2.8 Komplikasi ................................................................................................ 9
BAB III : Tinjauan Kasus

3.1 Kasus ......................................................................................................... 10


3.2 Pengkajian ................................................................................................. 11
3.3 Kebutuhan Dasar....................................................................................... 12
3.4 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 13
3.5 Analisa Data .............................................................................................. 14
3.6 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 15
3.7 Implementasi Keperawatan ....................................................................... 16
BAB IV : Penutup

4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 20


4.2 Saran ......................................................................................................... 20
Daftar Pustaka .................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang akhir-akhir ini menyita perhatian
masyarakat. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menjadikan alat transportasi sebagai
kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang tinggi dan faktor kelalaian manusia menjadi
salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menurut data kepolisian RI tahun 2018,
terjadi 103.672 kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia, sedangkan menurut data badan
kesehatan dunia (WHO) tahun 2017, kecelakaan lalu lintas di Indonesia menempati urutan
pembunuh kesepuluh besar setelah penyakit tidak menular dan penyakit menular.
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang. Penyebab terbanyak
Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes
RI, 2005). Salah satu akibat dari kecelakaan adalah fraktur. Fraktur dapat terjadi pada semua
kalangan usia baik anak, dewasa, dan lanjut usia (Lansia).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang
menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia, kejadian fraktur akibat kecelakaan
mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta (Depkes 2007). Menurut Depkes
RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat
kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%.
Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang
mengalami fraktur tibia.
Pencegahan dini yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk fraktur adalah
menggunakan alat pengaman keselamatan yang lengkap selama berkendara, mematuhi
peraturaan lalu lintas, dan menyimpan benda tajam dengan baik. Perawat yang juga termasuk
dalam pemberi pelayanan kesehatan harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang mengalami fraktur serta memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi.
Berdasarkan paparan diatas maka dalam makalah ini akan membahas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem muskuluskeletal akibat
Fraktur Femur.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien
dengan Fraktur Femur.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami pengertian dari FrakturFemur.
b. Mampu memahami penyebab dari Fraktur Femur.
c. Mampu memahami patofisiologi Fraktur Femur.
d. Mampu memahami manifestasi klinis dari Fraktur Femur.
e. Mampu memahami klasifikasi Fraktur Femur.
f. Mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari Fraktur Femur.
g. Mampu memahami penatalaksanaan medis dari Fraktur Femur.
h. Mampu memahami komplikasi dari Fraktur Femur.
i. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien Fraktur Femur.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia, diselubungi oleh otot
terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan oleh kekuatan yang sangat besar.
Fraktur ini memiliki implikasi pada penatalaksanaan keperawatan karena besarnya trauma
yang dialami dan kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale
Julia.2011)
Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga kondil.
Seperti gambar dibawah ini :

Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau trauma
industri, khususnya kecelakaan hyang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan besar.
(McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011)
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price 7 Wilson,
2006 dalam buku Nurarif Amin Huda.2015))
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah). Fraktur femur
disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang dengan udara luar. Kondisi
ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Paha mendapat distribusi
darah dari percabangan arteri iliaka. Secara anatomis pembuluh darah arteri mengalir
disepanjang paha dekat dengan tulang paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga
akan menyebabkan cidera pada arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang
keluar sehingga beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan
pada sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf
terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok
neurogenik pada fase awal trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama pada fraktur
femur area dekat persendian akan memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom
kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, dan jaringan saraf
karena pembengkakan local yang melebihi kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal.
(Helmi Noor Zairin, 2012)

2.2 Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut Rendy, M Clevo.2012 yaitu :
A. T rauma atau tenaga fisik
B. Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara sepontan atau akibat trauma ringan.
C. Fraktur stress terjadi adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang
yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak
atas
D. Osteoforosis

2.3 Klasifikasi Fraktur


Menurut Smelzer.2001 dalam buku Jitowiyono Sugeng.2010:
A. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar
B. Fraktur tebuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana potensial
untuk terjadinya infeksi.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat:
1. Derajat I
 Luka kurang dari 1cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
 Kontaminasi ringan
2. Derajat II
 Laserasi lebih dari 1cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
 Fraktur komuniti sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

C. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
(bergeser dari posisi normal).

D. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian terjadi pada sebagian garis tengah tulang

2.4 Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh darah
didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan
terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah periosterum, dan akhirnya
jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel-sel
dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah fraktur dan aliran darah
keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan
endosteum akan memproduksi osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum
mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang
permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast
mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast
membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi
menjadi osteosit (sel-sel tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012)

2.5 Manisfestasi Klinis


Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010:
A. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
B. Nyeri pembengkakan
C. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan,
tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)
D. Gangguan pada anggota gerak
E. Deformitas
F. Kelainan gerak
G. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
H. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.
I. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Rendy,M Clevo.2012:
A. Radiologi foto polos dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada tulang
femur
B. Skor tulang tomography dapat digunakan untuk menidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
C. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
D. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat atau menurun.
2.7 Penatalaksanaan Medis
A. Reduksi dan imobillisasi fraktur
1. Reduksi fraktur dilakukan untuk menurunkan nyeri dan membantu mencegah
formasi hematom reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan traksi.
2. Bidai pneumatik dipasang untuk menurunkan kehilangahan darah dengan
memberikan tekanan dan tamponadeu pada formasi hematom. Traksi diperlukan
untuk menahan tulang paha agar tidak memberikan tekanan pada jaringan lunak
akibat kontraksi massa otot paha yang besar dan kuat pada saat mengalami spasme.
B. Pemberian analgesik yang tepat managemen nyeri harus segera diberikan. Apabila status
hemodinamik baik, maka pemberian narkotika intravena biasanya dapat menurunkan
respon nyeri.
C. Profilaksis antibiotik
D. Transfusi darah, terutama pada fraktur femur terbuka dengan adanya penurunan kadar
hemoglobin.
E. Lakukan pemasangan folley kateter
F. Radigrafi harus segera dilakukan untuk mendeteksi patologi.
G. Konsultasi ortopedi untuk intervensi reduksi terbuka

2.8 Komplikasi
A. Trauma syaraf
B. Trauma pembuluh darah
Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless, parasthesia, pale, paralise menjadi
kompartemen syndrome : kumpulan gejala yang terjadi karena kerusakan akibat trauma
dalam jangka waktu 6 jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai terjadi nekrose
yang menyebabkan terjadinya amputasi.
C. Komplikasi tulang :
1. Delayed union : penyatuan tulang lambat
2. Non union (tidak bisa nyambung)
3. Mal union (salah sambung)
4. Kekakuan sendi
5. Nekrosis avaskuler
6. Osteoarthritis
7. Reflek simpatik distrofi
D. Stres pasca traumatik
E. Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
Tn M berusia 40 tahun dirawat sejak kemarin karena kecelakaan lalu lintas. Klien
mengeluhkan nyeri pada area fraktur yang terpasang bidai. Nyeri yang dirasakan seperti disayat
– sayat benda tajam, nyeri bertambah saat dilakukan perawatan luka dan berkurang saat
diistirahatkan, skala nyeri 7 pada rentang 0 – 10. Pada saat dilakukan pengkajian keadaan umum
lemah, kesadaran composmentis, dengan tanda – tanda vital sebagai berikut: TD = 140/90
mmHg, N = 86x/mnt, RR = 28x/mnt, S = 38,5oC. CRT > 3 detik. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan: conjuctiva pucat, bising usus 10x/mnt, tidak bisa duduk karena sangat sakit.
Terpasang folley catheter No 16 dan aktivitas sehari – hari dibantu oleh keluarga. Hari ini klien
direncanakan untuk dilakukan operasi pemasangan fiksasi interna. Terpasang infus dengan Nacl
0,9% 20tts/mnt. Hasil Rongent menunjukkan “Simple fraktur femur dextra sepertiga distal”

3.2 Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal masuk RS : 11/9/2014
Usia : 40 thn
Status perkawinan : Tidak terkaji
Suku bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
B. Penanggung jawab
Nama : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Status perkawinan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Hubungan dengan klien: Tidak terkaji
C. Riwayat keperawatan sekarang
A. Keluhan utama
Nyeri paha sebelah kanan
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk rumah sakit sejak kemarin akibat kecelakaan lalu lintas, dilakukan
pemeriksaan fisik saat ini dengan vital sign TD : 140/90 mmHg, RR : 28x/mnt, HR :
86x/mnt, suhu : 38,5⁰C. Keluhan saat di kaji adalah nyeri yang dirasakan oleh pasien
berada di paha bagian kanan. Hal yang memperingan pasien biasanya dengan
istirahat karena dapat membatasi pergerakan terutama didaerah fraktur, serta
pemberian obat anti nyeri. Hal yang memperberat ketika dilakukan perawatan luka,
dengan skala nyeri 7 pada rentang 0-10, nyeri terasa seperti disayat sayat benda
tajam, nyeri hilang timbul karena gerakan, oleh karena itu tidak bisa duduk karena
sakit, lama nyeri 10-15 menit.
C. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
D. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terkaji

3.3 Kebutuhan dasar


A. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tidak terkaji
B. Pola Nutrisi metabolik
Tidak terkaji
C. Pola eliminasi
Pada saat dikaji pasien tidak mampu untuk berjalan memenuhi kebutuhan eliminasi dan
personal hygien sehingga kebutuhan ini dibantu oleh perawat dan keluarga.
D. Pola tidur dan istirahat
Tidak terkaji
E. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dapat bekerja, setelah sakit
pasien mengalami keterbatasan dalam pergerakan sehingga susah memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari, aktifitas di bantu keluarga. Klien tidak bisa duduk karena sangat
sakit
F. Pola persepsi kognitif
Tidak terkaji
G. Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terkaji
H. Pola peran hubungan dengan sesama
Tidak terkaji
I. Pola reproduksi dan seksualitas
pasien berjenis kelamin laki – laki usia 40 tahun.
J. Pola nilai dan kepercayaan
Tidak terkaji
K. Pola koping dan stress
Tidak terkaji

3.4 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : Compos mentis.
2. Tanda – tanda vital
Tekanan Darah : 140/90mmHg
Suhu : 38,50 C
Respirasi : 28 x/menit
Nadi : 86 x/menit
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Tidak terkaji
b. Mata : Konjungtiva pucat
c. Hidung : Tidak terkaji
d. Mulut : Tidak terkaji
e. Telinga : Tidak terkaji
f. Leher : Tidak terkaji
g. Dada :
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
h. Perut :
Inspeksi : Tidak terkaji
Auskultasi : Peristaltik usus normal 10 x/ menit.
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi (usus) : Tidak terkaji
i. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Tidak terkaji
Ektremitas bawah mengalami fraktur femur sudah terpasang bidai
j. Genitalia : tampak bersih, tidak ada lesi, terpasang folley catheter no 16

3.5 Analisa data


No Data Etiologi Masalah
DS: Diskontinuitas tulang
 Pasien mengeluh nyeri ↓
pada paha sebelah Pergeseran fragmen tulang dan
kanan terjadi proses inflamasi
 Pasien mengeluh nyeri ↓
1 seperti disayat-sayat Menekan ujung saraf bebas
benda tajam ↓
DO: Noniseptor Nyeri akut
 Pasien terlihat ↓
meringis kesakitan Merangsang medulla spinalis
 Pasien mengatakan ↓
skala nyeri 7 (1-10). Pesan di sampaikan ke korteks
- serebri

Nyeri akut
DS:
 Pasien mengeluh nyeri
di area fraktur
Diskontuinitas tulang
 Pasien mengatakan

tidak bisa melakukan
Perubahan jaringan sekitar
pergerakan bebas

 Pasien mengatakan
Kerusakan fragmen tulang
tidak bisa duduk
2 ↓
karena sangat sakit
Deformitas tulang
DO:
↓ Gangguan mobilitas
 Pasien memiliki
Gangguan fungsi ekstremitas
keterbatasan gerak

 Pasien memerlukan
Gangguan mobilitas
bantuan dalam
melakukan aktivitas
sehari-hari
DS : Diskontuinitas tulang
Pasien mengatakan tulang ↓
paha kanan nya patah Perubahan jaringan sekitar
DO : ↓
 Pasien demam Kerusakan fragmen tulang
3  Suhu 38,5 ↓ Infeksi
 Leukosit 16.500 Masuk nya mikrobacteria
- ↓
Proses peradangan

Infeksi
3.6 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya continuitas tulang
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Infeksi berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang
3.7 Implementasi Keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan proses  Kaji karakteristik nyeri  Untuk membantu mengkaji kebutuhan
keperawatan selama 2x24 jam intervensi, dapat mengidentifikasikan
diharapkan nyeri berkurang atau terjadinya komplikasi
hilang dengan kriteria:
 Memperlihatkan  Pantau tanda-tanda vital  Perubahan frekuensi jantung atau
pengendalian nyeri tekanan darah menunjukkan bahwa
 Menunjukkan tingkat nyeri pasien mengalami nyeri
 Memperlihatkan teknik  Berikan posisi nyaman (semi fowler)  Duduk tinggi memungkinkan ekspansi
relaksasi secara individual paru dan memudahkan pernafasan
yang efektif untuk
mencapai kenyamanan  Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti  Untuk meningkatkan ventilitas
 Melaporkan pola tidur yang latihan nafas dalam maksimal dan oksigenasi sehingga
baik bisa mengurangi rasa nyeri
 Melaporkan kemampuan  Ajarkan distraksi relaksasi, sesuai  Untuk meningkatkan kemampuan
untuk mempertahankan dengan kebiasaan pasien, seperti koping pasien terhadap nyeri
perfoma peran dan mendengarkan music, menulis cerita,
hubungan interpersonal membaca Koran, dll

