Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN RISIKO TINGGI

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A PEREMEPUAN


SUKA MISKIN BANDUNG

Disusun Sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Risiko Tinggi
Dosen : Ns. Afriaeni Deasy. MAN

Disusun Oleh:

EUIS TRESNAWATI

C.0105.18.094

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (SI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BUDI LUHUR-CIMAHI

2019/2020
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulisan Laporan tentang “Praktik Keperawatan Risiko Tinggi di
Lapas kelas II A Suka Miskin Bandung ” bisa selesai dengan tepat waktu. Adapun penulisan
Laporan ini sebagai tugas diskusi kelompok. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan Laporan ini. Tanpa adanya bantuan dari semua
pihak, Laporan ini tidak akan selesai pada tepat waktu.

Dalam penulisan Laporan ini masih jauh dari kata sempurna . maka dari itu kami masih
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dan semoga dengan adanya
makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, Amin .

Bandung,Oktober 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan
harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pengukuran indeks pembangunan manusia, kesehatan adalah salah stu komponen
utama selain pendidikan dan pendapatan dalam undang – undang nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan di tetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Sebagaimana di dalam bidang keperawatan yang lain, keperawatan komunitas pun
tidak akan lepas dari istilah maslah keperawatan/kesehatan pada kelompok resiko tinggi dan
kelompok resiko khusus. Oleh karena itu, dibutuhkan banyak usaha/upaya yang harus
dilakukan untuk peningkatan kesehatan pada kelompok-kelompok tersebut. Bentuk upaya
yang harus dilakukan adalah seperti usaha kesehatan di sekolah-sekolah, di
komunitas/masyarakat, dilembaga social, lembaga pemasyarakatan dan upaya kesehatan
lainnya. Seseorang yang tidak memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi akan
cenderung mengabaikan kesehatan reproduksi dan pada akhirnya ia akan melakukan tindakan
yang berbahaya bagi dirinya sendiri, seperti berganti-ganti pasangan seksual.
Infeksi menular seksual (IMS) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa
atau ektoparasite. Gejala klinis dari masing-masing penyebab hampir sama sehingga
pemeriksaan laboratorium mikrobiologi sangat dibutuhkan untuk organisme penyebab
infeksi. (Daili, 2017).
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang terjangkau dan dapat dimanfaatkan
secara efektif merupakan hal yg utama dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan
IMS. Di negara maju maupun berkembang, pemeriksaan IMS dapat dipilih oleh pasien IMS
dengan kemungkinan tiga pilihan diantaranya: pengobatan yang dilakukan Klinik Pemerintah
(bila di Indonesia, diberikan oleh Rumah Sakit Pemerintah atau Puskesmas), Klinik Swasta
atau sektor informal. Dalam menjamin terlaksananya program IMS perlu untuk diketahui
bahwa pasien IMS akan mencari kombinasi dari ketiga tempat pemeriksaan. Dalam pere-
ncanaan program yang paripurna perlu dilaksanakan kegiatan dalam meningkatkan
kompetensi petugas kesehatan agar mampu memberikan pelayanan IMS yang baik1Di
Indonesia jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan pada tahun 2015 sebanyak 30.935
kasus. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena jumlah pelaporan kasus AIDS dari daerah
masih rendah. Tren penemuan kasus AIDS yang menurun tersebut sejalan dengan penurunan
penemuan kasus HIV. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2015 sebesar
77.112 kasus. (Kemenkes, 2015)
Kepadatan populasi penjara merupakan salah satu tantangan untuk dikelola. Situasi
lain seperti sanitasi rendah, pelayanan kesehatan yang kurang berkualitas, dan perilaku
berisiko di antara mereka meningkatkan risiko terjadinya penularan HIV selama periode
penjara. Menghadapi tingginya kejadian dan risiko IMS dan HIV di Lapas/Rutan,
pengelolaan kesehatan yang berkesinambungan perlu dilakukan. Pada dasarnya penderita
IMS dan HIV di Lapas sangat membutuhkan layanan ini, dan dengan adanya layanan ini
akan menstimulasi teman-temannya untuk memeriksakan kesehatannya. Karena itu
pengelolaan kesehatan komprehensif sangat perlu dilakukan. Pengobatan HIV di
Lapas/Rutan juga memungkinkan lebih efektifnya upaya pengendalian HIV/AIDS & IMS
dibandingkan diluar Lapas/Rutan (Ditjen PP&PL Kemenkes RI, Ditjen Pemasyarakatan,
Kemenkumham RI, 2012). Penelitian mengenai hubungan perilaku berisiko narapidana
dengan HIV atau IMS yang dilakukan oleh Ravlija J (2014) didapati bahwa mayoritas
responden menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS, cara pencegahan
penularan, terutama pengetahuan tentang cara penularan HIV. Hasil tes dalam penelitian ini
HIV (0), HBV (1,5%), HCV (14,3%) sifilis (0,5%).
Berkaitan dengan teori keperawatan yaitu Teori Health Promotion Model (HPM)
menurut Nola J Pender. Nola J Pender menjelaskan pentingnya proses pengetahuan dalam
merubah perilaku. Health Promotion Model (HPM) memaparkan tentang perilaku
pencegahan penyakit dan mengembangkan cakupan perilaku untuk meningkatkan kesehatan
dan kemampuan untuk mengaplikasikanya sepanjang hidup. Teori HPM ini dikolaborasikan
dengan model focus group discussion (FGD) merupakan bentuk kegiatan pengumpulan data
melalui wawancara kelompok dan pembahasan dalam suatu kelompok diskusi tentang suatu
fokus masalah atau topik tertentu dipandu oleh seorang fasilitator atau moderator.
B. Tujuan
 Untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang IMS(Penyakit menular Seksual)
kepada para narapidana di Lapas Kelas II A Suka Miskin Bandung
 Untuk merubah perilaku kearah yang lebih sehat kepada para narapidana di Lapas Kelas
II A Suka Miskin Bandung
 Untuk mengkaji sejauh mana aspek lapas dari segi keperawatan berisiko tinggi
 Sebagai Tugas Praktik Mata Kuliah Keperawatan Risiko Tinggi
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keperawatan Komunitas
1. Pengertian Keperawatan Komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan
batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga
(Sumijatun et. al, 2006). Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil,
kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat
dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok
masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja,
masyarakat terasing dan sebagainya (Mubarak, 2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu
mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang
bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui
langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Wahyudi, 2010).
Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga/ kelompok
dan masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder dan tersier. Oleh
karenanya pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan sosial akan
membantu masyarakat dalam mendorong semangat untuk merawat diri sendiri, hidup
mandiri dan menentukan nasibnya sendiri dalam menciptakan derajat kesehatan yang
optimal (Elisabeth, 2007).
Peran serta masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas sebagai
subyek dan obyek diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil keputusan
dalam menjaga kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama
diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005).

B. Konsep Keperawatan Resiko Tinggi di Komunitas Lapas


1. Definisi Kelompok Binaan
Kelompok binaan adalah kelompok atau anggota masyarakat yang berada dalam
kelompok sasaran yang secara sengaja mengelompokkan atau dikelompokkan yang
menjadi sasaran bimbingan secara kontinyu dan terencana.
2. Ciri – Ciri Kelompok Binaan
• Memiliki program pembinaan yang terarah dan sistematis
• Terstruktur, yaitu mempunyai organisasi, walaupun organisasinya sangat sederhana,
tetapi kelompok ini memiliki sekurang-kurangnya ketua atau koordinator.
• Kegiatan bersifat kontinyu.
• Memiliki jangka waktu yang relatif lama.
3. Keadaan Umum Lembaga Permasyarakatan
Gambaran keadaan di lembaga pemasyarakatan di Indonesia sama dengan tata
kehidupan di penjara yang amat ketat. Semua kegiatan di lapas diatur berdasarkan jadwal
tertentu seperti kegiatan pembinaan, jam besuk, waktu istirahat, waktu olahraga, waktu
tidur dan bangun, makan dan sebagainya.
4. Jenis Lembaga Permasyarakatan
a. Menurut usia :
• Lembaga Pemasyarakatan untuk anak
• Lembaga Pemasyarakatan khusus pemuda
• Lembaga Pemasyarakatan untuk dewasa
b. Menurut jenis kelamin
• Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita
• Lembaga Pemasyarakatan khusus laki-laki
c. Menurut kapasitasnya :
• Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
• Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
• Lembaga Pemasyarakatan Kelas III
5. Klasifikasi Penghuni Lembaga Pemasyarakatan
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang
tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak
oleh hakim
Penghuni suatu lembaga pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu terdiri dari :
a. Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan;
b. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara;
c. Orang-orang yang disandera.
d. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, akan
tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan.
6. Permasalahan dalam Kelompok Binaan di Lembaga Permasyarakatan
a. Kesehatan mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai
adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder
b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
7. Proses Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan
a. Tahap pertama.
Setiap narapidana yang ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu
dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal tentang diri narapidana
b. Tahap kedua.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung
selama sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari
Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan, antara lain ia
menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan-peraturan tata
tertib
c. Tahap ketiga.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung
selama setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari
Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan baik secara fisik
maupun secara mental dan dari segi keterampilan
d. Tahap keempat.
Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung
selama dua per tiga dari masa pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya
sembilan bulan, kepada narapidana tersebut dapat diberikan lepas bersyarat.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tujuan perawatan pada kelompok binaan LAPAS adalah untuk meningkatkan
kemampuan untuk memperbaiki gaya hidup dalam menaikkan status kesehatan.
Selain itu kelompok binaan LAPAS akan mempercayai bahwa dengan mengontrol gaya
hidup akan menghasilkan hal yang positif dan akan meningkatkan kulitas hidupnya.
Pengkajian yang menyeluruh pada kelompok binaan LAPAS yang dilakukan oleh
perawat meliputi :
a. Data Inti Komunitas
1) Sejarah : Lembaga Pemasyarakatan X yang berdiri pada tahun 1997 berkapasitas
454 orang.
2) Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri dari : 454 orang
 Umur : 21-63 Tahun
 Pendidikan : Tingkat pendidikan terakhir kelompok 65 %
diantaranya hanya lulusan SD
 Jenis kelamin Lansia : Laki-laki : 454 orang
3) Tipe Keluarga (Kelompok)
4) Status perkawinan beragam adanya sudah menikah, duda dan bujangan.
5) Nilai – nilai : Nilai – nilai kekeluargaan kelompok ini terjalin dengan baik dan
rukun
6) Agama : Mayoritas kelompok beragama Islam 80%, dan 20% beragama Kristen
b. Data Subsistem Komunitas
1) Lingkungan Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan, lingkungan LAPAS kurang baik, kondisi tiap
blok LAPAS tidak bersih, sanitasi kurang bersih, fasilitas toilet dan kamar mandi
terbatas.
2) Pelayanan kesehatan dan social
Tidak adanya petugas kesehatan yang bekerja secara menetap untuk
mengontrol kesehatan penghuni LAPAS.
3) Ekonomi
Status ekonomi sudah memenuhi karena adanya sumbangsih dari Pemerintah
4) Transportasi dan Keamanan
Lingkungan LAPAS dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat
keamanan pada LAPAS cukup ketat. Transportasi tidak ada.
5) Politik dan Pemerintahan
Upaya pemerintah yang ada di kawasan LAPAS dengan memberikan
keterampilan kepada penghuni LAPAS
6) Sistem komunikasi
Sistem komunikasi sosialisasi penghuni dengan petugas LAPAS cukup baik.
7) Pendidikan
Tingkat pendidikan penghuni LAPAS masih rendah karena 65 % diantaranya
hanya lulusan SD.
8) Rekreasi
Fasilitas khusus, biasanya tempat untuk menerima kunjungan keluarga, ruangan
untuk merokok, dll
c. Data Persepsi
1) Persepsi Masyarakat
Lembaga Permasyarakatan merupakan suatu tempat yg tidak nyaman, terkesan
kumuh, tidak sehat.
2) Persepsi Perawat
Keadaan kesehatan di Lembaga Permasyarakatan tidak terkontrol dan terkesan
tidak diperhatikan dalam hal kesehatan para narapidana.

2. Diagnosis Keperawatan
 Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
 Resiko Terjadinya Penyakit
 Defisiensi Kesehatan Komunitas

D. Materi Infeksi Menular Seksual


IMS (Infeksi Menular Seksual) disebut juga penyakit kelamin, merupakan salah satu
penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya
penyebab dan kelainan yang terjadi terutama didaerah genital. (Tri Ardayani, 2016).
Penyakit kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di Indonesia. Dengan
semakin maju ilmu pengetahuan istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi dan dirubah
menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Sejak
tahun 1998, istilah STD berubah menjadi Sexually Transmitted Infection (STI) agar dapat
menjangkau penderita asimtomatik.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang
lainya melalui hubungan seksual. Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus
melalui hubungan kelamin, tetapi beberapaa ada juga ditularkan melalui kontak langsung
dengan alat-alat, handuk thermometer dan sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat
ditularkan kepada bayi dalam kandungan (Djuanda, dalam Arifianti R, 2018).
1. Kelompok Perilaku Resiko Tinggi
Dalam IMS yang dimaksud dengan perilaku risiko tinggi ialah perilaku yang
menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang tergolong
kelompok resiko tinggi adalah: (Daili et all, 2017).
a. Usia
1) 20-34 tahun pada laki-laki
2) 16-24 tahun pada wanita
3) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin
b. Wanita
c. Pelancong
d. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
e. Pecandu narkotik
f. Homoseksual.
2. Faktor- Faktor Yang Berpengaruh
Perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu: (Daili et all, 2017).
a. Faktor dasar
1) Adanya penularan penyakit
2) Berganti-ganti pasangan seksual
b. Faktor media
1) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis
2) Pengobatan modern
3) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga resiko resisten
tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan resiko penyebaran infeksi.
c. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.
d. Faktor sosial
1) Mobilitas penduduk
2) Prostitusi
3) Waktu yang santai
4) Kebebasan individu
5) Ketidaktahuan
3. Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual
a. Gonore (Kencing nanah)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang
selaput lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainya. Bakteri yang
membawa penyakit ini adalah Neisseria Gonorrhoeae (Tri Ardayani, 2016).
Gejala akibat penyakit ini pada wanita antara lain:
1) Keputihan kental berwarna kekuningan
2) Rasa nyeri di rongga panggul
3) Dapat juga tanpa gejala
b. Sifilis
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau
pengguna barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya: baju, handuk,
jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah kuman Treponema
Pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh laninya seperti selaput
lender, anus, bibir, lidah dan mulut. Penularan bisaanya melalui kontak seksual,
tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis
(penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Dengan gejala klinis luka atau
koreng, jumlah bisaanya satu, bulat atau lonjong, dasar bersih, dengan perabaan
kenyal sampai keras tidak ada rasa nyeri pada penekanan (Tri Ardayani, 2016).
c. Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis salah satu dari tiga spesies bakteri dalam genus
chlamydia, family chlamydiaceae, kelas chlamydiae, filum chlamydiae pertama
yang di temukan dalam tubuh manusia. Bakteri ini pertama kali diidentifikasi
pada tahun 1907. Infeksi chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala
dan sangat beresiko bila terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan
kehamilan ektopik, infertilitas dan abortus. Dengan gejala klinis pada pria
(secret/cairan) uretra dapat disertai eritema meatus, pada wanita cairan serviks
seropurulen, serviks mudah berdarah (Tri Ardayani, 2016).
d. Herpes Genitali
Herpes genetalis (HG) adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (VHS) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok
dengan dasar eritema dan bersifat rekurens (Daili et all, 2017).
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks.
Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh
virus Varicella Zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) (Tri Ardayani, 2016). Gejala klinis yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks sebagai berikut:
1) Herpes genital pertama, diawali dengan bintil lentingan dan luka/erosi
berkelompok, diatas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar
lipat paha dan disertai gejala sistemik
2) Herpes genital kambuhan, timbul bila ada faktor pencetus seperti daya tahan
tubuh menurun, stress pikiran, senggama berlebihan, kelelahna.
e. Kondiloma Akuminata (Kutil Genitalis)
Kondiloma akuminata (kutil genitalis) merupakan kutil didalam atau disekeliling
vagina, penis atau dubur, yang di tularkan melalui hubungan seksual.
Kutilgenitalis sering ditemukan dan menyebabkan kecemasan karena tidak enak
dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan petunjuk adanya gangguan system
kekebalan. Pada wanita, virus papilloma tipe 16 dan 18, yang menyerang leher
rahim tetapi tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa
menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papilloma tipe lainya
bisa menyebabkan tumor intraepitel pada leher rahim (ditunjukan dengan hasil
pap smear yang abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut,
tenggorokan atau kerongkongan (Tri Ardayani, 2016).
Kondiloma akuimita (KA) adalah lesi poliferasi jinak yang disebabkan oleh
human papilloma virus (HPV) terutama tipe 6 dan 11, yang dapat ditemukan
pada 90-95% kasus. Keadaan ini umunya ditemukan pada membran mukosa atau
kulit genetalia eksterna atau didaerah perianus. Lesi umumnya berbentuk serupa
kemban kol. Transmisi HPV terjadi melalui kontak dengan lesi epitel yang
tampak atau dalam bentuk subklinis, dan cairan genital yang mengandung HPV
(Daili et all, 2017).
f. HIV/AIDS
HIV singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang
menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga
jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan system kekebalan
tubuh menjadi lemas. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV
dalam tubuh mahluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau
menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang
dirusak oleh Virus HIV (Tri Ardayani, 2016).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Human Immunodeficiency Virus merupakan virus ribonucleic acid (RNA)
yang termasuk retrovirus dari family lentivirus. Struktur selubung luar atau
envelope virus terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein
gp41. Lapisan keduanya terdiri dari protein P17 dengan intivirus yang dibentuk
oleh protein P24 dibagian tengah (Daili et all, 2017).
g. Ulkus Mole
Ulkus mole atau sering disebut chancroid, ialah infeksi genetalia akut, setempat
dapat inokulasi sendiri (auto-inoculable), disebabkan oleh Haemophillus
Ducreyi, dengan gejala klinis atau berupa ulkus pada tempat masuk dan
seringkali disertai suparasi kelenjar getah bening regional. Inkubasi pada pria
berkisar antar 2-35 hari dengan waktu rata-rata 7 hari. Sedangkan pada wanita
sukar ditentukan, oleh karena sering ditemukan kasus asimtomatik. Penyakit ini
sering ditemukan pada pria heteroseksual, dan hanya sedikit laporan tentang
penyakit ini pada pria homoseksual. Tempat masuk kuman merupakan daerah
yang sering atau mudah mengalami abrasi, erosi atau ekskoriasi, yang disebabkan
oleh trauma, infeksi lain, atau iritasi yang berhubungan dengan kurang hygine
perorangan (Daili et all, 2017).
Disebabkan oleh Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti koreng
jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor tetapi bergaung, sekitar
koreng merah dan edema, sangat nyeri (Tri Ardayani, 2016).
h. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi yeast yang disebabkan oleh jamur Candidia albicans.
Candida albicans merupakan bakteri yang umum terdapat pada vagina.
Pertumbuhan yang berlebihan dapat menimbulkan gejala peradangan, gatal dan
perih didaerah kemaluan. Juga terdapat keluarnya cairan vagina yang menyerupai
bubur. Kandidiasis dapat ditularkan sevcara seksual seperti bola pimpong antar
pasangan seks, sehingga dua pasangan harus diobati secara simultan. Kandidiasis
pada pria bisaanya berupa kemerahan dan iritasi pada glans di bawah preputium
pada yang tidak disirkumsisi. Disertai rasa gatal ringan dan rasa panas hebat
(Daili et al dalam Arifianti R, 2018).
i. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis (T. vaginalis). penyakit ini ditularkan terutama melalui
hubungan seksual, memyebabkan vaginitis pada perempuann dan urethritis pada
laki-laki. T.vaginalis pada umumnya menginfeksi epitel gepeng traktus genital,
masa inkubasi pada 50% kasus berkisar dari 4-28 hari. Pada laki-laki masa
inkubasi berkisar 3-9 hari, atau lebih lama. Pada perempuan infeksi dapat
menetap dalam periode waktu yang lama. Penularan T.vaginalis dari pengidap
gtrikomoniasis laki-laki kepada pasangan seksual perempuanya lebih tinggi,
dibandingkan penularan dari pengidap trikomoniasis perempuan kepada
pasangan seksual laki-lakinya (Daili et all, 2017).

