Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Keracunan

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai

cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan

gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Racun adalah zat yang ketika

tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh

dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya

reaksi kimia.

Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada

kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan

keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan

dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia,

gigitan ular dan serangga, dan keracunan gas. Keracunan melalui inhalasi dan

menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan

kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan datang karena masalah

toksik.

2.2 Jenis-Jenis Keracunan

A. Keracunan pada sistem pencernaan:

a. Keracunan bahan kimia

4
1) Etiologi

a) Baygon

Baygon termasuk ke dalam insektisida golongan karbamat.

Biasanya dapat terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh

diri.

b) Amphetamin

Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya

berbentuk pil, kapsul dan serbuk yang dapat memberikan

rangsangan bagi perasaan manusia.

c) Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin

merupakan alkaloida utama dari opium.

2) Manifestasi klinis

a) Sianosis

b) Takipnoe, dispnea

c) Nadi lemah

d) Takikardi

e) Aritmia

f) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulit dan

esofagus, mual dan muntah.

g) Malaise

3) Patofisiologi

Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan

enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan

5
asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion

autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf

motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya

sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin

itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post

sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga

tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi

akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm

neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan

menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor

muskarinik dan nikotinik. Didalam kasus kita ini menyangkut

keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu

terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin.

Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa

Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat

reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat

menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan

organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat.

Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.

Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang

akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi

pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu,

sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh

darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular

6
di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung

lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila

ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok

mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan

hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,

asidemia, dan hipoksia

4) Penatalaksanaan

a) Antidote

 Pada pasien yang sadar :

 Bilas lambung.

 Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) intra muscular.

 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang

tiap 30 menit sampai terjadi artropinisasi.

 Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1

ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.

 Pada pasien yang tidak sadar

 Injeksi sulfus atropin 4 mg intra vena (16 ampul).

 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi

setiap 30 menit sampai klien sadar.

 Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai

tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia,

mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.

 Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul)

IM tiap 4 jam selama 24 jam.

7
b) Penanganan syok

Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang

tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan

kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran

vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah,

sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,

kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena

sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.

c) Tes Diagnostik

 Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam

sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan

diagnosis keracunan akut maupun kronik.

 Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50

%, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini

harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali

bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N.

b. Keracunan makanan

Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang

kita makan ke dalam tubuh karena ikut tertelan bersama makanan.

1) Ciri-ciri makanan beracun yaitu sebagai berikut:

a) Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna.

b) Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan terlalu

gurih bisa saja menggunakan penyedap rasa yang berlebihan.

8
c) Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan

formalin atau tidak. Jika ikan tidak dikerubungi lalat maka

kemungkinan besar ikan menggunkaan formalin.

2) Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:

a) Sakit mendadak, bisa berupa kram perut. Umumnya terjadi

beberapa saat setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung

racun. Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak

racun yang masuk ke perut.

b) Muntah dan diare, merupakan akibat umum dari keracunan

makanan, dimana tubuh melakukan usaha untuk membersihkan

diri dari racun yang masuk.

c) Gejala berkembang pesat karena dosis besar.

d) Anamnesa menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus

percobaan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan.

e) Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu

lama atau lingkungan pekerja yang berhubungan dengan zat

kimia.

3) Jenis-jenis keracunan makanan

a) Keracunan jengkol

Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam

jumlah yang banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya.

Bahkan yang berupa emping sekalipun yang telah digoreng dapat

menimbulkan kejengkolan karena dalam biji mengandung zat

yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol). Asam jengkol

9
terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh kondensi

Formaldehyde dan Cysteine. Asam jengkol sukar larut dalam air

dingin dalam 30o C kadar larut 1:2000 di dalam air mendidih

1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai

indikasi penyakit ginjal atau fungsi ginjalnya kurang baik agar

waspada terhadap peristiwa kejengkolan, karena dapat berakibat

fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan. Apakah

penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari

asam jemgkol yang sukar larut dalam air dingin sehingga

mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi ginjal).

 Manifestasi klinis kejengkolan

 Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari-

ari) dan kadang disertai kejang-kejang.

 Mual dan muntah.

 Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah

bercampur putih.

 Perut kembung dan susah BAB.

 Nafas dan urine berbau jengkol.

 Patofisiologi

Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah

mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan

yang terlambat adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol.

Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat

didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen

10
yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya bervariasi

tergantung pada varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat

dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, penyebabnya

adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan dapat

menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang terbentuk

semakin banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan

gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika terbentuk infeksi, akan

menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah

tertentu, asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal

tersebut dapat menyumbat dan bahkan menimbulkan luka

pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar sedikit

dan kadang-kadang menimbulkan pendarahan.