 Kolaborasi pemberian obat analgetik  Untuk meredakan nyeri


2 Setelah dilakukan proses  Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual  Untuk menetap kemampuan atau
keperawatan selama 7x24 jam terhadap aktivitas kebutuhan pasien dan memudahkan
diharapkan pasien menunjukkan pilihan intervensi
penghematan energi, dengan  Kaji penyebab kelemahan  Untuk menentukan intervensi yang
kriteria hasil: tepat
 Mencapai mobilitas di  Kaji tanda-tanda vital
 Untuk mengetahui perubahan yang
tempat tidur, yang terjadi pada pasien yaitu respon
dibuktikan oleh pengaturan automatik meliputi perubahan
posisi tubuh, kemauan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
sendiri, gerakan suhu berhubungan dengan keluhan
terkoordinasi, pergerakan kelemahan tubuh karena
sendi aktif, dan mobilitas berpengaruh pada aktivitas tubuh
yang memuaskan  Untuk memastikan keadekuatan
 Pantau asupan nutrisi
 Mendemonstrasikan sumber-sumber energy
mobilitas, yang dibuktikan  Lingkungan yang nyaman dapat
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
oleh indikator (1-10) menurunkan reaksi terhadap
 Melakukan rentang stimulasi dari luar dan meningkatkan
pegerakan penuh seluuruh relaksasi sehingga pasien dapat
sendi beristirahat dengan nyaman
 Berbalik sendiri di tempat  Bantu aktivitas pasien sesuai
 Untuk meminimalkan kelelahan dan
tidur atau memerlukan kemampuan pasien
membantu keseimbangan suplai dan
bantuan pada tingkat yang kebutuhan oksigen
realistis  Kolaborasi dengan ahli gizi  Untuk merencanakan makanan,
 Meminta bantuan reposisi untuk meningkatkan asupan
sesuai dengan kebutuhan makanan yang tinggi energi

3 Setelah dilakukan proses  Kaji tanda-tanda infeksi  Untuk mengetahui adanya tanda-
keperawatan selama 7x24 jam tanda infeksi
diharapkan tidak terjadi resiko  Pantau tanda-tanda vital  Perubahan frekuensi jantung atau
infeksi dengan kriteria hasil: tekanan darah menunjukkan bahwa
 Faktor infeksi akan hilang, pasien mengalami nyeri
dibuktikan oleh  Berikan lingkungan yang bersih dan
 Untuk meminimalkan terjadinya
pengendalian risiko nyaman
infeksi
komunitas, keparahan
infeksi, pengendalian  Kolaborasi pemberian obat antibiotik
 Untuk membantu mengurangi
resiko, dan penyembuhan terjadinya infeksi
luka
 Terbebas dari tanda dan
gejala infeksi
 Memperlihatkan hygiene
personal yag adekuat
 Menggambarkan faktor
yang menunjang penularan
infeksi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah). Penyebab nya
adalah trauma atau tenaga fisik, fraktur fatologis, faktor stress, dan osteoforosis. Klasifikasi
fraktur ada 4 yaitu fraktur terbuka, fraktur tertutup, fraktur clomplete dan fraktur incomplete.
Tanda-tanda dan gejala yang khas pada fraktur femur adalah tidak dapat menggunakan
anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat trauma, gangguan pada anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain. Pemeriksaan
diagnostik yang utama adalah radiologi poto polos pada bagian fraktur.

4.2 Saran
Diharapkan seorang mahasiswa mengerti dan paham tentang konsep yang ada pada teori,
sehingga dapat menerapkannya dilapangan.
Daftar Pustaka
Helmi,Zairin Noor.2012.Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah Ortopedi.Jakarta:Salemba
Medika.
Herdman,T Hearther.2013.NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi.Jakarta:EGC.
Jitowiyono,Sugeng.,Weni kristiyani.2010.Asuhan Keperawatan Post Operasi.Yogyakarta:Nuha
Medika.
Kowalak.,Welsh.,dan Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC
Nugroho,Taufan.2011.Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit
Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika.
Nurarif,Amin Huda.,Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA.Yogjakarta:MediAction.
Rendy,M Clevo.,Margareth TH.2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai