Anda di halaman 1dari 6

DAMPAK NEGATIF AKTIVITAS PENGIDOLAAN MASA REMAJA: STRATEGI

PARENTING UNTUK MENINGKATKAN CINTA RASUL SEBAGAI IDOLA SEJATI

M.Ulyaul Umam (220401210022)


Prodi Magister Psikologi UIN Malang

Aktivitas atau perilaku pengidolaan sering meningkat saat individu memasuki usia remaja.
Pada masa remaja, seseorang akan mengalami krisis identitas atau perasaan ambigu akan identitas
dirinya (Santrock J. , 2011). Pernyataan di atas didukung oleh teori perkembangan Erickson yang
mengatakan bahwa pada rentang usia 12-15 tahun, seseorang akan mengalami yang disebutnya
sebagai Identity Vs Role Confusion, dimana pada masa ini remaja perlu mengembangkan rasa diri
dan identitas pribadi . Proses pencarian identitas pada masa remaja salah satunya dilakukan dengan
menjadikan selebriti atau idola mereka sebagai role model. Sehingga dari idola yang mereka
kagumi, identitas dan perilaku mereka akan terbentuk entah itu kearah positif atau bisa menjadi
negatif.

Ketika seseorang sudah menjadi penggemar, maka dia akan cenderung banyak
memperhatikan, melihat, membaca dan mendengar segala hal yang berhubungan dengan sosok
idolanya. Jika aktivitas ini diperdalam menggunakan pendekaran teori modelling Albert Bandura,
maka yang muncul adalah adanya kecenderungan penggemar untuk meniru perilaku sosok
idolanya (Alwisol, 2014). Peniruan yang dilakukan remaja dapat berpengaruh baik secara positif
maupun negatif. Misalnya seorang remaja yang melakukan imitasi terhadap tokoh idola yang
memiliki prestasi dan kepribadian positif dapat mengarahkan remaja kepada perilaku yang baik
serta dapat menjadi inspirasi untuk berprestasi. Sedangkan jika seorang remaja melakukan
peniruan terhadap hal negatif dari idolanya maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi remaja
yang mengikutinya, seperti gaya hidup mewah, berkata toxic, berlebihan dalam hubungan lawan
jenis dan lain sebagainya.

Data menunjukkan, yang akhir-akhir ini menjadi tren di masyarakat adalah mengidolakan
K-POP (group band korea). Korea Foundation merilis data bahwa jumlah penggemar grup band
asal korea di dunia meningkat sampai 17 kali lipat hingga melampaui 150 orang selama 10 tahun
terakhir (KBS Word, 2022). Unique Authors mengungkapkan data bawa Indonesia menjadi negara
dengan jumlah penggemar K-POP tersebesar di dunia maya pada tahun 2021 (CNN Indonesia,
2022). Mayoritas penggemar K-POP di Indonesia adalah usia remaja (Kumparan.com, 2017) Hal
ini sejalan dengan pernyataan Ang & Clan (2016) yang menyatakan bahwa seorang remaja
cenderung memilih tokoh selebritis sebagai sosok idola atau role model dibandingkan tokoh
lainnya. Tetunya tren di masyarakat akan terus berubah dari masa ke masa, sekarang mungkin
yang muncul adalah tren K-POP sehingga banyak penggemar artis korea yang bermunculan, tapi
mungkin saja 5 tahun yang akan datang bisa berubah.

Lalu yang menjadi fokus polemik dalam kasus ini adalah bahwa dalam maraknya aktivitas
pengidolaan tersebut banyak dampak negatif yang kemudian bermunculan pada diri penggemar.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pradata (2019) mengenai bagaimana bentuk idolisasi para
penggemar K-Pop, menemukan hasil bahwa perilaku mengidolakan dapat memunculkan
fanatisme (Pradata, 2019). Fanatisme ini berbentuk euforia dan berbagai bentuk ledakan
emosional, seperti rasa bahagia, rasa bersyukur dan bahkan rasa sedih dan kecewa. Fanatisme ini
pun berujung pada penghayatan penggemar K-Pop yang meyakini bahwa idolanya adalah
kekasihnya. Perilaku mengidolakan lebih lanjut juga dapat memunculkan efek parasosial. Efek ini
menimbukan adanya hubungan emosional yang intens antara penggemar kepada idolanya namun
hanya dari satu arah saja, penggemar bisa saja merasa sangat dekat dengan sang idola, akan tetapi
si idol sama sekali tidak tahu kepada sang penggemar (Ketsoglou, 2012). Wawancara yang
dilakukan oleh redakor CNN Indonesia (2019) kepada Praktisi Psikologi Vierra Adella
menenumukan bahwa efek fanatisme dan parasosial dari aktivitas pengidolaan ini dapat
memunculkan kecanduan dan mengancam produktivitas otak manusia (CNN, 2019). Fanatisme
dalam idola juga dapat berujung pada pemujaan berbentuk perilaku obsesif yang negatif atau
dalam psikologi dikenal dengan istilah Celebrity Worship Syndrom. (Matby, Day, McCuctheon,
Houran, & Ashe, 2006)

Mengacu kepada berbagai dampak negatif yang dapat muncul dari aktifitas mengidolakan
sesorang, maka dirasa perlu adanya pengarahan dari orang tua sebagai kendali perkembangan anak
untuk mengarahkan bagaimana anak tersebut untuk tidak sembarangan dalam memilih idola.
Dalam ajaran Islam, sessunggunya aturan mengenai idola sudah ditetapkan oleh Al-Quran, dimana
dalam surat Al-Ahzab ayat 33, Allah berfirman:

َ ‫سو ِل ٱ َّللِ أُس َْوة ٌ َح‬


ٌ‫سنَة‬ ُ ‫لقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َر‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”.
Dalam konteks ini, ajaran islam menuntun kita bahwa yang selayaknya menjadi idola dan panutan
adalah Rasulullah SAW. Jadi sebenarnya dari awal bila kita perhatikan, islam sudah mengajarkan
strategi bagaimana cara individu dalam menghadapi masa krisis identitas, dimana islam sudah
memnyediakan fasilitas berupa sosok yang menjadi idola, sebuah fasilitas sehingga kita tidak usah
bingung mencari identitas diri ke sana ke sini yang ujungnya malah memunculkan berbagai
dampak negatif. Rasulullah SAW adalah jawaban untuk sebuah konsep keniscayaan bahwa
manusia pasti butuh sosok yang dititu. Sehingga ketika Rasulullah SAW adalah sosok yang
dijadikan sosok idola, tentu yang ditiru oleh seseorang adalah akhlahnya yang mulia. Sehingga
perkembangan moral dan karakter juga menjadi baik.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter mengidolakan sosok
Rasulullah adalah dengan cara menanamkan rasa cinta Nabi. Mengenai hal tersebut Syekh Yusuf
An-Nabhani dalam (ar-Rasyid, 2020) mengutarakan sebuah pendapat:

‫اء ِب ِه َو َل‬ ِ ْ ‫سلَ َم ِإ َل َب ْعدَ ِشدَ ِة‬


ِ َ‫ال ْعتِن‬ َ ُ‫صلَى للا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ب اتِبَاعِ أ َف َعا ِل ِه َوأ َ ْخالَ ِق ِه‬ َ ‫أ َنَهُ لَ َيت َ َو‬
َ ِ‫ص ُل ِل ْكت‬
ِ ‫سا‬
‫اء بِ ِه إِلَ بِال ُمبَالَغَ ِة فِي ُحبِ ِه‬ َ ‫يَت َ َو‬
ِ َ‫ص ُل ِل ِشدَةِ ِال ْعتِن‬

“Seseorang tidak akan bisa meniru perilaku dan akhlak Rasulullah SAW kecuali setelah ia
berusaha untuk memperhatikan beliau, dan seseorang tidak akan totalitas untuk memperhatikan
beliau sebelum ia meningkatkan rasa cinta kepada Rasul”

Bedasarkan pendapat tersebut, langkah yang diperlukan untuk meembangkitkan karakter


mengidolakan Rasulullah adalah dengan menumbuhkan karakter cinta Nabi pada diri individu,
sehingga tujuan akhirnya adalah individu tersebut dapat meniru akhlak mulia dari Rasulullah
SAW.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Anaingrum, 2020), ada 4 langkah yang bisa
dilakukan sepagai upaya menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. salah satu
diantaranya adalah dengan cara mempelajari kisah tentang nabi. Dengan pemaparan kisah dan
keteladanan beliau, seseorang akan dapat mencintai dan kagum kepada beliau. Informasi seputar
kisah dan keteladanan Rasulullah ini selain bisa didapatkan melalui membaca buku, juga dapat
didapatkan dengan mendengarkan cerita dari orang lain. Dalam hal ini orang tua dapat mengambil
peran penting dalam menanamkan cinta nabi pada buah hatinya, yakni dengan mengenalkan
pribadi Rasulullah SAW lewat cerita-cerita yang disampaikan kepada anak sejak dini. Berbicara
mengenai perlunya usaha orang tua untuk menanamkan cinta nabi kepada anak sejak dini,
sebenarnya telah disinggung dalam sebuah hadis:

‫القرآن‬ ‫ة‬ ‫قراء‬ ‫وىلع‬ ،‫ه‬ ‫ت‬ ‫بي‬ ‫أهل‬ ‫ب‬ ُ ،‫ب نبيِّكم‬
ِّ ‫وح‬ َ
ِّ ‫ ىلع ُح‬: ‫أوالدكم ىلع ثالث خصال‬ ‫وا‬ُ‫ أَ ِّدب‬: ‫عن يلع بن أيب طالب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
Dari Sahabat Ali bin Abi Thalib, Rasulullah Bersabda “Didiklah anak kalian ayas 3 hal, cinta
kepada Nabi, cinta kepada keturunan Nabi dan membaca Al-Quran” (HR. Ad-Dailami)

Al-Munawi (2011) dalam ktabnya Faidhul Qadir memberikan keterangan bahwasanya bentuk dari
pendidikan karakter cinta nabi yang dikampanyekan dalam hadis tersebut adalah dengan cara
berkali-kali menceritakan pribadi Rasulullah SAW kepada sang anak.

Dari paparan studi diatas, singkat kata penulis memeberikan masukkan kepada para orang tua
untuk dapat memberikan tindakan preventif terhadap dampak-dampak negatif dari aktifitas
mengidolakan yang bisa saja muncul ketika anak menginjak masa remaja. Strategi parenting yang
bisa dilakukan oleh orang tua dalam hal ini adalah dengan cara menanamkan rasa cinta nabi SAW
kepada anak sejak dini, yakni dengan memberikan cerita-cerita mengenai pribadi dan keagungan
akhlak Rasulullah SAW. Harapan akhirnya adalah, anak dapat tumbuh dengan karakter
mengidolakan Rasul sebagaimana yang telah diajarkan dalam agama islam. Sehingga dari karakter
tersebut dampak-dampak negatif dari idolisasi yang kurang tepat dapat terminimalisir.

Referensi
Al Munawi, A. (2011). Faidh al-Qodir ala Sarh al-Jami' as-Shogir. Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah.

Alwisol. (2014). Psikologi Kepribadian Ed.12. Malang: UMM Press.

Anaingrum. (2020). Pembentukan Karakter Cinta Rasulullah SAW Melalui Rutinan DIba' Wal Barzanji Di
MAN 2 Ponorogo. Skripsi: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Islam Negeri Ponorogo.

Anggarani, E. (2021). Penerapan Storytelling Dalam Membentuk Kepribadian Anak Usia Dini Kelompok B
Di Tk Dharma Wanita 1 Gedhangan. Skripsi: UIN SATU Tulungangung.

ar-Rasyid, R. (2020). RIsalah fi at-Taalluq bi Janabihi wa al-Ukuf ala Babihi Shallallhu Alaihi wa Salam.
Tripoli: Maktabah an-Najah.

Buckingham, D. (2008). Youth, Identity, and Digital Media. Cambridge: MIT Press.

CNN. (2019, Februari 3). Bahaya di Balik Fenomena Candu K-Pop. Retrieved from
www.cnnindonesia.com: https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190202171900-227-
365989/bahaya-di-balik-fenomena-candu-k-pop/1

CNN Indonesia. (2022, Januari 26). Indonesia Jadi Negara dengan K-Poper Terbesar di Twitter. Retrieved
from https://www.cnnindonesia.com/:
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20220126202028-227-751687/indonesia-jadi-negara-
dengan-k-poper-terbesar-di-twitter

KBS Word, I. (2022, Februari 03). Penggemar Global Hallyu Lampaui 150 Juta Orang, Menunjukkan
Peningkatan Pesat. Retrieved from world.kbs.co.kr:
https://world.kbs.co.kr/service/news_view.htm?lang=i&Seq_Code=66020

Ketsoglou, E. (2012). When Good Celebrities "God Bad": Examing Celebrity Worship . Journal of
Psychology Research Proposals, 17-21.

Kumparan.com. (2017, Januari 6). Fanatisme Fans K-Pop: Candu dan Bumbu Remaja. Retrieved from
kumparan.com: https://kumparan.com/kumparank-pop/fanatisme-fans-k-pop-candu-dan-
bumbu-remaja/1

Mandas, A., Suroso, & Sarwindah, D. (2018). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Celebrity Worship
Pada Remaja Pecinta Korea Di Manado Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Jurnal Psikovidya Universitas
Wisnuwardhana Malang, 22(2), 164-189. doi:https://doi.org/10.37303/psikovidya.v22i2.111

Matby, J., Day, L., McCuctheon, L., Houran, J., & Ashe, D. (2006). Extreme Celebrity Worship, Fantasy
Proneness And Dissociation: Developing The Measurement And Understanding Of Celebrity
Worship Within A Clinical Personality Context. Personality and Individual Differences, 40(2), 273-
283.

Pradata, H. A. (2019). Sebuah Studi Psikologis Terhadap Proses Idoliasasi Remaja Terhadap Idola K-Pop.
Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember, 341-352.

Santrock, J. (2011). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai