Anda di halaman 1dari 18

MODUL-1

KONSEP KESEHATAN MENTAL

Dosen Pengampu:
Euis Nani Mulyati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2020
MODUL-1
KONSEP KESEHATAN MENTAL
Dosen Pengampu: Euis Nani Mulyati
Deskripsi Singkat
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa kesehatan mental seorang individu
terkait erat dengan kemampuannya dalam menyesuaikan diri. Artinya, kesehatan
mental menyangkut keseluruhan kehidupan individu dalam rangka mencapai
kepuasan atau terpenuhinya kebutuhan dasar yang bersangkutan, baik kebutuhan
fisik-biologis maupun kebutuhan sosial-psikologis. Kenyataan menunjukkan
bahwa gangguan mental terjadi karena ketidak mampuan individu dalam
menyesuaikan diri, baik dengan diri sendiri atau lingkungan masyarakatnya.
Banyak literatur yang memuat berbagai pendapat para ahli mengenai
pengertian atau definisi kesehatan mental sesuai dengan sudut pandang
keilmuannya masing-masing misalnya bidang psikiatri, psikologi, dan pendidikan
(khususnya bimbingan konseling). Namun demikian, berbagai ahli tersebut
sepakat bahwa objek formal ilmu kesehatan mental adalah individu (manusia)
dengan kemampuannya dalam menyesuaikan diri dan kesehatan mental.

Relevansi
Diharapkan setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu
menjelaskan kembali konsep kesehatan mental, tujuan dan upaya mencapai tujuan
dalam kesehatan mental, ciri-ciri mental yang sehat, faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental dan prinsip-prinsip dalam kesehatan mental.

Capaian Mata Kuliah


 Mahasiswa memahami konsep kesehatan mental, dengan indikator:
 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian kesehatan mental
 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dan upaya mencapai tujuan dalam
kesehatan mental
 Mahasiswa mampu mengindentifikasi dan menjelaskan ciri-ciri mental yang
sehat
 Mahasiswa mampu mengindentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan mental
 Mahasiswa mampu mengindentifikasi dan menjelaskan prinsip-prinsip
kesehatan mental

A. Pengertian
Ilmu Kesehatan Mental (mental hygiene/psycho hygiene) secara umum
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atau membahas kehidupan
manusia sebagai suatu totalitas yang kompleks. Dalam kehidupan sehari-hari,
istilah mental hygiene sering diidentikkan dengan mental health dan
diterjemahkan sebagai kesehatan mental. Secara etomologis, kedua istilah
tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Mental Health adalah suatu
kondisi mental yang sehat. Sedangkan Mental Hygiene yang sering juga
disebut psycho-hygiene, diartikan sebagai ilmu kesehatan mental, yaitu upaya-
upaya untuk mencapai mental yang sehat. Dengan demikian, mental health
merupakan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai oleh mental hygiene.
Menurut Surya (1985:7) mental hygiene adalah: “Suatu seni yang praktis
dalam mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip praktis yang
berhubungan dengan kesehatan mental dan penyesuaian diri serta pencegahan
gangguan-gangguan psikologis”.
Sedangkan Schneiders dalam Semiun (2006:23) menjelaskan sebagai
berikut:
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan
seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan
memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah
gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri

Sementara itu, Yusuf (2011:9) mengemukakan pengertian sebagai berikut:


Mental Hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat
prinsip-prinsip praktis yang diarahkan pada pencapaian dan pemeliharaan
unsur psikologis dan pencegahan dari kemungkinan timbulnya kerusakan
mental atau maladjustment.
Bila diamati, ketiga pakar di atas memiliki pandangan yang senada dalam
mendefinisikan mental hygiene yaitu sebagai seperangkat prinsip praktis untuk
mencegah, menangani, dan memelihara kondisi manusia sebagai suatu totalitas
agar mencapai kesejahteraan mental. Totalitas yang dimaksud adalah bahwa
manusia merupakan suatu kesatuan psiko-fisik yang tidak dapat dipisahkan,
kedua unsur tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan kesehatan
mental seseorang.

