Disusun oleh
Edi Setyawan
Erwin Murdiana
Hendri Firmansyah
Wadi Laksana
6. Rendahnya ketrampilan
Ketrampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan seseorang dapat
memiliki asset produksi. Namun, ketrampilan perlu digali salah satunya melalui pendidikan serta
membutuhkan modal pendukung untuk dikembangkan. Hal inilah yang menjadi penghambat
seseorang dalam mengembangkan ketrampilan yang dimilki. Ketidakberdayaan inilah yang membuat
seseorang memilih menjadi tunawisma untuk bertahan hidup. Pada umumnya gelandangan dan
pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
7. Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan dan
pengemis. Antara lain:
a) Rendahnya harga diri.
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan mereka tidak memiliki rasa
malu untk meminta-minta. Dalam hal ini, harga diri bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya tunawisma yang berusia produktif.
b) Sikap pasrah pada nasib.
Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan
pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan.
c) Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
8. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh factor lingkungan yang
mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang
bekerja sebagai pengemis. Momen ini digunakan mereka mencari uang untuk membantu suaminya
mencari nafkah. Tentu hal ini akan mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih
lagi melihat penghasilan yang didapatkan lumayan untuk emmenuhi kebutuhan hidup.
9. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat masyarakat yang
tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan membuat masyarakat harus meninggalkan
tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota
lebih memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam sedia untuk diolah membuat
masyarakat tersebut semakin masuk dalam garis kemiskinan, dan membuatnya menjadi gelandangan.
Oleh karena itu ia lebih memilih menjadi pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi
dengan uang hasil meminta-minta
10. Lemahnya penangan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh pemerintah hanya
setengah hati. Selama ini penanganan yang telah nyata dilakukan adalah razia, rehabilitasi dalam panti
sosial, kemudian setelah itu dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannnnya, penanganan ini
tidak menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi menjadi
gelandangan dan pengemis. Pada proses penanganan hal yang dilakukan adalah setelah dirazia mereka
dibawa kepanti sosial untuk mendapat binaan, bagi yang sakit dan yang berusia renta akan tetap
tinggal di panti sosial sedangkan yang lainnya akan dipulangkan. Proses ini dirasakan terlalu mudah
dan enak bagi gelandangan dan pengemis sehingga ia tidak perlu takut apabila terjaring razia lagi. hal
inilah yang membuat mereka terus mengulang kegiatan yang sama yakni menjadi gelandangan dan
pengemis.
E. LANGKAH PENGKAJIAN
a. Mengumpulkan data primer
a) Wawancara
· Masyarakat
· Tokoh masyarakat
· Kader
· Aparat kelurahan / desa
· Pemerintah Daerah setempat
b) Observasi
Norma
Nilai
Keyakinan
Struktur kekuatan
Proses penyelesaian masalah
Dinamika kelompok masyarakat
Pola komunikasi
Situasi/ kondisi lingkungan wilayah
b. Mengumpulkan data sekunder
Dilakukan dengan cara mencatat data dan informasi dari sumber yang relevan untuk
wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.misalnya catatan kelahiran, kematian, cakupan
pelayanan.
c. Membahas data yang terkumpul
Kegiatan yang dilakukan yaitu Lokakarya mini atau pertemuan khusus pada forum
koordinasi. Melalui pembahasan ini dirumuskan masalah serta mencari penyebabnya.
1. DIMENSI LOKASI
(data Dimensi lokasi bisa mengambil dari data Rt/Rw/Desa/Kecamatan)
1) Batasan Komunitas
a. Batas wilayah dan peta wilayah dari tempat praktek
b. Karakteristik batasan wilayah (zona wilayah)
c. Lokasi Pelayanan Kesehatan
a) Tempat dan jarak pelayanan kesehatan
b) Cara mencapai lokasi yankes
2) Gambaran Geografis
a. Kesuburan dan peta topografi
b. Kemiringan dan ketinggian tanah
3) Iklim
a. Curah hujan dan kelembaban
b. Prakiraan musim hujan dan kemarau
4) Flora dan Fauna
a. Jenis tanaman
b. Jenis hewan (ternak dan liar)
5) Lingkungan buatan
a. Sarana Olah Raga
b. Saranan Rekreasi
c. Lingkungan pemukiman
2. DIMENSI POPULASI
1). Ukuran
Jumlah Penduduk : ………. Jiwa
Laki-laki : ……….. jiwa (……%)
Perempuan : ……….. jiwa (……%)
2). Jumlah kepala Keluarga : ………. KK
3). Kepadatan
a. Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah keseluruhan
b. Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah pemukiman
c. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin:
NO Kelompok Umur L P Jumlah %
1
2
Jumlah
2. Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan serta pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini, para tunawisma sulit mengakses khususnya system pelayanan kesehatan
karena mereka tidak memiliki tempat atau alamat yang tetap, sehingga dengan tujuan mengeluarkan
populasi tersebut dari kondisi tersebut dan mengatasi dampak yang timbul akibat menjadi tunawisma.
Langkah untuk pencegahan sekunder ialah
a. Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya yang rendah dan menimbulkan persoalan
umum bagi populasi tunawisma adalah mereka menjalani medikasi dan regimen terapi.
b. Obat – obatan yang dapat disimpan dengan mudah
c. Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan ditempat penampungan agar tunawisma tetap
mendapatkan asupan makanan sesuai yang ada di tempat penampungan tersebut.
d . Memberikan vitamin kepada tunawisma untuk mengompensasi defisit nutrisi
e. Memahami dan memfasilitasi bahwa para tunawisma selalu melakukan usaha terbaik untuk
mengikuti program terapi
f. Mengidentifikasi faktor – faktor yang menghambat para tunawisma agar tetap mendapatkan
pelayanan kesehatan.