Anda di halaman 1dari 20

RESENSI / MENGOMENTARI ARTIKEL

TENTANG GURU (UTS)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Profesi Keguruan

Dosen Pengampu : Dr. H. Dadang Suherman, M.Pd.

Disusun Oleh : Nurul Aina Febriyanie (41032102200074)

1.A3 Pendidikan Luar Biasa

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

BANDUNG

2020

Jl. Soekarno-Hatta No.530, Sekejati, Kec. Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat
40286
Artikel Pertama :

Peran Guru Mempengaruhi Etika Murid


23 Juni 2020
Sumber: https://www.radartasikmalaya.com/peran-guru-mempengaruhi-etika-murid/
Artikel ini telah terbit di radartasikmalaya.com

Oleh; Mega Karelina, Mahasiswi UIN Jakarta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran adalah, perangkat tingkah yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan, guru menurut Undang
Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 adalah, pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar dan
menengah.

Jadi peran guru adalah seorang pendidik profesional dengan perangkat tingkah yang
berkedudukan dalam bermasyarakat. Paul Suparno (Abidin dkk,2015:6) berpendapat bahwa
“peran guru itu ada dua yaitu, Mendidik dan Mengajar”. Mendidik artinya mendorong dan
membimbing siswa agar maju menuju kedewasaan secara utuh. Oleh karena itu peran guru
bukan hanya sebagai sosok yang mengajarkan ilmu kepada murid tapi harus menjadi figur
pendidik untuk membangun karakter murid dalam kehidupan sehari hari.

Etika itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Menurut Syaiful Bahri (2010:51) siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima
pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan.

Dapat disimpulkan bahwa, etika murid adalah moral (akhlak) yang diperlihatkan oleh orang yang
sedang ataupun pernah mengenyam pendidikan.
Hubungan antara peran guru yang dapat mempengaruhi etik murid, sesuai dengan Undang
Undang Dasar No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Jelas sekali dituliskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Mengacu pada hal tersebut, bahwa pendidikan menuntut peran guru yang tidak ringan. Mendidik
murid bukan hanya sekadar melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi harus
berupaya mengembangkan potensi diri, kecerdasan, dan keterampilan murid.

Dalam pendidikan juga terdapat pengembangan unsur kepribadian, akhlak, dan kemampuan
pengendalian diri. Hal ini perlu diketahui dan dipahami oleh para guru sehingga tidak terjebak
dalam cara mengajar yang pragmatis, hanya memfokuskan pada kecerdasan semata tanpa
memperhatikan pendidikan karakter anak. Misalnya saja ketika guru memberi tugas ataupun
ujian kepada murid, karena mereka tahu bahwa orientasi yang diperlihatkan oleh guru adalah
bidang kognitif, maka mereka akan melakukan berbagai cara untuk memperoleh hasil yang
maksimal. Sehingga tidak jarang mereka menghalalkan berbagai cara seperti mencontek atau
membeli kunci jawaban. Sebab mereka ingin memperlihatkan sisi kognitif yang selalu disorot
oleh guru dibandingkan dengan sisi psikomotor dan afeksi.

Hal tersebut akan melahirkan murid yang mementingkan pengetahuan dan mengesampingkan
etika dan moral. Selain itu, peranan guru juga dapat mempengaruhi perubahan sikap sosial siswa.
Melalui kegiatan sehari hari di sekolah ia dapat melihat bagaimana interaksi antara guru dengan
guru, ataupun antara guru dengan murid. Secara tidak langsung, siswa akan mencontoh
perbuatan tersebut. Sebab mereka meyakini, bahwa guru adalah sosok yang harus dihormati,
disegani, serta ditiru segala hal yang dilakukannya. Contohnya saja jika seorang anak akan
berangkat kesekolah, hal yang selalu diingatkan adalah “Kamu harus nurut sama guru yah.”

Hal tersebut terpatri diingatan anak bahwa guru adalah sosok yang menjadi teladan bagi
muridnya. Namun kita harus mengakui bahwa keberhasilan pendidikan kita selama ini baru
sebatas cerdas dari sisi kognitif saja, belum di imbangi dengan kecerdasan apektif dan
pisikomotor. Sehingga dampaknya hasil pendidikan belum dapat mewarnai pembangunan demi
kemaslahtan secara umum. Akibatnya kesejahteraan dan keadilan belum dapat dirasakan oleh
semua pihak, bahkan muncul berbagai macam

permasalahan sosial yang datang dari orang-orang berpendidikan yang hingga saat ini belum
menemukan solusi terbaik. Menyikapi problematka sosial kontemporer saat Iini, muncul sebuah
pemikiran bahwa salah satu penyebab problem tersebut dari lemahnya perilaku (akhlak) manusia
yang tidak bertanggung jawab. Contoh nyata dalam kehidupan sehari hari saja, saat ini marak
terjadi tawuran remaja, pengedar serta pengguna narkoba remaja, sex bebas dikalangan remaja,
geng motor,serta prilaku buruk remaja yang tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar.

Seharusnya semakin banyak ilmu yang didapat serta semakin tinggi jenjang pendidikan maka
kesadaran untuk beretika harus semakin tinggi pula. Namun nyatanya, saat ini marak terjadi
kejahatan yang dilakukan oleh remaja di bawah umur yang berstatus sebagai pelajar. Ketika di
teliti lebih dalam ternyata tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan Undang Undang nomer
20 tahun 2003 belum sepenuhnya terwujud. Kebanyakan dari seorang guru hanya mentransfer
ilmu pengetahuan sebagai tolak ukur kecerdasan tidak di imbangi dengan pengajaran moral atau
etika yang baik dalam kehidupan sehari hari. Contoh kecilnya saja saat ini ketika kegiatan belajar
berlangsung masih banyak murid yang mengacuhkan guru yang sedang menerangan pelajaran
dengan kegiatan apapun itu. Ternyata ketika didalami alasan murid seperti itu karena tidak
pernah ditegur, pernah melihat guru bermain gadget saat mengajar, ataupun merasa bisa
mengandalkan google. Ternyata lama kelamaan sikap seperti itu menjadi sifat yang mendarah
daging dan melahirkan sikap buruk lainya seperti terlalu berani hingga selalu membangkang
karena tidak ada yang ditakuti, berbohong, tidak bertanggung jawab, hingga tidak pernah
menganggap serius suatu hal.

Faktanya sudah banyak study kasus yang memperlihatakan buruknya moral orang-orang yang
mengaku terpelajar. Misalnya kasus korupsi yang marak terjadi dinegeri ini. Kasus tersebut
bukan dilakukan oleh kalangan biasa, namun dilakukan oleh para politikus yang sudah pasti
memiliki catatan pendidikan yang tinggi. Oleh karena itu, agar kita dapat mencapai tujuan
pendidikan nasional sesuai cita-cita bersama berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003, maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus mampu memaksimalkan perannya.
Sehingga akan tercipta murid yang beretika dan memiliki pengetahuan luas sebagai generasi
penerus bangsa.

Komentar Pribadi :

Menurut saya, judul yang terdapat pada artikel diatas benar adanya. Sebagian besar siswa
menghabiskan waktunya di sekolah bertemu dengan teman-teman dan guru-guru yang secara
bergantian mengajar dan kegiatan tersebut dilakukan selama 5-6 hari penuh. Apa yang yang
dilakukan guru bisa menjadi suatu contoh bagi anak muridnya. Seperti yang sering kita dengar,
guru adalah teladan yang baik bagi seorang anak didik. Jadi guru haruslah mematuhi kode etik
guru sebagai tenaga pendidik profesional. Apabila tindakan guru menyimpang, itu akan
membuat turunnya kepercayaan murid terhadap gurunya.

Selain itu, menurut saya bukan hanya sikap atau figur guru yang berpengaruh terhadap
perilaku atau etika murid, tetapi lingkungan pergaulan anak tersebut juga berpengaruh besar
tehadap pembentukan sosial dan emosional anak. Untuk itu, seperti yang disebutkan penulis
bahwasanya peran guru itu tidak ringan. Mendidik murid bukan hanya sekadar melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi harus berupaya membangun karakter murid dalam
kehidupan sehari hari dan mengembangkan potensi diri, kecerdasan, dan keterampilan murid.

Penulis menyampaikan juga bahwa murid memahami apa yang dipandang kebanyakan
guru hanyalah perkembangan kognitif anak tanpa mengutamakan etika dan moral, sehingga saya
setuju dengan penulis, anak bisa saja menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang
bagus dan dipandang pintar oleh gurunya. Hal-hal kecil seperti itulah yang menurut saya dapat
menjadi proses pembentukan karakter buruk untuk murid. Perilaku-perilaku menyimpang yang
dilakukan murid seperti tawuran, mencuri, atau membolos bisa saja akibat dari kurangnya
perhatian orangtua dan kurangnya perhatian guru yang mengutamakan etika sehingga murid
berkumpul membentuk lingkungan pergaulan yang menyimpang dan mereka tidak merasa apa
yang mereka lakukan itu salah.

Mungkin saja murid hanya berpikiran tugas guru adalah memberikan pengajaran dan
tugas murid hanyalah menjawab dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan sehingga mereka
juga berpikiran hanyalah guru BK dan kesiswaan yang tegas yang akan menghukum mereka
sekali dan mengulangi kesalahan mereka. Mereka hanya ingin membentuk karakter mereka yang
bebas seperti yang mereka inginkan. Mereka pun tak segan melanggar aturan dan berperilaku
tidak baik terhadap gurunya. Dalam hal ini anak dengan gangguan tunalaras (penyimpangan
sosial) dapat dipertanyakan.

Dengan membaca artikel ini, khususnya untuk saya pribadi sebagai calon guru, ini menjadi
pengingat bahwa pendidikan yang berhasil bukan hanya tentang keterampilan atau potensi yang
dimiliki oleh anak, tetapi juga guru sebagai orang kedua serta sekolah sebagai rumah kedua
harus mampu membantu proses perkembangan karakter yang baik bagi siswanya. Dan saya
meyakini betul, peran guru sebagai pembentuk karakter muridnya bukanlah hal yang mudah
dilakukan, terkadang guru juga mendapatkan perilaku buruk murid terhadapnya menjadi suatu
ujian dan pembelajaran sendiri bagi guru tersebut.

