PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan
antara lain genetik, usia, karakteristik biologi , kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan
penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi
atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial
1
yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan
kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan
perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat
implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya
mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan
kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan
mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi
lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan
belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan
diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan?
2. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan penyakit mental ?
3. Bagaimana Asuhan keperawatan untuk agregat penyakit mental ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang agregat populasi rentan
2. Untuk mengatahui tentang populasi rentan penyakit mental
3. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat penyakit mental.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TEORI
1. Populasi Rentan
Populasi rentan (Vulnerable Population) adalah bagian dari kelompok populasi
yang memiliki kecendrungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagai
akibat dari terpanjannya terhadap resiko atau memperoleh hasil dari masalah
kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara keseluruhan.
3
• Kesehatan Jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara sosial
dan yang selaras dengan perkembangan orang lain
Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain, mampu mencintai orang lain,
mempunyai hubungan pribadi yang tetap, menghargai pendapat orang lain
4
3) Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).
(Maslim, tth:7). Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga
dapat didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi
mental atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi
dari fungsifungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-
ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau struktural dari satu
bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental (Kartono, 2000:80). Pendapat
yang 5 sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam Kartono, 2000:80),
yaitu: “Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan
kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber
gangguan/kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup
kasuskasus reaksi psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”.
5
c) Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia
adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek
yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).” (Maslim, tth:46).
Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan
pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu
tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak beralasan. (Sudarsono,
1993:272).
d) Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana perasaan
(mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya),
atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). (Maslim, tth:60).
e) Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan neurotik,
somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan dari gangguan
jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis. (Maslim, tth:72).
f) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik. Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi
berat badan dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita
(Maslim, tth:90).
g) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi klinis
yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan
merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-
cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain (Maslim,
tth:102).
h) Retardasi mental Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa
yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada
tingkat keceradsan secara menyeluruh (Maslim, tth:119).
i) Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan
kelambatan perkembangan fungsifungsi yang berhubungan erat dengan
kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara
terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas. Yang
dimaksud “yang khas” ialah hendayanya berkurang secara progresif
6
dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering
menetap sampai masa dewasa) (Maslim, tth:122).
j) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak kanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas
berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas
atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan
(hiperaktifitas) ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang (Maslim,
tth:136). Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A. Wiramihardja
(2004:15-16), mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental disorder)
memiliki 7 rentang yang lebar, dari yang ringan sampai yang berat. Secara
ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasi
kepribadian yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress
personal. Istilah ini lebih sering digunakan untuk perilaku maladaptive
pada anak-anak.
2. Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata
lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan mental.
3. Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari
gangguan mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau disorganisasi
kepribadian yang berat.
4. Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama
gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi saat
ini jarang digunakan. Nama inipun sering digunakan sebagai istilah
yang umum untuk setiap gangguan dan kelainan.
5. Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus untuk
gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal mempelajari
kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam mempelajari pola
penanggulangan masalah yang maladaptif. f) Gila (insanity),
merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa individu
secara mental tidak mampu untuk mengelolah masalahmasalahnya atau
melihat konsekuensikonsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk
pada gangguan mental yang serius terutama penggunaan istilah yang
7
bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak
pidana di hukum atau tidak.
2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental (Mental
Disorder)
Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang
perlu ditelusuri pertama kali adalah faktor dominan yang dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk pada
pendapat 8 Kartini Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke dalam tiga
faktor, yaitu:
a) Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan
proses dementia.
b) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan
reaksi psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain.
Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa
menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka
sruktur kepribadian dan pemasakan dari pengalaman-pengalaman dengan
cara yang keliru bisa membuat orang terganggu psikisnya. Terutama
sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan melampaui
kesanggupan memikul beban tersebut.
c) Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha
pembangunan dan modernisasi, arus urbanisasi dan industialisasi
menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat modern menjadi sangat
kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap perubahan-
perubahan sosial dan arus moderenisasi menjadi sangat sulit. Banyak
orang mengalami frustasi, konflik bathin dan konflik terbuka dengan
orang lain, serta menderita macam-macam gangguan psikis.
3) Pencegahan Gangguan Mental
Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah membimbing
mental yangsakit agar menjadi sehat mental danmenjaga mental yang sehat
agar tetap sehat. Namun sebelumnya akan penulis paparkan terlebih dahulu
tentang pengertian pencegahan gangguan mental.
8
a) Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai
upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana dari
lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian. (Prayitno,
1994:205). Sementara AF. Jaelani (2000:87), berpendapat bahwa
pencegahan mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan
manusia untuk menghadapi diri sendiri dan orang lain guna meniadakan
atau mengurangi terjadinya gangguan kejiwaan. Dengan demikian
pencegahan gangguan mental didasarkan pada upaya individu terhadap
diri dan orang lain untuk menekan serendah mungkin agar tidak terjadi
gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
b) Upaya pencegahan
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai
dari faktor yang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada
dasarnya upaya pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip
kesehatan mental. Prinsipprinsip yang dimaksud adalah:
1. Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri Orang yang memiliki
kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri maupun
hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam lingkungan, serta
hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara
penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri
(Yahya, 1993:83).
2. Keterpaduan atau integrasi diri Berarti adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah
dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi ketegangan emosi (stres)
(Yahya, 1993:84).
3. Pewujudan diri (aktualisasi diri) Merupakan sebuah proses
pematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan mempengaruhi
potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat hidup. Oleh
karena itu, agar terhindar dari gangguan mental, maka sedapat
mungkin mengaktualisasikan diri dan memenuhi kebutuhan dengan
baik dan memuaskan (Kartono, 1986:231). Dengan demikian upaya
pencegahan dapat berhasil apabila manusia dapat berpotensi untuk
9
menjadikan dirinya sebagai yang terbaik dan tidak hanya pasrah pada
kemampuan dasar manusia seperti menggembangkan bakat dan
sebagainya.
4. Kemampuan menerima orang lain 10 Melakukan aktivitas sosial dan
menyesuaikan diri dengan lingkunagn tempat tinggal. Lingkungan di
samping sebagai faktor penyebab timbulnya gangguan mental, juga
memiliki peran penting dalam usaha mencegah timbulnya gangguan
mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan
kesulitan dalam mengahadapi tuntutan dan persoalan yang dapat
terjadi setiap hari. (Syukur, 2000:13). Dalam ungkapan kata lain
disebtkan bahwa mereka yang tidak mempunyai ikatan status di
masyarakat dan mereka yang tidak mempunyai fungsi atau peran
dalam masyarakat lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan.
(Hawari, 1999:11). Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat
mungkin menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial
dalam masyarakat, dan lain sebagainya.
5. Agama dan falsafah hidup. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai
therapy bagi jiwa yang gelisah dan terganggu. Selain itu agama juga
berperan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap kemungkinan
gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif) bagi
kesehatan mental. (Daradjat, 1975:80). Dengan keyakinan beragama,
berarti seseorang telah hidup dekat dengan Tuhan serta tekun
menjalankan agama. Pada akhirnya akan terwujud kesehatan mental
secara utuh. Sedangkan falsafah hidup merupakan wujud dari
kumpulan prinsip atau nilai-nilai. Sehingga setiap orang berusaha
sesuai dengan ketentuannya. Dengan demikian apabila seseorang
memiliki falsafah hidup, maka akan dapat menghadapi tantangannya
dengan mudah (Fahmi, 1982:92).
6. Pengawasan diri Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka
sedapat mukin melindungi diri dari dorongan dan keinginan atau
berbuat maksiat dengan mengawasi diri kita. Secara umum orang yang
wajar adalah orang yang mampu mengendalikan keinginannya dan
mampu menunda sebagian dari pemenuhan kebutuhannya, serta
10
bersedia meninggalkan kelezatankelezatan dengan segera, demi untuk
mencapai keuntungan (pahala) yang lebih lama sifatnya serta lebih
kekal. (Fahmi, 1982:114). Manfaat lain dari pengawasan diri adalah
menghindarkan seseorang dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan norma dan adat yang berlaku. Berdasarkan pada eksplorasi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan gangguan mental
dimaksudkan untuk mewujudkan kesehatan mental yang didasarkan
pada kemauan dan kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari
masalah yang buruk agar menjadi baik.
11
BAB III
PENGKAJIAN
1. pengkajian inti komunitas, terdiri dari sejarah wilayah, data demografi dan
etnik, satitistik vital, nilai, kepercayaan dan keyakianan dalma komunitas
2. subsystem yang terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan social,
ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan dan rekreasi
12
A. PENGKAJIAN INTI KOMUNITAS
a. SEJARAH KOMUNITAS
b. DEMOGRAFI
Identifikasi terkait jumlah laki-laki dan perempuan, usia, termasuk populasi yang
homogen atau hetergoren
c. ETNIC
Catat indikator perbedaan kelompok etnic, perbedaan budaya atau kebiasaan, ide
maupun gagasan
a. LINGKUNGAN FISIK
13
bagaimana kualitas udara, flora fauna, perumahan, batas wilayah, ruang
terbuka, area hijau, keindahan alam, air dan iklimnya. Kemudian bisa
dilanjutkan dengan identifikasi pemetaan daerah, apakah termasuk wilayah luas
atau sempit
c. EKONOMI
Dengan mengamati apakah ada aktivitas politik seperti poster atau pertemuan
tertentu, mengamati apakah ada keterlibatan masyarakat dalam membuat
14
keputusan, mengamati jenis wilayah komunitas, apakah termasuk kota,
kabuapaten, kecamatan atau lainnya.
f. KOMUNIKASI
g. EDUKASI
h. REKREASI
15
Persepsi perawat dengan menuliskan pernyataan umum tentang kesehatan di
komunitas, apa kekuatannya dan apa masalah yang ditemukan.
D. ANALISA DATA
Contoh 1:
Data Subyektif
Data Obyektif :
16
Contoh 2:
Di sebuah gudang di Jl. Sukakaya No. 5 tinggallah 15 kepala keluarga. Mereka adalah
sekumpulan orang terlantar. Menurut Suryanto, salah seorang dari mereka, beberapa
orang yang tinggal bersamanya saat ini mengalami batuk yang cukup lama dan mereka
tidak paham bagaimana caranya periksa, Sebanyak 80% mengalami batuk lebih dari 1
bulan, Sebanyak 90% tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita dan tidak
pernah memeriksakannya, Sebanyak 56% memiliki berat badan tergolong kurus,
Sebanyak 57% tidak melakukan pengobatan terhadap batuknya, Sebanyak 60% tidak
bekerja. Apa yang akan Anda lakukan sebagai perawat komunitas?
Data Subyektif
Menurut Suryanto, beberapa orang yang tinggal bersamanya saat ini mengalami
batuk yang cukup lama dan mereka tidak paham bagaimana caranya periksa
Data Obyektif :
• Sebanyak 90% tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita dan tidak
pernah memeriksakannya
Contoh 3:
Di RSJ Subandi, terdapat 150 pasien gangguan jiwa. Menurut Kepala RSJ Subandi,
tempatnya tidak dilengkapi dengan ruang isolasi sehingga pasien amuk terkadang
melukai pasien lain. Tidak terdapat ruang isolasi. Sebanyak 15 pasien amuk berada
17
dalam satu ruang dengan pasien gangguan sensori persepsi. Apa yang Anda lakukan
sebagai perawat komunitas
Data subyektif
Menurut Kepala RSJ Subandi, tempatnya tidak dilengkapi dengan ruang isolasi
sehingga pasien amuk terkadang melukai pasien lain
Data obyektif
Sebanyak 15 pasien amuk berada dalam satu ruang dengan pasien gangguan sensori
persepsi
Prioritas Masalah:
Komponen :
18
Perubahan positif untuk penyelesaian di komunitas (0=tidak ada, 1=Rendah,
2=Sedang, 3= Tinggi)
F. PERENCANAAN
19
1. Perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam merumuskan perencanaan
G. IMPLEMENTASI
20
Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap
suatu masalah kesehatan/penyakit
H. EVALUASI
Evaluasi struktur difikuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempt pelayanan keperawatan diberikan .
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok tanpa tekanan dan sesuai
wewenang .
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan
antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial.
Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki
peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan perundangundangan
yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam.
Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak
memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan
yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan
kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan
yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-
22
hak dan kepentingankepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi
lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan
belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri
dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada
kehidupan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
23