4. Pemeriksaan Klinis Pada Infeksi Menular Seksual


a. Anamnesa
Anamnesa harus dilakukan dalam ruangan yang dapat menjamin privasi
pasien, yaitu tertutup dan kedap suara. Pada saat anamnesis, dokter harus
menanyakan mengenai keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit; lebih
dalam mengenai perilaku seksual beresiko yang mendasarkan keluhan dari gejala
yang dialami pasien. Saat anamnesis ini merupakan kesempatan awal
membangun relasi saling percaya sehingga pasien mau untuk terbuka.
Dokter harus cukup terampil untuk menanyakan hal yang sensitife,
dengan cara tidak menghakimi.
Anamnesis pada pasien dengan dugaan IMS meliputi:
1) Keluhan dan riwayat penyakit saat ini
2) Keadaan umum yang dirasakan
3) Pengobatan yang telah diberikan, baik topical ataupun sistemik, dengan
penekanan pada antibiotika
4) Riwayar seksual
a) Kontak seksual, baik di dalam maupun di luar pernikahan (berganti-
ganti pasangan atau jumlah kontak seksual)
b) Kontak seksual dengan pasanagan setealah mengalami gejala penyakit
c) Frekuensi dan jenis kontak seksual (homo atau heteroseksual)
d) Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital-
anogenital, manogenital)
e) Apakah pasangan juga merasakan keluhan/ gejala yang sama
f) Tanyakan juga riwayat pernah memakai kondom
5) Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit
lain didaerah genital
6) Riwayat penyakit berat lainya
7) Riwayat keluarga: pada dugaan IMS yang ditularkan lewat ibu kepada
bayinya
8) Keluhan yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya
erupsi kulit, nyeri sendi, dan pada wanita tentang nyeri perut bawah,
gangguan haid, kehamilan serta kelainan pada janin atau bayinya.
9) Riwayat alergi obat

b. Pemeriksaan fisik
Dua hal penting yang harus diperhatikan ialah kerahasiaan pribadi pasien,
dan sumber cahaya yang baik untuk dokter pemeriksanya. Satu hal yang tidak
boleh dilupakan, selalu harus menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa
pasien. Pada pasien harus dijelaskan terlebih dahulu tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan; pasien harus membuka pakaian dalam untuk memudahkan
pemeriksaan. Pemeriksaan fisik meliputi:
1) Pemeriksaan fisik umum
a) Perhatikan keadaan umum: tampak sakit/tidak, lemah,
obesitas/gemuk/kurus
b) Periksa kulit seluruh tubuh, terutama daerah telapak tangan dan tekapak
kaki
c) Periksa kelenjer getah bening seperti di leher apakah ada pembesaran dan
rasa nyeri
2) Pemeriksaan genitalia eksterna
a) Pasien laki-laki
 Jelaskan pada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
 Pasien harus membuka pakain dalamnya (dari batas pinggang ke
bawah)
 Pasien dapatn dengan posisi berbaring atau berdiri
 Tehnik pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi. Daerah kelamin dan
sekitarnya harus terbuka, sehingga memudahkan pemriksaan.
 Mula-mula inspeksi daerah inguinal, dan raba adakah pembesaran
kelenjar getah bening supefisial, dan catat konsistensinya, ukuran,
mobilitas, rasa nyeri, serta tanda-tanda radang pada kulit di atasnya.
Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit sekitarnya,
adakah pedikulosis, folikulititis, atau lesi kulit lainya.
 Lakukan inspeksi skortum, apakah terdapat asimetri, eritema, lesi
superfisial, dan palapsi isi skortum (testis dan epididimis) dengan hati-
hati, laporkan apakah ada pembengkakan atau rasa nyeri
 Akhirnya, perhatian ditujukan pada penis, inspeksi dari dasar pangkal
sampai ujung. Tarik prepusium (pada pasien yang tidak disirkumsisi),
inspeksi daerah subprepisium. Perhatikan khusus untuk daerah sulkus
koronasius. Inspeksi meatus utetra eksternus, adalah meatitis, lesi
uretra atau cairan uretra, serta kelaianan kongenital (misalnya
hipospodia). Laporkan kelenjar Tyroid apakah ada tanda inflamasi,
membesar/tidak.
 Apabila tidak tampak cairan uretra, lakukan pengurutan searah (bila
mungkin pasien harus menahan miksi minimal 2-3 jam). Kadang-
kadang perlu juga memeriksa celana dalamnya untuk melihat adanya
bercak/bekas bercak.
b) Pasien wanita
Pemeriksaan pada pasien perempuan paling mudah dilakukan
dalam posisi litotomi. Dapat dimengerti bila wanita merasa kurang
nyaman dan malu. Oleh karena itu sangat penting memberi penjelasan
tentang apa yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya
dokter ditemani oleh seorang perawat. Pemeriksaan meliputi inspeksi dan
palpasi.
Pemeriksaan dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya, seperti
pada pasien laki-laki, kemudian baru memperhatikan genital eksterna dan
introitus vagina.
Bersihkan cairan dengan kain kasa, hati-hati buka dan periksa
labia mayora, kemudian labia minora. Pada saat yang bersamaan juga
dilihat apakah ada ulkus, kutil, vesikel atau lesi lain. Kemudian lakukan,
palapasi pada kelenjar bartholeni, lihat muara doktusnya. Bila terdapat
sarana spekulum, lakukan pemeriksaan inspekulo.
Setelah menjelaskan kepada pasien, baru masukkan spekulum
steril yang telah dibasahi dengan larutan NaCl. Dari serviks pada daerah
endoserviks, adakah cairan/sekret, kemerahan, ulkus, pada usapan mudah
berdarah atau ada tonjolan. Kadang-kadang dijumpai pula benang AKDR
(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Kemudian, lihat dinding vagina, adakah
lesi, bagaimana warna, kuantitas dan kualitas cairan. Uretra sebaiknya
diperiksa setelah spekulum dikeluarkan.
Akhirnya, dilakukan pemeriksaan bimanual memakai sarung
tangan steril. Masukan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) ke dalam
liang vagina sambil tangan yang lain meraba dan menekan dinding perut.
Selanjutnya dinilai adalah, ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi,
dan kontur uterus, serta mendeteksi kelainan pada adneksa. Raba dan
goyangkan serviks, seharusnya dalam keadaan normal bebas dan tidak
nyeri.
3) Pada pasien perempuan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo dan
bimanual
4) Pemeriksaan anuskopi dapat dilakukan atas indikasi
Inspeksi daerah perineum dan anus, pasien sebaiknya dalam posisi
bertumpu pada lutut-siku menungging membelakangi pemeriksa.
Sebelum melakukan pemeriksaan anoskopi, lakukan inspeksi
daerah anus dan sekitarnya adakah kutil kelamin, atau kelainan lain. Pada
anus diperiksa adalah ulkus, fisura, fistula, hemoroid. Kemudian lakukan
pemeriksaan rectum dengan jari tangan (digital rectal examination).
Prosedur pemeriksan anoskopi:
 Gunakan anoskop dengan dengan bagian obturator yang dapat
dilepaskan, pastikan bahwa obturator telah terpasang dengan benar.
 Beli pelumas sepanjang badan anoskop dengan pelumas standar atau
lidokain
 Masukan anoskop secara perlahan, dengan sedikit tekanan untuk
melawan tahanan akibat kontraksi otot sfingter anus eksterna. Terus
dorong alat anoskop sampai mencapai anorektum.
 Bila anuskopi sudah masuk dengan sempurna, obturator ditarik keluar.
 Perlahan anuskopi ditarik keluar sambil diperhatikan saluran anus,
adakah perdarahan atau ciran/sekret, bila ada diambil untuk sediaan apus
Gram dan biakan. Juga perhatikan apakah ada sumber perdarahan atau
nyeri, misalnya hemoroid, fisura rectum, ulkus, abses, atau robekan ddan
adanya tumbuhan seperti kemaluan.
Terdapat dua perbedaan mandasar pada anamnesis dan pemeriksaan
pasien laki-laki dan perempuan.
1) Pada laki-laki:
a) Terdapat kesatuan saluran genitourinarius
b) Organ reproduksi mudah diraba
2) Pada perempuan:
a) Terdapat pemisah antara saluran urinarius dan genital
b) Organ reproduktif terdapat dalam rongga pelvik, sehingga
pemeriksaan tidak semudah pada pria
5. Komplikasi Penyakit Menular Seksual
Sindrom klinis dan komplikasi dari penyakit menular seksual adalah (Handsfield
dalam Arifianti R, 2018):
a. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
b. Pelvic inflammatory disease
c. Infertilitas pada wanita dan kehamilan ektopik
d. Infeksi fetus dan neonates: konjungtivitis, pneumonia, infeksi faring, encefalitis,
deficit neurologis, penurunan fungsi kognitif, imunodefisiensi.
e. Komplikasi pada kehamilan dan kelahiran: aborsi spontan, kelahiran premature,
chorioamnionitis, postpartum endometritis.
f. Neoplasia: dysplasia dan karsinoma serviks, Kaposi sarcoma, hepatocellular
karsinoma, squamous cell karsinoma anu, vulva dan penis.
g. Infeksi human papillomavirus dan genital warts
h. Genital ulceringuinal lymphadenopathy
i. Infeksi saluran kemih bawah pada wanita: servicitis, urethritis, infeksi vaginal.
j. Urethritis pada laki-laki
k. Hepatitis Viral
l. Neurosyphilis dan sifilis tersier
m. Epidymitis
n. Infeksi gastroinytestinal: prostitis, enteritis, kolotis. Arthritis akut

6. Pencegahan Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual dapat dicegah. CDC (Centres for Disease Control and
Prevention) merekomendasikan lima startegi sebagai dasar untuk program
pencegahan yang efektif:
a. Pendidikan dan konseling bagi orang yang beresiko untuk memotivasi adopsi
perilaku seksual yang lebih aman.
b. Identifikasi orang yang terinfeksi baik tanpa gejala atau dengan gejala untuk
mencari layanan diagnostic dan pengobatan.
c. Diagnostic dan pengobatan orang yang terinfeksi dengan cepat, dan efektif
d. Evaluasi, pengobatan, dan konseling pasangan seksual terkena.
e. Vaksinasi orang yang beresiko untuk terkena penyakit menular seksual yang
dapat dicegah dengan vaksin.
Berpantang dari hubungan seksual atau hubungan yang saling monogami
dengan pasangan yang tidak terinfeksi adalah cara yang paling dapat diandalakan
untuk mencegah IMS. Pantang harus dianjurkan selama pengobatan untuk IMS
dan untuk siapa saja yang ingin menghindari infeksi menular seksual dan
kehamilan yang tidak diinginkan. Kedua pasangan harus diuji untuk IMS,
termasuk HIV, sebelum memulai hubungan seksual (Goldman & Ausielo dalam
Arifianti R, 2018).
BAB III
ANALISA KASUS
A. Kapasiatas Lapas
Secara umum lembaga pemasyarakatan Perempuan kelas II A Bandung memiliki
kurang lebih dari 481 orang tahanan, yang terdiri dari :
Penghuni lapas :
Teroris : 1 orang
Kasus Narkoba : 483 orang
Korupsi : 32 orang
Trafiking : 17 orang
Pencucian uang : 5 orang
Pidana Umum : 132 orang
Pidana SH : 1 orang
Bayi penghuni : 3 orang
WNA : 4 orang
Lembaga pemasyarakatan perempuan kelas II – A Bandung ,melihat lingkungan
lapas bersih dengan terbagi beberapa ruangan dan terdapat fasilitas ibadah, Aula, dan
petugas lapas telah membagi ruanagn lapas sesuai dengan kasus nya dan kriteria
kesehatan warga binaan .

B. Fasilitas serta Pembinaan Terhadap Narapidana


Ada bebrapa cara pembinaan Lapas kelas II A Pontiank terhadap narapidana, yaitu :
1. Latihan keterampilan
2. Latihan Musik
3. Jahit menjahit
4. Kerajinan
5. Bahasa ingris
6. Olah raga
Selain pembinaan dalam menanamkan potensi keahlian, Lembaga pemasyarakat
perempuan kelas II A – Bandung juga mengadakan pembinaan Rohani.
Untuk yang beragama Islam diadakannya suatu pengajian, sedangkan untuk
agama Kristen adanya pembinaan dari gereja. Begitu juga dengan agama-agama lainya,
dibuatkan sebuah pembinaan Rohani. Untuk kebersihan lapas serta perbaiakan dan
renovasi taman itu semua penghuni lapas yang melakukannya.

C. Dalam segi social dan rekreasi


Kegiatan para warga binaan yang dilakukan adalah menonton TV/Film, karaoke dan
Membaca buku
D. Fasilitas
1. Lapas memiliki beberapa ruanagn
2. Tempat Beribadah : Masjid, Gereja,
3. Poliklinik
4. Lapangan olahraga
5. Tempat menonton
6. Salon
7. Lapangan olah raga
E. Klasifikasi kamar
Untuk klasifikasi kamar itu di bedakan dari beberapa aspek :
1. Jenis pidana
2. Kesehatan

F. Hasil Wawancara
1. Biodata Klien
Nama : Ny.S
Usia : 33 Tahun
Asal Pekerjaan : Akunting Perbankan
Alamat Rumah : Depok
2. Quesioner
a. Kasus Apa yang anda alami sehingga anda menjalani masa pembinaan di lapas ini ?
- Penggelapan Dana Bank dan terkena Undang-undang nomor 7 pasal 49 ayat 1 dan
nomor 31 tahun 1999 KUHP pasal 220, 231, dan 241
b. Faktor Apa yang menyebabkan anda melakukan perilaku tersebut ?
- Klien menggelapkan uang Karena Ekonomi dan karena ingin kelayakan dalam
hidup menjadi kaya juga terpengaruh oleh teman-temannya untuk hidup mewah,
seperti melakukan program bayi tabung padahal klien baru menikah ± 6 bulan.
c. Bagaimanakah sikap keluarga anda dalam menghadapi kasus yang anda alami ?
- Pertama kali Merasa sedih, terpuruk, dan merasa malu, tetapi sekarang keluarga
bisa menerima dengan keputusan dan takdir sekarang ini karena keluarga juga
menikmati hasil apa yang saya lakukan.
d. Apakah anda sudah divonis ? bila sudah berapa lama anda mendapatkan vonis ?
- Ya sudah divonis dengan hukaman selama 8 tahun 3 bulan kurungan penjara dan
direvisi keringanan menjadi 5 tahun 2 bulan dan sudah dikurung selama 3 tahun.
e. Bagaimana perasaan anda ketika pertama kali berada dilapas ?
- Sedih, takut, dan murung tidak mau ditemui oleh siapapun selama setahun dan
takut adanya penyiksaan oleh narapidana yang lain.
f. Bagaimana sosilaisasi anda dengan tahanan lain ?
- Sosialisasi dengan tahanan lain tidak ada masalah, dan senang bergaul dengan
siapa saja, dan merasa bahagia mempunyai keluarga baru
g. Apakah anda sudah menikah dan punya keluarga :
- Belum memiliki anak dan sudah menikah selama 6 bulan setelah itu di vonis
h. Bagaimana komunikasi anda bersama keluarga
- Komunikasi dengan keluarga baik, dan penuh dukungan.
i. Bagaimana menurut anda, apakah pembinaan disini cukup untuk memenuhi
kebutuhan anda dan teman-teman disini ?
- Baik, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan baik secara fisik, dan psikologi
j. Apa bentuk kegiatan yang bisaanya diadakan dilapas ini?apakah anda mengikutinya ?
- Mengaji, kajian rohani, olahraga, memasak, dan menjahit
k. Adakah dampak atau efek kegiatan yang diterapkan disini terhadap pribadi anda ?
- Merasa lebih mandiri dan merasa lebih religious dan dekat kepada Allah.
l. Bagaimana menurut anda, mengenai makanan yang disediakan dilapas ?
- Cukup baik, tetapi sebelumnya tidak standar kelayakan makanan
m. Bagaimana anda mengatasi kebutuhan seksual anda ditahanan ini (khususnya bagi
yang sudah menikah) ?
- Kebutuhan seks bisa ditahan dan bisa mengalihkannya ke kegiatan lainnya. Dan
tidak mau melakukan seks sendiri atau dengan teman sejenis karena masih
normal.
n. Apakah anda memiliki perasaan suka terhadap sesama teman ditahanan ini ?
- Tidak, karena masih merasakan kenormalan sebagai seorang wanita sejati dan
dilarang agama.
o. Apakah anda pernah mendapatkan perlakuan seksual yang menyimpang ditahanan
ini?
- Tidak, karena saya menghindar dari itu.
p. Bagaimana menurut anda mengenai kehidupan seksual para tahanan dilapas ini ?
- Hampir semuanya tahanan bisa mengalihkannya dan mengarahkan kearah
kegiatan yang telah diadakan oleh pihak lapas.
q. Apakah anda disini bisa merokok ? mengkonsumsi Miras ? atau narkoba ?
- Tidak, tetapi ada saja yang masih nakal dan merokok dari para narapidana yang
lain
r. Apakah anda mengikuti kelompok-kelompok tertentu sebelum masuk kedalam lapas
ini ?
- Tidak pernah, hanya suami saya aja dulu pernah bergaul dengan orang di diskotik.
s. Apakah anda tahu apa itu lesbi ?
- Tahu, perasaan suka perempuan dengan perempuan.
t. Menurut anda, apakah lesbi itu perlu dibiarkan berkembang atau harus dihilangkan ?
- Ya harus dihilangkan karena tidak normal, didalarang dalam al-quran
u. Apakah anda menyesal berada ditahanan ini ?
- Sangat menyesal sekali dan tidak mau mengulanginya lagi, dan insyaf atas
kehilafan diri saya
v. Apakah anda merasa cemas ditahanan ini ?
- Tidak sama sekali merasakan kecemasan.
w. Bila ya, bagaimana anda mengatasi kecemasan anda disini ?
-----
x. Menurut anda, bagaimana komunikasi anda terhadap petugas lapas disini ?
- Komunikasi dengan petugas baik dan ramah
y. Apakah anda pernah mendapatkan pemukulan dari teman-teman dilaps, bila ya,
mengapa bisa terjadi ?
- Tidak pernah sama sekali
z. Hal apa yang anda lakukan untuk pesiapan keluar dari tahanan ini ?
- Ingin merubah sikap, dan menebus kesalahan yang pernah dia alami, dan akan
bertaubat, dan menjadi istri yang baik bagi suami saya, dan tidak akan
mengulangi perbuatan ini lagi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil analisa praktik keperawatan risiko tinggi dilapas kelas II A suka miskin
bandung pada Ny.S tidak terdapat masalah yang dialami klien, dan pihak lapas sudah baik
dalam manajemen pengelolaan para warga binaan baik dalam segi kesehatan, pendidikan,
Kerohanian, kebersihan lingkungan, Komunikasi, dan rekreasi.
Efek yang diberikan dari pihak lapas kepada narapidana sangat jera dan merubah
sikap perilaku para warga binaan kearah yang lebih baik dan mandiri. Dari hasil pretest klien
tidak tahu tentang penyakit IMS, Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang Infeksi
Penyakit seksual klien dapat memahami dan paham akan pentinya personal hygine yang
baik dan benar. Dan klien dapat menyebutkan pengertian IMS dan tanda gejala, jenis-jenis
serta penatalaksanaannya.
Kasus di atas sesuai dengan teori dalam jurnal bahwa salah faktor penyebab dari
korupsi adalah factor ekonomi. Dimana ketika kebutuhan ekonomi tidak terpenuhi akibat
kemiskinan maka di tempuhlah segala cara untuk memenuhi kebutuhan walaupun harus
melalui jalur yang melanggar hukum. Dalam jurnal disebutkan selain ekonomi factor
penyebab lainnya yaitu, factor politik dan social budaya, namun factor politik dan sosial
budaya dalam kasus tidak termasuk penyebab utama klien melakukan tindakan korupsi
melainkan hanya karena factor ekonomi, lingkungan dan gaya hidup klien yang mewah.
Dari perbandingan kasus dan teori dalam jurnal dapat di angkat bahwa
permasalahannya yaitu
“Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian tipikor”

B. Saran
Pihak lapas seharusnya sering memberikan penyuluhan kesehatan bagi warga binaannya
secara rutin tentang aspek kesehatan baik secara fisik maupun psikologi. Karena mereka
adalah salah satu komunitas beriko tinggi terhadap kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai