Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi


seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen, Hanson,
Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Pandera mengkategorikan faktor
resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu,
gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang dikatakan rawan apabila mereka
berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya
berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau
rawan untuk menerima pelayanan kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa
Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam.Sebagian
undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak
memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-
undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan
dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat
kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan
aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui
penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang
diposisikansebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal,
sehinggamembawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara
tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan agregat populasi rentan?
2. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan penyakit mental ?
3. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan kecacatan ?
4. Apa yang dimaksud populasi rentan terlantar ?
5. Bagaimana Asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi rentan?

Page | 1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang konsep dan askep
kesehatan komunitas populasi rentan: populasi terlantar.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui tentang agregat populasi rentan
2. Untuk mengatahui tentang populasi rentan penyakit mental
3. Untuk mengetahui populasi rentan kecacatan.
4. Untuk mengtahui populasi rentan terlantar
5. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam
komunitas

1.4 Manfaat
Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan menambah
wawasan pengetahuan dalam memahami tentang konsep dan askep kesehatan
komunitas populasi rentan: populasi terlantar.

Page | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Populasi Rentan


Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk).
Jadi, populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit
dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang
termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan
perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam penjelasan pasal
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang
rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil
dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan,
bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah:
a. Refugees (pengungsi)
b. Internally Displaced Persons (IDPs) : orang orang yang terlantar
c. National Minoritie (kelompok minoritas)
d. Migrant Workers (pekerja migran )
e. Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya)
f. Children (anak)
g. Women (wanita)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok rentan
adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi
suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan
sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena
kondisi sosial yang sedang mereka hadapi.

Page | 3
2.2 Gangguan Mental (Mental Disorder)
Definisi gangguan mental (Mental Disorder)atau gangguan jiwa merupakan
istilah resmi yang digunakan dalam PPDGJ (Pedoman Penggolongan
DiagnostikGangguan Jiwa). Definisi gangguan mental (mental disorder) dalam
PPDGJ II yang merujuk pada DSM-III adalah: “Gangguan mental (mental
disorder) atau gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik
seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan
suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di adalm
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan
bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik,
dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan orang dengan
masyarakat”. (Maslim, tth:7). Dari penjelasan di atas, kemudian dirumuskan bahwa
di dalam konsep gangguan mental (mental disorder) terdapat butir-butir sebagai
berikut:
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:
a. Sindrom atau pola perilaku
b. Sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain berupa:
rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitaskehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri
dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).
(Maslim, tth:7).

Secara lebih luas gangguan mental (mental disorder) juga dapat


didefinisikan sebagai bentuk penyakit, gangguan, dan kekacauan fungsi mental
atau kesehatan mental, disebabkan oleh kegagalan mekanisme adaptasi dari
fungsifungsikejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-
ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau struktural dari satu
bagian, satu orang, atau sistem kejiwaan/mental (Kartono, 2000:80). Pendapat
yang sejalan juga dikemukakan Chaplin (1981) (dalam Kartono, 2000:80), yaitu:
“Gangguan mental (mental disorder) ialah sebarang bentuk ketidakmampuan

Page | 4
menyesuaikan diri yang serius sifatnya terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan
yang mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber gangguan/kekacauannya
bisa bersifat psikogenis atau organis, mencakup kasus kasus reaksi psikopatis
dan reaksi-reaksi neurotis yang gawat”. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa gangguan mental (mentaldisorder) adalah ketidakmampuan seseorang
atau tidak berfungsinya segala potensibaik secara fisik maupun phsikis yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalamjiwanya.

2.2.1 Macam-Macam Gangguan Mental (Mental Disorder).


Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder),
penulis merujuk pada PPDGJ III (dalam Rusdi Maslim, tth:10), yang digolongkan
sebagai berikut:
1) Gangguan mental organik dan simtomatik;
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan
denganpenyakit atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis
secaratersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang
diakibatkanoleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan
sistematik diluar otak (extracerebral).
2) Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.
Gangguan yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif
(dengan atau tidak menggunakan resep dokter).
3) Gangguan skizofrenia dan gangguan waham.
Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada umumnya ditandai
olehpenyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted).”Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana
jalan pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu
tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak beralasan.
4) Gangguan suasana perasaan ( mood/afektif).
Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan
dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita (Maslim, tth:90).
Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana

Page | 5
perasaan(mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas
yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

5) Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres.


Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuandari
gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis.

6) Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktorfisik.


Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badandengan
segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.
7) Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap,
dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dancara-cara
berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain.
8) Retardasi mental
Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau
tidaklengkap, terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama
masa perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat keceradsan secara
menyeluruh.
9) Gangguan perkembangan psikologis.
Gangguan yang disebabkan kelambatan perkembangan fungsi-fungsi
yangberhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan
berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang
khas. Yang dimaksud “yang khas” ialah hendayanya berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih ringan sering
menetap sampai masa dewasa)
10) Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanakkanak.
Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan
aktivitasberlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini
tugas atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan

Page | 6
(hiperaktifitas) ialah bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam
situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang.

Berkaitan dengan pemaparan di atas, Sutardjo A. Wiramihardja


(2004:15-16),
mengungkapkan bahwa gangguan mental (mental disorder) memiliki rentang
yang lebar, dari yang ringan sampai yang berat. Secara ringkas dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Gangguan emosional (emotional distubance) merupakan integrasikepribadian
yang tidak adekuat (memenuhi syarat) dan distresspersonal. Istilah ini lebih
sering digunakan untuk perilaku maladaptifpada anak-anak.
b) Psikopatologi (psychopathology), diartikan sama atau sebagai kata laindari
perilaku abnormal, psikologi abnormal atau gangguan mental.
c) Sakit mental (mental illenes), digunakan sebagai kata lain dari gangguan mental,
namun penggunaannya saat ini terbatas pada gangguan yang berhubungan
dengan patologi otak atau disorganisasi kepribadian yang berat.
d) Gangguan mental (mental disorder) semula digunakan untuk nama gangguan
gangguan yang berhubungan dengan patologi otak, tetapi saat ini jarang
digunakan. Nama inipun sering digunakan sebagai istilah yang umum untuk
setiap gangguan dan kelainan.
e) Ganguan prilaku (behavior disorder), digunakan secara khusus untukgangguan
yang berasal dari kegagalan belajar, baik gagal mempelajari kompetensi yang
dibutuhkan ataupun gagal dalam mempelajari pola penanggulangan masalah
yang maladaptif.
f) Gila (insanity), merupakan istilah hukum yang mengidentifikasikan bahwa
individu secara mental tidak mampu untuk mengelolah masalah-masalahnyaatau
melihat konsekuensi dari tindakannya.Istilah ini menunjuk pada gangguan
mental yang serius terutama penggunaan istilah yang bersangkutan dengan
pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana di hukum atau tidak.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental


(MentalDisorder)

Page | 7
Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan mental (mental disorder), maka yang perlu
ditelusuri pertama kali adalah faktor dominan yang dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk pada pendapat Kartini
Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan yang mempengaruhi
timbulnya gangguan mental (mental disorder) ke dalam dua faktor, yaitu:
1. Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan
prosesdementia.
2. Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan
reaksipsikotis pribadi yang terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain.
Kecemasan kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan rendah diri bisa
menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka sruktur
kepribadian dari pengalaman-pengalaman dengan cara yang keliru bisa membuat
orang terganggu psikisnya. Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh
lebih berat dan melampaui kesanggupan memikul beban tersebut.

3. Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usahapembangunan


dan modernisasi, arus urbanisasi dan industialisasi menyebabkanproblem yang
dihadapi masyarakat modern menjadi sangat kompleks. Sehingga usaha
penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan sosial dan harus moderenisasi
menjadi sangat sulit. Banyak orang mengalami frustasi, konflik bathin dan
konflik terbuka dengan orang lain, serta menderita macam-macam gangguan
psikis.

2.2.3 Pencegahan Gangguan Mental


Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai dari
faktoryang mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya upaya
pencegahan ialah didasarkan pada prinsip-prinsip kesehatan mental. Prinsip-
prinsip yang dimaksud adalah:
a) Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri

Page | 8
Orang yang memiliki kemampuan mnyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri
maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam lingkungan, serta
hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara penerimaan diri,
keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri.
b) Keterpaduan atau integrasi diri
Berarti adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri,kesatuan
pandangan (falsafah dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi ketegangan
emosi (stres).
c) Kemampuan menerima orang lain
Melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkunagntempat
tinggal. Lingkungan di samping sebagai faktor penyebab timbulnya gangguan
mental, juga memiliki peran penting dalam usaha mencegah timbulnya
gangguan mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan kesulitan
dalam mengahadapi tuntutan dan persoalan yang dapat terjadi setiap hari.

2.3 Penyandang Cacat / Disabilitas


2.3.1 Pengertian Penyandang Disabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1 penyandang diartikan dengan
orangyang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan
kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability
(jamak:disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

2.3.2Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti
bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang

Page | 9
mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara
baik.
Jenis-jenis penyandang disabilitas 5 :
1) Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
a. Mental Tinggi.
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain
memilikikemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas
dantanggungjawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (IntelligenceQuotient)
di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anaklamban belajar
(slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-
90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence/Quotient) di bawah 70
dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang
diperoleh.

2) Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu7:


1. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
2. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind)
dan low vision.
3. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaranaik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga

Page | 10
mereka biasa disebut tunawicara. sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ
tubuh), polio dan lumpuh.
4. Kelainan Bicara (Tunawicara)
Kelainan bicara dalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak
dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan
adanya ketidak sempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ
motorik yang berkaitan dengan bicara.

2.4 Populasi Terlantar


2.4.1 Definisi
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidakmemiliki
tempat tinggal secara tetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur.
Tunawisma biasanya di golongkan ke dalam golongan masyarakat rendah dan
tidak memiliki keluarga. Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua
lapisan masyarakat seperti orang miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak
memiliki keterampilan, petani, ibu rumah tangga, pekerja sosial, tenaga kesehatan
profesional serta ilmuwan. Beberapa dari mereka menjadi tunawisma karena
kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung keluarga mereka. Selain itu alasan
lain menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal oleh keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga,pecandu alkohol, atau cacat. Walaupun begitu
apapun penyebabnya,tunawisma lebih rentan terhadap masalah kesehatan dan
akses kepelayanan perawatan kesehatan berkurang.

2.4.2 Faktor Penyebab Munculnya Tunawisma (Gelandangan)


1) Kemiskinan

Page | 11
Kemiskinan merupakan faktor dominan yang menyebabkan banyaknya
gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemiskinan dapat memaksa
seseorang menjadi gelandangan karena tidak memiliki tempat tinggal yang
layak, serta menjadikan mengemis sebagaipekerjaan. Ketidakmampuan
seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga membuatnya
dalam garis kemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding terbalik
dengan pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk tetap
bertahan hidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang
lebih besar untuk menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang
menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung.
2) Rendah Tingginya Pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang.
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan didunia kerja. Seseorang
dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan sebuah pekerjaan
yang layak. Sedangkanmereka juga memerlukan biaya untuk mencukupi semua
kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan
pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka untuk
memperoleh pekerjaan yang layak.
3) Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayangdan perlindungan
yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan keluarga yang tidak
harmonis atau anak dengan keluarga broken home membuat mereka merasa
kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan sehingga mereka cenderung
mencari kebebasan, belas kasih dan ketenangan dari orang lain.
4) Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yangmenurun, membuat
seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Halini menyebabkan mereka sulit
untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi tunawisma merupakan alternatif
terakhir mereka untuk bertahan hidup.

Page | 12
5) Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulitmendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seserang yang memiliki cacatfisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup.
6) Sosial Budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkanseseorang menjadi
gelandangan dan pengemis. Antara lain:
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang,mengakibatkan mereka tidak
memiliki rasa malu untk memintaminta. Dalam hal ini, harga diri bukanlah
sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi merekasebagai gelandangan
dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan
perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang
7) Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan olehfaktor lingkungan
yang mendukungnya. Contohnya saja jika bulan ramadhan banyak sekali ibu-
ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemis. Momen ini digunakan
mereka mencari uang untuk membantu suaminya mencari nafkah. Tentu hal ini
akan mempengaruhinya untuk melakukan pekerjaan yang sama, terlebih lagi
melihat penghasilan yang didapatkan lumayan untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
8) Letak Geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami kemiskinan dan
membuat masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari
peruntungan lain. Akan tetapi, keputusannya untuk pindah ke kota lebih
memperburuk keadaan. Tidak adanya potensi yang alam sedia untuk diolah

Page | 13
membuat masyarakat tersebut semakin masuk dalam garis kemiskinan, dan
membuatnya menjadi gelandangan. Oleh karena itu ia lebih memilih menjadi
pengemis sehingga kebutuhan hidupnya sedikit terpeuhi dengan uang hasil
meminta-minta.

2.4.3 Faktor Perilaku dan Psikososial Yang Menyebabkan Masalah Kesehatan


Pada Tunawisma
1. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
a. Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
b. Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumaha yang tidak
layak
c. Tidak mendapatkan pelayanan yang baik
2. Gender
Peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut
budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu kontruksi sosial
mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, baik secara bersama sama atau sendiri-sendiri sesuai
dengan bidang tugas masingmasing.

2.5Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. Pengkajian
1. Identitas
a) Identitas pasien
b) Identitas penanggung jawab
c) Identitas rumah sakit
 Tanggal masuk
 Ruang
 Diagnose medis
 No RM
2. Alasan masuk
3. Factor predisposisi

Page | 14
4. Pemeriksaan fisik (head to toe)
5. Psikososial
a) Genogram
Buatlah genogram Minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan
klien dan keluarga
b) Konsep diri
 Gambaran diri
 Identitas diri
 Peran diri
 Ideal diri
 Harga diri
c) Hubungan social
d) Spititual
 Nilai dan keyakinan
 Kegiatan ibadah
6. Status mental (Data di dapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga)
 Penampilan
 Pembicaraan
 Aktivitas motorik
 Alam perasaan
 Afek
 Interaksi selama wawancara
 Persepsi
 Proses pikir
 Isi pikir
 Tingkat kesadaran
 Memori
 tingkat konsentrasi dan berhitung
 Kemampuan penilaian
 Daya tilik diri
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
b) Eliminasi
c) Mandi
d) Berpakaian dan berhias
e) Istirahat dan tidur
f) Penggunaan obat
g) Pemeliharaan kesehatan
h) Kegiatan di dalam rumah
i) Kegiatan di luar rumah

Page | 15
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikologis dan lingkungan
10. Pengetahuan tentang koping
11. Aspek medis (terapi, ECT, pemeriksaan penunjang)

B. Analisa data

Hari/Tanggal/Jam No.Diagnosa Data Fokus Masalah Keperawatan Paraf


............ ........... DS:.... (3 Diagnosa keperawatan) ......
DO:....

C. Daftar masalah keperawatan


D. Pohon masalah (dalam bentuk bagan)
E. Diagnose keperawatan

F. Rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Rasional


.......... Tujuan: - TUM Alasa rencana Tindakn
-TUK dilakukan
Kriteria Evaluasi :
-Hasil yang Ingin dicapai

Tindakan Keperawatan:
-Tindakan Psikoterapeutik
-Tindakan Psikofarmaka
-Tindakan manipulasi
lingkungan

G. Catatan keperawatan
Nama : No.RM :
Ruang : Diagnose medis :

Hari/Tanggal/Jam No.Dx Implementasi Evaluasi Paraf


.......... .......... -Tindakan S:....
Psikoterapeutik O:....
-Tindakan A:....
Psikofarmaka P:.....
-Tindakan Pp:.....
manipulasi Pk:......
lingkungan

Page | 16
Page | 17
PENUTUP
BAB III

3.1 Kesimpulan
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat.
Faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan
individu, gaya hidup dan lingkungan. seseorang dikatakan rawan apabila mereka
berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya
berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau
rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.

3.2 Saran
Semoga makalah yg kami buat bermanfaat untuk pembacanya dan menambah
ilmu atau wawasan tentang Asuhan Keperawatan Agregat Dalam Komunitas
(Populasi Rentan : Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar)

Page | 18
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Lili. Dkk. 2017. Penyakit Mental, Kecacatan Dan PopulasiTerlantar. Di


akses tanggal 8 oktober 2019
Iman B, Aisiyah. Dkk. 2017. Askep Pada Agregat Dalam Komunitas Populasi Rentan
(Penyakit Mental, Kecacatan, Dan Populasi Terlantar)Di akses tanggal 8
Oktober 2019
Wulandari, Sri. Dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Agregat DalamKomunitas
Populasi Rentan : Penyakit Mental, Kecacatan, Dan PopulasiTerlantar Di
akses tanggal 8 Oktober 2019

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai