OLEH :
KELOMPOK 2 (B13-B)
E. Kriteria KesehatanMental
Schneiders dalam (Semiun, 2008) mengemukakan beberapa kriteria yang
sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatanmental. Kriteria
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut menurut Schneiders :
1. EfisiensiMental
2. Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan TingkahLaku
3. Integrasi Motif-motif serta Pengendalian Konflik danFrustasi
4. Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi yang Positif danSehat
5. Ketenangan atau KedamaianPikiran
6. Sikap-sikap yangSehat
7. Konsep-Diri (Self-Concept) yangSehat
8. Identitas Ego yang Adekuat
9. Hubungan yang Adekuat denganKenyataan.
2. FaktorPsikologik
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental
sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan bagaimana setiap
orang mampu berkomunikasi secara efektif. Hal ini sangat tergantung pada
bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan
sosial dan tingkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman
hidup seseorang hingga terkadang sampai menarik diri dari hubungan sosial.
Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal
yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang
sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi
merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan kembali. Setiap penderita
yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang
mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya
hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan
masyarakat sekitarnya. Bagaimana setiap individu mampu mengontrol
emosionalnya dalam kehidupan sehari- hari.
3. Faktor Budaya danSosial
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan
terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam
suatu sosiobudaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Perbedaan ras,
golongan, usia dan jenis kelamin mempengaruhi pula terhadap penyebab
mula gangguan jiwa. Tidak hanya itu saja, status ekonomi juga berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan jiwa.
4. FaktorPresipitasi
Menurut Stuart (2009) selain di atas, faktor Stressor Presipitasi
mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana
setiap individu mempersepsikan dirinya melawan tantangan,ancaman, atau
tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Lingkungan
dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan stresor
yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi
tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.
H. Tujuan KesehatanMental
Siti Sundari menjelaskan bahwa tujuan kesehatan mental meliputi :
1. Mengusahakan agar manusia memiliki kemampuan yang sehat
2. Mengusahakan pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan
mental dan penyakit mental
3. Mengusahakan pencegahan berkembangnya bermacam-macam ganguan
mental dan penyakit mental
4. Mengurangi atau mengadakan penyembuhan terhadap ganguan dan
penyakit mental
5. Memperluas pengetahuan diri merupakan keharusan dalam pencapaian dan
memelihara kesehatan mental
6. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, meliputi:
penerimaan dan usaha yang realistik terhadap status dan harga diri
7. Pemahaman dan penerimaan diri harus ditingkatkan dalam usaha
meningkatkan diri dan realisasi diri untuk mencapai kesehatan mental
8. Stabilitas mental memerlukan pengembangan yang terus-menerusdalam
diri individu, terkait dengan: kebijaksanaan, keteguhan hati, hukum,
ketabahan, moral, dan kerendahan hati
9. Pencapaian dalam pemeliharaan kesehatan mental terkait dengan
penanaman kebiasaan baik
10. Stabilitas mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas mengubah
situasi dan kepribadian
11. Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan,
emosionalitas, dan perilaku
12. Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara
sehat terhadap konflik mental, kegagalan, serta ketegangan yang timbul.
Tujuan ini akan tercapai, bila cara-cara menangani dilakukan kerja sama antara
ahli yang berwenang serta kesadaran dan kesediaan masyarakat umumnya.
Usaha mencapai tujuan dilakukan secara terencana, tergantung keadaan
individu-individu yang ditangani.Agar tercapainya tujuan kesehatan mental
sebagaimana yang telah diurai- kan di atas ada beberapa usaha yang mesti
dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Usaha prefentif atau usaha mengadakan pencegahan adalah mengurangi
bahkan meniadakan sebab-sebab gangguan dan penyakit mental
b. Usaha korektif adalah usaha perbaikan, pengambalian keseimbangan
terhadap gangguan mental maupun penyakit mental melalui terapi
c. Usaha preserfatif adalah suatu usaha pemeliharaan, penjagaan agar tetap
baik keadaan yang sudah seimbang atau keadaan sehat.
II. KONSEP PENYAKIT GANGGUAN KECEMASAN
A. Pengertian Gangguan Kecemasan
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalaam kehidupan sehari-
hari.Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat
diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang
spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai
sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan
hidup (Suliswati. Dkk, 2005).
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya
obyek/sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh
individu. Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian
intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal
bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan
menggambarkannya.
Menurut Videbeck, Sheila L (2008) Gangguan kecemasan adalah sekelompok
kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan disertai
respon perilaku, emosional dan biologis. Individu yang mengalami gangguan
kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panic tanpa alas
an, taku yang tidak beralasan terhadap obyek atau kondisi kehidupan, melakukan
tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa
yang traumatic, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu ( Yoseph,2009).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subyektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal, kecemasan adalah
kebingungan,kekawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak
jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Trisnawati,2016)
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh senua nakhluk dalam kehidupan sehari-hari (
Damiyanti,m& Iskandar,2017)
B. Tingkat kecemasan
Menurut Suliswati. Dkk (2005) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panic. Berikut
penjelasannya :
a. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kretifitas.Contohnya :
Seseorang yang menghadapi ujian akhir
Pasangan dewasa yang memasuki jenjang pernikahan
Individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi
Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong
b. Kecemasan Sedang
Individu hanya terfokus pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakuakn sesuatu dengan
arahan orang lain. Contohnya :
Pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama
dengan resiko tinggi
Keluarga yang menghadapi pemecahan (berantakan)
Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil
kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain. Contohnya :
Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang
dicintai karena bencana alam
Individu dalam penyanderaan
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya control, amak tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motoric, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimapangan persepsi dan hilangnya
pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai
dengan disorganisasi kepribadian.Contohnya :
Individu dengan kepribadian pecah/depersonalisasi
2. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas
hidup sehari- hari
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
3. Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Respon Fisiologis Terhadap Ansietas
a. Kardiovaskuler
Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun
Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
b. Pernafasan
Napas cepat
Pernapasan dangkal
Rasa tertekan pada dada
Pembengkakan pada tenggorokan
Rasa tercekik
Terengah-engah.
c. Neuromuskular
Peningkatan reflek
Reaksi kejutan
Insomnia
Ketakutan
Gelisah
Wajah tegang
Kelemahan secara umum
Gerakan lambat
Gerakan yang janggal.
d. Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan
Menolak makan
Perasaan dangkal
Rasa tidak nyaman pada abdominal
Rasa terbakar pada jantung
Nausea
Diare.
e. Perkemihan
Tidak dapat menahan kencing
Sering kencing.
f. Kulit
Rasa terbakar pada mukosa
Berkeringat banyak pada telapak tangan
Gatal-gatal
Perasaan panas atau dingin pada kulit
Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
D. Patofisiologi Kecemasan
Neurotransmitter memegang peran penting dalam patofisiologi gangguan
cemas menyeluruh.Pada sistem saraf pusat, neurotransmitter seperti norepinefrin,
serotonin, dopamine, dan GABA memegang peran penting. Neurotransmitter dan
peptida lain seperti corticotropin-releasing factor, mungkin ikut terlibat dalam
patofisiologi penyakit ini walaupun belum jelas pengaruhnya. Sistem saraf pusat
simpatik memegang peran penting dalam terjadinya manifestasi klinis penyakit
ini. Dengan modalitas pencitraan PET ditemukan bahwa terjadi peningkatan
aliran neurotransmitter pada regio parahipokampus dan penurunan ikatan
serotonin tipe 1A dengan reseptornya pada region anterior dan posterior korpus
singulata pasien (Bhatt NV, 2017 & Freitas-Ferrari MC. Dkk, 2010).
Bagian dari otak yang terlibat dalam patofisiologi gangguan cemas
menyeluruh adalah amigdala yang memegang peran penting dalam memodulasi
ketakutan dan kecemasan.Pada pemeriksaan pencitraan otak pasien gangguan
cemas menyeluruh ditemukan bahwa terjadi peningkatan respons pada stimulus
kecemasan.Peningkatan respons ini terjadi karena penurunan ambang batas ketika
merespon pada peristiwa sosial biasan.Amigdala dan sistem limbik berhubungan
erat dengan korteks prefrontal.Pada pasien cgm juga dapat ditemukan aktivasi
abnormal sistem limbik dan korteks prefrontal yang berhubungan dengan respons
klinis pada terapi farmakologis dan non farmakologis pada pasien.Pada
pemeriksaan MRI ditemukan bahwa pasien dengan gangguan cemas menyeluruh
memiliki volume lobus temporal yang lebih kecil (Bhatt NV, 2017 & Nutter DA,
2017).
E. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber
koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok,
kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress
dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
F. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi
stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan
distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif
terhadap stress.
G. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan
dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
Tidur yang cukup.
Cukup olahraga.
Tidak merokok.
Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
Psikoterapi Suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
Psikoterapi Re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
Psikoterapi Re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
Psikoterapi Kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
Psikoterapi Psiko-Dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
Psikoterapi Keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi Psikoreligius
Meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.
Perawatan di Masyarakat
Kebanyakan individu yang mengalami gangguan kecemasan ditemui
dilingkungan masyarakat, bukan dilingkungan rawat inap. Tidak lazim bagi
perawat di kirim ke rumah individu yang menangani secara spesifik perilaku
yang terkait dengan gangguan kecemasan; sebaliknya, perawat melihat perilaku
ini pada klien yang ditangani karena kondisi lain atau pada anggota keluarga
klien. Terapi formal untuk individu yang mengalami gangguan kecemasan
terjadi diklinik kesehatan jiwa masyarakat dan diklinik dokter, spesialis klinis
psikiatri, psikolog, atau konselor kesehatan jiwa yang lain. Karena individu yang
mengalami gangguan kecemasan sering percaya bahwa gejala sporadic yang
muncul berkaitan dengan masalah medis, praktisi keluarga atau perawat praktik
lanjutan dapat menjadi professional perawatan kesehatan pertama yang
mengevaluasi individu tersebut (Videbeck, Sheila L, 2008).
Pengetahuan tentang sumber masyarakat akan membantu perawat dalam
memandu klien ke rujukan yang tepat untuk pengkajian, diagnosis, dan terapi.
Perawat dapat menambahkan professional perawatan kesehatan lain
dimasyarakat untuk upaya kolaborasi dalam prose terapi. Perawat dapat merujuk
klien keseorang psikiater atau perawat jiwa praktik lanjtan untuk diagnosis,
psikoterapi, dan pengobatan. Sumber masyarakat yang lain seperti kelompok
gangguan kecemasan atau self-help group dapat memberi dukungan dan
membantu klien mengurangi rasa kesepian.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat
tinggal yang dapat mempengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah
atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan jumlah penduduk, kesehatan
lingkungan dan kegiatan penduuduk sehari-hari.Lingkungan fisik juga dapat dikaji
melalui Windshield Survey.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas di
dalam komunitas dan di luar komunitas.Layanan kesehatan meliputi ketersediaan
layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, karakteristik
konsumen, statistik, pembayaran, waktu layanan, kemanfaatan, keterjangkauan,
keberlangsungan dan keberterimaan layanan di komunitas.Layanan sosial dapat
meliputi layanan konseling, panti reda bagi lansia, pusat perbelanjaan, dan lain-lain
yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam menyelesaikan masalah
kesehatan.pengkajian layanan kesehatan dan sosial juga meliputi kebijakan dari
pemerintah setempat terhadap kedua layanan tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan,
status oekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumalh penduduk miskin,
keberadaan industri, toko/pusat perbelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan
bantuan dana untuk oemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah
komunitas memperoleh bahan makanan, dan sebagainya.
Sementara itu, pada komponen politik dan pemerintahan dikaji situasi politik
dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait
kesehatan komunitas, dan adanya program kesehatan yang ditujukan pada
peningkatan kesehatan komunitas.
Pengakajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang
dimanfaatkan, bagaimana komunikasi yang sering dimanfaatkan masyarakat, otang-
orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana
biasanya komunitas memperoleh informasi tentang kesehatan, adakan perkumpulan
atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari siapa
komunitas memperoleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakan sarana
komunikasi formal dan informasi dari komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan dan
keterjangkauan srana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis
pendidikan, tingkat pendidikan, dan komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi,
aktivitas diluar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang
dapat dimanfaatkan oleh komnuitas, dan sara penyaluran bakat komunitas.
Metode pengumoulan data pengkajian asuhan keperawatan komunitas, antara
lain Windshield Survey, Informant Interview, Observasi Partisipasi, dan Focus
Group Discussion (FGD), berikut penjelasannya :
a. Windshield Survey
Dilakukan dengan berjalan-jalan dilingkungan komunitas untuk menemukan
gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas, lingkungan
sekitas komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk yang
ditemui dijalan saat survei dilakukan.
b. Informant Interview
Instrumen yang perlu dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap
masyarakat antara lain kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa
percaya dengan perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas.
Perawat juga harus meyertakan lembar persetujuan komunitas yang diaertai
tanda tangan atau cap jempol setiap akan melakukan tindakan yang
membutuhkan persetujuan komunitas. Informed Consent juga mencantumkan
jaminan kerahasiaan terhadap isu persetujuan dan pendapat yang telah
diaampaikan. Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh yang
menguasai program.
c. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa
lama observasi akan dilakukan, apa,dimana, waktu, dan tempat komunitas yang
akan diobservasi.
d. Focus Group Discussion (FGD)
Merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai satu topic
melalui proses diskusi kelompok, berdasrkan pengalaman subyektif kelompok
sasaran terhadap satu situasi/produk tetentu. Pserta FGD terdiri dari 6-12 orang
dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia,
latar belakang social-ekonomi (pendidikan, suku, status perkawinan,dsb), lama
diskusi maksimal 2 jam.
Sebelum membuat pengkajian keperawtan komunitas, seperti kuesioner,
pedoman wawancara, pedoman observasi, atau windshield survey, kisi-kisi
instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan
ditanykan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu
yang digunakan lebih efektif dan efisien. Berikut contoh kisi-kisi instrument
pengkajian komunitas :
No. Variabel Sub Item Sumber Data Strategi
Variabel Pertanyaan
1 Core Demografi Nama Data Primer Kuesioner
Usia
Jenis Kelamin
2 Lingkungan Fisik
3 Pendidikan
4 Komunikasi
5 Laynan Kesehatan dan social
6 Keamanan dan Transportasi
7 Ekonomi
8 Politik dan Pemerintahan
9 Rekreasi
(Achjar, 2011)
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut dapat disusun diagnosa keperawatan komunitas yang
terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, karakteristik lingkungan
(Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010).
Achjar (2011) menambahkan bahwa diagnosis keperawatan komunitas disusun
berdasrkan jenis diagnosis, sebagai berikut :
1) Diagnosis Sejahtera
Digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum
ada data maladaptive.Perumusan diagnosis keperawtan komunitas potensial,
hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja tanpa komponen Etiologi (E).
2) Diagnosis Ancaman (Risiko)
Digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi sudah
ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya
gangguan.Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas
Problem (P), Etiologi (E), dan Symptom/sign (S).
3) Diagnosis Aktual/Gangguan
Ditegakkan bila sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di komunitas,
yang disukung oleh beberapa data maladaptive.Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas aktual terdiri atas Problem (P), Etiologi (E), dan
Symptom/sign (S).
C. Perencanaan
Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan
maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun
rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana,
sarana, tenaga yang tersedia (Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010). Dalam
pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
1) Tahap Persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan
cara untuk berhubungan dengan masyarakat.
2) Tahap Pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam
masyarakat.Kelompok kerja kesehatan adalah suatu wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat secara gotong royong untuk menolong diri
sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan
kesehatan dan kesejahteraan, emningkatkan kemampuan masyarakat
berperan serta dalam pembangunan kesehatan wilayah.
3) Tahap Pendidikan dan Latihan
Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
Melakukan pengkajian
Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
Melatih kader
Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan masyarakat
4) Tahap Formasi Kepemimpinan
5) Tahap Koordinasi Intersektoral
6) Tahap Akhir
Dengan melakukan supervisi atau kunjungan bertahap untuk
mengevaluasi serta memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan
kelompok kerja kesehatan lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan
dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :
Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
Bekerjasama dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan
Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapakan. Tujuan dari implementasi
keperawatan adalah untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi ini merupakan fase
kerja dalam rangka mencapai tujuan, yang meliputi :
Mengorganisasikan
Mendelegasikan
Mengelola kerja pada setiap tahap tindakan sesuai dengan waktu yang
ditetapkan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan
dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi
rencana berikutnya (Fallen.R & K.Dwi Budi, 2010).Hasil evaluasi kinerja
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui
pencapaian tujuan dan penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang digunakan efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian manajemen merupakan proses
untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai dengan aktivitas
yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas penampilan kerja.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
komunitas ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa
dan pasien dan keluarga
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor ‘kealpaan’ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang
diobservasi sudah sesuai. Diagnose juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan
dan kelengkapannya
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
Mengakhiri rencana tindakan : klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan
Memodifikasi rencana tindakan : klien mengalami kesulitan dalam mencapai
tujuan
Meneruskan rencana tindakan : klien memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai tujuan
Tahap-tahap evaluasi :
Perkembangan masalah kesehatan yang telah ditemukan
Pencapaian tujuan keperawatan (terutama jangka pendek)
Efektifitas & efisiensi tindakan/kegiatan yang telah dilaksanakan
Rencana tindak lanjut
Macam-Macam Evaluasi
1. Formatif (Proses)
Focus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifitasan terhadap tindakan.
Evaluasi formatif terus menerus dilakukan sampai tujuan tercapai. Metode
pengumpulan data dalam evaluasi formatif ini terdiri dari analisa rencana
tindakan keperawatan, pertemuan kelompok, interview dan observasi dengan
klien dan menggunakan form evaluasi. System penulisan bisa menggunakan
system SOAP atau model dokumentasi lain
2. Sumatif (Hasil)
Focus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan
keperawatan secara paripurna.
Sumatif evaluasi adalah obyektif, fleksibel dan efisien. Adapaun metode
pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari interview akhir pelayanan, pertemuan
akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada klien langsung dan keluarga. Meskipun
informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien yang
dievsaluasi, sumatif evaluasi bisa menjadi suatu metode dalam memonitor
kualitas dan efisiensi tindakan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Achjar Komang Ayu Henny. 2011. Teori & Praktik Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta :
EGC
Bhatt NV. Anxiety Disorders. Medscape. 2017. Dapat diakses pada: https://emedicine.medscape
.com/article/286227-overview#a2
Dalami, E., Suliswati., Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.
Freitas-Ferrari MC, Hallak JE, Trzesniak C, Filho AS, Machado-de-Sousa JP, Chagas MH.
Neuroimaging in social anxiety disorder: a systematic review of the literature. Prog
Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2010; 34 (4): 565-580
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC
Moorhead, sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Diterjemahkan oleh
Nurjannah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Kelima.
Yogyakarta: Mocomedia
M. Bulechek, Gloria., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Diterjemahkan
oleh Nurjannah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Intervensi Kesehatan Edisi keenam.
Yogyakarta: Mocomedia
Nanda, 2012.Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Stuart, G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Trisna,K.2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
ansietas.www academia edu/3093/665/Laporan pendahuluan. Ansietas. Diakses tanggal 17
November 2020