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa tujuan atau sasaran ilmu kesehatan


mental adalah terwujudnya mental yang sehat. Indikasi yang ditunjukkan oleh
seseorang yang memiliki mental yang sehat adalah yang bersangkutan
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik dan harmonis, baik
dengan dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat dimana dia hidup. Lebih
jauh diungkapkan oleh Daradjat (2001:6) bahwa mental yang sehat adalah:
“terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa,
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya”.
Dengan demikian, secara umum dalam mental yang sehat, ada 3 hal yang ingin
dicapai, yakni:
1. Mengaktulisasikan dan mengekspresikan diri secara penuh
Setiap orang membutuhkan aktualisasi diri, mengekspresikan pikiran dan
perasaannya kepada orang lain. Konsep diri (self concept) sering juga
disebut gambaran diri adalah kemampuan seseorang dalam mengenal dan
menilai dirinya sendiri. Seseorang yang mentalnya sehat memiliki konsep
diri yang baik, artinya dia menyadari dan memahami setiap kelebihan
maupun kekurangannya sehingga dapat mewujudkan setiap potensi dan
mengaktualisasikan dirinya secara wajar.
2. Mewujudkan harmonisasi (keseimbangan)
Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan tujuan dari setiap aktifitas
manusia sepanjang kehidupannya. Setiap manusia berupaya untuk mencapai
keseimbangan (equilibrium), artinya terpenuhi semua kebutuhan dasarnya
secara seimbang, baik kebutuhan fisik-biologis maupun kebutuhan sosial-
psikologis.
3. Mencapai tujuan dari dorongan (motif)
Setiap manusia membutuhkan ruang dan kesempatan untuk memuaskan
dorongan-dorongan instingnya. Dalam struktur kepribadian menurut
Sigmund Freud, insting atau naluri merupakan sumber dari segala
kebutuhan yang selalu menuntut untuk dipenuhi, oleh karenanya memiliki
prinsip kenikmatan (pleasure principles). Dorongan insting ini menjadi
motif dari tingkahlaku manusia. Keseimbangan akan dicapai apabila
pemuasan dorongan insting sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat tempat dia hidup.

B. Tujuan dan Upaya Mencapai Tujuan


Obyek formal dari mental hygiene adalah manusia dan kehidupannya
terutama kehidupan emosi dan kepribadiannya. Kedua hal ini yang menjadi
perhatian/penyelidikan untuk mencapai mental yang sehat (mental health).
Telah disinggung di atas bahwa pada hakekatnya ilmu Kesehatan Mental
(Mental Hygiene) bertujuan untuk memelihara kesehatan mental. Dengan
demikian, Ilmu Kesehatan Mental mengupayakan (1) terciptanya mental yang
sehat melalui tindakan pencegahan, perbaikan, pemeliharaan, dan
pengembangan; (2) menemukan teknik-teknik untuk mengatasi gangguan
kesehatan mental; dan (3) memberikan pengertian akan adanya hubungan
antara pengalaman masa lampau dengan kepribadian.
Upaya untuk mencapai tujuan seperti dikemukakan di atas, dilakukan
melalui berbagai tindakan sebagai berikut:
1. Tindakan preventif (pencegahan), yaitu melakukan pencegahan sejak dini
melalui pembinaan mental. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan
utama bagi anak, memiliki peran yang sangat penting dalam membina
mental yang sehat pada anak. Pemenuhan kebutuhan fisik seperti: sandang,
pangan, papan, kesehatan; kebutuhan psikologis, seperti: perhatian, kasih
sayang, dan rasa aman; kebutuhan sosial seperti: hubungan yang harmonis
dalam keluarga, interaksi yang sehat dengan lingkungan; berpengaruh
penting dalam mewujudkan mental yang sehat.
2. Tindakan Amelioratif (penanganan dini), yaitu mengupayakan agar gejala-
gejala yang sifatnya sangat kecil segera dihilangkan supaya tidak menjadi
serius. Masalah kesehatan mental terentang dari yang ringan hingga yang
berat, penanganan harus segera dilakukan manakala seseorang sudah
memperlihatkan gejala-gejala gangguan prilaku meskipun nampak kecil
sehingga gangguan prilaku tersebut tidak semakin berat.
3. Tindakan Kuratif (penyembuhan), yaitu upaya menangani/ mengatasi
individu yang mengalami gangguan mental.
Terjadinya gangguan kesehatan mental merupakan sesuatu yang sulit
dihindarkan. Pada setiap periode kehidupan, banyak faktor yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian. Hal ini seperti diungkapkan
Syamsu Yusuf (2009:24) bahwa: “terjadinya kekeliruan atau kegagalan
dalam membantu perkembangan anak agar memiliki mental yang sehat
merupakan suatu kemungkinan yang agak sulit dihindari”. Oleh karena itu,
penanganan yang perlu dilakukan adalah membantu memperbaiki
kepribadian dan meningkatkan kemampuan dalam penyesuaian dirinya.
4. Tindakan Preservatif (pemeliharaan), yaitu memelihara agar orang-orang
yang pernah mengalami gangguan mental (telah sembuh) agar tidak
terulang mengalami gangguan.
5. Tindakan Promotif (peningkatan), yaitu upaya meningkatkan kondisi
kesehatan mental agar lebih baik lagi.
Karena sasaran Ilmu Kesehatan Mental adalah manusia, maka dalam
prakteknya harus menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan lain yang
menyangkut manusia (body of knowledge), dan langsung diterapkan pada hal-
hal yang praktis (applied of science).

C. Ciri-ciri mental yang sehat


Kondisi mental yang sehat tercermin dalam keseluruhan tingkah laku,
sehingga untuk mengetahui kondisi mental seseorang dapat dilihat melalui
ciri-ciri dari beberapa aspek tingkahlakunya. Secara umum, seseorang yang
mempunyai mental yang sehat tercermin dari ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai daya tahan yang kuat dan adaptasi yang baik ketika
menghadapi masalah atau tantangan dengan penuh percaya diri
Dalam hidupnya setiap orang akan menghadapi berbagai masalah baik
yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun yang datang dari luar
dirinya. Orang yang mentalnya sehat, bukan berarti tidak pernah
mengalami kecemasan, ketegangan, atau ketidakpuasan, akan tetapi dia
memiliki daya tahan dan percaya dengan kemampuannya serta tidak
mudah putus asa. Dia akan berupaya untuk beradaptasi dengan setiap
masalah dan mengatasi dengan menggunakan berbagai pertimbangan yang
rasional dan matang.
2. Memiliki harga diri dan dapat menghargai orang lain
Harga diri (self esteem) merupakan salah satu aspek kepribadian tentang
bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri yang diekspresikan melalui
sikap terhadap dirinya sendiri. Self esteem sering disebut harga diri atau
gambaran diri (self concept) merupakan kebutuhan dasar manusia yang
memerlukan pemenuhan atau pemuasan. Abraham Maslow membagi self
esteem menjadi dua jenis yaitu penghargaan diri dan penghargaan orang
lain, artinya terdapat hubungan timbalbalik dimana seseorang akan merasa
memiliki harga diri apabila lingkungan menghargainya, demikian
sebaliknya lingkungan akan menghargai apabila seseorang menghargai
dirinya dan berharga untuk lingkungannya yang tercermin dalam
prilakunya.
3. Mengakui batas-batas kemampuan, baik kemampuan diri sendiri maupun
kemampuan orang lain
Dalam kehidupannya setiap individu tidak bisa terlepas dari lingkungan
atau masyarakat dimana di dalamnya terdapat norma, aturan,
adat/kebiasaan, dan budaya. Dia harus memahami dan menyesuaikan diri
dengan hal tersebut. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik, sudah
barang tentu harus mengenal dirinya apa adanya, memahami kelebihan dan
kekurangannya. Di samping itu, dia juga harus dapat memahami kelebihan
dan kekurangan orang lain, menilai secara obyektif bahwa setiap orang
memiliki keistimewaan. Orang yang mentalnya sehat, memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan potensinya secara optimal untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dirinya maupun orang lain.
4. Memiliki kehidupan emosi yang stabil
Stabilitas emosi seseorang dipengaruhi oleh kemampuan untuk
mengintegrasikan motif-motif dan tingkahlakunya sehingga mampu
mengendalikan atau mengontrol setiap konflik dan frustrasi. Kontrol diri
merupakan dasar dari integrasi pribadi yang berpengaruh pada kemampuan
setiap orang untuk menyesuaikan diri. Stabilitas emosi juga ditunjang oleh
sikap positif seperti: merasa aman, diterima di lingkungannya, merasa
dicintai, memiliki harga diri. Sebaliknya, perasaan negatif seperti: iri hati,
benci, cemburu, bermusuhan, merasa tidak aman, merasa terasing, tidak
percaya diri; menunjukkan adanya gangguan emosi yang berakibat mental
menjadi tidak sehat.
5. Dapat melakukan interaksi sosial dengan baik
Sebagai mahluk sosial, setiap individu terikat dengan lingkungan
sosialnya. Dia membutuhkan dan tergantung pada lingkungan dimana dia
hidup, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sikap-sikap
kemanusiaan akan tumbuh dan berkembang sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. Pengakuan atas eksistensi diri, penerimaan dan
penghargaan lingkungan, merupakan kebutuhan dasar yang harus
terpenuhi. Seseorang yang mentalnya sehat mampu berinteraksi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, menerima dan diterima
sebagai bagian dari masyarakat dimana dia hidup.

Witherington (Surya, 1987) mengidentifikasi 20 ciri-ciri mental yang


sehat pada anak-anak dan orang dewasa sebagai berikut:
Ciri-ciri mental yang sehat pada anak-anak:
 merasa bahwa anak lain menyukainya
 merasa aman, terutama menghadapi kejadian yang akan datang
 merasa tenang dan teguh
 tidak takut sendirian
 dapat tertawa pada situasi yang lucu
 berbuat sesuai dengan umurnya
 menunjukkan sikap tenang, tidak takut oleh obyek tertentu
 senang bersekolah atau pada permainan pra-sekolah
 senang bermain, menyukai permainan
 mempunyai perasaan berkelompok, merasa bagian dari kelompok
 periang dan optimis
 dapat tidur dengan baik
 dapat melupakan hal-hal yang salah terhadap dirinya
 bersahabat dengan baik
 menyenangi orang tua dan kehidupan di rumah
 memiliki beberapa hobi, menyenangi rekreasi
 mencerminkan kemerdekaan, dapat berbuat untuk dirinya sendiri
 merasa bahwa dirinya dipercaya oleh anak-anak lain
 menyatakan dirinya secara terbuka dan penuh
 mempunyai selera makan yang baik

Ciri-ciri mental yang sehat pada orang dewasa:


 merasa bahwa orang lain menyukainya
 merasa aman dengan kehadiran sesuatu yang asing
 mempunyai “sense of humor”
 dapat tidur dengan baik
 merasa bahwa ia mempunyai kebebasan
 dapat menyatakan dirinya dengan bebas
 memiliki beberapa hobi atau rekreasi setelah mengalami kelelahan
 merasa sebagai bagian dari masyarakat
 merasa mudah memasuki kelompok
 merasa mendapat perlakuan yang baik di rumah dan dari orang lain
 menyenangi hidup, memiliki falsafah hidup yang baik
 emosionalitas yang seimbang
 berbuat sesuai usianya
 menerima usianya dengan tepat
 merasa mendapat pelayanan yang wajar
 mempunyai sikap yang wajar terhadap kelamin yang berbeda
 nampak tenang, tidak menunjukkan keletihan
 merasa puas dengan status ekonominya
 percaya pada diri sendiri
 menyukai orang lain.

Mengutip Schneiders (1965), Semiun (2006:52) mengidentifikasi


beberapa kriteria yang menentukan mental yang sehat sebagai berikut:
1. Efisiensi Mental
Efisiensi dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental, individu yang
mengalami gangguan mental tidak memiliki kualitas mental yang efisien.
2. Pengendalian dan integrasi prilaku
Pengendalian dan integrasi prilaku biasa disebut integrasi pribadi,
merupakan ciri dari kepribadian yang sehat yang ditandai dengan
pengendalian yang efektif dan sehat pada prilakunya.
3. Integrasi Motif-motif dan pengendalian konflik serta frustrasi
Mental yang sehat tercermin dari kemampuan untuk mengintegrasikan
motif-motif pribadi serta mampu mengendalikan berbagai konflik dan
frustrasi. Konflik yang hebat dapat muncul apabila motif-motif tidak
terintegrasi.
4. Perasaan dan emosi yang positif dan sehat
Kestabilan emosi akan terjaga apabila individu memiliki perasaan-
perasaan positif, seperti: merasa aman, diterima, dicintai, dihargai, dan
sebagainya.
5. Ketenangan pikiran
Keharmonisan emosi, perasaan-perasaan positif, pengendalian pikiran,
integrasi motif-motif, berpengaruh positif pada kesehatan mental.
6. Sikap-sikap yang sehat
Pandangan dan sikap yang sehat terhadap kehidupan, kenyataan,
lingkungan, dan pekerjaan, merupakan aspek kepribadian yang penting
dimiliki untuk terwujudnya mental yang sehat.
7. Konsep diri (self-concept)
Konsep diri memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan mental.
Seseorang yang memiliki orientasi yang sehat terhadap kenyataan dirinya
maupun orang lain akan mampu mengaktualisasikan diri secara wajar.
8. Identitas ego yang adekuat
Kemampuan memahami dan menjadi diri sendiri penting dimiliki untuk
menjaga kesehatan mental. Dengan identitas ego yang stabil, individu akan
bertindak secara efektif dalam menghadapi berbagai persoalan hidupnya.
9. Hubungan yang adekuat dengan kenyataan
Hal ini berkaitan dengan sikap yang berorientasi pada kenyataan,
bagaimana individu menghadapi kenyataan apakah menerima, menolak,
atau melarikan diri dari kenyataan tersebut.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
Kondisi mental yang sehat, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Kepribadian
Kepribadian setiap orang berbeda-beda, terbentuk dari pengalaman
dalam perjalanan kehidupannya. Banyak faktor yang mempengaruhi
kepribadian baik faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), maupun
faktor lingkungan (eksternal). Keluarga sebagai lingkungan yang pertama
dan utama memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian.
Dengan kata lain, pola asuh dan pola didik orang tua akan mewarnai
kepribadian. Seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
demokratis akan membentuk sikap-sikap demokratis pula seperti:
menghargai orang lain, tidak mementingkan diri sendiri, memberikan
manfaat sebanyak mungkin bagi lingkungannya. Sebaliknya seseorang
yang dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, ada kecenderungan
mempunyai sifat keras kepala, egois, sulit berkompromi, ingin menang
sendiri; kemungkinan lain adalah dia menjadi pribadi yang tidak percaya
diri atau rendah diri, tidak berani mengambil keputusan, kaku, cepat putus
asa.
Kondisi-kondisi seperti tersebut di atas sudah barang tentu akan
berpengaruh terhadap kehidupan mental seseorang yang akan tercermin
pada bagaimana kemampuannya dalam mengatasi berbagai problema
dalam kehidupannya.

2. Kondisi fisik
Manusia merupakan suatu totalitas fisik dan psikis yang tidak dapat
dipisahkan, keduanya merupakan unsur yang saling mempengaruhi dan
tercermin dalam kepribadiannya. Kondisi kesehatan fisik akan
berpengaruh pada kondisi psikis seseorang, demikian pula sebaliknya.
Kelemahan/kelainan fisik yang dimiliki seseorang berdampak secara
langsung maupun tidak langsung pada kondisi psikisnya, bahkan
seringkali dampak tidak langsung justru lebih berat. Misalnya: orang yang
sakit-sakitan merasa bahwa dirinya tidak berdaya, tidak berguna, rendah
diri, atau putus asa; seseorang yang mempunyai kelainan fisik seperti
tunarungu, seringkali memiliki sikap curiga berlebihan karena tidak
mendengar pembicaraan orang di sekitarnya, tidak jarang ledakan
emosinya tidak terkendali karena sulitnya mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan keinginannya kepada orang di sekitarnya. Demikian pula
halnya seseorang yang sedang menghadapi banyak masalah, mungkin dia
kehilangan selera makan, merasa lemas, atau bahkan mengalami psiko-
somatis, yaitu rasa sakit yang muncul bukan karena sebab-sebab organis.

3. Perkembangan dan kematangan


Dalam proses penyesuaian diri, perkembangan dan kematangan
memiliki pengaruh yang sangat penting. Berhasil tidaknya seseorang
menjalani proses penyesuaian diri banyak tergantung pada tingkat
perkembangan dan kematangannya. Dengan kata lain, perkembangan dan
kematangan seseorang akan mewarnai penyesuaian dirinya. Untuk
mengatasi berbagai problema dalam kehidupannya, mengelola dan
mengontrol konflik, stress, frustasi, diperlukan kematangan pribadinya.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak faktor yang
mempengaruhi proses perkembangan dan kematangan pribadi seseorang
terutama orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama. Seseorang
yang dapat melewati tahapan-tahapan perkembangannya dengan baik,
akan memperoleh kematangan khususnya psikis/psikologis yang tercermin
dalam prilakunya. Kegagalan dalam mencapai perkembangan psikologis
yang sehat akan memunculkan berbagai prilaku yang tidak wajar, seperti:
regresi (sikap kekanak-kanakan), agresif, sikap permusuhan, mudah
tersinggung. Kondisi yang demikian tentu saja akan berakibat pada
terganggunya kesimbangan atau kesehatan mentalnya.

4. Kondisi psikologis
Kondisi psikologis turut menentukan dan mempengaruhi kesehatan
mental seseorang. Banyaknya kegagalan dalam proses penyesuaian diri
menimbulkan frustrasi yang berakibat terjadinya konflik-konflik
emosional yang mengancam kesehatan mentalnya. Perlu dipahami bahwa
seseorang yang mentalnya sehat bukan berarti tidak pernah mengalami
konflik. Selalu ada jarak antara kebutuhan dan pemuasan. Manakala ego
ditantang kebutuhan, akan terjadi upaya untuk mencapai pemuasan
kebutuhan tersebut. Selama berada pada jarak antara kebutuhan dan
pemuasan maka terjadi ketegangan emosi (emotional tension). Ketika
kebutuhan terpenuhi maka ketegangan emosi akan mereda kembali
(emotional state). Dapat dipahami pula bahwa seseorang yang banyak
mengalami kegagalan dalam mencapai kepuasan akan lebih banyak pula
mengalami ketegangan-ketegangan emosional, tidak jarang muncul reaksi
emosi seperti: mudah tersinggung, pemarah, rendah diri, dan sebagainya.

5. Kondisi lingkungan dan budaya


Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa keluarga merupakan
satuan kelompok sosial terkecil dimana anak memperoleh pengalaman
pertama dan utama dalam berbagai aspek perkembangannya termasuk
dalam perkembangan sosial. Suasana yang terbangun dalam keluarga
sangat berpengaruh bagi anak dalam mengembangkan sikap-sikap
sosialnya. Dalam keluarga seorang anak belajar tentang kasih sayang,
mencintai, rasa aman, saling menghargai dan menerima kelebihan serta
kekurangan masing-masing, dan sebagainya. Hubungan yang harmonis
antar sesama anggota keluarga membawa pengaruh positif pada
perkembangan anak, sebaliknya ketidakharmonisan keluarga misalnya
anak yang dibesarkan dalam keluarga yang selalu cekcok atau broken-
home kan membawa pengaruh negative pada anak. Semakin bertambah
usia, anak mulai mengembangkan pola-pola hubungan sosial dengan
lingkungan masyarakatnya. Anak mulai melepaskan diri dari keterikatan
pada keluarga (orangtua), berinteraksi dalam masyarakat. Kebutuhan akan
pengakuan atas eksistensinya dalam kelompok mempengaruhi prilaku
anak. Lingkungan yang kondusif membawa pengaruh positif pada
perkembangan social anak, sebaliknya manakala anak memasuki
lingkungan pergaulan yang salah maka akan memberikan pengaruh buruk,
misalnya: kenakalan remaja yang marak akhir-akhir ini seperti perkelahian
antar remaja (tawuran), mabuk-mabukan, bahkan penggunaan obat-obatan
terlarang.
Selain pendidikan yang diperoleh dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat, kondisi budaya yang berkembang di masyarakat juga turut
mempengaruhi pola-pola tingkah laku. Dengan kata lain, lingkungan
budaya dimana seseorang hidup dan dibesarkan turut mempengaruhi
prilaku penyesuaiannya.

6. Kondisi keagamaan (religi)


Dalam kehidupan seseorang, agama merupakan sumber nilai yang
memberikan petunjuk dan tuntunan menuju kehidupan yang sejahtera lahir
dan bathin. Nilai-nilai agama yang membawa manusia mencapai tujuan
dan memperoleh arti dari kehidupannya, harus ditanamkan sepanjang masa
kehidupan. Nilai agama yang diyakini dan tertanam dalam diri seseorang
akan mempengaruhi dan mewarnai kepribadiannya, memberi keyakinan,
kekuatan dan tuntunan moral yang membawa manusia pada kesejahteraan.
Tanpa nilai agama, manusia akan dengan mudahnya berprilaku dan
berbuat sekehendak hatinya, memuaskan keinginan dan dorongan tanpa
memperhatikan kepentingan orang lain.

E. Prinsip-prinsip kesehatan mental


Secara umum terdapat 5 (lima) prinsip yang menjadi pedoman bagi ilmu
kesehatan mental dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, yaitu:
1. Menghargai kepribadian
Konsep diri seseorang ditentukan oleh lingkungannya, seseorang akan
menghargai dirinya apabila lingkungan menghargainya. Seseorang yang
dianggap oleh masyarakat tidak berdaya maka akan merasa bahwa dirinya
tidak berguna.
Individu merupakan mahluk yang unik, artinya tidak ada dua individu
yang sama dalam berbagai aspek termasuk kepribadiannya. Kepribadian
seseorang tercermin dalam tingkahlakunya, setiap orang memiliki
kelebihan dan kekurangan, daya tahan, sifat, kebiasaan, karakter yang
berbeda pula. Lingkungan memberi arti penting dalam membangun harga
diri (self respect), yang paling penting adalah menghargai individu sebagai
mahluk yang unik dengan jalan menerima apa adanya sehingga dia akan
merasa bahwa dirinya ada sebagai pribadi. Tidak adanya self respect akan
menimbulkan ketegangan, sedikit saja mengalami kesulitan atau kegagalan
maka individu akan merasakan kesulitan atau kegagalan tersebut sebagai
konflik yang tidak dapat dia hadapi.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan aktivitasnya, ilmu kesehatan
mental harus memperhatikan keunikan atau perbedaan individu tersebut,
pendekatan yang cocok untuk seseorang belum tentu cocok pula bila
dilakukan terhadap orang yang berbeda.

2. Mengakui batas kemampuan


Dalam kehidupannya setiap individu harus selalu berhadapan dengan
kenyataan, baik kenyataan yang ada pada dirinya maupun yang ada di luar
dirinya. Kesadaran dan pemahaman akan kekurangan dan kelebihannya
penting dimiliki setiap orang agar dapat merealisasikan diri dan
mengaktualisasikan seluruh potensinya secara wajar. Dalam praktik ilmu
kesehatan mental, hal ini perlu diperhatikan dimana individu diterima apa
adanya, kemudian dibawa pada kesadaran akan batas kemampuan,
kelebihan dan kekurangannya serta mengaktualisasikan diri sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di lingkungan tempat dia hidup.

3. Mengakui adanya rangkaian sebab akibat dalam tingkah laku


Tingkahlaku manusia tidak berdiri sendiri, meski gerak yang paling
simpel sekalipun, selalu merupakan rangkaian sebab akibat. Melihat
perbuatan seseorang, tidak dapat dinilai hanya dari perbuatannya, tetapi
yang harus diperhatikan adalah latar belakang perbuatan tersebut. Dengan
mengetahui latar belakang maka akan lebih mudah memahami perbuatan
seseorang, tetapi bukan berarti menyetujuinya.
4. Organisme manusia bertindak sebagai suatu totalitas (keseluruhan)
Tingkah laku yang ditunjukkan seseorang selalu merupakan suatu
totalitas dimana fisik dan psikis berkaitan dengan sangat erat. Kedua aspek
ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Sebagai
contoh: seseorang yang tiba-tiba jadi murung dan pendiam, mungkin dia
sedang sakit atau mungkin juga sedang banyak masalah. Contoh lain
adalah orang yang mengalami psikosomatis, merasakan sakit pada bagian
tubuh tertentu padahal tidak ada kelainan atau masalah pada organ tubuh
tersebut.
5. Manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan kebutuhan
dasar tersebut menjadi motif dalam tingkah laku
Kebutuhan dasar manusia ada yang bisa dicapai atau dipenuhi dengan
mudah, adapula yang memerlukan aktivitas atau dalam mencapainya harus
mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku. Karena kebutuhan dasar
selalu menuntut untuk dipenuhi maka manusia akan bergerak yang
dilahirkan dalam bentuk tingkah laku. Kegagalan dalam upaya memenuhi
kebutuhan dasar akan mengakibatkan timbulnya ketegangan pada dirinya.
Dengan demikian, tingkahlaku erat kaitannya dengan kebutuhan dasar.
Latihan
Diskusikan dengan teman sekelas anda.
Amati lingkungan di sekitar anda, identifikasi perilaku-perilaku yang menurut
anda termasuk ke dalam gangguan kesehatan mental.

Rangkuman
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa tujuan atau sasaran ilmu kesehatan
mental adalah terwujudnya mental yang sehat. Indikasi yang ditunjukkan oleh
seseorang yang memiliki mental yang sehat adalah yang bersangkutan memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik dan harmonis, baik dengan
dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat dimana dia hidup.
Ilmu Kesehatan Mental mengupayakan (1) terciptanya mental yang sehat
melalui tindakan pencegahan, perbaikan, pemeliharaan, dan pengembangan; (2)
menemukan teknik-teknik untuk mengatasi gangguan kesehatan mental; dan (3)
memberikan pengertian akan adanya hubungan antara pengalaman masa lampau
dengan kepribadian.
Faktor yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang diantaranya adalah
kepribadian, kondisi fisik, kematangan, kondisi psikologis, lingkungan dan
budaya, serta agama.

Tes formatif
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan uraian yang tepat!
1. Jelaskan pengertian kesehatan mental!
2. Identifikasi dan uraikan ciri mental yang sehat!
3. Identifikasi dan uraikan faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
seseorang!

Anda mungkin juga menyukai