Anda di halaman 1dari 5

PENGANTAR KESEHATAN MENTAL

M. Ulyaul Umam
Progam Studi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
19410066@student.uin-malang.ac.id

PENGERTIAN DAN MACAM SEHAT


WHO mendefinisikan sehat dengan ungkapan “a state of complete physical, mental, and social
wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity”. Sehat adalah keadaan sejahtera
fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya bebas sekedar dari penyakit atau kelemahan 1.
Hal tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960,
Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial,
serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Menurut Undang-Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni fisik (badan),
mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Adapun Macam kesehatan menurut Nurcahyo (2018) adalah
sebagai berikut2:
a. Kesehatan Fisik
Yakni keadaan dimana seseorang tidak merasa mengeluh sakit, semua orang tubuh
berfungsi normal dan tidak mengalami gangguan serta secara objektif tidak tampak sakit.
b. Kesehatan Mental (Jiwa)
Menurut Daradjat (2017), kesehatan mental merupakan keharmonisan dalam kehidupan
yang terwujud antara fungsi fungsi jiwa, kemampuan menghadapi problematika yang
dihadapi, serta mampu merasakan kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif. 3
Kesehatan mental menurut Nurcahyo (2018) mencakup 3 aspek:
1. Kognitif yang sehat, yakni keadaan dimana cara berpikir seseorang tidak menyalahi
norma-norma yang ada.
2. Emosional yang sehat, yakni kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dan
memahami emosi yang dialamiya dan orang lain. Seperti takut, gembira, sedih dsb.
3. Spiritual yang sehat, yakni bagaimana seseorang dapat melakukan perintah dan aturan
yang ditetapkan oleh tuhan dalam agama yang dianutnya.
c. Kesehatan sosial
Kesehatan ini terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
d. Kesehatan ekonomi
Keadaan dimana seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya
secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut
(pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok
tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang

1
Kumparan.com, “Pengertian Sehat Menurut WHO Dan Aspek-Aspek Kesehatan,” Kumparan.com, 2021,
https://kumparan.com/kabar-harian/pengertian-sehat-menurut-who-dan-aspek-aspek-kesehatan-1x1H5nqbyCq.
2
Heru Nurcahyo, Ilmu Kesehatan, Jilid 1 (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2018).
3
Zakiyah Daradjat, Islam Dan Kesehatan Mental (Jakarta: Yayasan Mitra Netra, 2017).
berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa,
dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi
usia lanjut.
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Fakhriyani dkk (2019) menyebutkan bahwa sejarah mengenai perkembangan topik kesehatan
mental dapat dipetakan menjadi 2 yakni zaman pra ilmiah dan zaman modern 4:
a. Zaman Pra Ilmiah
1. Animisme
Masyarakat dengan budaya animisme percaya bahwa semua yang terjadi di alam
semesta ada kaitannya dengan kendali dari roh suci dan dewa. Maka dari itu, orang
yang gila dianggap sebagai perwujudan dari kemarahan dewa kepada orang tersebut
dengan cara membawa pergi jiwanya
2. Naturalisme
Naturalisme digagaskan oleh Hipocrates (367-460 M) Naturalisme adalah suatu aliran
yang memandang bahwa gangguan fisik dan mental merupakan akibat dari alam, dan
bukan merupakan pengaruh roh, dewa, setan atau hantu yang menyebabkan
seseorang sakit. Berlandaskan dari teori ini gangguan mental tidak lagi dianggap
sebagai gangguan dari roh.

b. Zaman Modern
Zaman Modern menunjukkan pergeseran faham animisme (irrational) dan tradisional ke
arah sikap dan pengobatan yang ilmiah (rasional). Pengobatan ilmiah terhadap gangguan
mental terjadi saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika.
Pada sekitar abad ke-17, seorang dokter Perancis bernama Philipe Pinel (1745-1826 M)
melakukan penananganan terhadap pengidap gangguan mental dengan pendekatan politik
sosial, yakni dengan merantainya dan memukulknya jika bertindak liar di Rumah sakit.
Metode “Rantai” menjadi populer karena sefektif mencegah pasien agar tidak berkeliaran
bebas dan melukai orang lain.
Sementara itu, Benyamin Rush (1745-1813) menjadi staf medis di Rumah Sakit Pensylvania,
dengan 24 pasien yang dianggap “lunatics” yakni orang yang mengalami gangguan atau
orang gila / sakit ingatan. Ia berusaha memahami orang-orang yang mengalami gangguan
jiwa dengan cara menulis artikel, koran, ceramah dan pertemuan lainnya yang
pembahasannya tentang gangguan mental. Dari penemuannya itu ia memploklamirkan
bahwa orang dengan gangguan mental harus dirawat dengan baik tanpa ada unsur
kekerasan. 13 tahun kemudian, Rush membangun rumas sakit yakni pada tahun 1796 yang
dikhususkan bagi penderita gangguan mental. Ruangan untuk pasien gangguan mental
dipisah antara pasien laki laki dan wanita.
Perkembangan kesehatan mental selanjutnya, dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran, dan
inspirasi dari tokoh perintisnya yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers,
dimana Beers merupakan mantan pasien di beberapa rumah sakit jiwa yang berbeda.
Selanjutnya, kedua tokoh ini lebih menekankan pada pencegahan gangguan mental dan
pertolongan yang diperuntukkan bagi orang-orang lemah dan miskin. Organisasi yang saat

4
Diana Vidya Fakhriyani, Kesehatan Mental, Early Childhood Education Journal, 2019,
http://digilib.uinsby.ac.id/918/10/Daftar Pustaka.pdf.
ini terus menggalakkan kesehatan mental, diantaranya adalah The World Federation for
Mental Health dan The World Health Organization (WHO).
PARADIGMA KESEHATAN MENTAL
Paradigma kesehatan mental memuat prinsip-prinsip sebagai berikut5:
a. Prinsip yang didasari atas sifat manusia
Dalam prinsip ini memuat poin-poin yakni:
1. Kesehatan dan penyesuaian mental tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas
organisme.
2. Dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari sifat manusia sebagai pribadi
yang bermoral, intelek, religius, emosional, dan sosial.
3. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri,
meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku. Memperluas
pengetahuan diri merupakan keharusan dalam pencapaian dan memelihara kesehatan
mental.
4. Stabilitas mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas mengubah situasi dan
kepribadian. Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan,
emosionalitas, dan perilaku.
5. Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara sehat
terhadap konflik mental, kegagalan, serta ketegangan yang timbul

b. Prinsip yang didasasri atas hubungan manusia dengan lingkungannya


Dalam prinsip ini memuat poin-poin yakni:
1. Kesehatan mental dipengaruhi oleh hubungan interpersonal yang sehat, khususnya di
dalam keluarga.
2. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran dipengaruhi oleh kecukupan individu
dalam kepuasan kerja.
3. Kesehatan mental memerlukan sikap yang realistik, yaitu menerima realita tanpa
distorsi dan objektif.

c. Prinsip yang didasari atas hubungan manusia dengan tuhan


Dalam prinsip ini memuat poin-poin yakni:
1. Stabilitas mental memerlukan pengembangan kesadaran atas realitas terbesar dari
dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
2. Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara
manusia dengan Tuhannya.
ISU ISU DALAM KESEHATAN MENTAL
Meskipun kesehatan mental dinilai penting, namun terdapat beberapa isu yang menjadi tantangan
dalam mewujudkannya, berikut diantaranya6:
5
Kartika Sari Dewi, Buku Ajar Kesehatan Mental, UPT UNDIP Press Semarang, 2012; Achmad Chasina Aula, “Paradigma
Kesehatan Mental,” UNAIR News, 2019.
6
Dumilah Ayuningtyas, Misnaniarti Misnaniarti, and Marisa Rayhani, “ANALISIS SITUASI KESEHATAN MENTAL PADA
MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA,” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 9, no. 1
(2018), https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10; Ilham Akhsanu Ridlo and Rizqy Amelia Zein, “Arah Kebijakan
Kesehatan Mental: Tren Global Dan Nasional Serta Tantangan Aktual,” Buletin Penelitian Kesehatan 46, no. 1 (2018),
https://doi.org/10.22435/bpk.v46i1.56.
a. Stigma terhadap pengidap gangguan kesehatan mental
b. Rendahnya pemahaman mengenai kesehatan merata
c. Kesehatan mental di Indonesia masih jadi hal tabu
d. Diskriminasi terhadap pengidap gangguan kesehatan mental
e. Akses terhadap kesehatan mental belum merata

PSIKOLOGI POSITIVE
Dewasa ini, kesehatan mental tidak lagi hanya memuat orang dengan mental yang sakit, namun
bagaimana seseorang itu dapat memaksimalkan potensi-potensi yang ada dalam diri sehingga
dapat meraih kesejahteraan jiwa7. Psikologi positif kemudaian muncul sebagai suatu cabang
psikologi yang membahas tentang kekuatan pribadi dan perilaku yang memunculkan makna
hidup8. Meskipun demikan, aliran psikologi positive masih menjadi perdebatan. Salah satunya
adalah Michaelson (2011), ia mengkritik psikologi positive karena tidak menyentuh pemikiran
bawah sadar negatif (unconscious negativity), padahal pengalaman-pengalaman negatif yang di-
repress ke pemikiran bawah sadar bisa sewaktu-waktu muncul ke permukaan bila individu
memiliki keterkaitan emosional yang kuat dengan pengalaman tersebut 9.

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELL-BEING)


Ryff (1989) mendefinisikan psychological well-being sebagai sebuah kondisi dimana individu
memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan
sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang
kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup, dan membuat hidup mereka lebih
bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan diri 10.
Adapun dimensi dari Psychological Well-Being menurut Ryff dan Kayes adalah sebagai berikut 11:
1. Penerimaan Diri
2. Hubungan Positif dengan orang lain
3. Otonomi (kemandirian)
4. Penguasaan lingkungan
5. Tujuan hidup
6. Pertumbuhan Pribadi

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Chasina Aula. “Paradigma Kesehatan Mental.” UNAIR News, 2019.
7
Martin E.P. Seligman, “Positive Psychology: A Personal History,” Annual Review of Clinical Psychology, 2019,
https://doi.org/10.1146/annurev-clinpsy-050718-095653.
8
Stoil Mavrodiev and Lubomira Dimitrova, “Positive Psychology: Problem Areas and Personality Formation,”
Strategies for Policy in Science and Education-Strategii Na Obrazovatelnata i Nauchnata Politika 29, no. 4 (2021),
https://doi.org/10.53656/str2021-4-6-posit.
9
Peter Michealson, “The Problem with Positive Psychology,” WhyWeSuffer.com, 2011, https://whywesuffer.com/the-
problem-with-positive-psychology/.
10
Carol D Ryff, “Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being.,” Journal of
Personality and Social Psychology 57 (1989): 1069–81, https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069.
11
Carol D Ryff and Corey Lee M Keyes, “The Structure of Psychological Well-Being Revisited.,” Journal of Personality
and Social Psychology (US: American Psychological Association, 1995), https://doi.org/10.1037/0022-3514.69.4.719.
Ayuningtyas, Dumilah, Misnaniarti Misnaniarti, and Marisa Rayhani. “ANALISIS SITUASI
KESEHATAN MENTAL PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI
PENANGGULANGANNYA.” Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 9, no. 1 (2018).
https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10.
Daradjat, Zakiyah. Islam Dan Kesehatan Mental. Jakarta: Yayasan Mitra Netra, 2017.
Dewi, Kartika Sari. Buku Ajar Kesehatan Mental. UPT UNDIP Press Semarang, 2012.
Fakhriyani, Diana Vidya. Kesehatan Mental. Early Childhood Education Journal, 2019.
http://digilib.uinsby.ac.id/918/10/Daftar Pustaka.pdf.
Kumparan.com. “Pengertian Sehat Menurut WHO Dan Aspek-Aspek Kesehatan.” Kumparan.com,
2021. https://kumparan.com/kabar-harian/pengertian-sehat-menurut-who-dan-aspek-aspek-
kesehatan-1x1H5nqbyCq.
Mavrodiev, Stoil, and Lubomira Dimitrova. “Positive Psychology: Problem Areas and Personality
Formation.” Strategies for Policy in Science and Education-Strategii Na Obrazovatelnata i
Nauchnata Politika 29, no. 4 (2021). https://doi.org/10.53656/str2021-4-6-posit.
Michealson, Peter. “The Problem with Positive Psychology.” WhyWeSuffer.com, 2011.
https://whywesuffer.com/the-problem-with-positive-psychology/.
Nurcahyo, Heru. Ilmu Kesehatan. Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan, 2018.
Ridlo, Ilham Akhsanu, and Rizqy Amelia Zein. “Arah Kebijakan Kesehatan Mental: Tren Global Dan
Nasional Serta Tantangan Aktual.” Buletin Penelitian Kesehatan 46, no. 1 (2018).
https://doi.org/10.22435/bpk.v46i1.56.
Ryff, Carol D. “Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-
Being.” Journal of Personality and Social Psychology 57 (1989): 1069–81.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069.
Ryff, Carol D, and Corey Lee M Keyes. “The Structure of Psychological Well-Being Revisited.”
Journal of Personality and Social Psychology. US: American Psychological Association, 1995.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.69.4.719.
Seligman, Martin E.P. “Positive Psychology: A Personal History.” Annual Review of Clinical
Psychology, 2019. https://doi.org/10.1146/annurev-clinpsy-050718-095653.

Anda mungkin juga menyukai