Artikel Kedua :

Kreativitas Seorang Guru pada Masa


Pandemi Covid-19
22 Oktober 2020   11:38 Diperbarui: 22 Oktober 2020   11:57

Penulis : Nasrul.

Pandemi Covid-19 sudah mulai melanda dunia di awal tahun 2020. Indonesia sebagai salah satu
Negara terbesar penduduk di dunia tidak luput dari pandemi virus corona ini. Virus corona ini
sudah mempengaruhi di banyak sektor kehidupan manusia tidak terkecuali sektor pendidikan.
Oleh karena itu, saya sebagai guru harus menghadapi kenyataan bahwa di masa pandemi ini saya
tidak se leluasa saat belum ada virus corona muncul.

Tantangan pertama yang dihadapi adalah bagaimana tetap mengajar dengan baik, padahal pada
saat yang sama Negara sedang menghadapi virus corona. Artinya saya harus benar -- benar
mengikuti protokol kesehatan demi keselamatan saya sebagai guru dan siswa saya juga. 
Oleh sebab itu, sudah maklum saban hari selalu ada saja kekurangan saat mengajar, dan biasanya
dilakukan evaluasi setiap minggu untuk saya sendiri. Saya berpikir metode apa kira -- kira untuk
membuat siswa saya merangsang apa yang sedang saya ajarkan sehingga siswa saya mengerti
materi saya walaupun banyak kerterbatasan dalam penyampaian materi.

Saya mengerti bahwa dengan banyak kekurangan akan banyak ke depannya ide-ide kreatif yang
akan muncul. Karena visi dari pembelajaran adalah untuk membuat peserta didik mengerti apa
yang di sampaikan oleh guru, kadang -- kadang saya masih belum mengerti dengan baik apa
yang harus lakukan oleh seorang guru dengan kondisi virus corona seperti ini. Apalagi belum
ada tanda- tanda virus corona berakhir. Dan selama ini harus di akui seorang guru belum terlatih
menghadapi kondisi pandemi seperti ini.

Karena belum pernah dilatih menjadi guru di saat pandemi seperti ini maka saya dan banyak
guru yang lain menggali idenya sendiri untuk pembelajaran kepada peserta didik. Sebab yang
kita tahu bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat  siswa kita mengerti itu saja, terserah
mau pakai ide apa saja yang penting aman dan sesuai dengan protokol kesehatan.

Saya mengajar di daerah terpencil Aceh dan jaringan internet kami sering terganggu. Namun,
walaupun terganggu dengan keterbatasan akan tetapi saya dan guru -- guru daerah terpencil
mempunyai metode tersendiri untuk materi belajar dengan siswanya. Salah satu cara yang
mungkin adalah siswa mendapat notifikasi sms materi belajar dan tugas belajar. Biasanya guru
hanya menyuruh siswa mencatat dan mengerjakan soal. 

Jika salah guru akan memperbaiki dan menjelaskan cara yang benar. Metode ini Saya lakukan
selama 3 bulan. Setelah di berlakukan sekolah lagi di daerah kami. Saya kembali mengajr tatap
muka tapi dengan protokol kesehatan yang ketat dan jam belajar juga di batasi sehingga saya
sebagai guru kembali mencari ide  bagaimana  bisa semua materi selesai dengan waktu yang
sangat terbatas.

Tantangan dengan waktu terbatas ini saya lakukan memberikan materi sesingkat mungkin dan
membuat peserta didik juga memahami dengan seksama, artinya melakukan efisiensi waktu yang
ketat.
Demi kelancaran belajar mengajar saya sebagai guru tidak bosan -- bosannya menasehati mereka
dengan selalu memakai masker dan mencuci tangan dan tidak berkerumun pada saat pulang
sekolah. Karena walaupun kita belajar tapi kesehatan adalah hal sangat penting.

Komentar Pribadi :

Selama pandemi ini, saya sangat terkesan dengan peran seorang guru yang begitu luar biasa.
Diatas juga dijelaskan oleh penulis bahwa banyak rintangan yang harus dihadapi seorang guru
untuk memberi pengajaran ditengah pandemi ini. Terkadang saya membimbing keponakan saya
(SD) dalam belajar daring dan terlihat bagaimana seorang guru atau muridnya menghadapi
kendala koneksi saat pembelajaran berlangsung. Sehingga pembelajaran daring ini dianggap
kurang efektif di sebagian tempat terpencil yang sulit mendapatkan sinyal.

Untuk itu saya sangat terharu dengan kegigihan guru yang mau berpegian ke daerah-
daerah terpencil untuk mengabdikan dirinya pada negara, memberikan pengajaran dengan
fasilitisas terbatas namun dengan segudang ilmu bermanfaat. Tidak hanya itu, dengan waktu
yang terbatas guru harus membagi waktunya untuk mengajar anak didik lainnya. Bukan hanya
rintangan sederhana, bahkan ada pula guru yang harus melewati sungai, jalanan berlumpur,
hingga akses kendaraan yang sulit ditemukan. Dalam hal ini, kesabaran guru sedang diuji.

Bagi sebagian tempat yang memiliki fasilititas pembelajaran yang baik seperti
Handphone ataupun laptop dengan sinyal internet cukup bagus, saat pembelajaran daring ini
berlangsung (melalui video call), tidak menutup kemungkinan anak didik sering kehilangan
konsentrasi atau bahkan masih belum paham dari materi yang memerlukan proses panjang
seperti Matematika, Kimia atau Fisika sehingga seperti yang dikatakan penulis bahwa guru
memerlukan kreatifitas dalam mengajar dan membuat suasana pembelajaran menarik agar tidak
cepat bosan. Misalnya, menggunakan aplikasi power point dengan tampilan menarik,
diadakannya forum diskusi, dan kuis interaktif. Bagi anak SD bisa bernyanyi sejenak atau
melakukan sebuah permainan kecil seperti kuis interaktif yang menyenangkan. Bagi murid SMP
atau SMA sebisa mungkin mereka dilatih menjelaskan atau mempresentasikan materi dalam
sebuah zoom meeting, gmeet dll.
Saya sangat setuju dengan penulis di atas, guru harus pintar-pintar menggali ide agar
pembelajaran daring ini di optimalkan dengan baik. Menurut saya pekerjaan seorang guru
ditengah pandemi ini menjadi dua kali lebih sibuk dibanding biasanya.

Kedepannya saya harap virus corona ini segera hilang, dunia kembali pulih sehingga pendidikan
di Indonesia dapat berlangsung normal seperti sedia kala. Guru dan murid sejahtera, mendapat
ilmu yang bermanfaat dan melanjutkan pembelajaran yang totalitas. Amin.

Artikel Ketiga :

3 Cara Simpel Menjadi Guru yang Profesional


dan Berwibawa
Written By Rahmat Wahyudi 

Balerumah.com - Guru adalah seseorang yang mengajarkan kita tentang dunia, memberikan
pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Di sekolah, guru berperan bukan hanya sebagai
pengajar, tapi juga pendidik. Itu sebabnya guru disebut sebagai tenaga pendidik.

Apa beda mengajar dan mendidik?


Sekilas kata, mungkin terlihat sama makna dari kedua kata tersebut. Tetapi sebenarnya kedua
kata itu memiliki perbedaan yang mendasar.

Mendidik sangat dekat kaitannya dengan perilaku, tatakrama, dan sopan santun. Maka dari itu,
tak jarang guru mengajari murid mengenai sopan santun.
Sedangkan mengajar, lebih kepada kebutuhan ilmu pengetahuan yang mesti diberikan kepada
murid. Itu sebabnya, guru harus serius dan mengajari murid sampai paham. Lalu, bagaimana cara
menjadi guru yang profesional dan berwibawa? Di sini, Bale Rumah kan memaparkan satu
persatu di bawah.
1. Penampilan 
Mula-mula persiapkan dulu dari segi penampilan. Seorang guru harus memiliki penampilan
menarik, agar murid tertarik dan tidak gugup dengan pertemuan di kelas. Penampilan juga
penting, karena dapat mempengaruhi perilaku murid kepada gurunya. Tidak hanya penampilan
secara fashion, tetapi juga secara sosial.
Apa itu penampilan secara fashion? 
Yaitu penampilan yang khas dalam berpakaian, seperti menggunakan jilbab yang tiap orang
berbeda-beda gaya dan bentuknya. Atau juga seperti menggunakan kacamata, jam tangan dan
songko bagi laki-laki.
Lalu, apa penampilan secara sosial? 
Yaitu penampilan atau gaya seseorang berkomunikasi dengan satu sama lain. Seperti
menanyakan kabar kepada muridnya. Ada beberapa hal yang membuat murid tidak nyaman
dengan penampilan seorang guru. Saya beri contoh di bawah ini:
Misalnya, guru yang berkumis tebal, berwajah sinis, dan jarang senyum. Akan membuat murid
merasa tidak nyaman ketika diajarkan. Hal ini akan berpotensi menyebabkan rasa ketidaksukaan
murid kepada guru. Terkecuali, apabila guru memiliki sikap yang asyik secara sosial.
Karena, penampilan secara fashion saja tidak cukup. Maka dari itu, guru juga harus memiliki
jiwa sosial yang bagus.

2. Sikap
Dalam mengajar, seorang guru memiliki sikap yang berbeda-beda, begitu juga dengan
kepribadian keseharinya. Sikap juga sebagai cerminan guru kepada murid. Jika guru berperilaku
menyenangkan kepada murid, maka murid juga akan menyenangkan guru.
Ada beberapa hal yang perlu kamu lakukan untuk menyikapi murid dengan cara yang
berwibawa.

2.1 Beri kehangatan 


Menyikapi murid dengan cara yang hangat, merupakan sikap yang membuat murid merasa
nyaman dan tidak gugup. Apasih maksudnya kehangatan itu?
Bukan hangat karena ruangan panas atau karena main panas-panasan, ya.
Maksudnya, menyikapi murid dengan penuh perhatian, penuh keakraban.
Banyak cara untuk memberi kehangatan kepada murid. Seperti di bawah ini:

 Menanyakan kabar: apa kabar hari ini? 

 Tanyakan murid, apakah sudah paham? 

 Perhatikan murid yang kesulitan. 

 Dan masih banyak lainnya. 

Dengan begitu, mereka akan merasa nyaman, dan kamu jangan bosan melakukannya.
Berperilakulah profesional.

2.2 Tidak mudah marah


Seperti orangtua ketika mendidik anaknya, jangan mudah marah ketika anak sulit memahami
sesuatu. Sikap yang mudah marah bukan membuat kamu seolah bijaksana, tetapi justru malah
membuat orang lain tidak nyaman, terutama murid yang kriterianya masih anak-anak.
Maka dari itu, jangan mudah marah kepada murid meskipun mereka menyebalkan dan sulit
untuk diarahkan.

2.3 Pedulikan setiap murid


Jangan pilih kasih kepada murid di kelas, sama ratakan kebutuhan meteri yang akan dijelaskan
kepada murid. Karena, pilih kasih akan membuat murid yang lain menjadi down.

2.4 Tidak sombong


Walaupun anak-anak belum mengerti apa itu sombong, tetapi mereka sudah bisa menilai
karakteristik orang melalui sikapnya. Seperti ketika murid menyapa di luar kelas, bagaimana
reaksi guru ketika itu. Maka sepatutnya kamu menyapa balik, atau berikan senyuman.

3. Cara Mengajar
Setiap guru memiliki cara mengajar yang unik dan berbeda. Ada yang suka dengan menghapal,
adapula yang suka dengan bernyanyi untuk mengingat. Perlu diperhatikan, bahwa cara mengajar
juga harus disesuaikan dengan porsi murid. Murid sekolah dasar, tidak bisa dipaksakan untuk
menghapal.
Sebagai guru, kamu harus membuat murid paham dengan meteri dengan cara yang mudah,
seperti:

3.1 Menganalogikakan yang rumit menjadi sederhana


Setiapkali mengajar, pasti ada saja murid yang sulit menerima pelajaran, sulit untuk memahami
materi. Tapi, ini hal yang wajar. Karena setiap otak mempunyai daya serap yang berbeda, ada
yang lambat, ada juga yang cepat. Seperti matahari yang dikelilingi oleh bumi. Jika diibaratkan;
guru adalah Matahari, dan murid adalah tatasurya yang mengitarinya, bisa dilihat, bahwa Planet
Bumi mengelilingi Matahari selama 365 hari, sedangkan Planet Jupiter, bisa sampai 12 tahun.
Hal ini sama seperti manusia, yang memiliki daya serap ke otak lambat atau cepat. Contoh
menganalogikakan: Simbiosis mutualisme, misalnya. Bisa diibaratkan seperti seorang Ayah dan
Ibu, yang saling menjaga, saling menguntungkan.
Atau, simbiosis parasitisme. Seperti seorang anak yang bandel, jarang pulang,  kalau disuruh tak
mau, belajar tak mau. Maunya minta uang dan main tanpa pernah bantu orangtua.

3.2 Membimbing murid sampai bisa


Dibutuhkan kesabaran untuk membuat murid sampai bisa menguasai pelajaran. Jika kamu bisa
membuat murid menjadi mengerti, paham, bahkan berkompeten. Maka kamu adalah guru yang
profesional.

Mengapa?
Karna sejatinya, tugas guru adalah membuat muridnya menjadi cerdas, dan bahkan
melampauinya. Seperti seorang ilmuan, rata-rata dari mereka, murid menjadi lebih besar dari
gurunya sendiri.
3.3 Serius tapi santai
Pernahkah kamu mengalami diajari oleh guru yang serius, tapi santai? Ya, seperti itulah, kamu
bisa ambil contoh baik dari dirinya. Misalnya, ketika guru mengajar di depan, sedang membahas
materi secara serius, lalu guru tersebut malah bercanda agar para murid tertawa. Itu merupakan
salah satu cara yang dapat mengatasi stres dengan menyelipkan humo. Mungkin murid sudah
kehabisan berpikir, otak murid sudah penuh, jadi sulit menerima materi lagi.
Komentar Pribadi :

Seperti yang telah dikemukakan penulis, saya setuju bahwa penampilan menjadi salah satu hal
yang harus diperhatikan oleh guru. Menurut saya penampilan bisa menjadi cerminan atas pribadi
sang guru. Jika penampilan nya bersih, rapih, tidak berpakaian yang mencolok itu akan menjadi
gambaran guru yang sederhana dan profesional. Sebaliknya, jika guru berpenampilan berlebihan
misalnya ber make-up tebal, itu akan menjadi pusat perhatian murid dan dapat mengganggu
konsentarsi pembelajaran. Seperti yang telah saya sebutkan bahwa penampilan adalah cerminan
dari seorang guru, maka sama halnya dengan penampilan secara sosial yang telah di paparkan
penulis, itu juga hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena ekspresi dari seorang guru
akan mempengaruhi muridnya. Apabila gurunya terlihat berwajah sinis atau jarang tersenyum
akan membuat kurang nyaman murid dan beranggapan seolah guru tersebut mudah marah.

Menurut saya sikap yang baik dari seorang guru yaitu sikap guru yang memperhatikan
kode etik guru sebagai tenaga profesional akan mencerminkan guru yang bijaksana dan
berwibawa sebagaimana guru yang diingikan dan menjadi panutan muridnya. Setelah
memperhatikan penampilan dan sikap, tentunya ada metode guru dalam mengajar yang harus
diperhatikan, guru yang mempunyai kreativitas tinggi akan membuat pengajaran yang unggul
dan totalitas sehingga metode pengajaran dengan kreativitas ini akan menarik perhatian bagi
muridnya dan menjadi slah satu pelajaran yang ditunggu-tunggu.

Untuk itu menurut saya, artikel ini sangat penting untuk dibaca khususnya bagi para
calon guru yang perlu mempelajari bagaimana sikap yang baik sebelum mengajar sehingga
bukan hanya ilmu pengetahuan saja yang harus dimiliki oleh guru, tetapi juga hal-hal penting
yang telah dijelaskan oleh penulis. Khusunya dalam beretika.

Artikel Keempat :

Guru Yang Baik Adalah Guru Yang Mengajar


Muridnya Dengan Hati
Juli 27, 2019 

Gemma

Penulis: Haslinda

Gemmarakyat.com,- Seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada murid
muridnya, tetapi juga mendidik mereka. Untuk mendidik tidak harus mengajar dibidang etika
atau menjadi guru agama. Mengajar dibidang apapun –sesungguhnya setiap guru– dapat
menerapkan pendidikan bagi para muridnya, yakni mengajar dengan hati.

Menjadi guru jangan hanya ingin menjadi orang yang didengarkan kata-katanya, tetapi juga
harus bersedia mendengarkan kesulitan yang dihadapi oleh muridnya.

Prinsip dasar inilah yang sering dilupakan, sehingga kalau kita mau bicara dengan jujur, pada
masa ini yang berdiri didepan kelas, kebanyakan adalah tenaga-tenaga pengajar bukan seorang
guru. Bagaimana mungkin menjadi guru setelah satu tahun mengajar masih tidak dapat
menghafal nama murid-muridnya?

Murid disuruh mengerjakan soal sedangkan guru sibuk dengan hpnya. Para murid dijaman kini
sudah jauh lebih kritis dibandingkan dengan murid-murid 10 tahun lalu. coba dengarkan apa
yang mereka saling ceritakan diluar kelas: ”Pak guru suruh kita kerjakan soal yang banyak
supaya bisa main Hp dan tidak melihat ketika kita saling menyontek.”

Bayangkan kalau dibenak para murid sudah tertanamkan image seorang guru yang tidak dapat
menjaga kewibawaan seorang pendidik? Maka apakah kita masih bisa berharap kelak anak-anak
dididik sang guru bakal menjadi anak-anak yang cerdas dan jujur? Kendati saya bukan lagi
seorang guru namun senantiasa mengikuti perkembangan pendidikan karena mengkhawatirkan
bila cucu-cucu kami berada dalam tangan seorang pengajar, bukan seorang guru.

Guru adalah seorang pemimpin

Seorang  guru adalah seorang pemimpin yang pola pikirnya, sikap mental dan perilakunya
tercermin dalam keseharian didepan dan diluar kelas dan bisa menjadi contoh teladan bagi anak-
anak yang diasuhnya. Seorang yang tidak dapat memimpin diri sendiri mustahil akan dapat
menjadi seorang guru yang baik.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menggurui hanya sekadar saling mengingatkan bahwa
seorang guru adalah sosok yang seharus patut ditiru perilakunya.

Beruntung masih cukup banyak guru  yang patut menjadi teladan, namum masih cukup banyak
yang berdiri sebagai pengajar. Semoga kedepan setiap sosok yang berdiri mengajar di depan
kelas adalah seorang guru.

Guru adalah pembentuk akal dan karakter bangsa

Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah
karakter generasi penerusnya  kedepan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar seperti
Indonesia tidak akan dapat menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah
mendorong perkembangan tersebut.

Pencapaian Indonesia hingga saat ini tidak terlepas dari peran guru yang telah membimbing anak
muridnya menjadi manusia dewasa dan berperan aktif dalam pembangunan Indonesia. Namun,
demi melahirkan para “nation builders” Indonesia, hingga saat ini masih banyak guru-guru yang
berjuang demi kesejahteraan diri maupun keluarga yang disokongnya.

Apresiasi kepada mereka juga dinilai masih rendah mengingat betapa penting dan berharganya
peran seorang guru atau pengajar dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

“Pemimpin! Guru! Alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemimpin di dalam sekolah, menjadi
guru di dalam arti yang spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak! Terutama
sekali di zaman kebangkitan! Hari kemudiannya manusia adalah di dalam tangan guru itu,
menjadi manusia”.

Demikian sepenggal kalimat Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno tentang guru
yang dikutip dari buku karangannya, Dibawah Bendera Revolusi.

Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini
ditentukan. Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di tangan mereka akan
lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini.
Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai,
atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru
harus bisa menempatkan dirinya sebagai “agent of change”.

Disini, tugas guru adalah menumbuhkan keingintahuan anak didik dan mengarahkannya dengan
cara yang paling mereka minati. Jika anak didik diberi rasa aman, dihindarkan dari celaan dan
cemoohan, berani berekspresi dan bereksplorasi secara leluasa, ia akan tumbuh menjadi insan
yang penuh dengan percaya diri dan optimistis.

Seorang guru bisa menjadi pahlawan pembangunan yang memiliki jiwa juang, memiliki
semangat untuk berkorban, dan menjadi pionir bagi kemajuan masyarakat.

Oleh sebab itu, tugas yang diemban oleh seorang guru tidak ringan, karena guru yang baik tidak
hanya memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan, tapi juga dapat menginspirasi.

Seorang guru harus mampu memandang perubahan jauh ke depan, dengan demikian guru dapat
merencanakan apa yang terbaik untuk anak didiknya.

Seorang guru juga harus dapat mengemban tugasnya sebagai motivator yang mampu memotivasi
anak didiknya agar penuh semangat dan siap menghadapi serta menyongsong perubahan hari
esok.

Peran seperti inilah yang disebut oleh Presiden Soekarno, sebagai  “guru” dalam arti yang
spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak,***

Komentar Pribadi :

Menurut saya menjadi seorang guru bukan hanya menjadi tenaga pengajar yang profesional yang
hanya melibatkan pengetahuannya saja, tetapi menurut saya guru yang berhasil adalah guru yang
mampu mengajar dengan hati. Artinya, selain dengan ilmu yang dimilikinya , begitu mulia peran
guru ketika setiap harinya harus mengajar dengan kesabaran tinggi untuk bisa mendidik
muridnya dan melahirkan anak bangsa yang berkualitas. Jika guru mengajar dengan malas-
malasan, tidak dengan hati dan hanya dilakukan sebagai pemenuhan tugasnya, itulah yang
menurut saya guru yang kurang bijaksana. Seperti yang penulis sebutkan bahwa anak pada
zaman sekarang lebih kritis memandang gurunya, dengan perkembangan IPTEK yang pesat,
guru mencoba mendidik muridnya agar lebih kreatif dengan mengoptimalkan perkembangan
IPTEK tersebut, tetapi kadang kala hal tersebut dijadikan kesempatan oleh sebagian kecil guru
untuk tidak perlu susah-susah mengajar lagi. Dengan kata lain, guru tidak mau menjelaskan
materi yang sudah dicari oleh muridnya, dan hal tersebut yang akan menjadi kurang optimalnya
pembelajaran. Ada saja murid yang mengerti, ada pula murid yang kurang mengerti dan harus
dijelaskan ulang oleh gurunya. Dengan pengalaman yang saya miliki, sebagian besar guru
menjelaskan ulang apa yang telah muridnya cari mengenai materinya sehingga itulah yang
disebut sebagai guru yang menjalankan tugas keprofesionalan dengan baik.

Guru yang dapat mengajar dengan hati juga menurut saya, ketika guru tersebut dapat
memahami dan mendengarkan keluh kesah muridnya. Sehingga ada empati yang diberikan guru
kepada muridnya tentang apapun itu masalah muridnya. Semisal ada murid yang merasakan
kurang kasih sayang orangtuanya, bisa jadi ia ingin mendapatkan kasih sayang tersebut dari
gurunya. Dan itulah yang membuat guru dapat menjadi sosok yang mengubah perilaku mental,
dan memperbaiki kesehatan mental anak seperti yang dikatakan penulis diatas. Setidaknya guru
harus menjadi tempat yang aman dan melindungi muridnya dari celaan atau cemoohan. Sebagai
motivator terbaik, saya sangat setuju dengan penulis bahwa guru dapat menyongsong perubahan
hari esok.

Artikel kelima :

Kegagalan Seorang Guru


Oleh : Anis Rizkiyatul Jannah, S.Pd.

Guru adalah pelaku utama dalam kegiatan transfering keilmuan dengan anak didik sebagai
objeknya, baik langsung ataupun tidak langsung. Namun, apakah akan selesai di situ saja? Tentu
saja tidak. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Peserta didik
memerlukan peran seorang guru untuk membantunya dalam proses perkembangan diri dan
pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimiliki peserta didik.
Berikut ini adalah beberapa kelalaian baik yang disadari atau tidak oleh seorang guru ketika
melakukan kegiatan belajar mengajar.

1. Ingin Ditakuti
Sikap ini masih banyak dilakukan oleh para guru sebagai bentuk sikap yang secara tidak
langsung telah mengajarkan kediktatoran pada peserta didik. Lalu dampak paling parahnya bisa
membunuh karakter seorang anak, serta menjadi awal mula munculnya latar belakang sikap
pembangkangan dan pemberontak pada seorang anak.

 Materialisme Kurikuler
Materialisme kurikuler adalah suatu keadaan pembelajaran dimana mau tidak mau semua
materi pelajaran harus tersampaikan sesuai dengan ketentuan kurikulum. Dengan kata lain,
guru tidak mau tahu terhadap kapasitas intelektual peserta didik yang cenderung berbeda tetapi
diperlakukan sama dalam hal ketercapaian materi pembelajaran. Sederhananya, materi satu
semester harus tersampaikan tanpa memperhatikan hal yang bisa diterima peserta didik atau
tidak. Sehingga keadaan yang terjadi adalah guru merasa tugas mengajarnya sudah selesai
padahal banyak peserta didik yang tidak paham atas materi yang disampaikan.

 Budaya Tunjuk Alias Menyuruh


Banyak guru yang mengajarkan disiplin akan tetapi guru tersebut tidak disiplin.
Mengajarkan kerapian tapi guru tidak rapi, dan sebagainya. Sederhananya, guru demikian
akan kehilangan respon dari peserta didik karena yang utama dari sistem pendidikan itu
adalah budaya memberi contoh, bukan budaya menyuruh.

 Gagal Mendeteksi dan Mengarahkan Anak Sesuai dengan Bakatnya


Hal ini sebenarnya menjadi salah satu jargon unggulan profesi guru. Tetapi hanya segelintir
dari sekian banyak siswa yang benar-benar diarahkan sesuai dengan kebiasaannya. Dan
biasanya guru hanya bisa mendeteksi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang mudah diarahkan,
tetapi kebiasaan-kebiasaan yang terpendam seperti anak yang pendiam dan terlihat tidak
menonjol di kelas biasanya akan terabaikan.
Terkait identifikasi kelebihan siswa, sedikit tips yang bisa dibagikan agar kita bisa mengarahkan
bakat siswa, yaitu :

1. Bakat tidak akan jauh dari kesukaan

2. Bakat tidak akan jauh dari kebiasaan

3. Dilakukan terus menerus tanpa ada paksaan.

Sebagai guru, kita harus bisa mencari benang merah antara kebiasaan dan kesukaan yang
dilakukan secara konsisten oleh siswa dengan hal yang bisa memunculkan bakatnya. Misalnya,
apa yang bisa dilakukan guru untuk mengarahkan bakat yang sesuai pada anak yang suka
menyendiri dan merenung?

Alur penjelasannya yaitu: kegiatan merenung identik dengan imajinasi, suka imajinasi
biasanya penuh khayalan dan fantasi. Imajinasi dan fantasi adalah modal utama menjadi
pengarang fiktif selama dia mau mencurahkan isi fantasinya ke dalam bentuk tulisan.
Kesimpulannya adalah anak yang suka merenung sudah punya modal menjadi seorang penulis
hebat, baik novel, cerpen, puisi, dan sebagainya.

Komentar Pribadi :

Bagi saya pandangan yang berbeda dari penulis adalah ada guru yang dapat dikatakan berhasil
dan tidak ada guru yang dikatakan guru yang gagal. Semua guru mempunyai tujuan yang sama
terhadap anak didiknya. Sehingga setiap guru telah berusaha semaksimal mungkin dalam
mecapai tujuannya itu. Ada guru yang berhasil karena anak didiknya membuktikan keberhasilan
itu, tetapi menurut saya tidak ada guru yang gagal melainkan guru yang sedang berproses
mendidik anak didiknya baik dalam berkarkter maupun perkembangan kognitifnya.

Setiap guru mempunyai cara tersendiri dalam mengajar muridnya, penulis menyebutkan
ada guru yang ingin terlihat galak dan ditakuti sehingga murid menurut atas apa yang
diperintahkan guru itu. Saya setuju dengan penulis, secara tidak langsung guru itu mengajarkan
kedikatoran terhadap muridnya yang menyebabkan sebagian besar murid tidak menyukai itu.
Namun disisi lain, cara mendidik seperti itu adalah cara yang tegas yang dilakukan guru kepada
murid SMP-SMA, jadi murid tidak harus selalu dimanjakan oleh gurunya dan berbuat
seenaknya. Hanya saja perlakuan tegas itu yang tidak boleh terlewat batas. Kita juga perlu
mengetahui alasan dibalik guru yang tegas itu, tidak mungkin guru marah jika bukan anak
muridnya yang membangkang atau perilakunya yang kelewatan. Dengan pengalaman saya, guru
yang tegas berulangkali menghukum anak yang terlambat, tidak mengerjakan tugas, pakaian
yang tidak rapi (seperti terlalu ketat), perilaku murid yang tidak sopan atau kasar, merokok, dsb.
Maka dari itu guru tidak mungkin memperlakukan dengan santai.

Perlu dipahami juga bahwa karakter dan kemampuan yang dimiliki seseorang itu
berbeda-beda, sehingga guru tidak perlu membanding-bandingkan anak yang satu terhadap
lainnya. Hal itu bisa berpengaruh pada kondisi mentalnya. Seringkali guru menyukai murid
yang pintar dan hanya mementingkan kemampuan kognitif yang dimiliki anak. Namun, sebagai
murid, bukan hanya ucapan “tidak bisa” yang terus diucapkan. Sama halnya dengan guru, murid
harus banyak introspeksi diri. Kalau memang tidak bisa, berarti ia harus dua atau bahkan tiga
kali berusaha memahami materi itu. Tidak apa-apa jika harus perlahan. Murid itu pada dasaranya
“bisa” hanya ada yang cepat mengerti dan adapula yang membutuhkan pemahaman yang
perlahan. Jadi sebagai guru harus tetap bersabar dalam mengajar dan tidak perlu tergesa-gesa
menyamakan pemahaman anak.

Anda mungkin juga menyukai