Anda di halaman 1dari 7

TIGAS 1

KESEHATAN MENTAL

“Konsep Dasar Kesehatan Mental”

DOSEN PENGAMPU

Drs. Yusri, M. Pd. Kons.

OLEH

PINTA REJANI TELAUMBANUA

19006108

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2020
KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL

A. Pengertian Kesehatan Mental


Menurut The World Federation for Mental Health (WFMH) Tahun
1948, kesehatan mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan
optimal bagi individu secara fisik, intelektual, dan emosional sepanjang hal itu
tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain (Dede Rahmat Hidayat,
2013: 30).
Menurut Undang-Undang tentang Kesehatan Mental Nomor 3 Tahun
1966, kesehatan mental adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional seseorang, yang mana
perkembangan tersebut harus selaras dengan keadaan-keadaan orang lain
( Dede Rahmat Hidayat, 2013: 31).
Menurut Karl Menninger (dalam Kartika Sari Dewi, 2012: 11),
kesehatan mental adalah individu yang memiliki kemampuan untuk menahan
diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan
orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.
B. Konsep Sehat dan Tidak Sehat Secara Mental
Kesehatan berasal dari kata sehat, sehat mengandung pengertian
keadaan yang sempurna secara biopsikososial, lebih dari sekedar terbebas dari
penyakit dan kecacatan. Sakit juga mengandung makna biopsikososial, yang
meliputi konsep disease (berdimensi biologis), illness (berdimensi psikologis)
dan sick-ness (berdimensi sosiologis).Faktor subjektif dan kultural turut
menentukan konsep sehat dan sakit (Moeljono Notosoedirdjo, 2014: 11).
Paham kesehatan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang pokok-
pokok kesehatan disebut bahwa kesehatan ialah yang meliputi kesehatan
badan, rohani (mental), dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari
penyakit, cacat, dan kelemahan (Dede Rahmat Hidayat, 2013: 30).
Pribadi yang normal atau bermental sehat adalah pribadi yang
menampilkan tingkah laku yang adekuat dan bisa diterima masyarakat pada
umumnya, sikap hidupnya sesuai norma dan pola kelompok masyarakat,
sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan (Kartono,
1989). Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau
sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological well-being)
yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik atau kebajikan (virtues)
(Lowenthal, 2006).
Tanda mental yang tidak sehat meliputi:
1. Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi yang
bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku.
2. Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada individu
dan orang lain dilingkungannya.
3. Perubahan perilaku, akibat dari penderitaan ini menyebabkan gangguan
dalam kegiatan sehari-hari, efisiensi kerja dan hubungan dengan orang
lain.
C. Tujuan Kesehatan Mental
Tujuan kesehatan mental dalam Siti Sundari (2018: 2) adalah sebagai
berikut:
1. Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan mental yang sehat.
2. Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan
mental dan penyakit mental.
3. Mengusahakan pencegahan berkembangnya bermacam-macam gangguan
mental dan penyakit mental.
4. Mengurangi atau mengadakan penyembuhan terhadap gangguan dan
penyakit mental.
Berdasarkan beberapa tujuan kesehatan mental tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesehatan mental memiliki tujuan yang sangat luar biasa
dalam membantu manusia dalam mengurangi terjadinya penyakit mental baik
dalam hal mencegah ataupun mengobati seseorang yang terkena gangguan
mental. Dalam hal ini kita semua dapat melihat bahwa keberadaan ilmu
kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan saat ini. Tujuan
mempelajari kesehatan mental (Moeljono Notosoedirdjo Latipun, 2014: 16),
yaitu:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan
kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan
kesehatan mental masyarakat.
4. Memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya
dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat.
5. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya
gangguan mental masyarakat.
D. Latar Belakang Lahirnya Kajian Kesehatan Mental
Kesehatan mental berkembang seiring dengan adanya revolusi
pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara
penanganannya, terutama di masyarakat Barat. Adapun tahapan-tahapan
perkembangan kesehatan mental (dalam Kartika Sari Dewi, 2012: 12) adalah:
1. Tahap Demonologi (Sebelum Abad Pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual,
setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi
akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk
penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual,
penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud
mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
2. Tahap Pengenalan Medis (4 Abad SM – Abad ke 6 SM)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani):
Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa,
mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi.
Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis
seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran
yang meyakini adanya roh jahat.
3. Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis),
dengan tokohnya Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan
persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit
secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab
gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh
lain yang mendukung adalah :
a) William Tuke (abad 18) di Inggris, perlakuan moral pasien asylum.
b) Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat, merupakan bapak
kedokteran jiwa Amerika.
c) B. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman, menyusun klasifikasi
gangguan mental pertama.
d) C. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika, mengajar dan memberikan
bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas
perempuan di penjara.
e) D. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika, pengusaha yang mendirikan
gerakan kesehatan mental di Amerika.
4. Tahap Multifaktorial
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental
dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor
interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua
faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan
masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan
tokohnya Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William
James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita
gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a) Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita
gangguan mental.
b) Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis
pada penderita gangguan mental.
c) Mengadakan riset terkait.
d) Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental.
E. Ruang Lingkup Kajian Kesehatan Mental
Secara garis besar, ruang lingkup kerja kesehatan mental mencakup
hal-hal berikut (Moeljono Notosoedirdjo Latipun, 2014: 21-22), yaitu:
1. Promosi kesehatan mental, yaitu usaha-usaha peningkatan kesehatan
mental. Usaha ini dilakukan berangkat dari pandangan bahwa kesehatan
mental bersifat kualitatif, kontinum dan dapat ditingkatkan sampai batas
optimal.
2. Prevensi primer, adalah usaha kesehatan mental untuk mencegah
timbulnya gangguan dan sakit mental. Usaha ini dilakukan sebagai
proteksi terhadap kesehatan mental masyarakat agar gangguan dan sakit
mental itu tidak terjadi.
3. Prevensi sekunder, adalah usaha kesehatan mental menemukan kasus dini
(early case ditection) dan penyembuhan secara tepat (prompt treatment)
terhadap gangguan dan sakit mental. Usaha ini dilakukan untuk
mengurangi durasi gangguan dan mencegah jangan sampai terjadi cacat
pada seseorang atau masyarakat.
4. Prevensi tersier, merupakan usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan
terhadap orang yang mengalami gangguan dan kesehatan mental. Usaha
ini dilakukan untuk mencegah disabilitas atau ketidakmampuan, jangan
sampai mengalami kecacatan, yaitu kecacatan menetap.
F. Faktor-faktor Yang Melandasi Kesehatan Mental
Menurut Daradjat (2001:9) faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental itu secara garis besar ada dua, yaitu:
1. Faktor internal, meliputi kepribadian, kondisi fisik, perkembangan dan
kematangan, kondisi psikologis, keberagamaan, sikap menghadapi
problema hidup, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir.
2. Faktor eksternal, meliputi keadaan sosial, ekonomi, politik, adat
kebiasaan, lingkungan, dan sebagainya.
Lebih lanjut Daradjat mengungkapkan bahwa kedua faktor di atas,
yang paling dominan adalah faktor internal. Faktor ketenangan hidup,
ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin itu tidak banyak tergantung pada
faktor-faktor dari luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan,
dan sebagainya. Akan tetapi lebih tergantung pada cara dan sikap menghadapi
faktor tersebut. Meskipun demikian, menurut hemat peneliti keduanya sama-
sama penting dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental sehingga
perlu sekali untuk diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA
Dede Rahnat Hidayat. 2013. Bimbingan Konseling, Kesehatan Mental di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dewi, Kartika Sari. 2012. Kesehatan Mental. Semarang: CV Lestari Mediakreatif.
Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
PT. Mandar Maju
Latipun, Moeljono Notosoedirdjo. 2014. Kesehatan Mental, Konsep dan
Penerapan. Malang: UMM Press.
Lowenthal, Kate. 2006. Religion, Culture, and Mental Health. New York:
Cambridge University Press.
Sundari, Siti. 2018. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai