Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritul yang komphrehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluru proses kehidupan.

Asuhan Keperawatan adalah proses atau rangkaian interaksi antara perawat


dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan
kemandirian klien dalam merawat dirinya

Keperawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam keperawatan


yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat serta mengutamakan pelayanan promotif,
preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh da terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakatsebagai suatu kesatuan yang utuh, melalui proses
keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan mnusia secara optimal sehingga
mandiri dalam upaya kesehatannya.

Populasi rentan (Vulnerable Population) adalah bagian dari kelompok populasi


yang memiliki kecendrungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagai
akibat dari terpanjannya terhadap resiko atau memperoleh hasil dari masalah
kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara keseluruhan.

Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan
antara lain genetik, usia, karakteristik biologi , kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan
penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi
atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial
1
yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan
kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan
perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat
implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah
pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya
mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan
kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan
mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi
lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan
belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan
diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi
masyarakat.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan populasi rentan?
2.    Apa yang dimaksud dengan populasi rentan penyakit mental ?
3.    Bagaimana Asuhan keperawatan untuk agregat penyakit mental ?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui tentang agregat populasi rentan
2.    Untuk mengatahui tentang populasi rentan penyakit mental
3.  Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat penyakit mental.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.  KONSEP TEORI
1.      Populasi Rentan
Populasi rentan (Vulnerable Population) adalah bagian dari kelompok populasi
yang memiliki kecendrungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagai
akibat dari terpanjannya terhadap resiko atau memperoleh hasil dari masalah
kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara keseluruhan.

Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-


undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun
1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang
lanjut usia, anak anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.

Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke


dalam Kelompok Rentan adalah:
a.    Refugees (pengungsi)
b.    Internally Displaced Persons (IDPs) (orang orang yang terlantar)
c.    National Minoritie (kelompok minoritas)
d.   Migrant Workers (pekerja migran )
e.    Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat pemukimannya)
f.    Children (anak)
g. Women (wanita)

Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang


disadari individu, yang didalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk
mengelola stress kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan
menghasilkan serta berperan serta di komunitasnya

3
• Kesehatan Jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara sosial
dan yang selaras dengan perkembangan orang lain

• Seseorang yang sehat jiwa memiliki ciri-ciri :

 Merasa senang terhadap dirinya, mampu menghadapi situasi, mampu mengatasi


kekecewaan dalam hidup, puas dengan kehidupan sehari-hari, mempunyai harga
diri yang wajar, menilai dirinya secara realistis

 Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain, mampu mencintai orang lain,
mempunyai hubungan pribadi yang tetap, menghargai pendapat orang lain

 Mampu memenuhi tuntutan hidup, menetapkan tujuan yang realistik, mampu


mengambil keputusan, menerima tanggung jawab, mampu mencanangkan masa
depan

 Gangguan Mental (Mental Disorder)


a.    Definisi Gangguan Mental (Mental Disorder) Istilah gangguan mental (mental
disorder) atau gangguan jiwa merupakan istilah resmi yang digunakan dalam
PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa). Definisi
gangguan mental (mental disorder) dalam PPDGJ II yang merujuk pada DSM-
III adalah: “Gangguan mental (mental disorder) atau gangguan jiwa adalah
sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup
bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress)
atau hendaya (impairment/disability) di adalm satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu
adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu
tidak semata-mata terletak di dalam hubungan orang dengan masyarakat”.
(Maslim, tth:7). Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan bahwa di dalam
konsep gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir sebagai berikut:
1)   Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa: Sindrom atau pola perilaku
Sindrom atau pola psikologik
2)   Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.

4
3)   Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).
(Maslim, tth:7). Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga
dapat didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi
mental atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi
dari fungsifungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-
ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau struktural dari satu
bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental (Kartono, 2000:80). Pendapat
yang 5 sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam Kartono, 2000:80),
yaitu: “Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan
kondisi lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber
gangguan/kekacauannya bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup
kasuskasus reaksi psikopatis dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gangguan mental (mental


disorder) adalah ketidakmampuan seseorang atau tidak berfungsinya segala
potensi baik secara fisik maupun phsikis yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam jiwanya.

1)   Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).


Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder),
penulis merujuk pada PPDGJ III (dalam Rusdi Maslim, tth:10), yang
digolongkan sebagai berikut:
a)    Gangguan mental organik dan simtomatik;Gangguan mental organik
adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan
sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara tersendiri. Sedangkan
gangguan simtomatik adalah gangguan yang diakibatkan oleh pengaruh
otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik di luar otak
(extracerebral). (Maslim, tth:22).
b)   Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif. Gangguan yang
disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau
tidak menggunakan resep dokter). (Maslim, tth:36).

5
c)    Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia
adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek
yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).” (Maslim, tth:46).
Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan
pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu
tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak beralasan. (Sudarsono,
1993:272).
d)   Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana perasaan
(mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya),
atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). (Maslim, tth:60).
e)    Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan neurotik,
somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan dari gangguan
jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis. (Maslim, tth:72).
f)    Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik. Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi
berat badan dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita
(Maslim, tth:90).
g)   Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi klinis
yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan
merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-
cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain (Maslim,
tth:102).
h)   Retardasi mental Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa
yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada
tingkat keceradsan secara menyeluruh (Maslim, tth:119).
i)     Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan
kelambatan perkembangan fungsifungsi yang berhubungan erat dengan
kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara
terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas. Yang
dimaksud “yang khas” ialah hendayanya berkurang secara progresif

6
dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering
menetap sampai masa dewasa) (Maslim, tth:122).
j)     Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak kanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas
berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas
atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan
(hiperaktifitas) ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang (Maslim,
tth:136). Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A. Wiramihardja
(2004:15-16), mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental disorder)
memiliki 7 rentang yang lebar, dari yang ringan sampai yang berat. Secara
ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasi
kepribadian yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distress
personal. Istilah ini lebih sering digunakan untuk perilaku maladaptive
pada anak-anak.
2.    Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata
lain dari perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan mental.
3.    Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari
gangguan mental, namun penggunaannya saat ini terbatas pada
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak atau disorganisasi
kepribadian yang berat.
4.    Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama
gangguan gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi saat
ini jarang digunakan. Nama inipun sering digunakan sebagai istilah
yang umum untuk setiap gangguan dan kelainan.
5.    Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus untuk
gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal mempelajari
kompetensi yang dibutuhkan ataupun gagal dalam mempelajari pola
penanggulangan masalah yang maladaptif. f) Gila (insanity),
merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa individu
secara mental tidak mampu untuk mengelolah masalahmasalahnya atau
melihat konsekuensikonsekuensi dari tindakannya. Istilah ini menunjuk
pada gangguan mental yang serius terutama penggunaan istilah yang

7
bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak
pidana di hukum atau tidak.
2)   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental (Mental
Disorder)
Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang
perlu ditelusuri pertama kali adalah faktor dominan yang dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk pada
pendapat 8 Kartini Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke dalam tiga
faktor, yaitu:
a)   Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan
proses dementia.
b)   Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan
reaksi psikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain.
Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa
menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka
sruktur kepribadian dan pemasakan dari pengalaman-pengalaman dengan
cara yang keliru bisa membuat orang terganggu psikisnya. Terutama
sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan melampaui
kesanggupan memikul beban tersebut.
c)   Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha
pembangunan dan modernisasi, arus urbanisasi dan industialisasi
menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat modern menjadi sangat
kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap perubahan-
perubahan sosial dan arus moderenisasi menjadi sangat sulit. Banyak
orang mengalami frustasi, konflik bathin dan konflik terbuka dengan
orang lain, serta menderita macam-macam gangguan psikis.
3)   Pencegahan Gangguan Mental
Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah membimbing
mental yangsakit agar menjadi sehat mental danmenjaga mental yang sehat
agar tetap sehat. Namun sebelumnya akan penulis paparkan terlebih dahulu
tentang pengertian pencegahan gangguan mental.

