Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

KESEHATAN MENTAL ( MENTAL HEALTH )


GANGGUAN KECEMASAN

OLEH :
KELOMPOK 2 (B13-B)

NI MADE RUDIANI (203221140)


PUTU YULIANTARI JAYANTI (203221141)
NI NYOMAN ESTI SUANDARI (203221142)
I PUTU INDRAYANA (203221143)
IDA AYU SWANDEWI (203221144)
COKORDE ISTRI WULAN DIVYASITA (203221145)
NI KOMANG WAHYU WULAN DEWI (203221146)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2020
BAB I
TINJAUAN TEORI

I. KONSEP MENAL HEALTH


A. Pengertian
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh- sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.“Kesehatan mental (mental health)
adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan
serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat
mentalnya ialah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa
tenang, aman, tentram. Beberapa ahli memberikan definisi tentang kesehatan
mental. Menurut Ihrom (2008), kesehatan mental adalah terwujudnya integritas
kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, dan
ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain. Pendapat yang satu dengan
yang lainnya pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Dengan demikian ada
beberapa pengertian tentang kesehatan mental yaitu:
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala jiwa
(neurose) dan gejala penyakit jiwa ( psychose).
Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat jika terhindar dari
perasaan cemas tanpa sebab, malas hilangnya kegairahan untuk bekerja
pada diri seseorang. Bila gejala ini meningkat akan menyebabkan
penyakit anxiety, neurasthenis, hysteria dan sebagainya. Untuk mencapai
mental yang sehat harus mampu mengenal diri sendiri dan bertindak
sesuai dengan kemampuan dan kekurangan diri kita dengan mengenali
norma-norma yang ada di lingkungan kita.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat atau
lingkungannya. Untuk mencapai mental yang sehat, maka kita harus
mengenali diri sendiri dan bertindak sesuai dengan kemampuan dan
kekurangan diri kita. Disamping itu juga kita harus mampu mengenali
dan menerima kekurangan dan kelemahan orang lain.
3. Kesehatan Mental adalah pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk
mengembangkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal
mungkin, sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang
lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
4. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa
serta terciptanya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-
hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dirinya.
Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat jika mereka terhindar
dari gejala penyakit jiwa dan mampu menyelaraskan fungsi jiwa dalam
dirinya. Hal ini dapat diperoleh dengan menjalankan ajaran agama,
berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, moral dan
sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh ketenangan batin dan
keharmonisan dalam dirinya.
5. Kesehatan mental menekankan kepada kemampuan seseorang dalam
merespon lingkungannya.

B. Sejarah Kesehatan Mental


Sejak adanya manusia telah dipaparkan tentang kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan lingkungan dimana manusia itu hidup. Manusia
berusaha mempertahankan hidupnya salah satunya dengan mempertahankan
keharonisannya dengan lingkungan alam sekitar baik benda mati maupun hidup.
Pada zaman dulu manusia beranggapan bahwa seseorang mengalami gangguan
mental disebabkan karena pengaruh roh jahat, namun seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penanganan terhadap penderita
gangguan dan penyakit mental secara perlahan-lahan dipikirkan dan ditangani
secara akal sehat. Ada beberapa tokoh yang berusaha memberikan andil
penyembuhan terhadap penderita gangguan dan penyakit mental diantaranya:
1. Philippe Pinel (perancis)
2. William Tuke (Inggris)
3. Dorothe Dix (Amerika) : Seorang wanita tokoh abad 19 untuk
mengadakan perbaikan kondisi rumah sakit jiwa di Amerika dan
Eropa
4. Clifford Whittingham Beers (11876-1943). Ia pernah mengalami
sakit mental selama 2 tahun yang dirawat di rumah sakit jiwa, ia
mengalami penyiksaan dalam proses penyembuhan. Setelah sembuh
ia menulis buku yang berjudul: A mind that found is self. Ia
mengecam cara-cara penyembuhan yang tidak berperikemanusiaan.
Sehingga ia menyarankan seperti:
 Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan
terhadap penderita mental
 Kompanye memberikan informasi orang-orang bersikap
inteligent dan human terhadap penderita
 Memperbesar usaha edukatif dan memberikan penyuluhan
timbulnya penyakit mental.
5. Adolf Meyer (Psychiater) berdasarkan saran Beers. Beliau
mengembangkan istilah Mental Hygiene.
6. Pada tahun 1908 terbentuk suatu organisasi: Connectitude Society for
Mental Hygiene
7. Pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental
Hygyene
8. Pada tahun 1880 di Inggris berdiri National Association for the
Protection of the Insane and The Prevention of Insanity
9. Akibat perang Dunia ke I dan II banyak penderita War Neurosis
sehingga gerakan mental hygiene semakin gencar dilakukan dengan
berdasarkan kepada teori-teori: Psikologi Umum, psikologi khusus,
Sosiologi, Psikologi, Ilmu kesehatan, teori-teori kepribadian,
psikologi kepribadian serta metode penelitian dan sebagainya.
10. Pada tahun 1909 gerakan penyuluhan yang dilakukan oleh Frank
Persons yang akhirnya mendidikan Vocational Guidance
11. Dr.William Healy (dokter dari Institute Anak-anak Psychopath di
Chicago) mengusahakan agar anak-anak jangan sampai mengalami
gangguan keseimbangan mental yang diakibatkan kurangnya
perhatian dari orang tua. Caranya yaitu membantu mengatasi problim
yang dialami oleh anak dan menyadarkan para orangtua, calon-calon
orangtua, memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah untuk
menghindari drop aut yang dapat membuat anak menjadi nakal.
12. Pada tahun 1930 Mental Hygiene mengadakan konggres I di
washington D.C
13. Pada tahun 1946 Presiden Amerika Srikat menandatangani Undang-
Undang The National Mental Health Act untuk memajukan
kesehatan mental rakyat Amerika. Disediakan budget untuk
mendidrikan National Institute of Mental Health.
Organisasi-organisasi Internasional yang ikut menyelengggarakan program Mental
Hygiene, yaitu:

a. W.H.O (World Health Organization)


Organisasi ini memberi informasi dan penyuluhan mengenai kesehatan
kepada segenap anggota UNO (PBB), mengadakan pengawasan terhadap
alkolisme dan pencegahan kriminal
b. UNESCO ( the United Nations Educational Scientific and Cultural
Organisation)
Merupakan biro pada PBB yang memberikan informasi tentang
kebudayaan antar Bangsa. Di dalamnya terdapat suatu departemen yang
mengurusi masalah sosial yang mempelajari sebab perang serta akibatnya
yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
c. WFMH ( World Federation for Mental Health)
Didirikan pada tahun 1948. Antara the International Committee for
Mental Hygiene dengan British Assosiation for Mental Health. Di Indonesia
masalah mental hygiene ditangani oleh departemen kesehatan, ekerjasama
dengan instansi lain baik negeri maupun swasta, seperti BKKBN, rumah
sakit, LSM dan sebagainya.

C. Perkembangan Gerakan Kesehatan Mental


Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi
pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara
penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan
perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu :
1. Tahap demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual,
setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental
terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut.
Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi,
seperti : upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap
penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
2. Tahap pengenalan medis (4 abad sm – abad ke-6 m)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani):
Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius
Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih
manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi
biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras
dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
3. Tahap sakit mental dan revolusi kesehatan mental
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan
tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan
persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit
secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai
penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya
penyembuhan.
4. Tahap pengenalan faktor psikologis (abad ke-20)
Merupakan revolusi kesehatan mental ke-2 munculnya pendekatan
psikologis (psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita
gangguan mental secara medis dan psikologis
5. Tahap multifaktorial
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang
tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor
interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi
semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu
dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental
dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found
Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini,
penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap
pencegahannya, yaitu:
- Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi
terhadap penderita gangguan mental
- Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen
dan humanis pada penderita gangguan mental
- Mengadakan riset terkait
- Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental.

D. Macam-Macam Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan
gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi
mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional
dengan onset masa kanak dan remaja.
1. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia merupakan suatu
bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.
Meskipun demikian pengetahuan kita tentang penyebab dan patogenisanya
sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai
kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan penyakit ini bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna
dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas
yang rusak ”cacat” (Ingram et al.,1995).
2. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam
perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah
hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari,
1997).Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan
penderitaan.Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau
perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan
patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan
yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai
kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari
situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa
ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan
menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993).
Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya
akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang
menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993).
Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan danabnormal
hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus
berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih
(Atkinson, 2000).
3. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami
oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah
yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang
merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak
spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak
diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan
tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995)
mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang
meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
6. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala gangguan kepribadian (psikopatia)
dan nerosa berbentuk hampir sama pada orang dengan intelegensi tinggi atau
rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan
gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dengan
yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: paranoid,
afektif atau siklotemik, skizoid, axplosif, anankastik atau obsesif-konpulsif,
histerik, astenik, antisosial, pasif agresif, dan kepribadian inadequate.
7. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-psikotik yang disebabkan
oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi
jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama
mengenai otak atau diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas,
maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung
pada penyakit yang menyebabkannya. Bila hanya bagian otak dengan fungsi
tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi
psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak
pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
8. Gangguan Psikosomatik
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian
besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai
oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan
dengan apa yang dinamakan neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi
faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
9. Retardasi Mental
Merupakan terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan jiwa terutama
ditandai oleh terjadinya gangguan keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
10. Gangguan Perilaku Masa Anak Dan Remaja
Anak dengan gangguan perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku yang
tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma masyarakat (Maramis,
1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan masalah dalam
asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau
mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling
mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat
kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
mengakibat-kan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi perilaku pada anak. Maka dengan demikian gangguan
perilaku dapat dicegah.

E. Kriteria KesehatanMental
Schneiders dalam (Semiun, 2008) mengemukakan beberapa kriteria yang
sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatanmental. Kriteria
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut menurut Schneiders :
1. EfisiensiMental
2. Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan TingkahLaku
3. Integrasi Motif-motif serta Pengendalian Konflik danFrustasi
4. Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi yang Positif danSehat
5. Ketenangan atau KedamaianPikiran
6. Sikap-sikap yangSehat
7. Konsep-Diri (Self-Concept) yangSehat
8. Identitas Ego yang Adekuat
9. Hubungan yang Adekuat denganKenyataan.

F. Faktor Yang Mempengaruhi KesehatanJiwa


Videbeck (2008) faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa diantaranya :
1. Faktor Individual
a. Strukturbiologis
Gangguan jiwa juga tergolong ilmu kedokteran, dalam beberapa
penelitian yang dilakukan oleh para psikiater mengenahi neutransmiter,
anatomi dan faktor genetik juga ada hubungannya dengan terjadinya
gangguan jiwa.Dalam setiap individu berbeda-beda struktur anatominya
dan bagaimana menerima reseptor ke hipotalamus sebagai respon dan
reaksinya dari rangsangan tersebut hingga menyebabkan gangguanjiwa.
b. Ansietas dan ketakutan.
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang
tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa terancam,
ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam.

2. FaktorPsikologik
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental
sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan bagaimana setiap
orang mampu berkomunikasi secara efektif. Hal ini sangat tergantung pada
bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan
sosial dan tingkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman
hidup seseorang hingga terkadang sampai menarik diri dari hubungan sosial.
Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal
yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang
sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi
merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan kembali. Setiap penderita
yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang
mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya
hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan
masyarakat sekitarnya. Bagaimana setiap individu mampu mengontrol
emosionalnya dalam kehidupan sehari- hari.
3. Faktor Budaya danSosial
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan
terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam
suatu sosiobudaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Perbedaan ras,
golongan, usia dan jenis kelamin mempengaruhi pula terhadap penyebab
mula gangguan jiwa. Tidak hanya itu saja, status ekonomi juga berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa.
4. FaktorPresipitasi
Menurut Stuart (2009) selain di atas, faktor Stressor Presipitasi
mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana
setiap individu mempersepsikan dirinya melawan tantangan,ancaman, atau
tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Lingkungan
dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan stresor
yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi
tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.

G. Paradigma Dalam Kesehatan Mental


Prinsip-prinsip dalam memahami Kesehatan Mental telah diungkap
Schneiders sejak tahun 1964, yang mencakup tiga hal prinsip yang didasari atas
sifat manusia, yaitu :
1. Kesehatan dan penyesuaian mental tidak terlepas dari kesehatan fisik dan
integritas organisme
2. Dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari sifat manusia
sebagai pribadi yang bermoral, intelek, religius, emosional, dan sosial
3. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian
diri, meliputi: pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.

H. Tujuan KesehatanMental
Siti Sundari menjelaskan bahwa tujuan kesehatan mental meliputi :
1. Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan yang sehat
2. Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan
mental dan penyakit mental
3. Mengusahakan pencegahan berkembangnya bermacam-macam ganguan
mental dan penyakit mental
4. Mengurangi atau mengadakan penyembuhan terhadap ganguan dan
penyakit mental
5. Memperluas pengetahuan diri merupakan keharusan dalam pencapaian dan
memelihara kesehatan mental
6. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, meliputi:
penerimaan dan usaha yang realistik terhadap status dan harga diri
7. Pemahaman dan penerimaan diri harus ditingkatkan dalam usaha
meningkatkan diri dan realisasi diri untuk mencapai kesehatan mental
8. Stabilitas mental memerlukan pengembangan yang terus-menerusdalam
diri individu, terkait dengan: kebijaksanaan, keteguhan hati, hukum,
ketabahan, moral, dan kerendahan hati
9. Pencapaian dalam pemeliharaan kesehatan mental terkait dengan
penanaman kebiasaan baik
10. Stabilitas mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas mengubah
situasi dan kepribadian
11. Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan,
emosionalitas, dan perilaku
12. Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara
sehat terhadap konflik mental, kegagalan, serta ketegangan yang timbul.

Tujuan ini akan tercapai, bila cara-cara menangani dilakukan kerja sama antara
ahli yang berwenang serta kesadaran dan kesediaan masyarakat umumnya.
Usaha mencapai tujuan dilakukan secara terencana, tergantung keadaan
individu-individu yang ditangani.Agar tercapainya tujuan kesehatan mental
sebagaimana yang telah diurai- kan di atas ada beberapa usaha yang mesti
dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Usaha prefentif atau usaha mengadakan pencegahan adalah mengurangi
bahkan meniadakan sebab-sebab gangguan dan penyakit mental
b. Usaha korektif adalah usaha perbaikan, pengambalian keseimbangan
terhadap gangguan mental maupun penyakit mental melalui terapi
c. Usaha preserfatif adalah suatu usaha pemeliharaan, penjagaan agar tetap
baik keadaan yang sudah seimbang atau keadaan sehat.
II. KONSEP PENYAKIT GANGGUAN KECEMASAN
A. Pengertian Gangguan Kecemasan
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalaam kehidupan sehari-
hari.Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat
diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang
spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai
sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan
hidup (Suliswati. Dkk, 2005).
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya
obyek/sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh
individu. Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian
intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal
bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan
menggambarkannya.
Menurut Videbeck, Sheila L (2008) Gangguan kecemasan adalah sekelompok
kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan disertai
respon perilaku, emosional dan biologis. Individu yang mengalami gangguan
kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panic tanpa alas
an, taku yang tidak beralasan terhadap obyek atau kondisi kehidupan, melakukan
tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa
yang traumatic, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu ( Yoseph,2009).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subyektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal, kecemasan adalah
kebingungan,kekawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak
jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Trisnawati,2016)
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh senua nakhluk dalam kehidupan sehari-hari (
Damiyanti,m& Iskandar,2017)

B. Tingkat kecemasan
Menurut Suliswati. Dkk (2005) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panic. Berikut
penjelasannya :
a. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kretifitas.Contohnya :
 Seseorang yang menghadapi ujian akhir
 Pasangan dewasa yang memasuki jenjang pernikahan
 Individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi
 Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

b. Kecemasan Sedang
Individu hanya terfokus pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakuakn sesuatu dengan
arahan orang lain. Contohnya :
 Pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama
dengan resiko tinggi
 Keluarga yang menghadapi pemecahan (berantakan)
 Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil
kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain. Contohnya :
 Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang
dicintai karena bencana alam
 Individu dalam penyanderaan
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya control, amak tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motoric, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimapangan persepsi dan hilangnya
pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai
dengan disorganisasi kepribadian.Contohnya :
 Individu dengan kepribadian pecah/depersonalisasi

C. Faktor Yang Mempengaruhi


1.Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a. Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau
Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan
dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan
dari hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang
terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas
dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam
aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

2. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas
hidup sehari- hari
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Respon Fisiologis Terhadap Ansietas
a. Kardiovaskuler
 Palpitasi
 Jantung berdebar
 Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun
 Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
b. Pernafasan
 Napas cepat
 Pernapasan dangkal
 Rasa tertekan pada dada
 Pembengkakan pada tenggorokan
 Rasa tercekik
 Terengah-engah.
c. Neuromuskular
 Peningkatan reflek
 Reaksi kejutan
 Insomnia
 Ketakutan
 Gelisah
 Wajah tegang
 Kelemahan secara umum
 Gerakan lambat
 Gerakan yang janggal.
d. Gastrointestinal
 Kehilangan nafsu makan
 Menolak makan
 Perasaan dangkal
 Rasa tidak nyaman pada abdominal
 Rasa terbakar pada jantung
 Nausea
 Diare.
e. Perkemihan
 Tidak dapat menahan kencing
 Sering kencing.
f. Kulit
 Rasa terbakar pada mukosa
 Berkeringat banyak pada telapak tangan
 Gatal-gatal
 Perasaan panas atau dingin pada kulit
 Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.

Respon Perilaku Kognitif


a. Perilaku
 Gelisah
 Ketegangan fisik
 Tremor
 Gugup
 Bicara cepat
 Tidak ada koordinasi
 Kecenderungan untuk celaka
 Menarik diri
 Menghindar
 Terhambat melakukan aktifitas
b. Kognitif
 Gangguan perhatian
 Konsentrasi hilang
 Pelupa
 Salah tafsir
 Adanya bloking pada pikiran
 Menurunnya lahan persepsi
 Kreatif dan produktif menurun
 Bingung
 Khawatir yang berlebihan
 Hilang menilai objektifitas
 Takut akan kehilangan kendali
 Takut yang berlebihan.
c. Afektif
 Mudah terganggu
 Tidak sabar
 Gelisah
 Tegang
 Nerveus
 Ketakutan
 Alarm
 Tremor
 Gugup
 Gelisah.

D. Patofisiologi Kecemasan
Neurotransmitter memegang peran penting dalam patofisiologi gangguan
cemas menyeluruh.Pada sistem saraf pusat, neurotransmitter seperti norepinefrin,
serotonin, dopamine, dan GABA memegang peran penting. Neurotransmitter dan
peptida lain seperti corticotropin-releasing factor, mungkin ikut terlibat dalam
patofisiologi penyakit ini walaupun belum jelas pengaruhnya. Sistem saraf pusat
simpatik memegang peran penting dalam terjadinya manifestasi klinis penyakit
ini. Dengan modalitas pencitraan PET ditemukan bahwa terjadi peningkatan
aliran neurotransmitter pada regio parahipokampus dan penurunan ikatan
serotonin tipe 1A dengan reseptornya pada region anterior dan posterior korpus
singulata pasien (Bhatt NV, 2017 & Freitas-Ferrari MC. Dkk, 2010).
Bagian dari otak yang terlibat dalam patofisiologi gangguan cemas
menyeluruh adalah amigdala yang memegang peran penting dalam memodulasi
ketakutan dan kecemasan.Pada pemeriksaan pencitraan otak pasien gangguan
cemas menyeluruh ditemukan bahwa terjadi peningkatan respons pada stimulus
kecemasan.Peningkatan respons ini terjadi karena penurunan ambang batas ketika
merespon pada peristiwa sosial biasan.Amigdala dan sistem limbik berhubungan
erat dengan korteks prefrontal.Pada pasien cgm juga dapat ditemukan aktivasi
abnormal sistem limbik dan korteks prefrontal yang berhubungan dengan respons
klinis pada terapi farmakologis dan non farmakologis pada pasien.Pada
pemeriksaan MRI ditemukan bahwa pasien dengan gangguan cemas menyeluruh
memiliki volume lobus temporal yang lebih kecil (Bhatt NV, 2017 & Nutter DA,
2017).

E. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber
koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok,
kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress
dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

F. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi
stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif
terhadap stress.
G. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
 Makan makan yang bergizi dan seimbang.
 Tidur yang cukup.
 Cukup olahraga.
 Tidak merokok.
 Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
 Psikoterapi Suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
 Psikoterapi Re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
 Psikoterapi Re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
 Psikoterapi Kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
 Psikoterapi Psiko-Dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
 Psikoterapi Keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi Psikoreligius
Meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.

Perawatan di Masyarakat
Kebanyakan individu yang mengalami gangguan kecemasan ditemui
dilingkungan masyarakat, bukan dilingkungan rawat inap. Tidak lazim bagi
perawat di kirim ke rumah individu yang menangani secara spesifik perilaku
yang terkait dengan gangguan kecemasan; sebaliknya, perawat melihat perilaku
ini pada klien yang ditangani karena kondisi lain atau pada anggota keluarga
klien. Terapi formal untuk individu yang mengalami gangguan kecemasan
terjadi diklinik kesehatan jiwa masyarakat dan diklinik dokter, spesialis klinis
psikiatri, psikolog, atau konselor kesehatan jiwa yang lain. Karena individu yang
mengalami gangguan kecemasan sering percaya bahwa gejala sporadic yang
muncul berkaitan dengan masalah medis, praktisi keluarga atau perawat praktik
lanjutan dapat menjadi professional perawatan kesehatan pertama yang
mengevaluasi individu tersebut (Videbeck, Sheila L, 2008).
Pengetahuan tentang sumber masyarakat akan membantu perawat dalam
memandu klien ke rujukan yang tepat untuk pengkajian, diagnosis, dan terapi.
Perawat dapat menambahkan professional perawatan kesehatan lain
dimasyarakat untuk upaya kolaborasi dalam prose terapi. Perawat dapat merujuk
klien keseorang psikiater atau perawat jiwa praktik lanjtan untuk diagnosis,
psikoterapi, dan pengobatan. Sumber masyarakat yang lain seperti kelompok
gangguan kecemasan atau self-help group dapat memberi dukungan dan
membantu klien mengurangi rasa kesepian.

III. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan komunitas terdiri atas 2 bagian utama, yaitu inti
komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya (Achjar, 2011).
1. Inti komunitas
Menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistic,
sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas
2. Delapan subsistem
Meliputi lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan
pemerintah, layanan kesehatan dan social, komunikasi, ekonomi dan rekreasi

Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat
tinggal yang dapat mempengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah
atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan jumlah penduduk, kesehatan
lingkungan dan kegiatan penduuduk sehari-hari.Lingkungan fisik juga dapat dikaji
melalui Windshield Survey.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas di
dalam komunitas dan di luar komunitas.Layanan kesehatan meliputi ketersediaan
layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, karakteristik
konsumen, statistik, pembayaran, waktu layanan, kemanfaatan, keterjangkauan,
keberlangsungan dan keberterimaan layanan di komunitas.Layanan sosial dapat
meliputi layanan konseling, panti reda bagi lansia, pusat perbelanjaan, dan lain-lain
yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam menyelesaikan masalah
kesehatan.pengkajian layanan kesehatan dan sosial juga meliputi kebijakan dari
pemerintah setempat terhadap kedua layanan tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan,
status oekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumalh penduduk miskin,
keberadaan industri, toko/pusat perbelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan
bantuan dana untuk oemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah
komunitas memperoleh bahan makanan, dan sebagainya.
Sementara itu, pada komponen politik dan pemerintahan dikaji situasi politik
dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait
kesehatan komunitas, dan adanya program kesehatan yang ditujukan pada
peningkatan kesehatan komunitas.
Pengakajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang
dimanfaatkan, bagaimana komunikasi yang sering dimanfaatkan masyarakat, otang-
orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana
biasanya komunitas memperoleh informasi tentang kesehatan, adakan perkumpulan
atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari siapa
komunitas memperoleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakan sarana
komunikasi formal dan informasi dari komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan dan
keterjangkauan srana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis
pendidikan, tingkat pendidikan, dan komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi,
aktivitas diluar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang
dapat dimanfaatkan oleh komnuitas, dan sara penyaluran bakat komunitas.
Metode pengumoulan data pengkajian asuhan keperawatan komunitas, antara
lain Windshield Survey, Informant Interview, Observasi Partisipasi, dan Focus
Group Discussion (FGD), berikut penjelasannya :
a. Windshield Survey
Dilakukan dengan berjalan-jalan dilingkungan komunitas untuk menemukan
gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas, lingkungan
sekitas komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk yang
ditemui dijalan saat survei dilakukan.
b. Informant Interview
Instrumen yang perlu dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap
masyarakat antara lain kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa
percaya dengan perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas.
Perawat juga harus meyertakan lembar persetujuan komunitas yang diaertai
tanda tangan atau cap jempol setiap akan melakukan tindakan yang
membutuhkan persetujuan komunitas. Informed Consent juga mencantumkan
jaminan kerahasiaan terhadap isu persetujuan dan pendapat yang telah
diaampaikan. Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh yang
menguasai program.
c. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa
lama observasi akan dilakukan, apa,dimana, waktu, dan tempat komunitas yang
akan diobservasi.
d. Focus Group Discussion (FGD)
Merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai satu topic
melalui proses diskusi kelompok, berdasrkan pengalaman subyektif kelompok
sasaran terhadap satu situasi/produk tetentu. Pserta FGD terdiri dari 6-12 orang
dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia,
latar belakang social-ekonomi (pendidikan, suku, status perkawinan,dsb), lama
diskusi maksimal 2 jam.
Sebelum membuat pengkajian keperawtan komunitas, seperti kuesioner,
pedoman wawancara, pedoman observasi, atau windshield survey, kisi-kisi
instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan
ditanykan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu
yang digunakan lebih efektif dan efisien. Berikut contoh kisi-kisi instrument
pengkajian komunitas :
No. Variabel Sub Item Sumber Data Strategi
Variabel Pertanyaan
1 Core Demografi Nama Data Primer Kuesioner
Usia
Jenis Kelamin
2 Lingkungan Fisik
3 Pendidikan
4 Komunikasi
5 Laynan Kesehatan dan social
6 Keamanan dan Transportasi
7 Ekonomi
8 Politik dan Pemerintahan
9 Rekreasi
(Achjar, 2011)

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut dapat disusun diagnosa keperawatan komunitas yang
terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, karakteristik lingkungan
(Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010).
Achjar (2011) menambahkan bahwa diagnosis keperawatan komunitas disusun
berdasrkan jenis diagnosis, sebagai berikut :
1) Diagnosis Sejahtera
Digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum
ada data maladaptive.Perumusan diagnosis keperawtan komunitas potensial,
hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja tanpa komponen Etiologi (E).
2) Diagnosis Ancaman (Risiko)
Digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi sudah
ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya
gangguan.Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas
Problem (P), Etiologi (E), dan Symptom/sign (S).
3) Diagnosis Aktual/Gangguan
Ditegakkan bila sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di komunitas,
yang disukung oleh beberapa data maladaptive.Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas aktual terdiri atas Problem (P), Etiologi (E), dan
Symptom/sign (S).

C. Perencanaan
Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan
maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun
rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana,
sarana, tenaga yang tersedia (Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010). Dalam
pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
1) Tahap Persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan
cara untuk berhubungan dengan masyarakat.
2) Tahap Pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam
masyarakat.Kelompok kerja kesehatan adalah suatu wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat secara gotong royong untuk menolong diri
sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan
kesehatan dan kesejahteraan, emningkatkan kemampuan masyarakat
berperan serta dalam pembangunan kesehatan wilayah.
3) Tahap Pendidikan dan Latihan
 Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
 Melakukan pengkajian
 Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
 Melatih kader
 Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan masyarakat
4) Tahap Formasi Kepemimpinan
5) Tahap Koordinasi Intersektoral
6) Tahap Akhir
Dengan melakukan supervisi atau kunjungan bertahap untuk
mengevaluasi serta memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan
kelompok kerja kesehatan lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan
dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :
 Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
 Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
 Bekerjasama dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan
 Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.

Perencanaan Gangguan Kecemasan


Saat ini minat masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang
masih tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung
praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai tempat. Terapi
komplementer antara lain terapi herbal, relaksasi: relaksasi progresif dan, latihan
nafas, meditasi. Salah satu cara untuk mengurangi kecemasan dapat menggunakan
salah satu terapi komplementer dalam komunitas yaitu dengan meditasi.
Meditasi merupakan suatu kondisi yang rileks untuk konsentrasi pada kejadian
realitas yang sedang berlangsung, atau suatu kondisi yang pikiran bebas dari segala
macam pikiran, atau suatu kondisi yang bebas dari semua yang melelahkan dan
berfokus pada Tuhan atau suatu konsentrasi yang tinggi. Meditasi dapat
menenangkan otak dan memperbaiki (memulihkan tubuh), meditasi yang dilakukan
secara teratur dapat digunakan untuk menurunkan stres, depresi.
Meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang digunakan untuk melatih
perhatian untuk dapat meningkatkan taraf kesadaran, yang selanjutnya dapat
meningkatkan membawa proses-proses mental dapat lebih terkontrol secara sadar
(Walsh (dalam Suwandi, 2002) Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari
penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional
berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu.
Menurut Narayo dan Onstein (Tart,1997; Prabowo, 2007), ada 3 macam
meditasi:
1.Meditasi Konservatif : pada dasarnya memberikan instruksi untuk
memperhatikan secara penuh pada hal tertentu, dapat berupa objek eksternal
yang terlihat nyata atau sensasi internal seperti tarikan nafas
2.Meditasi Pembukaan (Opening up meditation) : mengacu pada keragaman
teknik bertujuan membantu seseorang meningkatkan kepekaan dan kesadaran
penuh dari apapun yang terjadi padanya, menjadi pengamat yang sadar
(Consius Observer) dalam mengamati apa yang terjadi tanpa harus bereaksi
padanya.
3.Meditasi Ekpresif

Cara Kerja Meditasi


Tubuh merespons stres dengan melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan
norepinefrin yang menyebabkan detak jantung, aliran darah, dan tekanan darah
meningkat. Meditasi dapat menurunkan detak jantung kembali. Selain itu, meditasi
juga dapat mengatur aliran dan tekanan darah menjadi normal. Saat bermeditasi,
Anda turut berlatih mengesampingkan berbagai pikiran negatif, yang bisa
menyebabkan datangnya stres. Hal ini membuat pikiran menjadi lebih tenang dari
sebelumnya. Di samping itu, meditasi juga diduga efektif dalam mengaktifkan
gelombang gamma di otak yang berperan dalam proses belajar, konsentrasi, ingatan,
dan kesadaran. Oleh sebab itu, meditasi dipercaya mampu menghasilkan emosi
positif berupa kebahagiaan
Keuntungan Meditasi
Mengurangi Stress, Mengendalikan Tekanan darah, Mengatasi Insomnia,
Menurunkan Risiko Infeksi Pernafasan Akut (IPA), Mengatasi, Gangguan Usus,
Mengurangi Kegelisahan, Toleransi Rasa Sakit, Mengatasi Gangguan Seksual,
Membantu Penurunan Berat Badan, Meningkatkan Kecerdasan
Mengatasi Sindrom Kelelahan Kronis , Melepas Penat, Memberikan Perasaan
Bahagia, Meningkatkan Kesadaran, Membuat Lebih Sabar dan Pemaaf,
Menghindarkan dari Kebiasaan Buruk, Mengembangkan Kepuasan Batin, Mengasah
Rasa Tabah, Mengasah Ketenangan Batin, Melatih Sikap Bijaksana,
Kekurangan Meditasi
Membawa perasaan bosan, kekosongan bahkan takut, Menyebabkan gangguan
hubungan sosial., Menyebabkan anda pasif, Menganggu, system syaraf otonom,
Hilangnya Penghargaan pada estetika
Langkah – langkah Meditasi :
- Carilah situasi hening tanpa suara.
- Pejamkan mata dan gunakan posisi tubuh yang rileks saat akan bermeditasi.
Posisinya bisa duduk tegak dan bisa juga dengan kondisi berbaring namun
lurus.
- Gunakan pernafasan untuk meraih keheningan. Tarik nafas dan hembuskan
nafas secara teratur
- Kendalikan pikiran dan perasaan. Hal inilah yang paling sulit dalam
bermeditasi. Kelola dan kendalikanlah pikiran.
- Fokuskan pikiran pada tujuan yang ingin dicapai dengan meditasi. Misalnya
saja cita-cita ingin meraih ketenangan dengan mendekatkan diri kepada tuhan
dan sebagainya.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapakan. Tujuan dari implementasi
keperawatan adalah untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi ini merupakan fase
kerja dalam rangka mencapai tujuan, yang meliputi :
 Mengorganisasikan
 Mendelegasikan
 Mengelola kerja pada setiap tahap tindakan sesuai dengan waktu yang
ditetapkan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan
dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi
rencana berikutnya (Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010).Hasil evaluasi kinerja
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui
pencapaian tujuan dan penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang digunakan efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian manajemen merupakan proses
untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai dengan aktivitas
yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas penampilan kerja.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
komunitas ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa
dan pasien dan keluarga
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor ‘kealpaan’ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang
diobservasi sudah sesuai. Diagnose juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan
dan kelengkapannya
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
 Mengakhiri rencana tindakan : klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan
 Memodifikasi rencana tindakan : klien mengalami kesulitan dalam mencapai
tujuan
 Meneruskan rencana tindakan : klien memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai tujuan
Tahap-tahap evaluasi :
 Perkembangan masalah kesehatan yang telah ditemukan
 Pencapaian tujuan keperawatan (terutama jangka pendek)
 Efektifitas & efisiensi tindakan/kegiatan yang telah dilaksanakan
 Rencana tindak lanjut
Macam-Macam Evaluasi
1. Formatif (Proses)
Focus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifitasan terhadap tindakan.
Evaluasi formatif terus menerus dilakukan sampai tujuan tercapai. Metode
pengumpulan data dalam evaluasi formatif ini terdiri dari analisa rencana
tindakan keperawatan, pertemuan kelompok, interview dan observasi dengan
klien dan menggunakan form evaluasi. System penulisan bisa menggunakan
system SOAP atau model dokumentasi lain
2. Sumatif (Hasil)
Focus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan
keperawatan secara paripurna.
Sumatif evaluasi adalah obyektif, fleksibel dan efisien. Adapaun metode
pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari interview akhir pelayanan, pertemuan
akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada klien langsung dan keluarga. Meskipun
informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien yang
dievsaluasi, sumatif evaluasi bisa menjadi suatu metode dalam memonitor
kualitas dan efisiensi tindakan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar Komang Ayu Henny. 2011. Teori & Praktik Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta :
EGC

Bhatt NV. Anxiety Disorders. Medscape. 2017. Dapat diakses pada: https://emedicine.medscape
.com/article/286227-overview#a2

Dalami, E., Suliswati., Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.

Damaiyanti,m& iskandar.2017.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung : Refika aditama


Fallen.R & K.Dwi Budi. 2010. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Nuha
Medika

Freitas-Ferrari MC, Hallak JE, Trzesniak C, Filho AS, Machado-de-Sousa JP, Chagas MH.
Neuroimaging in social anxiety disorder: a systematic review of the literature. Prog
Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2010; 34 (4): 565-580

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta:Balai Penerbit FKUI

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC

Moorhead, sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Diterjemahkan oleh
Nurjannah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Kelima.
Yogyakarta: Mocomedia
M. Bulechek, Gloria., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Diterjemahkan
oleh Nurjannah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Intervensi Kesehatan Edisi keenam.
Yogyakarta: Mocomedia
Nanda, 2012.Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Nutter DA.Pediatric Generalized Anxiety Disorders.Medscape. 2017. Dapat diakses pada:


https://emedicine.medscape.com/article/916933-overview

Panjalu, Rakye. 2015. Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat.


https://id.scribd.com/doc/292838027/Asuhan-Keperawatan-Komunitas-Jiwa-
Masyarakat. Diakses pada tanggal 17 November 2020

Stuart, G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Trisna,K.2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
ansietas.www academia edu/3093/665/Laporan pendahuluan. Ansietas. Diakses tanggal 17
November 2020

Yoseph I .2009.Pengalaman Traumatik penyebab gangguan jiwa.www journal FK.Undpad.ac.id


diakses tanggal 17 November 2020

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai