Anda di halaman 1dari 35

Bab 1 Konsep Dasar Sehat dan Sakit

A. Sehat dan Sakit


Untuk memahami konsep "sehat", World Health Organization (WHO)
merumuskan, yaitu "keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial,
tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat". Pengertian kesehatan
yang dikemukakan WHO ini merupakan suatu keadaan ideal, dari sisi biologis,
psikologis, dan sosial.
Sedangkan konsep sakit dalam bahasa kita terkait dengan tiga konsep dalam
bahasa inggris, yaitu disease, illness, dan sickness. Disease berarti suatu
penyimpangan yang simptomnya diketahui melalui diagnosis. Illness adalah
konsep psikologis yang menunjuk pada perasaan, persepsi, atau pengalaman
subjektif seseorang tentang ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa
tidak enak. Sedangkan sickness merupakan konsep sosiologis yang bermakna
sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang sebagai orang yang sedang
mengalami kesakitan (illness atau disease).
Untuk keperluan praktis, sehat dan sakit biasanya dirumuskan pengertian
secara operasional. Lyttle (1986), mengartikan sakit sebagai adanya gangguan
atau kehilangan fungsi dan dapat merupakan keadaan yang berada dalam
rentangan ketidaksenangan hingga ketidakcakapan atau ketidakmampuan, dan
mati. Sehat dikatakan sebagai orang yang tidak mengalami gangguan atau
kesakitan.
B. Perilaku Kesehatan
Keadaan sehat dan sakit pada prinsipnya mempengaruhi perilakunya. Orang
yang sehat dituntut untuk melakukan peran-peran tertentu dan bertanggung
jawab terhadap diri dan orang lain. Sementara orang yang sakit dibebaskan dari
tanggung jawab normalnya, bahkan tidak perlu bertanggung jawab terhadap
dirinya dan orang lain. (Calhoun, dkk, 1994)
C. Hubungan Kesehatan Fisik dan Mental
Keadaan fisik manusia mempengaruhi psikis, sebaliknya psikis
mempengaruhi keadaan fisik. Goldberg (1984) mengungkapkan terdapat tiga
kemungkinan hubungan antara sakit secara fisik dan mental. Pertama, orang
mengalami sakit mental disebabkan oleh sakit fisiknya. Kedua, sakit fisik yang
diderita itu sebenarnya gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga, antara
gangguan mental dan sakit secara fisik adanya saling menopang, artinya bahwa
orang menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental, dan
gangguan mental itu turut memperparah sakitnya.
D. Gangguan dan Deviasi
Gangguan merupakan konsep medis (dan psikologis), sementara deviasi
adalah konsep sosial. Seseorang dikatakan mengalami gangguan jika secara
klinis dijumpai terdapat suatu penyakit, ketidaknormalan, atau terganggunya
fungsi tertentu (fisiologis, psikologis). Deviasi menunjuk pada norma sosial,
bahwa orang yang deviasi jika melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang
dari norma masyarakatnya.
E. Sehat dan Normal
Sehat lebih bermakna pengertian khusus, yaitu keadaan yang ideal atau
keadaan mental yang positif. Kemudian, survei yang dilakukan Offet dan Sabsiro
ditemukan terdapat lima pengertian normalitas, yaitu : (1) tidak adanya gangguan
atau kesakitan; (2) keadaan yang ideal atau keadaan mental yang positif; (3)
normal sebagai rata-rata pengertian statistik; (4) diterima secara sosial; (5)
proses berlangsung secara wajar, terutama dalam tahapan perkembangan.
(Korchin, 1976)

Bab 2 Ruang Lingkup Kesehatan Mental

A. Tujuan Mempelajari Kesehatan Mental


1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menangani
kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan
kesehatan mental masyarakat.
4. Memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya
dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat.
5. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya
gangguan mental masyarakat.
B. Sasaran Dalam Kesehatan Mental
1. Masyarakat umum.
2. Masyarakat dalam kelompok risiko sakit.
3. Kelompok masyarakat yang mengalami gangguan.
4. Kelompok masyarakat yang mengalami kecacatan.
C. Hubungan kesehatan dengan Bidang Ilmu Lain
1. Ilmu Kedokteran
Selain menekuni pengobatan, ilmu kedokteran, termasuk kedokteran
jiwa, juga mengembangkan ilmu kedokteran pencegahan. Bidang yang
ditekuni dalam kedokteran jiwa ini memberi sumbangan yang sangat
bermakna bagi kesehatan mental masyarakat.
2. Psikologi
Psikologi merupakan disiplin ilmu di bidang perilaku manusia, yang di
antaranya mempelajari dimensi psikis manusia. Memahami mental
masyarakat, tentunya membutuhkan pemahaman terhadap proses psikis
yang turut mempengaruhi perilaku yang sehat dan tidak sehat sebagaimana
yang dipelajari di bidang psikologi.
3. Sosio-Antropologi
Perilaku dan sistem masyarakat termasuk nilai sosial budayanya
menjadi pokok perhatian dalam sosio-antropologi. Dalam kesehatan mental,
dimensi sosio-antropologis ini perlu diperhatikan baik untuk keperluan
pemahaman maupun strategi intervensinya. Intervensi kesehatan mental
akan berhasil jika mempertimbangkan dimensi sosial dan budayanya.
4. Ilmu pendidikan
Ilmu pendidikan memberikan kontribusi bagi bidang kesehatan mental
dalam pengembangan intervensi-intervensi kepada masyarakat. Prinsip-
prinsip pendidikan dimanfaatkan untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
5. Disiplin ilmu lain
Disiplin ilmu lain seperti agama dan lainnya, juga memberi kontribusi
bagi pemahaman dan penanganan kesehatan mental masyarakat.
D. Kesalahan Pemahaman
Sampai saat ini banyak pihak yang menganggap bahwa kesehatan mental
dipahami untuk penanganan problem-problem kejiwaan yang bersifat individual,
padahal sebenarnya lebih menekankan pada kesehatan mental masyarakat.
Kesehatan mental secara individual jelas tidak dilepaskan begitu saja, tetapi
penanganan utamanya adalah sekelompok masyarakat.
E. Pihak Yang Dilibatkan Dalam Kesehatan Mental
Berbagai kongres kesehatan mental selalu melibatkan berbagai disiplin ilmu
untuk memecahkan problem-problem kesehatan mental yang melanda di
berbagai negara. Karena penanganan terhadap kesehatan mental tidak cukup
dilakukan dari satu bidang keilmuan saja.
F. Ruang lingkup kesehatan mental
1. Promosi kesehatan mental, yaitu usaha-usaha peningkatan kesehatan
mental.
2. Prevensi primer, adalah usaha kesehatan mental untuk mencegah timbulnya
gangguan dan sakit mental.
3. Prevensi sekunder, adalah usaha kesehatan mental menemukan kasus dini
dan penyembuhan secara tepat terhadap gangguan dan sakit mental.
4. Prevensi tersier, merupakan usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan
terhadap orang yang mengalami gangguan dan kesehatan mental. (Caplan,
1963; Parlmutter, 1982).
G. Kesehatan mental, psikiatri komunitas, dan psikologi komunitas
Psikiatri komunitas lebih menekankan pada promosi kesehatan mental dan
upaya pencegahan terhadap timbulnya gangguan-gangguan psikiatris, dengan
basis keilmuan yang digunakan adalah psikiatri. Psikologi komunitas lebih
menekankan pada promosi potensi psikologis masyarakat serta upaya-upaya
pencegahan terhadap munculnya perilaku yang tidak tepat termasuk bidang
kesehatan mental, dan basis keilmuan yang digunakan adalah psikologi.

Bab 3 Pandangan tentang Kesehatan Mental

A. Beberapa pengertian
Terdapat berbagai cara dalam memberikan pengertian mental yang sehat, yaitu :
1. Karena tidak sakit
2. Tidak jatuh sakit akibat stressor
3. Sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
4. Tumbuh dan berkembang secara positif
B. Teori-teori mental yang sehat
Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan
Mittlemenn adalah sebagai berikut.
1. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai)
2. Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai)
3. Adequate spontanity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan
yang memadai, dengan orang lain)
4. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan realitas)
5. Adequate bodily desires and ability to gratify them (keinginan-keinginan
jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya)
6. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar)
7. Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan
konsisten)
8. Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar)
9. Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari pengalaman)
10. Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan
tuntutan kelompok)
11. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi
yang memadai dari kelompok atau budaya)
C. Prinsip dalam kesehatan mental
1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia
2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan

Bab 4 Gangguan Mental dan Klasifikasinya

A. Pengertian
Gangguan mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan dari norma-
norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan. Group for
Advancement of Psychiatry (GAP) memaknakan gangguan mental sebagai suatu
kesakitan yang mengurangi kapasitas seseorang untuk menggunakan
pertimbangan-pertimbangannya, kebijaksanaannya, dan pengendaliannya dalam
melakukan urusan-urusannya dan hubungan sosial sebagai jaminan
keterikatannya pada institusi mental (Szasz, 1997).
B. Kriteria penentuan gangguan mental
Scott (1961) melakukan penelitian dan mengelompokkan kriteria untuk
menentukan seseorang mengalami gangguan mental, yaitu :
1. Gangguan mental karena memperoleh pengobatan psikiatris
2. Salah penyesuaian sebagai gejala sakit mental
3. Hasil diagnosis sebagai kriteria sakit mental
4. Sakit mental menurut pengertian subjektif
5. Sakit mental jika terdapat simptom psikologis secara objektif
6. Kegagalan adaptasi secara positif
C. Nosologi dan taksologi gangguan mental
Dalam dunia kedokteran, sebuah ilmu dapat berdiri sendiri jika memiliki
nosologi, ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Lantas disusun suatu
klasifikasi gangguan atau penyakit mental itu yang disebut dengan teksologi.
D. Klasifikasi gangguan mental
1. Gangguan yang biasanya di diagnosis pertama kali pada masa bayi, masa
kanak-kanak, atau masa remaja
2. Delirium, demensia, dan amnestik dan gangguan kognitif lainnya
3. Gangguan mental disebabkan oleh kondisi medis umum yang tidak
diklasifikasikan pada yang lain
4. Gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat
5. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
6. Gangguan mood (perasaan)
7. Gangguan kecemasan
8. Gangguan somatoform
9. Gangguan buatan (factitous)
10. Gangguan dissosiatif
11. Gangguan seksual dan identitas gender
12. Gangguan makan
13. Gangguan tidur
14. Gangguan kontrol impuls yang tidak terklasifikasi yang lain
15. Gangguan penyesuaian
16. Gangguan kepribadian
17. Kondisi lain yang dapat menjadi fokus pada perhatian klinik
18. Gangguan mental-mental lainnya

Bab 5 Dimensi Biologis Kesehatan Mental

Badan dengan segenap unsur-unsurnya pada dasarnya tidak terepaskan dari


keseluruan sistem mental. Kesehatan mental secara langsung mapun tidak
langsung dipengaruhi juga leh faktor biologis ini. Faktor biologis yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan mental diantaranya otak, sistem endokrin, genetik,
sensori, faktor ibu selama kehamilan.

Otak merupakan bagian yang memerintahkan aktivitas manusia fungsi otak


yang baik akan menimbulkan kesehatan mental bagi kita, sebaliknya jika fungsinya
terganggu berakibat gangguan bagi kesehatan mental. Kesehatan pada otak sangat
ditentukan oleh stimuli saat masa kanak-kanak dan perlindungan dari berbagai
gangguan.

Sistem endokrin berfungsi mengulurkan hormon. Kandungan hormon tidak


normal berakibat pada pertumbuhan yang kurang sehat, termasuk mempengaruhi
perilaku yang tidak diharapkan. Beberapa perilaku yang tidak sehat terjadi akibat
sistem endokrin yang tidak normal diantaranya agrestivitas, labilitas ekonomi,
intelegensi yang rendah dan kecemasan.

Genetik merupakan unsur biologis manusia yang mempengaruhi kesehatan.


Genetik yang sehat dapat menghasilkan perilaku yang sehat, sementara gangguan
genetis dapat memunculkan gangguan mental tertentu.

Faktor ibu selama kandungan juga sangat bermakna pengaruhya terhadap


kesehatan mental anak. Kandungan yang sehat memungkinkan membuahkan anak
yang sehat mentalnya, sebaliknya kenadungan tertentu dapat menyebabkan
gangguan kepada keturunannya.

Bab 6 Dimensi Psikologis Kesehatan Mental

Faktor psikologis merupakan salah satu dimensi yang turut mempengaruhi


kesehatan mental seseorang. Faktor-faktor psikologis itu diantaranya adalah
pengalaman awal, proses pembelajaran, kebutuhan, dan kondisi psikologi lainnya.

Terdapat sejumlah gangguan mental yang dikaitkan dengan dimensi


psikologis ini gangguan kesemasan, gangguan afeki, gangguan prilaku lainnya
selalu dihubungkan dengan kondisi-kondisi psikologis yang didapatkan oleh individu.
Kondisi psikologi yang kurang baik akan berakibat jelek bagi kesehatan mental
sementara kondisi psikologis yang baik akan memperkuat kesehatan mentalnya.
Bab 7 Dimensi Sosial Budaya Kesehatan Mental

Manusia hidup dan dibesarkan dalam lingkungan sosial tertentu. Secara


sosiologis, individu merupakan representasi dari kehidupan lingkungan sosialnya.
Setiap individu memiliki identitas sesuai lingkungan sosialnya. Apa yang dilakukan,
gagasannya, dan perasaan-perasaannya merupakan hasil pembentukan lingkungan
sosialnya. Karena itu tidak mungkin dia melepaskan pola kehidupan lingkungan
sosialnya sendiri yang membentuk pribadinya dalam proses yang sangat panjang.
Lingkungan sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku sehat dan sakit. Peran
sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya, individu akan berperan sehat
atau sakit jika sesuai dengan nilai-nilai yang secara sosiologis diterima. Demikian
juga bahwa lingkungan sosial itu juga mempengaruhi pola sehat dan sakitnya baik
kesehatan secara fisik maupun mental.

Diantara faktor lingkungan sosial yang sangat besar pengaruhnya terhadap


kesehatan mental adalah, sebagai berikut :

A. Stratifikasi Sosial
Masyarakat kita terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu. Pengelompokan
itu dapat dilakukan secara demografis, diantaranya jenis kelamin, usia, tingkat
pedidikan, dan status sosial. Klasifikasi atas dasar status sosial (ekonomi) sangat
banyak diguanakan dalam memahami berbagai gejala kemasyrakatan. Ditinjau
dari status sosial, banyak pendekatan yang digunakan untuk melakukan
klasifikasi. Secara umum klasifikasi status sosial itu dikelompokkan atas
stratanya, yang dikelompokkan atas strata tinggi, menengah, dan rendah.
Stratifikasi status sosial ini dapat pula dilakukan secara lebih rinci, sebagaimana
yang dilakukan di Amerika serikat, yang dilakukan atas dasar tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaannya.
B. Interaksi Sosial
Faris dan Dunham (1970) berpandangan bahwa interaksi kualitas sosial
sangat mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kehidupan setidaknya soal
tempat tinggal dapat memberi peluang untuk meningkatkan hubungan
interpersonal sementara pola tempat tinggal tertentu dapat menghambat dan
menimbulkan kesulitan untuk hubungan interpersonal.
C. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,
berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan
kebiasaannya. Keluarga juga berfungsi sebagai seleksi segenap budaya luar,
dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. Keluarga yang menentukan
kepribadian dan kesehatan mental anak. Keluarga lebih dekat hubungannya
dengan anak dibandingkan dengan masyarakat luas. Karena itu dapat
digambarkan hubungan ketiga unit itu sebagai anak-keluarga-masyarakat.
Artinya masyarakat menentukan keluarga, dan keluarga menentukan individu.
Dengan demikian keluaga merupakan lingkungan yang sangat penting dari
keseluruhan sistem lingkungan.
Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental anak
dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang tidak kondusif
dapat berakibat gangguan mental bagi anak. Gangguan tingkah laku,
kecemasan, ambang, dan beberapa gangguan mental lain, diantaranya
disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak baik.
D. Perubahan Sosial
Perubahan sosial selalu terjadi di lingkungan kita. Tidak ada suatu
masyarakat yang tidak mengalami perubahan sosial, termasuk di masyarakat
yang terasing sekalipun. Perubahan sosial itu dapat berlangsung dengan sangat
cepat, dan ada pula perubahan dengan sangat lambat. Karena manusia pada
hakikatnya dinamis, maka selalu membuat perubahan terhadap diri dan
lingkungannya. Karena itu terjadilah perubahan sosial. Sehubungan dengan
perubahan sosial ini, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi. Perubahan
sosial dapat menimbulkan kepuasan bagi masyrakatnya, dan hal ini sekaligus
meningkatkan kesehatan mentalnya. Namun disisi lain dapat pula berakibat
masyarakatnya mengalami kegagalan dalam penyesuaian terhadap perubahan
itu, akibatnya mereka memanifestasikan kagegalan penyesuaian itu dalam
bentuk patologis, misalnya, tidak terpenuhinya tuntutan politik, suatu kelompok
masyarakat melakukan tindak pengrusakan dan penjarahan, menggejalanya
tindak pengrusakan dan penjarahan terhadap hak milik orang lain diantaranya
merupakan cerminan adanya gangguan mental akibat perubahan sosial.
E. Sosial Budaya
Kebudayaan pada prinsipnya memberikan aturan terhadap anggota
masyarakatnya untuk bertindak yang seharusnya dilakukan dan meninggalkan
tindakan tertentu yang menurut budaya itu tidak selayaknya dilakukan. Tindakan-
tindakan tertentu yang bertentangan dengan sistem nilai atau budayanya itu akan
dipandang penyimpangan dan bahkan dapat menimbulkan gangguan mental.
Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh (Wallence,
1963) yang meliputi tiga hal yaitu :
 Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental
 Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental
 Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, dan
 Upaya peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah
budaya.

Bab 8 Dimensi Lingkungan Kesehatan Mental

Manusia tidak dapat melepaskan kehidupannya dari lingkungannya dan


berinteraksi dengan alam sekitarnya. Hubungan ini menunjukkan adanya ekosistem.
Karenanya interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya sebagai satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Ditanjau dari segi filogenetis, pada mula manusia dilahirkan
dibumi ini, hidup secara harmoni dengan alamnya. Kebutuhan kehidupan nya dapat
terpenuhi dari kondisi alam sekitarnya, khususnya kebutuhan biologis makan,
minum, dan tempat tinggal. Karena itu manusia tidak membutuhkan perubahan alam
untuk memenuhi segenap keinginannya.

A. Lingkungan dan Kesehatan


Manusia selalu menginginkan hidup lebih nyaman dan lebih mudah. Mereka
lantas melakukan perubahan-perubahan terhadap lingkungannya. Sebagian dari
perubahan itu ada yang dapat diterima oleh manusia dan dianggap tidak
menimbulkan masalah yang merugikan, dan sebagian lagi ada perubahan
lingkungan yang tidak dapat diterima karena menimbulkan kerugian-kerugian di
kemudian hari. Perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap lingkungannya
seringkali memberi dampak balik bagi kehidupan manusia, khususnya lagi jika
perubahan-perubahan itu tidak sesuai dengann sifat-sifat biologis, sosiologis dan
psikologis manusia.
Dalam kaitannya dengan saling keterkaitan antara lingkungan dengan
manusia, pada uraian bagian ini lebih ditekankan pada dampak berbagai
lingkungan itu terhadap kesehatan mental. Lingkungan yang secara potensial
mempengaruhi kesehatan mental meliputi (1) lingkungan yang berhubungan
dengan sistem pendorong kehidupan, diantaranya sumber energi (2) lingkungan
yang berhubungan dengan aktivitas manusia diantaranya tempat tinggal dan
transportasi (3) lingkungan yang berhubungan dengan lingkungan dintaranya
tempat dan lokasi, biologis, kimia, fisik, psikologi dan sosial.
B. Nutrisi Sebagai Sumber Energi
Nutrisi merupakan salah satu dari banyak sumber energi yang perlu
diperhatikan. Nutrisi yang dikonsumsi manusia seharusnya memenuhi standar
kebutuhan dan kesehatan. Dia mestinya meliputi protein dan kalori, vitamin,
yodium, dan mineral. Terpenuhnya kebutuhan dasar nutrisi ini sangat
mempengaruhi kesehatan seseorang selain secara fisik sehat, maka
mentalitasnya pun berkembang secara baik.
C. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang ada di sekitar kita sangat berarti bagi kehidupan ini.
Kondisi lingkungan sekitar secara terus-menerus memberikan pemaparan
kepada kita. Jika lingkungan itu sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia
maka dia akan mendorong bagi kodisi yang baik, sebaliknya yang tidak sesuai
dengan kebutuhan atau melampaui ambang batas toleransi sangat berpengaruh
negatif bagi kesehatan mental. Banyak diteliti bahwa faktor-faktor fisik itu tidak
hanya mempengaruhi kesehatan biologis belaka, tetapi sekaligus mempengaruhi
kesehatan mental.
D. Lingkungan Kimiawi
Disekitar kita sudah banyak lingkungan kimiawi yang mempengaruhi
kesehatan mental. Lingkungan kimiawi ini dapat merupakan produk industri,
pertanian, makanan, dan sebagainya. Faktor kimiawi ini secara umum
menganggu kesehatan mental setelah mengganggu atau merusak otak melalui
makanan, obat-obatan, atau udara yang dihirup.
E. Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis terutama dalam bentuk virus, bakteri, jamur, parasit.
Yang masuk kedalam tubuh manusia. Lingkungan biologis ini dapat
menimbulkan penyakit-penyakit tertentu, sekaligus menyerang otak manusia dan
selalu berakibat psikosis bagi penderitanya jika tidak segera disembuhkan.
Kontak manusia dengan lingkungan biologis ini dapat melalui vektor tertentu
sebagai transmisinya, misalnya orang lain, bintang dan udara.

Faktor lingkungan yang lain, seperti gempa, banjir, angin topan dan kemarau
pada dasarnya juga mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.

BAB 9 HISTORIS PENANGANAN KESEHATAN MENTAL

A. REVOLUSI PENANGANAN KESEHATAN MENTAL


Hobbs (1964) mengemukakan adanya revolusi pemahaman masyarakat
terhadap kesehatan mental sekaligus cara-cara penanganannya terutama yang
terjadi di masyarakat Barat. Terdapat 4 tahap pola pemahaman masyarakat
terhadap gangguan dan kesehatan mental, dan perubahan pemahaman ini
sekaligus terjadi revolusi dalam penanganan kesehatan mental. Tahap-tahap
pola pemahaman dan revolusi penanganan kesehatan mental itu adalah sebagai
berikut.
1. Gangguan kekuatan gaib
Pemahaman pertama masyarakat terhadap kesehatan mental selalu
dikaitkan dengan kekuatan gaib dan kekuaan spiritual. Orang yang menderita
gangguan mental atau orang gila, diyakini disebabkan oleh kekuatan-
kekuatan spiritual yang masuk, mempengaruhi atau menguasai manusia.
Orang tertentu menderita karena dimungkinkan melakukan tindakan-tindakan
yang menentang kekuatan spiritual tersebut. Penyerangan oleh kekuatan gaib
itu merupakan pembalasan terhadap tindakan yang salah.
Cara penanganannya dilakukan dengan suatu upacara spiritual. Bahkan
kelompok masyarakat yang lain menyiksa penderita dengan mengikat dan
memukul untuk memerangi roh jahat yang ada di dalam tubuh penderita.
Yang berpandangan demikian tentunya tidak termasuk Galenus (2 abad
SM), Vesalius (3 abad SM), Paracelcus (abad ke-6), yang merupakan
seorang pemikir Yunani yang amat berjasa dalam dunia kedokteran. Mereka
ini memperjuangkan humanisme, yang berpendirian kuat bahwa sakit jiwa
bukanlah karena roh jahat. Namaun demikian perjuangan mereka
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk diterima oleh masyarakat luas.
Pandangan bahwa gangguan mental disebabkan oleh kekuatan gaib ini
berlangsung hingga abad pertengahan.
2. Sakit Mental
Pada abad ke-17 telah terjadi perubahan besar dalam dunia pengetahuan
yaitu adanya renaissance. Revolusi perancis pada abad ini memberikan
dorongan yang kuat pula bagi upaya penanganan secara manusiawi terhadap
penderita sakit jiwa. Semboyan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan,
dijadikan oleh Pinel, dokter dan Direktur Rumah Sakit Jiwa.
Perjuangan Pinel ini membawa hasil, dan dicatat sebagai revolusi
kesehatan mental pertama, karena setelah peristiwa ini penanganan
terhadap penderita sakit jiwa lebih manusiawi, dan cara ini berpengaruh
terhadap penanganan penderita jiwa di banyak negara, termasuk Hindia
Belanda (Indonesia saat itu).
Pada abad ini, gangguan mental tidak lagi dianggap sebagai gangguan
dari kekuatan spiritual atau roh jahat sebagaimana yang terjadi sebelumnya,
tetapi dianggap sebagai keadaan sakit. Karena itu pada abad ke-17 menurut
Hobbs sebagai dalam revolusi kesehatan mental yang pertama. Pada revolusi
pertama bidang kesehatan mental ini terjadi perubahan besar dalam
memperlakukan penderita gangguan mental, dari yang semua diperlakukan
secara kasar dan tidak manusiawi menjadi diperlakukan secara lebih
bermartabat.
3. Faktor Psikologis
Pandangan baru tentang kesehatan mental terjadi pada awal abad ke-20.
Freud mengembangkan teori baru tentang gagguan mental. Melalui teorinya
Psikonalisa, Freud memandang bahwagangguan mental terjadi karena
adanya konflik-konflik psikis yang terjadi antara dorongan instinktif dan kontrol
moral. Pandangan Freud ini sangat luas pengaruhnya terhadap cara-cara
penanganan orang yang mengalami gangguan mental. Penderita gangguan
mental, tidak perlu dihukum, tetapi dirawat di rumah sakit dan digali fator-
faktor ketidaksadaranya.
Karena itulah pada masa ini disebut revolusi kesehatan mental yang
kedua, karena telah megubah cara pandang sebelumnya mengenai cara
penanganan terhadap gangguan mental. Pendekatan klinis lebih ditingkatkan
untuk memperbaiki cara-cara penanganan yang tidak spenuhnya dicapai
pada revolusi pertama. Keberhasilan Freud dalam memperkenalkan cara
baru ini, menyebabkan penyembuhan secara klinis terhadap para penderita
gangguanmental banyak dilakukan rumah sakit untuk membantu usaha
peningkatan kesehatan mental.
4. Multifaktor
Setelah Perang Dunia II, pandangan masyarakat tentang kesehatan
mental terjadi kemajuan. Kesehatan mental dipandang tidak hanya karena
faktor psikologis, lebih dari itu karena multi faktor, yaitu faktor interpersonal,
keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Semua faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi dan mempengaruhi kesehatan mental individu maupun
masyarakat.
Pada saat itu, banyak bermunculan gerakan-gerakan sosial yang
membela hak-hak rakyat sipil, hak-hak wanita, pencegahan kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya. Semuanya dilakukan dalam upaya
peningkatan kesehatan mental individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Sejak itu, didasari oleh masyarakat dunia bahwa kesehatan mental tdak
saja terbatas pada upaya penyembuhan belaka tetapi yang terpenting adalah
upaya pencegahannya. Karena itu pada masa ini disebut revolusi yang ketiga
dalam bidang kesehatan mental. Pendektan penanganan kesehatan mental
yang terbaru ini memberikan kesadaran banyak kesehatan mental tidak
cukup diatasi secara klinis dan individual tetapi perlu juga melibatkan seluruh
masyarakat. Karena itu pelatihan-pelatihan kepada masyarakat yang
berkaitan dengan usaha kesehatan mental menjadi banyak dilakukan, dan
keterlibatan lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam upaya kesehatan
mental makin meningkat untuk menompang peningkatan kesehatan
masyarakat.

BAB 10 PREVENSI DALAM KESEHATAN MENTAL

A. PENGERTIAN PREVENSI
Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin praevenire, yang artinya
“datang sebelum” atau “antisipasi” atau “mempersiapkan diri sebelum terjadi
sesuatu” atau “mencegah untuk tidak terjadi sesuatu”. Dalam pengertian yang
sangat luas, prevensi dimaknakan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan
untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang
atau masyarakat.
Atas dasar pengertian ini jela bahwa pemeliharaan kesehatan mental tidak
perlu menunggu adanya suatu gangguan, tetapi dapat diupayakan sejak awal
dengan usaha-usaha pencegahan. Dalam pandangan mutakhir, usaha
pencegahan itu perlu dilakukan sebelum dilahirkan misalnya melalui konseling
genetika. Dan prevensi juga mencakup pencegahan terhadap kondisi yang lain,
seperti: tidak berfungsinya adaptasi, penyimpangan social, dan gangguan
perkembangan. (Adler, 1978).
B. PERBANDINGAN KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT dan PELAYANAN
KLINIS TRADISIONAL
1. Kesehatan Mental Masyarakat
Lokasi intervensi : di masyarakat
Bentuk pelayanan : menekankan pada preventif
Cara pelayanan : menkankan pelayanan tidak langsung melalui konsultasi
dan Pendidikan
Perencanaan : perencanaan yang rasional
Asumsi penyebab : lingkungan menyebabkan gangguan mental
Pusat pengendalian : saling bertanggung jawab professional dan masyarakat
2. Pelayanan Klinis Tradisional
Lokasi intrvnsi : di lembaga kesehatan mental
Bentuk pelayanan : menekankan pada terapi
Cara pelayanan : menekankan pelayanan klinis secara langsung kepada
klien
Perencanaan : tanpa direncanakan
Asumsi penyebab : intra psikis menyebabkan gangguan mental
Pusat pengendalian : professional mengendalikan pelayanan
C. TUJUAN DAN SASARAN DALAM PREVENSI
Sebagaimana dikemukakan ebelumnya bahwa prevensi dilakukan untuk
mencegah datangnya suatu gangguan atau untuk mencegah berlanjutnya suatu
gangguan. Secara lebih tegas terdapat tiga tujuan prevensi, yaitu mencegah
jangan sampai terjadi:
1.Gangguan mental untuk orang yang saat ini dalam keadaan sehat
2.Kecacatan bagi orang yang mengalami gangguan
3.Kecacatan menetap bagi orang yang telah mengalami suatu gangguan.
Berdasarkan tujuan dan ciri-cirinya, maka prevensi kesehatan mental dapat
diklasifikasikan tiga macam, yaitu tesier, sekunder, dan primer.
a. Prevensi tesier
Prevensi tesier adalah masyarakat yang ada di institusi dan dilakukan
proses sosialisasi di masyarakat. Sasaran dalam prevensi tersier ini adalah
kelompok masyarakat yang mengalami gangguan mental akut dan berakibat
penurunan kapasitasnya dalam kaitannya dengan kerja, hubungan social,
maupun pesonalnya.
Prevensi tesier ini memiliki pengertian yang sama dengan rehabilitasi.
Namun penekanan kedua hal ini berbeda. Menurut Caplan (1963), rehabilitas
lebih bersifat individual dan mengacu pada pelayanan medis. Sementara
tesier lebih menekankan pada aspek komunitas, sasarannya adalah
masyarakat dan mencakup perencanaan masyarakat dan logistic.
b. Prevensi sekunder
Prevensi sekunder adalah kelompok masyarakat yang mengalami
gangguan. Jika suatu gangguan misalnya berlangsung dalam durasi satu
bulan, maka sebaiknya dicegah dan diupayakan diperpendek drasi gangguan
itu. Pencegahan ini di sebut dengan prevensi sekunder. Dengan
memperpendek durasi suatu gangguan mental yang ada di masyarakat, maka
dapat membantu mengurangi angka prevalensi gangguan mental di
masyarakat.
c. Prevensi premier
Prevensi primer merupakan aktivitas yang didesan untuk mengurasi
insidensi gangguan atau kemungkinan terjadi insiden dalam populasi dalam
risiko. Tujuan prevensi primer terdapat dua macam, yaitu: (1) mengurangi
risiko terjadinya gangguan mental dan (2) menunda atau menghindari
munculnya gangguan mental. Dengan kata lain prevensi primer ini berarti
upaya mencegah jangan sampai terjadi suatu gangguan mental pada
masyarakat yang berada dalam risiko.
Terdapat dua cara yang digunakan untuk melakukan program provensi
primer ini, yaitu memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas individu
atau masyarakat dalam menangani situasi.
Memodifikasi lingkungan berarti mengubah, memperbaiki, atau
menghilangkan lingkungan fisik-biologis maupun psikososial yang
mengganggu atau dapat berakibat kurang baik dan dapat menimbulkan suatu
gangguan mental. Memperkuat kapasitas individu/penduduk di antaranya
konseling keluarga, Pendidikan kesehatan mental, mengurangi berbagai
kondisi lingkungan yang berisiko kurang baik, serta mengurangi kesulitan-
kesulitan psikososial dalam dunia kerja.
D. PROMOSI
Promosi kesehatan mental merupakan satu usaha prevensi primer yang
sangat penting dan merupakan penanganan kesehatan mental yang lebih maju
dibandingkan dengan penanganan preventif yang lain.
Dalam promosi dan prevensi kesehatan mental, yang menjadi sasara adalah
masyarakat. Hanya saja penekanannya berbeda. Promosi kesehatan mental
lebih menekankan sasarannya pada keseluruhan masyarakat, sementara
prevensi pada penduduk yang berada dalam risiko, yang sedang mengalami
suatu gangguan, dan yang sedang berada pada usaha gangguan, dan yang
sedang brada pada usaha pemilihan kesehatannya.

BAB 11 KESEHATAN MENTAL ANAK HINGGA LANSIA


A. KESEHATAN MENTAL BAGI ANAK
Tahun pertama bagi anak adalah masa yang sangat penting bagi
perkembangan mental anak selanjutnya. Pada masa ini, awal kontak social, dan
dia mulai belajar tentang lingkungan sosialnya. Dua kemampuan dasar yang
diperlukan bagi anak dan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya, yaitu
kemampuan membedakan dan hubungan anak dengan orangtuanya.
1. Kemampuan Membedakan
Salah satu hal penting pada seseorang adalah kemampuan membedakan
objek, peristiwa, atau fakta-fakta yang ada di sekitarnya, atau disebut dengan
kemampuan membedakan.
Pada usia tiga bulan, kemampuan diskriminasinya mulai berkembang
ditunjukan dengan kemampuannya menerima rangsanga dari luar,
menangkap gambar-gambar yang sederhana, dan senyum atas rangsangan
orang lain.
Pada usia tujuh bulan, kekuatan kemampuan diskriminasi mulai tinggi,
misalnya dia tidak puas dengan gambar-gambar yang sederhana dan
menghendaki gambar-gambar yang lebih lengkap. Pada usia satu tahun
sudah mengenal orang tuanya dan orang-orang terdekatnya.
Kemampuan diskriminasi ini sangat penting untuk anak. Karena itu untuk
mengetahui pekembangan persepsi anak, di antaranya dapat dilihat dari
perkembangan kemampuan diskriminasinya. Kemampuan ini dapat
berkembang baik jika orang tua dan lingkungan social lainnya memberikan
rangsangan yang secara tepat.
2. Hubungan Anak dengan Orang Tua
Pada fase ini, oleh Erikson diebut sebagai fase pembentukan rasa
kepercayaan. Pada tahun pertama inilah krisis yang paling utama terjadi
aalah krisis yang kepercayaan lawan ketidak percayaan.
Rasa kepercayaan dimakukan bahwa anak yang baru dilahirkan itu,
menyerahkan sepenuhnya dirinya kepada lingkungannya, khususnya adalah
ibu. Dia mempercayaan kepada ibunya untuk memenuhi kebutuhannya, baik
kebutuhan fisik, seperti makan dan minum maupun kebutuhan psikologisnya,
seperti rasa aman.
Berbagai hambatan perkembangan anak terjadi berkaitan dengan
houngan anak dan orang tua. Terdapat tiga factor yag berakibat kurang baik
bagi perkembangan anak, yaitu, (1) kualitas perawatan anak yang tidak
memadai, yaitu karena kemiskinan dan ketidak cukupan sumber-sumber yang
diperlukan, (2) kurang memperoleh dorongan keuarga, seperti: tingginya
stress keluarga, keluarga dngan orang tua tunggal, perpisahan orangtua
dengan anak, konflik orangtua/pengasuh dengan anak, ketidakmampuan
dalam mengasuh, dan (3) trauma yang dampak lama seperti: keterlantaran
dan perlakuan anak yang salah, penganiayaan, tindak kekerasan, kehilangan
orangtua, dan pengasuh yang berganti-ganti (Johnston dan Carlin, 1996)
3. Gangguan Mental pada Anak
Interaksi anak dengan orangtua atau keluarganya yang kurang baik dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan mental anak. Gangguan itu
diantaranya: kecemasan brpisah secara tidak tapat, regresi perkembangan,
ketidakmampuan dalam perkembangan inisiatif, munculnya reaksi stress
yang traumatik, rendahnya konsep diri, munculnya prilaku reaktif pada
trauma, terhentinya hubungan kebergantungn kepada orangtua ecara
premature, dan dalam jangka panjang dapat memunculkan peilaku
delinkuensi dan criminal (Johnston dan Carlin, 1996).
Gangguan-gangguan mental yang di alami anak dan remaja ini dapat
menghambat penesuaian sosialnya dan dapat pula mengganggu
perkembangan mental lebih lanjut. Penanganan dini sangat penting bagi
mereka. Usaha-usaha prevensi selayaknya diupayakan, baik secara
individual dan lebih penting lagi dengan pendekatan komunitas, termasuk
didalamnya pelunya kebijakan-kebijakan yang tepat menyangkut penanganan
terhadap anak-anak dan remaja.
Dalam fase remaja, identitas menjadi bagian yang sangat penting. Mereka
mendambakan idola. Segenap perilaku dan tindakan tanduknya iusahakan
sesuai dengan idolanya.
Karena persoalan-persoalan yang dihadapi remaja sangat kompleks,
banyak hambatan-hambatan psikososial yang dihadapi mereka. Disatu sisi,
mereka memiliki dorongan yang kuat unuk mengatasi dan mencapai apa
yang diinginkan, disisi lain mereka sering tidak realitis. Ada beberapa tanda
jika remaja memiliki masalah dengan kesehatan mental, antara lain:
perubahan mood yang sangat cepat, menarik diri dari social, penurunan nilai
akademik, perubahan intnsitas makan, perubahan durasi tidur, kehilangan
minat, tidak berenergi, dan marah.
Usaha pencegahan kesehatan mental sangat penting ilakukan di kalangan
mereka, dalam bentuk program-program khusus, seperti peningkatan
kesadaran terhaap kesehatan mental, hidup secara sehat da pencegahan
pengguna zat-zat adiktif, pencegahan terhadap HIV/AIDS, dan sejenisnya.
Program kesehatan mental ini dapat dilakukan melalui institusi-institusi
formal remaja, seperti seklah, dan dapat pula melalui intervensi-intervensi lain
sperti program-program kemasyarakatan, atau yang dibuat untuk kelompok-
kelompok remaja.
B. KESEHATAN MENTAL BAGI DEWASAN DAN LANJUT USIA
Dikalangan orang dewasa, yaitu yang usianya di bawah 55 tahun, banyak
mengalami masalah sehubungan dengan problem keluarga dan pekerjaan. Yang
sangat banyak dihadapi oleh mereka adalah konflik-konflik keluarga, peran social
keluarganya, pengasuhan anak, pertanggung jawaban social ekonomi keluarga,
dan dunia kerja.
Dikalangan orang lanjut usia, prolem kesehatan mental juga perlu
memperoleh perhatian. Problem yang umum terjai adalah depresi. Karena
terjadinya penurunan rlasi social an peran-peran social, dan kemungkinan
adanya factor genetic, depresi dikalangan lansia sering terjadi. Gangguan mental
lain yang dialami banyak lansia adalah obsesif, keemasan, hilangnya relasi social
dan pekerjaan.
Sehubungan dengan berbagai kondisi mental itu, maka kalangan orang
dewasa dan lansia khususnya perlu memperoleh perhatian khusus dalam
penanganan kesehatan mentalnya. Berbagai gangguan yang dihadapi mereka
tidak cukup dilakukan pengobatan, tetapi harus ada usaha-usaha pencegahan,
yang dilakukan berbasis pada masyarakat.
Pencegahan itu untuk menghindari terjadinya risiko lebih buruk bagi kalangan
orang dewasa dan lansi sehubungan dengan kesehatan mentalnya.
Pencegahan, dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk keluarganya
sendiri.

BAB 12 KELUARGA, IBU, AYAH DAN ANAK

Keluarga merupakan sabagai lembaga sosial yang pertama dikenal anak.


Fungsi tradisional keluarga dapat diklasifikasikan ada tiga macam, yaitu (1) fungsi
sosial ekonomi, karena sebagai hasil produksi yang dilakukan di dalam atau di luar
rumah dikelola dalam keluarga, (2) fungsi ikatan biososial, yang ditunjukan dengan
adanya pembentukan kerabat, keturunan, dan hubungan sosial melalui keluarga,
dan (3) proses pendidikan, termasuk di dalamnya penanaman nilai dan ideology
kepada anggota keluarga.

Masalah- masalah kesehatan mental yang terjadi di masyarakat sering


bermuara dari persoalan keluarga. Misalnya prilaku delinkuensi, kecemasan,
hubungan seksual diluar perkawinan, tindak kekerasan yang banyak terjadi di
masyarakat sering dikaitkan dengan kondisi keluarga. Keluarga yang tidak stabil
banyak dijadikan alasan munculnya perilaku delinkuen dan criminal di masyarakat.
Keluarga dilihat dari sisi kesehatan mental memang sangat kompleks.
Keluarga selain berfungsi sebagai institusi sosial yang dapat meningkatkan
kesehatan mental para anggota keluarganya, juga sebaliknya dapat menjadi sumber
problem bagi kesehatan mental.

Sejauh ini fungsi penanganan kesehatan mental oleh keluarga dalam batas
tertentu sudah dijalankan. Namun demikian, proyek-proyek yang lebih sistematis
dan meluas belum memperoleh perhatian dari banyak kalangan.

A. ARTI KELUARGA BAGI ANAK


Keluarga mempunyai arti yang penting buat anak, Kehidupan keluarga tidak
hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepada anak, dengan demikian
hanya memperhatikan pertumbuhan fisik anak, melainkan juga memegang fungsi
lain yang penting bagi perkembangan mental anak.
1. Sosialisasi Anak
Anak bersosialisasi, yaitu belajar hidup dalam pergaulan, pertama-
tama dilakukan dalam lingkungan keluarga. Anak belajar untuk dapat bergaul
dengan orang lain dapat terselenggara hanya apabila dia dibesarkan delam
lingkungan keluarga yang baik.
Sosialisasi yang terjadi di lingkungan keluarga disebut sosialisasi
domestik. Pada sosialisasi ini bayi belajar untuk dapat mengadakan antisipasi
dengan baik. Anak kecil belajar bagaimana dia harus melakukan kebiasaan-
kebiasaan, missal sikat gigi dan sebagainya. Masa ini yaitu pada umur 0-5
tahun, anak dibuat siap untuk dapat timbul perasaan kekeluargaan. Kekuatan
perasaaan pada keluarga ini dapat memberikan jaminan pada anak, untuk
tidak mudah terpengaruh oleh situasi-situasi yang tidak baik yang mungkin
dilihatnya di luar rumahnya.
Periode sosialisasi sekunder. Pada saat ini anak belajar bergaul
dengan sebayanya yang sosialisasi primernya tidak sama dengan dirinya.
Dan juga belajar bermain dalam satu tim, missal sepat bola dan sebagainya.
Dalam sosialisasi ini anak mendapatkan pengalaman-pengalaman baru,
belajar menanggapi sikap dan tingkah laku teman-temannya.
Tidak jarang anak menemukan saat-saat yang kurang menyenangkan
dan menyebabkan suatu reaksi emosi. Meka keluarga perlu menyediakan
waktu berkumpul sambal minum dan makan bersama-sama yang disebut
family table talk, yang bisa membuat anak dapat mengeluarkan emosinya,
mendapat tanggapan, kritik, dan pandangan dari sudara-saudara dan orang
tuanya tantang bagaimana ia harus bersikap dalam situasi tersebut.
2. Tata Cara Kehidupan Keluarga
Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta
perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan meninjau tiga
jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu tata cara kehidupan keluaraga yang
(1) Demokratis, (2) membiarkan dan (3) otoriter.
Tata cara susunan keluarga yang demokratis, membuat anak mudah
bergaul, aktif dan ramah tamah. Anak belajar menerima pandangan-
pandangan orang lain, belajar dengan bebas mengemukakan pandangannya
sendiri dan mengemukakan alasan-alasannya.
Keluarga yang otoriter. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang
otoriter ini biasanya akan bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan
mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu berusaha
menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain. Dengan demikian
kreativitas anak akanberkurang, daya fantasinya kurang, dan demikian
mengurangi ;kemampuan anak untuk berfikir abstrak. Sementara itu, pada
keluarga yang demokratis anak dapat melakukan banyak eksplorasi.
Keluarga yang sering membiarkan tindakan anaknya. Akan membuat
anak tidak aktif dalam kehidupan sosialnya. Perkembangan fisik anak
cendrung menunjukan terhambat. Anak mengalami banyak frustasi dan
mempunyai kecendrungan untuk mudah membenci seseorang.
B. PERAN IBU DALAM PEMBENTUKAN PRILAKU ANAK
Sikap dan hubungan yang dibentuk oleh ibu terhadap anaknya akan
mempengaruhi prilaku anaknya. Karena itu ibu mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pembentukan tingkah laku anaknya.
1. Perkembangan Emosi Anak
Ibu mempunyai perkembangan penting dalam perkembangan
emosiolan dan rasa simpati dalam memupuk sense of belonging pada
anaknya. Yang akan memperkuat perasaan anak untuk hidup bermasyarakat
sehingga kelak anak tidak mudah melakukan tindakan-tindakan yang bersifat
antisosial maupun bersikap asocial.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh ibu agar ia dapat
mengasuh anaknya sebaik mungkin, yaitu:
a. Pengertian dan kemampuan ibu untuk mengasuh anaknya susuai dengan
prinsip-prinsip kesehatan mental serta kesadaran yang tinggi dalam
tanggung jawabnya;
b. Mampu mengatur waktunya untuk mengasuh anaknya dan ketenangan
suasana rumah tangganya; dan
c. Keadaan-keadaan diluar lingkungan keluarganya.

Selain keperluan-keperluan untuk perkembangan fisik anak, anak juga


sangat memerlukan bahan-bahan yang bermanfaat untuk perkembangan
emosinya. Untuk itu diperlukan kasih saying, pengertian, dan kelemah
lembutan. Pemenuhan kebutuhan bagui perkembangan mental anak ini
adalah yang pokok agar anak kelak dapat hidup dalam masyarakat dan dia
akan memberikan rasa kasih saying, penuh pengertian dan kelemah
lembutan kepada semua orang.

1. Memdidik Untuk Mendapatkan Pengertian


Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi ini, maka alam pikiran
anak menjadi lebih kritis. Dasar hidup moral dan etik tetap kita
pertahankan demi kelanggengan hidup manusia walaupun ada
perubahan-perubahan dalam nilai budaya.
Ibu tentunya tidak dapat terpaku pada nilai-nilai yang lama, sebab hal
ini tentu akan merupakan hambatan pada anak. Kita harus tahu dan
mencoba membedakan mana nilai-nilai baru sebagai proses
perkembangan kebudayaan dan mana yang menyimpang dari dasar-
dasar moral etik.
C. PERAN AYAH PADA KEHIDUPAN ANAK
Menurut teori psikoanalitisa, ayah menpunyai peran dalam hal bagaimana
anak dapat memecahkan kompleks oedipusnya. Sementara menurut Talcott-
Parson memandang peran ayah merupakan peran instrumental, yaitu ayah
merupakan alat yang mempunyai fungsi yang menghubungkan keluarga ke
masyarakat. Ia juga menyatakan bahwa ayah adalah pelaksana kehidupan
keluarga dengan harapan yang mempunyai peran, memberi otoritas atau
kewenangan disiplin serta mempunyai sifat netral, objektif dan dapat mengambil
kebijaksanaan yang baik, sedangakan ibu adalah orang yang mengambil peran
dalam keluarga yang bersifat ekspresif, integrative dan suportif.
D. PERAN ORANG TUA DALAM PENAGGULANGAN KENAKALAN ANAK
Kenakalan anak adalah sangat kompleks dan kenakalan anak lebih bersifat
suatu gejala dari pada suatu “penyakit”. Kenakalan tindalah hanya bersifat medis
melulu melainkan dapat juga menyangkut segi-segi sosiobuduaya.
1. JENIS PERILAKU
Kenakalan adalah sesuatu kelainan tingkah laku, tingkah laku dapat
merupakan usaha untuk mendapatkan kepuasan pribdi sedang masyarakat
dapat menerianya atau menolaknya. Lowrey mengolongkan tingkah laku
dalam empat jenis sebagai berikut.
a. Apabila tingkah laku dapat memuaskan anak dan dapat diterima oleh
masyarakat merupakan tingkah laku ini adalah sehat.
b. Apabila tungkah laku tidak memuaskan akan kebutuhan anak tetapi
masyarakat daoat menerimanya, hal ini bentuk gangguan jiwa anak.
c. Apabila tingkah laku dapat memuaskan anak tetapi tidak dapat diterima
oleh masyarakat, maka hal ini merupakan gangguan tingkah laku
delinkuensi atau kejahatan.
d. Apabila tingkah laku tidak dapat memuaskan anak dan masyarakat, maka
ini adalah suatu bentuk delinkuensi yang bersifat neurotic ataupun
psikotik.
2. SEBAB KENAKALAN ANAK
Kenalan anak – anak bisa di sebabkan bermacam – macam sebab. Sebab
kenakalan dapat kita kelompokan dalam :
a. Kerusakan pada otak
b. Pengaruh keadan lingkungan dan asuhan yang tidak atau kurang baik
3. PERAN ORANG TUA
Perhatian kita terhadap penanggulangan kenakalan anak – anak ini
perlu ditingkatkan demi kesejahteraan generasi yang akan datang. Tulisan –
tulisan kuno mengenai moral dan etik antara lain dari Exodus, Deute Ronomy
dan Ecclesiates telah menekankan peranan orang tua dalam tugas
membimbing anak – anaknya serta hubungan anak dengan orang tua.

BAB 13 PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA


Masa usia remaja terletak diantara sejak dia mulai menginjak pubertas sampai
menjelang usia dewasa yaitu kurang lebih antara umur 14 tahun dan 20 tahunan.
Sebagaimana kita ketahui masa remaja terdapat proses – proses pematangan
dalam bidang biologis yaitu kematangan bidang fisik, seksual dan mental
emonsional. Perlu diingat bahwa masing – masing bidang ini tingkat cepatnya
perkembangan tidaklah selalu sama bagi setiap remaja dalam kurun waktu 14 – 20
tahun tersebut.

A. Pengertian seksual
Pengertian seksual disini kita tanggapi dalam kata seluas – luasnya dan
umum sifatnya, pengertian seksual tidak terbatas hanya pada masalah
reproduksi, regenerasi, perkembangan jenis, dalam pengertian biologis dan
existensi spesiesnya, dan dikatakan umum karena menyangkut banyak hal
mengenai proses sikap dan perilakunya dalam pergaulan.
B. Tujuan pendidikan seksual pada remaja
Pendidikan seksual bagi remaja adalah untuk menghindari penyimpangan –
penyimpangan baik yang di lakukan pada masa remaja maupun akibat yang
terbawa sampai masa dewasa dan tua nya kelak yang disebabkan karena
kelainan dalam hal pemahaman, sikap, dan perilaku seksualnya semasa remaja.
Peranan pendidikan seksual untuk menghindari benturan – benturan dan
perkembangan mental remaja dapat terus berlangsung dengan baik. Sebagai
contoh : remaja yang karena telah mencapai kematangan ia menikah namun
ditinjau dari segi sosial dia tidak akan mungkin membesarkan anaknya karena
dia belum mempunyai penghasilan untuk membiayai kehidupan anaknya atau
keadaan emosionalnya yang masih belum mantap sehingga anak akan
terombang – ambing karena perubahan emosi orang tuanya.
C. Peran orang tua dalam pendidikan seks
Dalam pendidikan seks, orang tua perlu menerangkan sehingga timbul
pengertian dan penghayatan pada remaja tentang identitas seksnya yang
ditampilkan didalam sikap dan perilakunya sesuai dengan jenis seks masing –
masing dan tata pelaksana kebudayaannya sehingga ia dapat diterima di
masyarakat.
Inti dari pendidikan seks pada remaja adalah perkembangan dan penanaman
pengertian dan penghayatannya akan identitas seks akan melibatkan diri anak
dalam membentuk sikap dan perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada
masa remaja ini sebagai rangsangan biologi anak merasa tertarik pada lawan
jenisnya, yang dalam pertentuannya dia akan mencintai lawan jenis seksnya.
Disitulah perlu diarahkan dan dibina, bagaimana dia harus bersikap, berperilaku,
membawa dirinya secara tepat menyangkut dorongan perkembangan seksual ini.
Karena begitu pentingnya peran orang tua dalam pembentukan kepribadian
anak, khususnya disini pembentukan identitas seksualnya maka baik ayah atau
ibu harus lah tau dalam membawakan peran identitas seksnya yang sehat
sehingga perkembangan kedua jenis seks anaknya dapat berkembang dengan
baik.
Apabila orang tua mengetahui perkembangan perilaku seksual anaknya
sebagaimana dikemukakan di atas, maka secara tidak resmi ia dapat
membicarakan soal – soal reproduksi ini pada anaknya dan yang harus di
lakukan tanpa menimbulkan rasa yang menakutkan pada anak.
Masih ada hal yang berkiatan dengan masalah seksual ini yang digolongkan
dalam penyimpangan seksual antara lain : homoseksual, lesbian, mesochisme,
sadisme, exhibitionism, dan yan lainnya. Hal ini dapat di upayakan untuk
mencegah agar perkembangan mental dapat berlangsung dengan baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pendidikan seks
anaknya adalah sebagai beriku :
1. Jangan lah beranggapan bahwa dalam pendidikan seksual berlaku ketentuan
cara pendekatan yang sama untuk semua anak, cara penyampaian untuk
semua anak maupun isi penyampaian dari pendidikan seksual ini tidak perlu
sama pada setiap individu.
2. Ditinjau dari segi biologis perkembangan seksual adalah wajar namun
penyalurannya ditentukan kebudayaan setempat
3. Jangan lah mengatakan atau menimbulkan tanggapn bahwa genetalia ( alat
seks) merupakan alat yang kotor sehingga perlu dijauhi.
4. Pendidikan seksual harus disampaikan secara benar tetapi mudah dimengerti
oleh anak sesuai dengan apa yang dia ketahui, intelegensi, dan tingkat umur.

BAB 14 WANITA DI MASYARAKAT DAN KELUARGA


Membicarakan peranan wanita dalam kehidupan manusia adalah hal yang
sangat menarik. Wanita, baik sebagai individu, istri, ibu maupun yang lainnya
mempunyai peranan yang sangat kompleks dan penting.

Kehidupan manusia berlandaskan pada kehidupan bermasyarakat dan wanita


itu merupakan salah satu faktor penentu dalam pemberian arah budaya
masyarakat.Pembahasan mengenai wanita dari salah satu aspek saja tidaklah
sempurna dan justru menimbulkan pengertian yang salah.

Tanggapan Aristoteles mengenai wanita ialah bahwa sebenarnya wanita


adalah pria yang tidak lengkap atau tidak sempurna sehingga wajar apabila kaum
pria menguasai wanita. Pandangan ini tentu bertolak pada pandangan masyarakat
pada situasi saat itu yang di warnai oleh perikehidupan masyarakat serta
berorientasi pada keadaan badanlah melulu.

Tanggapan Kant bahwa wanita mempunyai kekurangan-kekurangan dan


ketidaksanggupan untuk mengerti prinsip. Pdangan ini bertolak pangkal pada
anggapan bahwa kemampuan akan berpikir secara berasional adalah yang menjadi
titik tolak kebenaran mengenai sikap dan prilaku manusia.

Tanggapan Schopenhuer yang menanggapi bahwa wanita adalah individu


yang terbelakang di dalam segala hal. Di tiada mampu dan sanggup untuk bereaksi
dan berefleksi terhadap stimulus yang datang dari luar. Wanita hanya merupakan
individu yang mampu menerima mengenai keadaan dirinta saja.

Pandangan-pandangan tersebut dikatakan bahwa sebenarnya bukan


merupakan suatu pandangan yang dpaat kita katakan sebagai pandangan yang
mantap mengenai esensi wanita.Perjuangan emansipasi yang menuntut kesamaan
hak dan kewajibannya pada waktu sekarang ini telah menunjukkan bahwa wanita
mempunyai kedudukan yang sama dengan pria. Ciri-ciri dan sifat kewanitaan
haruslah tetap dipertahankan karena masyarakat bukanlah mempunyai ciri kepriaan
melainkan suatu bentuk yang ditandai oleh wanita dan pria.

Tanggapan-tanggapan masyarakat mengenai peranan wanita, juga berubah.


Perubahan yang dinamakan “humanisme” berjumlah mencapai seperti apa yang
terkandung dalam makna kata itu sendiri.
Tanggapan Veroff menyatakan bahwa peranan wanita untuk maju dalam peri
kehidupan masyarakat semakin lama semakin meningkat yang disertai dengan
gerakan emansipasi sedang motivasi untuk berprestasi pada wanita sebenarnya
adalah berasal dari luar.

Tanggapan Matina Horner menyatakan bahwa wanita sebenarnya


mempunyai rasa takut akan sukses dalam usaha berprestasi dalam kekaryaan.
Dikatakan bahwa kompetisi pada wanita adalah suatu sublimasi dari agresivitas.
Sedangkan wanita sendiri tahu bahwa sikap yang agresif bukanlah sifat kewanitaan.
Dengan itu, Horner hendak menyatakan bahwa keraguan-raguan akan timbul pada
wanita apabila dia mengejar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat.

Sejarah perkembangan perikehidupan wanita dalam masyarakat adalah suatu


tanggapan yang bersifat peninjauan unsur-unsur kewanitaan saja dan bukan
merupakan suatu keseluruhan. Penulis dalam hal ini, akan lebih memperhatikan
wanita sebagai keseluruhan yaitu dalam kesatuan psikobososial. Sebagaimana
tanggapan kesehatan mental yang mulia tumbuh awal abad 20 didahului oleh
tanggapan Adolf Meyer dengan psikodinamikanyya maka tanggapan mengenai
peranan wanita turut berubah.

Dari segi biologis hanya wanitalah yang dapat melahirkan anak dan hanya
ibulah yang merupakan individu pertama yang berinteraksi dengan anaknya.
Peranan ibu terhadap anaknya semasa bayi sampai dewasa adalah merupakan
saat-saat terpenting bagi anak dalam menentukan arah perkembangannya.

Dinyatakan bahwa di dalam masa sekarang ini peranan wanita tidaklah


seperti dahulu, yaitu hanya mendapat nafkah dari suami, dia juga berhak untuk turut
membantu mencari nafkah dari keluarga. Namun, demikian wanita masih
mempunyai peranan lain yang justru tidak dapat dilaksanakan oleh pria yaitu
melahirkan anak dan memberikan kehangatan serta rasa aman kepada anak yang
kecil. Ibu yang mengubah anak dari stadium parasitik dan egosentrik bertahap
menuju ke tingkat saling menghargai, mampu bertukar pendapat dan peranan dalam
suatu.

Kehadiran pandangan kesehatan mental (bukan psikiatri) yang di negara-


negara lain telah menjadi leerstoel sangat menguntungkan. Negara yang
berkembang menghadapi perubahan-perubahan yang besar dan cepat dalam usaha
meningkatkan perikehidupannya.

Peranan istri bukanlah bagi sesuatu yang suplementer melainkan


komplementer dalam pembentukan dan mempertahankan kehidupan keluarga
dan generasi suatu masyarakarnya. Walaupun dengan kemajuan teknologi dan
komunikasi yang modern ini citra wanita harus tetap ada karena ini suatu kesatuan
psikobososial sendiri sehingga gender-identity tersebut tidak tergoyahkan.

Dengan pengembangan dan penerapan kesehatan mental mudah-mudahan


kita mencapai tujuan kita yaitu pembangunan bagi kesejahteraan manusia dan
segala macam bentuk agresivitas dapat hilang dari kehidupan kita.

BAB 15 KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH

Sekolah adalah salah satu lembaga sekunder yang mempunyai peranan


penting terhadap perkembangan jiwa anak. Hal ini karena interaksi anak dengan
guru di sekolah cukup intensif dan berlangsung lama dalam setiap harinya. Karena
itu sekolah tidak hanya berfungsi untuk mencerdaskan melainkan juga membentuk
watak dan kepribadian anak.

Orangtua perlu memperhatikan keadaan sekolah anaknya karena apabila


tidak sesuai dengan kebudayaan rumah anak atau apabila tidak berfungsi baik,
sekolah dapat merupakan sumber stress bagi anak dan akan mengacaukan
perkembangan kepribadian yang telah disusun dirumah.

Apa yang harus orang tua lakukan? Orangtua di sekolah harus sadar akan
keterlibatan mereka bersama. Sekolah harus sadar akan peran dan tugasnya.
Kesehatan mental dalam sekolah, haruslah ditegakkan. Untuk ini fungsi gurru
memegang peran yang sangat penting di samping faktor-faktoryang lain. Dalam
pendidikan anak, peran orang tua dan sekolah tidaklah berdiri sendiri melainkan
berpasangan. Komunikasi antara orangtua dan guru sangat penting.

A. HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN GURU DAN TINGKAH LAKU MURID


1. Arti Kesehatan Mental bagi Guru
Apabila ditinjau dari segi kesehatan mental sekolah, seharusnyalah
diusahakan agar (1) dalam pemilihan untuk menentukan guru, kesehatan
mental dipakai sebagai faktor persyaratan, (2) menghilangkan hal-hal yang
dapat mengganggu kesehatan jiwa guru, misalnya, gaji yang tidak cukup,
tugas pekerjaan yang terlalu banyak, persoalan administrasi yang terlalu
rumit, (3) mengadakan pertemuan-pertemuan di antara guru-guru yang dapat
mempunyai efek penyembuhan (group therapeutic session) agar guru-guru
dapat meninjau kondisinya dengan lebih objektif, dan (4) menganjurkan
kepada guru yang sekiranya mentalnya tidaklah begitu sehat untuk segera
melakukan pemeriksaan dan usaha penyembuhan kepada pihak-pihak yang
berkompeten.
2. Arti Kepribadian bagi Guru
Cara guru berpakaian rapi atau tidak, cara guru berjalan menyeret atau
mengangkat kakinya, dan sebagainya dengan mudah ditiru oleh murid-
muridnya. Apabila guru selalu tenang, mudah marah, mempunyai sifat
dominasi dan tidak mempedulikan muridnya maka muridnya akan
menunjukan rasa tegang, “ugal-ugalan” dan hubungan sosialnya tidak baik.
Demikian juga halnya dengan kebalikannya. Beberapa penyelidikan
membuktikan bahwa murid-murid yang riang gembira, bersemangat, pennuh
kepercayaan akan dirinya, serta suka tolong-menolong ternyata karena
gurunya yang periang, ramah tamah, mantap emosinya dan selalu
menunjukan sikap suka menolong murid-muridnya. Jadi, sebenarnya hal ini
timbul karena secara tidak sadar para murid ini meniru gaya gurunya.
3. Tingkah Laku Guru akan Selalu Ditiru oleh Muridnya
Meniru pada murid yang menginjak umur dewasa mudah mempunyai arti
yang lebih penting. Anak dewasa muda secara sadar mencari contoh untuk
pembentukan perilakunya pada orang yang lebih dewasa. Berhubung anak-
anak dewasa muda berkeinginan untuk berkembang di luar pengarub
orangtuanya, maka pilihan sebagai contoh akan jatu pada gurunya. Yang
penting adalah bahwa guru yang menjadi contoh itu betul-betul baik untuk
ditiru.
4. Memperbaiki Kepribadian Guru
Hunter (1957) melaporkan berdasarkan hasil-hasil penelitiannya bahwa
disamping pelajarann-pelajaran yang lazim sudah diberikan kepada para
calon guru, ternyata penambahan pengetahuan usaha kesehatan jiwa
membuat calon guru tersebut lebih efektif dalam memberikan pendidikan
kepada murid-muridnya.
B. MEMBANTU KESUKARAN-KESUKARAN MURIDNYA
Untuk dapat membantu murid-murid itu, guru perlu mengerti murid, dan untuk
hal ini guru harus ingat akan dua hal yang pokok, ialah: (1) hal-hal yang
mendahului kesukaran-kesukaran murid ini, yaitu pengalaman-pengalaman
murid dalam kehidupannya, yang turut membentuk tingkah laku murid serta
kepribadiannya, dan (2) adanya faktor yang mencetuskan gangguan tingkah laku
atau kepribadian murid. Dikatakan suatu kasus bila hal-hal yang berlangsung
untuk waktu yang lama. Jadi ketegangan yang lama, konflik-konflik emosi yang
merupakan kebiasaan ini adalah suatu kasus. Mendengarkan dengan baik-baik
adalah salah satu cara untuk memperkuat ego, karena beberapa sebab berikut.
1. Memberikan Katarsis
2. Memberikan “Insight”
C. PERSOALAN KEPRIBADIAN DALAM KELAS
Beberapa sebab yang dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri murid
adalah sebagai berikut.
1. Sifat Manifestasi dari Rasa Tidak Aman
Perlulah diketahui bahwa rasa tidak aman itu bukanlah melainkan suatu
petunjuk, bahwa ada hal-hal yang menyebabkan perasaan tersebut. Banyak
sebab-sebab rasa tidak aman yang dapat diketemukan pada waktu anak-
anak masih kecil.
2. Manifestasi dari Rasa Kurang Harga Diri
Menurut Adler bahwa motivasi yang kuat dalam kehidupan suatu individu
adalah untuk melakukan kompensasi terhadap kekurangan-kekurangan yang
nyata ataupun tidak, yang ada pada individu.
3. Manifestasi Rasa Bermusuhan
Rasa bermusuhan adalah merupakan faktor yang penting dari beberapa jenis
gangguan penyesuaian diri. Reaksi cemas, suatu bentuk dari neurosa, timbul
dari impuls-impuls bermusuhan dari bermacam-bermacam jenis.

BAB 16 KESEHATAN MENTAL DI NEGARA BERKEMBANG

Program kesehatan mental masyarakat tidaklah hanya mengurangi orang-orang


yang menurut istilah umum disebut “gila” atau dalam istilah ilmu kedokterannya
disebut schizophrenia. Jenis gangguan tersebut masih merupakan kelompok kecil
dibanding dengan jenis gangguan mental lainnya. Lagi pula setiap orang pada
umumnya telah tahu, bahwa penderita skizofrenia menunjukan tingkah laku yang
sangat aneh sekali, yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain, misalnya berbicara
dan tertawa sendiri.

A. FUNGSI KESEHATAN MENTAL DI MASYARAKAT


Kesehatan mental mengusahakan agar setiap manusia dapat mencapai
prestasi kerja semaksimal mungkin, dan anak sekolah dapat mencapai prestasi
belajar semaksimal mungkin karena tidak ada hambatan-hambatan emosi. Orang
yang sehat mentalnya lebih mantap sebab itu ia lebih mampu menghadapi
stress-stress psikologis.
Pepatah mens sana in corpore sano sudah usang. Ini timbul mungkin pada
zaman Sparta. Tetapi pada abad ini, yaitu setelah gerakan kesehatan mental
dimulai, dibuktikan oleh ilmu kedokteran mental yang telah merintisnya, kata-kata
dalam pepatah tadi tidak dapat dibenarkan. Kita mengetahui bahwa banyak juga
orang yang fisik sehat tetapi mentalnya tidak sehat.
Berbagai gangguan mental dapat kita jumpai di masyarakat, di antaranya
psikoneurosa dengan perasaan yang selalu cemas, depresi yang murung, reaksi
kepribadian yang tidak masak, atau kepribadian yang sosiopatik yang selalu
mengganggu orang di sekitarnya dan merugikan dirinya sendiri.
Gangguan lain ialah gangguan psikomosomatik yaitu gangguan fungsi faaliah
sebagai alat tubuh, misalnya fungsi alat pencernaan, jantung dan pembuluh-
pembuluh darah. Dasar persoalannya sebetulnya tidak terletak pada organnya,
tetapi pada mentalnya yang tidak dapat menyelesaikan tekanan atau stress
tertentu.
Apabila kita melihat dalam segi kehidupan kemasyarakat juga banyak
persoalan kesehatan mental yang perlu mendapatkan perhatian. Sebagai contoh
misalnya kehamilan di luar pernikahan, perkosaan-perkosaan dan lebih jelek
nantinya bila pencuian, baik besar maupun kecil, akan dikatakan wajar. Hal-hal
ini semua tentu akan sangat menghambat kemajuan pembangunan kita.
Timbulnya gangguan-gangguan mental ini adalah karena stress psikis yang
cukup berat yang dialami oleh masyarakat.
B. BERBAGAI STRESSOR DI MASYARAKAT BERKEMBANG
1. Timbulnya pengharapan-pengharapan yang banyak
2. Meningkatnya (permintaan) kebutuhan-kebutuhan
3. Penerapan teknologi modern
4. Urbanisasi
5. Kepadatan penduduk

BAB 17 PROGRAM DAN EVALUASI KESEHATAN MENTAL

A. PERUBAHAN SOSIAL DAN IMPLIKASINYA


Peran suami, istri, dan anak-anak lama terbentuk dengan ketentuan yang
jelas; keikutsertaan keluarga yang terintegrasi dalam kebudayaan yang jelas
pula. Bila ada stress dalam intropeksi di keluarga, gangguan dan kesukaran
emosional dapat diperlunak oleh norma yang stabil bagi peran keluarga dan
dalam hubungan kelompok yang lebih luas serta ikatan-ikatan dalam
kepentingan bersama.
Suatu ciri yang menonjol di negara yang berkembang adalah terjadinya
perubahan yang langsung dengan sangat cepat dalam peri kehidupan
masyarakatnya. Perubahan yang cepat ini disebabkan karena penerapan
teknologi modern dan industrialisasi.
B. KEBUTUHAN PROGRAM KESEHATAN MENTAL
Freud mendefinisikan kesehatan mental sebagai kemampuan untuk mencintai
dan bekerja (Lieben und Arbeiten). Namun tidak ada orang yang mencintai dan
bekerja tanpa adanya orang lain.
Sebagai pertimbangan dalam menetapkan suatu keadaan kesehatan mental,
(Johada, 1958) mengemukakan lima kriteria, yaitu:
1. Tidak didapatkan tanda-tanda sakit jiwa,
2. Perilaku yang normal
3. Penyesuaian terhadap lingkungannya
4. Kepribadian yang utuh
5. Persepsi yang benar mengenai realitas.
C. STRATEGI PERENCANAAN
Secara teoritis, program kesehatan mental dapat terlaksana apabila
perencanaan dapat mengendalikan seluruh pendekatan. Suatu program
kesehatan mental masyarakat dapat dikatakan komprehensif dan efektif apabila
(1) program tersebut menjangkau sema anggota masyarakat yang dilayani dan
adanya pengobatan yang kuat bagi setiap anggota masyarakat yang
memerlukan, (2) program mencakup elemen-elemen yang dapat meningkatkan
perwujudan (self realization) dari seluruh warga masyarakat, (3) program
mencakup kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mencegah gangguan mental
dan emosional sejak lahir.
D. JANGKA WAKTU PERENCANAAN
Perencanaan dalam jangka panjang merupakan perencanaan yang mencapai
10 tahun atau lebih.
E. ELEMEN PROGRAM
1. Keinginan-keinginan masyarakatnya
2. Karakteristik-karakteristik masyarakatnya saat ini
3. Arah yang akan dicapai atau dikehendaki dalam beberapa tahun berikutnya
4. Formulasi perencanaan untuk program yang dibuat untuk merespon
kebutuhan seluruh penduduk didalam masyarakatnya

Fellix mengemukakan 6 hal yang pokok sebagai pelayanan kesehatan mental


yang dimasukan sebagai program yaitu:

1. Pelayanan yang menaruh perhatian pada diagnosis awal dan pengobatan


yang secara tepat terhadap gangguan mental dan emosional
2. Usaha tindak lanjut dan rehabilitasi untuk seseorang yang tidak lagi menjadi
pasien psikiatrik rawat inap
3. Persediaan konsultan untuk pelayanan di sekolah
4. Pendidikan publik selain itu diperlukan
5. Riset aksi sosial, untuk menemukan jawaban terhadap problem yang
mendasar berkaitan dengan gangguan mental dan emosional
F. PENDEKATAN PENYUSUNAN PROGRAM
Kesehatan mental terdiri 3 pendekatan yang digunakan, yaitu:
1. Pendekatan resiko
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penyusunan program:
a) Menyeleksi indikator untuk mengidentifikasi individu dan masyarakat
yang ada dalam resiko khusus antara lain usia lanjut, pengangguran,
dan isolasi sosial.
b) Mengembangkan sistem pembuatan skor dengan pembobotan untuk
indikator-indikator yang sangat penting
2. Pendekatan Multisektoral
Tujuan pendekatan ini untuk mencapai kerjasama dan kordinasi antara
petugas kesehatan, guru, pemuka-pemuka agama, masyarakat dan orangtua
3. Pendekatan sistem
Pendekatan sistem dilakukan dengan cara mempelajari dan
mengkonseptualisasi masalah-masalah yang berkaitan satu sama lain
maupun berdiri sendiri.
G. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN
1. Pengukuran dan analisa situasi
2. Perkiraan mengenai waktu yang akan datang
3. Merumuskan tujuan
4. Mengoprasionalkan program
H. EVALUASI KESEHATAN MENTAL
Dalam multistage model ini ada 5 tahapan yang dilalui, yaitu sebagai berikut:
1. Deskripsi konseptualisasi, dan definisi
2. Mengukur keperluan dan menggunakan pelayanan
3. Studi perbandingan
4. Hasil penilaian
5. Studi dampak

Anda mungkin juga menyukai