Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS POPULASI RENTAN:

POPULASI TERLANTAR

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu :
Ns. Ritanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom, Ns. Diah Ratnawati, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Ns. Nourmayansa Vidya Anggraini, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :
Pricilia Dewi S. 1810711006
Annisa Kirana Putri 1810711009
Regita Siti Nurjanah 1810711013
Afifah Afriana 1810711017
Widya Astika S. 1810711022
Nanda Syifa M. 1810711031
Rensi Hepi F. 1810711076
Nisrina P. 1810711079
Nur Rohmah 1810711083
Dinda Nur Aini 1810711084

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi rentang atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi seseorang
atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam
Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan factor resiko Kesehatan
antara lain genetic, usia, karakteristik biologi, Kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan
penyakit, bahayas, atau outcome negative. Factor pencetusnyya berupa genetic,
biologi dan psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok
social yang memiliki peningkatan resiko yang relative atau rawan untuk menerima
pelayanan Kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kelompok rentan, tetapi
tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagaian undang-undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberikan manfaat bagi
masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum
sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan bagi perlindungan
kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan
mayoritas di negri ini memerlukan Tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan Tindakan legislasi
lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan
belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan
diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. apakah yang dimaksud dengan Populasi Rentan?
2. Apakah yang dimaksud dengan Tunawisma/Gelandangan/Terlantar?
3. Apa saja factor-faktor penyebab munculnya tunawisma?
4. Apa saja factor-faktor perilaku psikosial yang menyebabkan masalah Kesehatan
tunawisma?
5. Apa saja masalah Kesehatan pada tunawisma?
6. Apa saja peran perawat pada Tunawisma?
7. Apa saja perspektif Tunawisma di Indonesia?
8. Asuhan Keperawatan pada Agregat Populasi Rentan
9.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Teori

A. Populasi Rentan
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Jadi,
populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu
tertentu. Pengertian kelompok rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-
Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk
kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan
lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah
orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang
mereka hadapi.

B. Tunawisma/ Gelandangan/ Terlantar


1. Definisi
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki
tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur.
Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan
tidak memiliki keluarga.
Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan masyarakat seperti
orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, petani,
ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan profesional serta ilmuwan.
Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena kemiskinan atau kegagalan
sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan lain menjadi tunawisma
adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga, kekerasan dalam rumah
tangga, pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu apapun penyebabnya,
tunawisma lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan akses ke pelayanan
perawatan kesehatan berkurang.

2. Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma


a. Kemiskinan
Kemiskinan dapat memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak
memiliki tempat tinggal yang layak, serta menjadikan mengemis sebagai
pekerjaan.
b. Rendah Tingginya Pendidikan
Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah
pekerjaan. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis
relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk memperoleh
pekerjaan layak.
c. Keluarga
Hubungan keluarga yang tidak harmonis atau anak dengan keluarga broken
home membuat mereka merasa kurang perhatian, kemyamanan dan
ketenangan sehingga mereka cenderung mencari kebebasan, belas kasih dan
ketenangan dari orang lain.
d. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun, membuat
seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan mereka
sulit untuk memenuhi kebutuhannya.
e. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit mendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacat fisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup.
f. Rendahnya Keterampilan
Ketrampilan sangatlah penting dalam kehidupan,dengan ketrampilan
seseorang dapat memiliki asset produksi. Pada umumnya gelandangan dan
pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar
kerja.
g. Masalah Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan:
1) Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan
mereka tidak memiliki rasa malu untk meminta- minta.
2) Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan
untuk berubah.
3) Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang.
h. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan
banyak sekali ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen
ini digunakan mereka untuk membantu suaminya mencari nafkah.
i. Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan
membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari
peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota lebih
memperburuk keadaan. Oleh karena itu ia lebih memilih menjadi pengemis
sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi dengan uang hasil meminta-
minta.
j. Lemahnya Penangan Masalah Gelandangan dan Pengemis
Selama ini penanganan yang telah nyata dilakukan adalah razia, rehabilitasi
dalam panti sosial, kemudian setelah itu dipulangkan ketempat asalnya.
Pada kenyataannnnya, penanganan ini tidak menimbulkan efek jera bagi
mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi menjadi gelandangan
dan pengemis.

3. Faktor Perilaku Psikososial yang Menyebabkan Masalah Kesehatan


Tunawisma
a. Kemiskinan
1) Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
2) Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan
tidak layak
3) Tidak mendapatkan pelayanan yang baik
b. Gender
Gender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan,
dan karena peran jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti
tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.
c. Pendidikan yang Rendah
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang
berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap
masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya.
d. Kawin Muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih
banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Ini berarti wanita muda
hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko
tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20
tahunan.
e. Seks Bebas
Hal ini menyebabkan seseorang rentan penyakit kelamin misalnya HIV atau
AIDS.
f. Penggunaan Drugs
Anak jalanan rela melakukan hal apapun yang penting bisa mendapatkan
uang untuk membeli minuman keras, pil dan zat aditif lainnya. Mereka
menggunakan itu karena ingin menumbuhkan keberanian saat melakukan
kegiatan di jalanan.
g. Eksploitasi Seksual
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat rentan
terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti pelecehan,
penganiyaan secara seksual, pemerkosaan, penjerumusan anak dalam
prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar daerah khususnya
Riau dan Batam.
4. Masalah Kesehatan Pada Tunawisma
a. Gangguan Fisik Akut
Pada umumnya tunawisma akan mengalami gangguan fisik akut seperti:
No Gangguan fisik akut Gangguan fisik kronik
1. ISPA (infeks sistem pernfasan atas) Kecanduan alkohol dan zat lain
2. Trauma-cedera ringan hingga berat Hipertensi
3. Penyakit kulit Gangguan pencernaan
4. TBC Gangguan sistem saraf tepi
5. Terserng kutu dan tungau Masalah gigi
6. Gizi buruk/ kekurangan gizi Diabetes melitus
7. - HIV/AIDS

b. Masalah Kesehatan pada Tunawisma Anak-Anak


Selain masalah kesehatan fisik, masalah lain juga banyak timbul seperti :
1) Kegelisahan 4) Penyakit pernafasan atas, asma
2) Tidak mendapatkan 5) Infeksi telinga
imunisasi 6) Gangguan pencernaan/mata
3) Masalah bahasa dan 7) Trauma
berbicara 8) Terserang kutu rambut
c. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan
1) Perawatan pre-natal yang kurang baik
2) Kurang nutrisi
3) Komplikasi kehamilan
d. Masalah kesehatan mental
1) Skizofrenia
2) Gangguan bipolar
3) Depresi
4) Gangguan kecemasan dan kepribadian antisosial
5) Kepribadian yang kacau
5. Peran Perawat Di Area Homeless (Tunawisma)
a. Perawat sebagai pemberi perawatan
Para tunawisma biasanya mengalami kurang perhatian dari orang tua dan
lingkungan. Alhasil banyak masalah yang terjadi seperti kesehatan fisik,
psikologis dan sosial. Peran perawat disini adalah memberikan asuhan
keperawatan kepada mereka yang mengalami masalah kesehatan secara
holistik atau menyeluruh.
b. Perawat sebagai pendidik
Salah satu faktor penyebab dari tunawisma adalah rendahnya pendidikan
mereka yang membuat mereka menjadi miskin. Oleh karena itu, perawat
menjelaskan kepada mereka informasi seputar kesehatan dan menanamkan
gaya hidup sehat.
c. Perawat sebagai pengamat kesehatan (monitoring)
Perawat memonitoring perubahan yang terjadi pada tunawisma. Bentuk
monitoring dapat berupa observasi, kunjungan rumah, pertemuan atau
pengumpulan data.
d. Perawat sebagai panutan (role model)
Perawat dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan
kepada masyarakat tunawisma tatacara hidup sehat yang dapat ditiru dan
dicontoh oleh mereka.
e. Perawat sebagai komunikator
Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat
yang lain. Semua itu dilakukan dengan komunikasi yang jelas agar kualitas
hidup terpenuhi.
f. Perawat sebagai rehabilitator
Seringkali tunawisma mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah
kehidupan mereka dan perawat membantu mereka untuk beradaptasi
semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.

6. Level Pencegahan Homeless (Tunawisma)


a. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga tunawisma agar tetap di
rumah.
1) Bantuan finansial
Memberikan pelayanan publik untuk mencegah terjadinya bantuan
publik, mengetahui tersedianya dana, dan mengajukan permohonan
untuk mendapatkan bantuan bagi tunawisma yang membutuhkan.
2) Bantuan hukum
Membantu untuk berkonsultasi secara hukum agar tidak terjadinya
pengusiran.
3) Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada
tunawisma.
4) Program relokasi
Memberikan dana yang dibutuhkan untuk membayar rumah dan
kebutuhan.
b. Pencegahan Sekunder
Memfokuskan pada populasi tunawisma dengan mendaftar segala kebutuhan
serta pelayanan kesehatan.
1) Membutuhkan rumah tradisional tanpa dipungut biaya untuk menjalani
medikasi dan regimen terapi
2) Obat – obatan yang dapat disimpan dengan mudah
3) Mengikuti dan mempelajari makanan yang disediakan di tempat
penampungan
4) Memberikan vitamin kepada tunawisma untuk mengompensasi defisit
nutrisi
5) Memahami dan memfasilitasi tunawisma untuk selalu melakukan usaha
terbaik dalam mengikuti program terapi
6) Mengidentifikasi faktor penghambat tunawisma mendapat pelayanan
kesehatan
c. Pencegahan tersier (Rehabilitasi)
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi. Langkah pencegahan tersier pada tunawisma
antara lain:
1) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial
kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting
guna menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas para
gelandangan dan pengemis. Karena pada dasarnya mereka memiliki
semangat dan rasa percaya diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam
dirinya.
2) Bimbingan kesehatan
Sebelum pihak dinas kesehatan melakukan bimbingan kesehatan,
terlebih dahulu para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
diberikan fasilitas penanganan kesehatan yaitu pemeriksaan kesehatan
bagi mereka yang sedang sakit. Kemudian kegiatan bimbingan
kesehatan dimulai dengan penyadaran tentang pentingnya kesehatan
badan atau jasmani. Mulai dari hal kecil seperti pentingnya mandi,
gosok gigi dan memakai pakaian bersih.
3) Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan
sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu
lintas, serta peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan
pengemis tidak lagi berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka
di jalanan sangat mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas.
4) Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak dinas sosial,
guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para gelandangan dan
pengemis.

7. Perspektif Homeless atau Gelandangan di Indonesia


a. UUD 1945
UUD 1945 adalah hukum dasar tertinggi dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara. UUD 1945 menjamin hak konstitusional warga
negara dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun, di Indonesia masih banyak terdapat gelandangan, pengemis,
masyarakat dalam keadaan fakir, miskin dan terlantar. Dalam UUD 1945
Pasal 34 Ayat 1 berbunyi “Fakir Miskin dan anak - anak yang terlantar
dipelihara oleh negara”.
b. Program atau kebijakan pemerintah
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 31 Tahun 1980 pasal 1, 5 dan 6, ada
beberapa usaha untuk menanggulangi gelandangan adalah sebagai berikut:
1) Usaha preventif
Adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan,
bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan
serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya
dengan pergelandangan dan pengemisan.
Dalam hal ini, usaha yang di maksud adalah dengan :
a.Penyuluhan dan bimbingan sosial
b. Pembinaan sosial
c.Bantuan sosial
d. Perluasan kesempatan kerja
e.Pemukiman lokal
f. Peningkatan derajat kesehatan
2) Usaha represif
Adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun
bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan
pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha
represif yang di lakukan sesuai PP No. 31 Tahun1980 Pasal 9 adalah
razia, penampungan sementara untuk di seleksi, dan pelimpahan.
Dalam pasal 12 disebutkan bahwa setelah gelandangan di seleksi,
tindakan selanjutnya terdiri dari :
a. Dilepaskan dengan syarat
b. Dimasukkan dalam panti sosial
c. Dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung
halamannya
d. Diserahkan ke pengadilan
e. Diberikan pelayanan kesehatan
3) Usaha Rehabilitatif
Adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha
penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan
kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah
pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah
masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan
demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki
kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat
manusia.
C. Asuhan Keperawatan pada Agregat Populasi Terlantar
A. Core: jumlah populasi terlantar, riwaayat perkembangan populasi terlantar,
kebiasaan, perilaku yang ditampilkan, nilai keyakinan dan agama.
B. Lingkungan fisik: kebersihan lingkungan pemukiman, aktifitas tunawisma yang
dilakukan diluar rumah, kesadaran dan bentuk kegiatan tunawisma diluar rumah,
tempat tinggal, batas wilayah, makanan, pasokan air bersih, air kotor,
penyimpanan makanan, gizi buruk kebersihan personal hygiene.
C. Pelayanan Kesehatan dan social: bagaimana jenis pelayanan Kesehatan, akses
layanan Kesehatan, biata dalam pelayanan Kesehatan, jumlah populasi terlantar
yang memiliki jaminan Kesehatan, fasilitas pelayanan Kesehatan terdekat,
posyandu, antusias masyarakat pelayanan Kesehatan, pemanfaatan jaminan
Kesehatan.
D. Ekonomi: bagaimana status pekerjaan, jenis pekerjaan, jenis makanan yang dibeli,
jumlah pendapatan yang diterima, pemahaman pendapatan, pengeluaran perbulan.
E. Transportasi dan keamanan: apakah alat transportasi yang digunakan, jarak antara
pemukiman dan pelayanan Kesehatan, sarana transportasi yang tersedia.
F. Politik dan pemerintahan: bagaimana peran serta politik dalam bidang Kesehatan,
organisasi wilayah setempat yang peduli terhadap Kesehatan.
G. Komunikasi: bagaimana jenis informasi yang tersedia, sarana komunikasi yang
tersediakan, media informasi yang disebar.
H. Pendidikan: sarana Pendidikan yang tersedia, Pendidikan yang dimiliki
masyarakat, Pendidikan terkait Kesehatan.
I. Rekreasi: seberapa sering rekreasi populasi terlantar, kemana reaksi dituju,
banyaknya rekreasi dilakukan

PENGKAJIAN

1. Contoh Kasus pada Agregat Populasi Terlantar


RW didalan wilayah desa X memiliki 666 jiwa terdiri dari 44 keluarga yang
terdiri dari 20 orang balita, 75 orang anak, 380 orang dewasa dan 45 orang lansia.
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa masyarakat wilayah desa X memiliki
pendapatan dibawah Rp. 1.000.000/bulan, dengan mayoritas masyrakat bekerja
sebagai serabutan.
Dengan masyarakat tercatat 48% orang dewasa yang mengalami sebagai
gelandangan, 15% remaja yang mengalami mental rendah, 10% balita yang
mengalami disabilitas fisik. Hal ini disebabkan oleh factor ekonomi, Pendidikan
rendah dan juga kurangnya pelayanan Kesehatan seperti yang kurang aktif dalam
menjalankan program puskesmas dan juga kurang aktifnya masyarakat dallam
menjalani pelayanan masyarakat di karang taruna. Masyarakat kurang peduli
terhadap agregat gelandangan, disabilitas fisik beserta keluarga tidak
mengizinkan keluarganya yang mengalami mental rendah untuk keluar rumah.
Daerah tempat tinggal masyarakat wilayah desa x terkenal kumuh karena
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan.
2. Analisa data
- 48% orang dewasa gelandangan tingginya populasi terlantar pada
desa x
- 15% remaja mengalami mental rendah
- 10% balita mengalami disabilitas fisik
- Lingkungan: resiko terjadinta kekambuhan akibat lingkungan tidak
peduli.

Data Penunjang
Gelandangan
- Kemiskinan
- Pendidikan rendah
- Kurangnya pengetahuan
Resiko perilaku kekerasan

- Lingkungan
- Psikologis
- Biologis
Disabilitas fisik

- Penyakit tidak menular


- Kurang pengetahuan
- kemiskinan
lingkungan

- Pendidikan rendah
- Kurang pengetahuan
- Kemiskinan
3. Diagnosa Keperawatan
A. Masalah kesenjangan ekonomi pada resiko populasi rentan gelandangan
B. Masalah tingkat pengetahuan yang rendah

Tujuan Jangka Panjang

melakukan penanggulangan dengan cara memberikan penyuluhan dan pelatihan


kepada masyarakat dengan upaya meningkatkan kreatifitas sumber daya yang
ada dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat selama 1 bulan. Seperti
pelatihan pemberdayaan limbah lingkungan yang dapat didaur ulang.

Tujuan Jangka Pendek

- Dalam minggu pertama melakukan survey, observed dan berdiskusi


dengan ketua RW beserta kader setempat untuk mendiskusikan
maksud dan tujuan, membuat perencanaan beserta pemberian
penyuluhan yang tepat dengan masyarakat dan evaluasi.
- Dalam minggu ke-2 memberikan perencanaan tentang pelatihan
pendaur ulang bahan-bahan yang dapat diperbaharui dan memiliki
nilai jual.
- Dalam minggu ke-3 membantu masyarakat dalam mengaplikasikkan
kegiatan sesuai dengan penyuluhan dan pelatihan yang sudah
diberikan.
- Dalam minggu ke-4 mengevaluasi masyarakat tentang kegiatan
sesuai dengan penyuluhan dan pelatihan yang diberikan.

Skoring Diagnosa

Kriteria prioritas masalah

- Kesadaran masyarakat akan masalah


- Motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah
- Kemampuan perawat dalam mempengaruhi penyelesaian masalah
- Ketersediaan ahli atau pihak terkait terhadap solusi masalah
- Beratnya konsekuensi jika masalah tidak terselesaikan
- Mempercepat penyelesaian masalah dengan solusi yang dicapai

Pembobotan
- Nilai 1: Rendah
- Nilai 2: Sedang
- Nilai 3: Cukup
- Nilai 4: Tinggi
- Nilai 5: Sangat tinggi
No Diagnosa 1 2 3 4 5 Total
1. Masalah kesenjangan ekonomi pada 1 1 4 3 2 15
resiko populasi rentan gelandangan
2. Masalah tingkat pengetahuan yang 1 3 3 2 4 13
rendah

4. Rencana Tindakan
a. Rencana Tindakan minggu pertama
- Lakukan survey dan observasi
- Meminta izin kepada ketua RW dan menjelaskan maksud, tujuan dan
diskusi mengenai fenomena gelandangan yang ada di daerah desa x
b. Rencana Tindakan minggi ke-2
- Melakukan rencana Tindakan meliputi penyuluhan dan pelatihan
tentang cara pendaur ulang barang-barang yang dapat di daur ulang
dan memiliki nilai jual dimasyarakat.
c. Rencana Tindakan minggu ke-3
- Mendemonstrasikan Teknik membuat kerajinan yang memiliki nilai
ekonomis seperti membuat dompet dari bungkus kopi dan lain-lain.
- Bekerja sama dengan dinas social tentang penjualan barang-barang
yang dihasilkan.
d. Rencana Tindakan minggu ke-4
- Mengevaluasi ke masyarakay tentang perkembangan usaha ini dan
hasil yang didapatkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Populasi rentang atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi


seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson,
Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan factor
resiko Kesehatan antara lain genetic, usia, karakteristik biologi, Kesehatan individu,
gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka
berhadapan dengan penyakit, bahayas, atau outcome negative. Factor pencetusnyya
berupa genetic, biologi dan psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan
kelompok-kelompok social yang memiliki peningkatan resiko yang relative atau
rawan untuk menerima pelayanan Kesehatan.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada
kehidupan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan serta makalah ini dapat
digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah wawasan mengenai asuhan
keperawatan komunitas khususnya pada kasus agregat populasi rentan.
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Sri. Dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi
Rentan : Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar Di akses tanggal 5
Desember 2018

Darmawan, Lili. Dkk. 2017. Penyakit Mental, Kecacatan Dan Populasi Terlantar Di akses
tanggal 5 Desember 2018

Iman B, Aisiyah. Dkk. 2017. Askep Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi Rentan
(Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar) Di akses tanggal 5 Desember
2018

Anda mungkin juga menyukai