 Penatalaksanaan

 Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat

lebih encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.

 Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan

tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus

natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk

dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat

diberikan secara infus selama 4-8 jam.

 Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

b) Singkong

Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang

terkandung didalamnya.

11
 Patofisiologi

Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang

menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi

(pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim

sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak

dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif

terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama

jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu

tingkat stimulasi dari pada susunan saraf pusat yang disusul oleh

tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan

kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-kadang dapat

timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan) dari

HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN akan semakin cepat

jika HNC ditelan pada saat lambung kosong dimana kadar asam

lambung sangat tinggi.

HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat,

kematian dapat ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN

murni ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam kadar

asam yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali.

HCN dalam bentuk cair dapat diserap oleh kulit dan mukosa,

tetapi garam sianida hanya berbahaya jika dimakan. Dosis letak

dari pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh mempunyai

daya proteksi terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN

menjadi oin tiosinat yang relatif kurang toksik. Detoksikasi ini

12
berlangsung dengan perantaraan enzim rodanase

(transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama

hati. Tubuh sebenarnya mempunyai kemampuan

mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja

sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. kerja

enzim ini dapat dipercepat dengan mamasukkan sulfur ke dalam

tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar

menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan

oleh singkong.

Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan cepat

didistribusikan keseluruh tubuh oleh darah. Tingkat sianida

dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan HCN

yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah :

0,5 , pada hati : 0,03 , ginjal : 0,11, otak 0,07 , urin 0,2 ( MG/100

g). Secara pisiologi tubuh hidrogen sianida menginaktifasi

enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan

mengikat Fe3+Fe2 yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat

menyebabkan penurunan dalam permanfaataan oksigendalam

jaringan. Sehingga organ yang sensitif dalam kondisi kurangnya

O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga

dapat menimbulkan asfiksia, hiposia dan kejang.

Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa

darah dan kadar asam laktat serta penurunan ATP yang

menunjukan pergeseran dari aerob untuk metabolisme anaerob.

13
Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel,

tetapi efeknya akan semakin cepat muncul pada sistem

pernafasan pada jantung.

 Gejala klinis

Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan

singkong. Gejalan keracunan singkong ini antara lain:

 Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan

diare.

 Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi.

 Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma)

 Renjatan atau kejang

 Syok

 Penatalaksanaan

Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat

diberikan pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga

pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam

pemberian arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan

dosis yang tercantum dalam kemasannya. Rangsang muntah

dapat dilakukan jika arang aktif tidak tersedia dan perjalanan

kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit..

Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya

antara lain :

 Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi

pernafasan dan sirkulasi.

14
 Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang

dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian

lambung atau membuat penderita muntah.

 Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml

secara intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil

nitrit secara inhalasi.

 Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.

 Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.

 Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit

 Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.

 Pencegahan keracunan

Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong

terdapat bercak biru sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan

kandungan HCNnya tinggi dan tidak banyak berkurang

walaupun sudah dicuci dan dimasak.

B. Keracunan sirkulasi

a. Gigitan ular dan serangga

Beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,

kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa

ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,

dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

1) Gigitan ular

a) Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:

15
 Elapidae: memiliki taring pendek dan tegak permanen.

Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora

intestinalis).

 Hidrophidae: yang termasuk ular ini adalah ular tali

(Dendrelaphis pictus).

 Viperidae: memiliki taring panjang yang secara normal dapat

dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua subfamili pada Viperidae,

yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ

untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang

terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh

Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah

(Calloselasma rhodostoma) dan ular bangkai laut

(Trimeresurus albolabris).

b) Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur.

Bisa tersebut bersifat:

 Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat

fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis:

kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu,

derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.

 Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase

dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan

mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat

lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka

16
bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan

IM, hematuria, hemoptisi, hematemesis dan gagal ginjal.

 Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering

berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobolinuria yang

menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat sel-sel

otot.

 Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang

menimbulkan kerusakan otot jantung.

 Cyttoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin

lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.

 Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada

penyebaran bisa.

c) Derajat gigitan ular:

 Derajat 0

Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring

dan gigitan ular, nyeri minimal dan terdapat edema dan

eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam, pada umumnya gejala

sistemik yang lain tidak ada.

 Derajat 1

Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan,

terasa sangat nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci

dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik.

 Derajat 2

17
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan

gigitan, terasa sangat nyeri dan edema serta eritema yang terjadi

meluas antara 6-12 inci dalam 12 jam. Kadang-kadang dijumpai

gejala sistemik seperti mual, gejala neurotoksi, syok,

pembesaran kelenjar getah bening regional.

 Derajat 3

Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan

gigitan, terasa sangat nyeri, edema dan eritema yang terjadi

luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam. Juga terdapat gejala

sistemik seperti hipotensi, petekhiae dan ekimosis serta syok.

 Derajat 4

Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan

gigitan yang multiple, terdapat edema dan lokal pada bagian

distal ekstremitas dan gejala sistemik berupa gagal ginjal,

koma sputum berdarah.

d) Manifestasi klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada

semua gigitan ular.

 Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra

menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka

dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh.

Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar

sisi gigitan luka.

18
 Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid

Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti

otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari

luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang

lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok

atau bahkan kematian.

 Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek

langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat

beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot

pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan.

Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan

bicara dan bernafas, dan kesemutan.

 Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular

laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung

menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari

sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba

menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

 Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat

mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan,

bahkan kebutaan sementara pada mata.

e) Patofisiologi gigitan ular

Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan

mengalami pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada

saluran darah dan pencairan darah merah yang mana darah sukar

19
untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan

biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada

gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing

berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis

Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan

darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Ular ini

dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya

berbahaya bila terjadi paralysis pada pernafasan. Biasanya tanda

– tanda yang pertama kali di jumpai adalah pada saraf cranial

seperti ptosis, opthalmophlegia, progresif. Bila tidak mendapat

anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis

pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih

kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih

cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat

menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda klinis yang

dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat

gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan

menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.

f) Penatalaksanaan gigitan ular

 Antidote

Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat

seperti cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka,

menutup luka dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian

tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau torniket tidak digunakan.

20
 Penanganan syok

 Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat

mengancam kehidupan.

 Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu

dimasukkan kedalam katagori emergency.

 Pasang IV line pada semua kasus.

 Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau

pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang

betujuan untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada

pembuluh darah subclavia, jugular, femur.

 Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika

memungkinkan terjadinya coagulopathy.

 Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).

 Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis,

persiapkan untuk intubasi dan pemasangan ventilator

eksternal.

 Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.

 Bidai

Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular:

 Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke

arah atas termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari

kejadian gigitan.

21
 Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn

pergerakan pada tempat gigitan memperbesar peluang

meluasnya racun ke peredaran darah.

 Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban

harus menghindari gerakan yang tidak diperlukan.

 Perluas balutan selebar mungkin

 Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan

meletakkan bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari

tungkai yang terkena gigitan.

 Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan

korban berjalan.

 Tes diagnostik

 Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah,

hitung sel darah lelngkap, penentuan golongan darah dan uji

silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,

22
hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,

BUN dan elektrolit.

 Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,

fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu

retraksi bekuan.

2) Gigitan serangga

Insects bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insects bites

adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat

atau menggigit seseorang. Beberapa contoh masalah serius yang

diakibatkan oleh gigitan atau serangan serangga diantaranya adalah:

a) Reaksi alergi berat (anafilaksis)

Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam

kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda dan

gejalanya adalah:

 Terkejut (shock), dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran

darah.

 Tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-

organ penting (vital).

 Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau

tenggorokan.

 Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan,

tapak kaki dan selaput lendir (angioedema).

 Pusing dan kacau.

23
 Mual, diare dan nyeri pada perut.

 Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak.

b) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.

Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut,

misalnya:

 Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam.

 Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna cokelat.

 Laba-laba gembel (hobo).

 Kalejengking.

c) Reaksi racun dari serangan lebah, tawon atau semut api

Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati

setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-

lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu

kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah

yang banyak.

 Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets) dapat

menyebgat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan

sangat banyak reaksi alergi.

 Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari

rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari

perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali.

 Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.

 Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.

24
 Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan

(antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan

serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan

bintik-bintik merah dan bengkan serta diiringi gejala flu 7

sampai dengan 14 hati setelah penggunaan serum.

 Infeksi virus, infeksi nyamuk dapat menyebabkan virus West

Nile kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak

(encephalitis).

 Infeksi parasit, infeksi nyamuk dapat menyebabkan terjadinya

penyebaran malaria.

d) Manifestasi klinis

Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung

dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan

gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan

gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan

serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan

terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika

luka tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan

peradangan akut.Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan

bengkak, desahan, sesak napas, pingsandan hampir meninggal

dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis.

Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan

serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan

kematian karena gangguan udara. Sengatan dari serangga jenis

25
penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarangsekali

ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal

ginjal.

e) Patofisiologi gigitan serangga

Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan

bisa (racun) yang disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari

protein dan substansi lain atau bahan kimia yang mungkin

memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga

mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi

yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan

atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan

semut api dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada

orang yang alergi terhadap mereka. Lebah, tawon dan semut api

berbeda-beda dalam menyengat. Apabila gigitan terjadi pada area

mulut atau kerongkongan, pteromone yang dikeluarkan oleh

serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan

sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan

berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.

f) Penatalaksanaan gigitan serangga

Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan

menggunakan minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh

26
serangga) luka dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine

(berfungsi untuk mengurangi gatal) atau krim antihistamin seperti

diphenhidramin (Benadryl). Bila tersengat lebah, ambil

sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan krim

antihistamin atau kompres es bagian yang tersengat.

C. Keracunan Gas

a. Karbon monoksida

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa

karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna

dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna.

Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak

berasal dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna.

Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang

berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen

darah yaitu hemoglobin.Sumber utama karbon monoksida pada kasus

kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna,

dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar,

seperti bongkahan arang.

b. Manifestasi Klinis

1) Awal gejalanya yaitu :sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada

kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental

dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi,

myocardinal, dan ischamea.

27
2) Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi.

Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida disebabkan

oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia).

3) Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas

lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan

gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat

terhadap karbon monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika

terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan

dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk dengan

hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi

haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan

karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.

4) Mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu

fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak

dan jantung.

5) Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai

berikut:

a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.

b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.

c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual,

nadi dan pernapasan meningkat sedikit.

d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit

kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya

koordinasi gerakan.

28
e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala

kebingungan makin meningkat dan setengah sadar.

f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar,

kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.

g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi

menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan

c. Patofisiologi

Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus

masuk ke aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di

tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk

membentuk karboksi hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat

pulih/reversible.

Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:

1) CO bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan

ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya,

oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan

oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia

jaringan.

2) COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva

penguraian HbO2. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan

oksigen dari darah ke jaringan tubuh. Proses terpenting dari

keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya metabolisme rantai

pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim sitokrom

oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan

29
Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama

melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2),

tidak lebih dari 1%.

d. Penatalaksaan

1) Antidote

a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu dan

jendela.

b) Longgarkan semua pakaian ketat.

c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.

d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut.

e) Pertahankan pasien setenang mungkin.

f) Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun.

2) Penanganan syok

Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus

dilakukan adalah melakukan ABC (airway, Breathing and

Circulation) bukan mencari penyebab Keracunan. Disini

dimaksudkan adalah hal utama yang harus dilakukan adalah

stabilisasi pasien, lakukan prioritas masalah dan lakukan tindakan

yang sesuai. Contoh apabila diduga mengalami Keracunan dengan

gejala sesak segera bebaskan jalan nafas. Lakukan stabilisasi dengan

30
mengutamakan masalah utama yang ada. Langkah stabilisasi adalah

sebagai berikut:

a) Perhatikan dan tangani jalan nafas

b) Perhatikan perdarahan dan kontrol perdarahan jika ada.

c) Segera cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah

jika perlu.

d) Cari dan perhatikan adanya cidera yang berkaitan dengan proses

penyakit lain

e) Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.

f) Perhatikan status jantung (denyut nadi, suara, aliran dll) lakukan

pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah

yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi,

meliputi :

 Tanda-tanda vital

Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi

tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.

 Mata

Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk

toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis

menyebabkanperubahan pada mata. Tetapi dalam

menentukan prognosis Keracunan gejala ini tidak bisa

dijadikan pegangan.

 Mulut

Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang

31
disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan

bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik.

 Kulit

Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar

keringat yang berlebihan.

 Abdomen

Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat

kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus

negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif, sehingga

pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat

kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.

 Sistem saraf Seizure fokal atau deficit motorik menunjukkan

adanya lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati

metabolic.

3) Oksigen Hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan

untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di

dalam ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih

besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah

membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda.

Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat

penyembuhan luka, terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat

digunakan untuk mengobati:

a) Emboli udara atau gas.

32
b) Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan

perawatan lain.

c) Luka bakar.

d) Keracunan karbon monoksida.

e) Beberapa jenis infeksi otak atau sinus

f) Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)

g) Gangrene gas

h) Infeksi jaringan lunak nekrosis

i) Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur

pembersihan paru-paru pada pasien dengan kondisi medis

tertentu

j) Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi untuk

kanker)

k) Cangkok kulit

l) Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya, ulkus

kaki pada penderita diabetes)

e. Tes Diagnostik

1) Elektrokardiografi

2) Radiologi

Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk

menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal.

3) Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain.

Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar

elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan

33
kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering

muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi dan perubahan

status mental.

4) Tes fungsi ginjal. Beberapa toksik mempunyai efek neufrotoksik

secara langsung.

5) Skrin toksikologi. Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien

yang keracunan. Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak

keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah

penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara

rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif

34

Anda mungkin juga menyukai