8
a)   Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai
upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana dari
lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian. (Prayitno,
1994:205). Sementara AF. Jaelani (2000:87), berpendapat bahwa
pencegahan mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan
manusia untuk menghadapi diri sendiri dan orang lain guna meniadakan
atau mengurangi terjadinya gangguan kejiwaan. Dengan demikian
pencegahan gangguan mental didasarkan pada upaya individu terhadap
diri dan orang lain untuk menekan serendah mungkin agar tidak terjadi
gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
b)   Upaya pencegahan
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai
dari faktor yang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada
dasarnya upaya pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip
kesehatan mental. Prinsipprinsip yang dimaksud adalah:
1.    Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri Orang yang memiliki
kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri maupun
hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam lingkungan, serta
hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara
penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri
(Yahya, 1993:83).
2.     Keterpaduan atau integrasi diri Berarti adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah
dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi ketegangan emosi (stres)
(Yahya, 1993:84).
3.    Pewujudan diri (aktualisasi diri) Merupakan sebuah proses
pematangan diri dapat berarti sebagai kemampuan mempengaruhi
potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat hidup. Oleh
karena itu, agar terhindar dari gangguan mental, maka sedapat
mungkin mengaktualisasikan diri dan memenuhi kebutuhan dengan
baik dan memuaskan (Kartono, 1986:231). Dengan demikian upaya
pencegahan dapat berhasil apabila manusia dapat berpotensi untuk

9
menjadikan dirinya sebagai yang terbaik dan tidak hanya pasrah pada
kemampuan dasar manusia seperti menggembangkan bakat dan
sebagainya.
4.    Kemampuan menerima orang lain 10 Melakukan aktivitas sosial dan
menyesuaikan diri dengan lingkunagn tempat tinggal. Lingkungan di
samping sebagai faktor penyebab timbulnya gangguan mental, juga
memiliki peran penting dalam usaha mencegah timbulnya gangguan
mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan
kesulitan dalam mengahadapi tuntutan dan persoalan yang dapat
terjadi setiap hari. (Syukur, 2000:13). Dalam ungkapan kata lain
disebtkan bahwa mereka yang tidak mempunyai ikatan status di
masyarakat dan mereka yang tidak mempunyai fungsi atau peran
dalam masyarakat lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan.
(Hawari, 1999:11). Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat
mungkin menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial
dalam masyarakat, dan lain sebagainya.
5.    Agama dan falsafah hidup. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai
therapy bagi jiwa yang gelisah dan terganggu. Selain itu agama juga
berperan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap kemungkinan
gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif) bagi
kesehatan mental. (Daradjat, 1975:80). Dengan keyakinan beragama,
berarti seseorang telah hidup dekat dengan Tuhan serta tekun
menjalankan agama. Pada akhirnya akan terwujud kesehatan mental
secara utuh. Sedangkan falsafah hidup merupakan wujud dari
kumpulan prinsip atau nilai-nilai. Sehingga setiap orang berusaha
sesuai dengan ketentuannya. Dengan demikian apabila seseorang
memiliki falsafah hidup, maka akan dapat menghadapi tantangannya
dengan mudah (Fahmi, 1982:92).
6.    Pengawasan diri Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka
sedapat mukin melindungi diri dari dorongan dan keinginan atau
berbuat maksiat dengan mengawasi diri kita. Secara umum orang yang
wajar adalah orang yang mampu mengendalikan keinginannya dan
mampu menunda sebagian dari pemenuhan kebutuhannya, serta

10
bersedia meninggalkan kelezatankelezatan dengan segera, demi untuk
mencapai keuntungan (pahala) yang lebih lama sifatnya serta lebih
kekal. (Fahmi, 1982:114). Manfaat lain dari pengawasan diri adalah
menghindarkan seseorang dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan norma dan adat yang berlaku. Berdasarkan pada eksplorasi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan gangguan mental
dimaksudkan untuk mewujudkan kesehatan mental yang didasarkan
pada kemauan dan kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari
masalah yang buruk agar menjadi baik.

11
BAB III
PENGKAJIAN

Pengkajian adalah suatu proses tindakan untuk mengenal komunitas dengan


mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang berbenturan dengan masalah
kesehatan.

Keterbatasan sumber-sumber fisik , lingkungan dan personal:

1. Sumber fisik terdiri dari kemiskinan, dukungan sosial.

2. Sumber lingkungan seperti lingkungan orang-orang berpenyakit menular atau


penyakit infeksi.

3. Sumber personal yaitu keterbatasab pendidikan, pengangguran dan tidak


memiliki tempat tinggal

Pengkajian komunitas terdiri dari :

1. pengkajian inti komunitas, terdiri dari sejarah wilayah, data demografi dan
etnik, satitistik vital, nilai, kepercayaan dan keyakianan dalma komunitas

2. subsystem yang terdiri dari lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan social,
ekonomi, transportasi dan keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan dan rekreasi

3. persespsi dari masyarakat dan perawat (Anderson and Mcfarlane, 2011).

4. Metode pengumpulan data dalam pengkajian komunitas terdiri dari data


langsung dan data pelaporan.

5. Data langsung diperoleh dari wawancara dengan informan kunci, obsevasi


informan, windshield survey dan angket. Sedangkan pelaporan diperoleh dari
secondary analysis berupa hasil focus group discuss atau community meeting,
dokumen public, statistic kesehatan dan data kesehatan yang lain. Selain itu
bisa dari hasil survey berupa data dari sample.

12
A. PENGKAJIAN INTI KOMUNITAS

a. SEJARAH KOMUNITAS

Identifikasi terkait lamanya kelompok rentan (mental illnes, kecacatan, kelompok


terlantar) mulai ada, sejarah berdirinya komunitas tersebut (jika komunitas berdiri
secara formal), tujuan dan misi yang ingin dicapai

• Komunitas melntal illness : populasi mental illness di RSJ

• Komunitas kecacatan : HWPCI, PPCI

• Komunitas kelompok terlantar : populasi di Dinas Sosial

b. DEMOGRAFI

Identifikasi terkait jumlah laki-laki dan perempuan, usia, termasuk populasi yang
homogen atau hetergoren

c. ETNIC

Catat indikator perbedaan kelompok etnic, perbedaan budaya atau kebiasaan, ide
maupun gagasan

d. NILAI DAN KEPERCAYAAN

Identifikasi adanya tempat-tempat ibadah, keyakinann populasi rentan terhadap


adanya Tuhan dan kepercayaan kepada agama tentang kondisi yang menimpa
dirinya

B. PENGKAJIAN SUB SYSTEM

a. LINGKUNGAN FISIK

13
bagaimana kualitas udara, flora fauna, perumahan, batas wilayah, ruang
terbuka, area hijau, keindahan alam, air dan iklimnya. Kemudian bisa
dilanjutkan dengan identifikasi pemetaan daerah, apakah termasuk wilayah luas
atau sempit

b. PELAYANAN KESEHATAN DAN SOSIAL

Dengan mengamati keberadaan klinik, rumah sakit, kantor-kantor praktisi


kesehatan, puskesmas, IGD, rumah perawatan, fasilitas pelayanan social,
pelayanan kesehatan mental, apakah terdapat sumber daya di luar komunitas
tetapi digunakan oleh masyarakat. Fakta-fakta kondisi akut atau kronis di
komunitas, tempat-tempat perlindungan, adanya pengobatan tradisional atau
herbal

c. EKONOMI

Dengan mengamati adanya pabrik industry, toko, tempat-tempat bekerja,


dimana biasanya orang berbelanja, apakah ada makanan khusus yang
dikonsumsi, atau apakah rata-rata mayoritas dalam populasi tersebut tidak
bekerja/ tidak beraktivitas

d. TRANSPORTASI DAN KEAMANAN

mengidentifikasi bagaiaman anggota populasi biasa berkeliling wilayah, apa


tipe tranportasi umum yang bisa digunakan, apakah ada trotoar atau area
sepeda, apakah ada daerah khusus untuk dissabilitas, apakah masyarakat merasa
aman, layanan keamanan apa yang tersedia, apakah ada pemadam kebakaran,
kepolisian atau sanitasi lingkungan dalam komunitas kelompok rentan (mental
illnes, kecacatan dan populasi terlantar)

e. POLITIK DAN PEMERINTAHAN

Dengan mengamati apakah ada aktivitas politik seperti poster atau pertemuan
tertentu, mengamati apakah ada keterlibatan masyarakat dalam membuat

14
keputusan, mengamati jenis wilayah komunitas, apakah termasuk kota,
kabuapaten, kecamatan atau lainnya.

Apakah kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah menguntungkan untuk


populasi rentan

f. KOMUNIKASI

mengamati adanya area yang biasanya digunakan masyarakat untuk berkumpul,


jenis koran yang digunakan oleh komunitas, apakah masyarakat punya televise
atau radio, apa yang biasa mereka lihat melalui tv atau yang mereka dengar dari
radio, apakah ada komunikasi formal atau informal di masyarakat

g. EDUKASI

Dengan mengamati keberadaan sekolah di daerah tersebut, bagaiamana keadaan


sekolah tesebut (dapat diakses oleh kelompok cacat mental atau populasi
terlantar )bagaimana reputasinya, apakah ada papan pengumuman, apakah
papan tersebut difungsikan, apakah ada kegiatan ekstrakurikuler, apakah ada
layanan kesehatan sekolah, apa ada perawat sekolah

h. REKREASI

Mengamati dimana anak-anak biasa bermain, apakah ada tempat-tempat


rekreasi di wilayah tersebut dan siapa yang biasanya datang ke tempat tersebut,
fasilitas apa saja yang tampak di tempat rekreasi itu Adanya tempat rekreasi
khusus untuk penyandang dissabilitas

C. Persespsi dari masyarakat dan perawat (Anderson and Mcfarlane, 2011).

Persepsi masyarakat /penduduk mendengarkan bagaimana perasaan anggota


komunitas tentang komunitasnya, apa yang mereka identifikasi dari
komunitasnya, apa kekuatan dan apa masalah yang ada (pada kelompok rentan
kecacatan dan populasi terlantar) Pada populasi mental illness identifikasi
perasaan care giver dalam merawat individu atau kelompok mentall illness

15
Persepsi perawat dengan menuliskan pernyataan umum tentang kesehatan di
komunitas, apa kekuatannya dan apa masalah yang ditemukan.

D. ANALISA DATA

 Contoh 1:

Di RW 5 terdapat suatu populasi kelompok cacat dengan nama Himpunan


Penyandang Cacat. Menurut kepala Himpunan Penyandang Cacat, beberapa dari
komunitasnya tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga
untuk mencari nafkah . Di RW 5 Tidak tersedia program untuk meningkatkan
kesejahteraan penyandang cacat, Sebanyak 23% penyandang cacat mengalami
stress karena faktor ekonomi, Tidak ada lapangan pekerjaan yang bersedia
menanmpung penyandang cacat. Apa yang akan Anda lakukan sebagai perawat
komunitas?

Data Subyektif

Menurut kepala Himpunan Penyandang Cacat, beberapa dari komunitasnya tidak


bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah

Data Obyektif :

• Tidak tersedia program untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang cacat

• Sebanyak 23% penyandang cacat mengalami stress karena faktor ekonomi

• Tidak ada lapangan pekerjaan yang bersedia menampung penyandang cacat

Masalah keperawatan : Defisiensi kesehatan komunitas

Diagnosa Keperawatan Komunitas : Defisiensi kesehatan komunitas pada


Himpunan Penyandang Cacat RW 5 berhubungan dengan keterbatasan sumber daya
ditandai oleh (data obyektfi)

16
 Contoh 2:

Di sebuah gudang di Jl. Sukakaya No. 5 tinggallah 15 kepala keluarga. Mereka adalah
sekumpulan orang terlantar. Menurut Suryanto, salah seorang dari mereka, beberapa
orang yang tinggal bersamanya saat ini mengalami batuk yang cukup lama dan mereka
tidak paham bagaimana caranya periksa, Sebanyak 80% mengalami batuk lebih dari 1
bulan, Sebanyak 90% tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita dan tidak
pernah memeriksakannya, Sebanyak 56% memiliki berat badan tergolong kurus,
Sebanyak 57% tidak melakukan pengobatan terhadap batuknya, Sebanyak 60% tidak
bekerja. Apa yang akan Anda lakukan sebagai perawat komunitas?

Data Subyektif

Menurut Suryanto, beberapa orang yang tinggal bersamanya saat ini mengalami
batuk yang cukup lama dan mereka tidak paham bagaimana caranya periksa

Data Obyektif :

• Sebanyak 80% mengalami batuk lebih dari 1 bulan

• Sebanyak 90% tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita dan tidak
pernah memeriksakannya

• Sebanyak 56% memiliki berat badan tergolong kurus

• Sebanyak 57% tidak melakukan pengobatan terhadap batuknya

• Sebanyak 60% tidak bekerja

Masalah keperawatan : Manajemen kesehatan tidak efektif

Diagnosa Keperawatan Komunitas : manajemen kesehatan tidak efektif pada


kelompok populasi terlantar di JL. Sukakaya No. 5 berhubungan dengan kurang
terpapar informasi ditandai oleh

 Contoh 3:

Di RSJ Subandi, terdapat 150 pasien gangguan jiwa. Menurut Kepala RSJ Subandi,
tempatnya tidak dilengkapi dengan ruang isolasi sehingga pasien amuk terkadang
melukai pasien lain. Tidak terdapat ruang isolasi. Sebanyak 15 pasien amuk berada

17
dalam satu ruang dengan pasien gangguan sensori persepsi. Apa yang Anda lakukan
sebagai perawat komunitas

Data subyektif

Menurut Kepala RSJ Subandi, tempatnya tidak dilengkapi dengan ruang isolasi
sehingga pasien amuk terkadang melukai pasien lain

Data obyektif

Tidak terdapat ruang isolasi

Sebanyak 15 pasien amuk berada dalam satu ruang dengan pasien gangguan sensori
persepsi

Masalah kesehatan : Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

Diagnosa keperawatan : Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada populasi


gangguan mental di RSJ Subandi berhubungan dengan ketidakcukupan sumber daya
ditandai oleh (Data objektif)

E. PENENTUAN PRIORITAS MASALAH

 Prioritas Masalah:

1. Langkah awal dalam melakukan perencanaan adalah memprioritaskan


diagnosa keperawatan

2. Menggunakan urutan dari semua diagnosis keperawatan yang telah ditemukan.

3. Tujuan prioritas masalah untuk mengetahui diagnosis keperawatan komunitas


yang mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu dengan masyarakat.

 Penentuan prioritas masalah (Ervin):

Komponen :

 Pentingnya penyelesaian masalah (1=Rendah, 2=Sedang, 3=Tinggi)

18
 Perubahan positif untuk penyelesaian di komunitas (0=tidak ada, 1=Rendah,
2=Sedang, 3= Tinggi)

 Penyelesaian untuk peningkatan kualitas hidup (0=tidak ada, 1=Rendah,


2=Sedang, 3= Tinggi)

F. PERENCANAAN

19
1. Perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam merumuskan perencanaan

2. Perencanaan disusun bersama dengan masyarakat

3. Perencanaan yang disusun menyesuaikan dengan sumber daya yang terkait

4. Penanggung jawab program adalah dari perawat komunitas dan masyarakat

5. Perencanaan dimaksutkan untuk memberdayakan masyarakat

G. IMPLEMENTASI

Implementasi pada keperawatan komunitas berfokus pada upaya promotif,


preventif, kuratif dan rehabilitatif

 Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan pelayanan kesehatan


yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan

20
 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap
suatu masalah kesehatan/penyakit

 Pencegahan primer : Helath promotion

 Pencegahan sekunder : spesific protection dan early diagnosis

 Pencegahan tersier: dissabiliti limitation, rehabilitation

 Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian


kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat seoptimal mungkin

 Pelayanan rehabilitatif adalah kegiatan dan atau serangkaian kegiatan untuk


mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya

H. EVALUASI

Evaluasi struktur difikuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempt pelayanan keperawatan diberikan .

Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok tanpa tekanan dan sesuai
wewenang .

Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien .

21
BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi
seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum
dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan
antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan
lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial.
Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang memiliki
peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan perundangundangan
yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam.
Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak
memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan
yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan
kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan
yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-

22
hak dan kepentingankepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi
lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan
belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri
dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

B.  Saran
Dengan adanya makalah ini maka diharapkan untuk dapat mengaplikasikan pada
kehidupan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup.

23

Anda mungkin juga menyukai