Tidak semua orang mampu memberi contoh yang baik, oleh karenanya sebelum
memberikan masukan yang baik, seorang Contoh baik dan buruk dibahas dalam
hadits tersebut menunjukkan bahwa contoh atau suri tauladan lebih penting dari
sekedar teori. From the care perspective, we must show what it means to care. ”
Hal ini berarti dalam mengajarkan seseorang untuk bermoral, guru harus lebih dulu
mencontohkan atau menunjukkan kebiasaan bermoral pada siswa.
Dalam perspektiv moral misalnya guru harus menunjukkan makna dari peduli
melalui tindakan dan perbuatannya. Hal ini sejalan dengan istilah “Sebelum
melihat keluar, lihatlah ke dalam. ” Sebelum mengajarkan karakter seorang guru
harus memiliki karakter lebih dahulu.
Revolusi mental yang ada pada manusia akan berkaitan dengan perilaku, karakter,
kebiasaan sepanjang hidupnya dalam bidang apapun termasuk dalam pendidikan
dan pengajaran. Revolusi mental ini berkaitan dengan karakter yang perlu
ditekankan dalam pendidikan. Seorang guru mengajarkan pada peserta didik
bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan, namun setelahnya guru itu merokok
baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.
Seorang guru yang berperilaku yang tidak baik dihadapan peserta didik maka
mudahlah peserta didik tersebut meniru perilaku yang kurang baik bahkan jauh
lebih buruk, namun satu suri tauladan yang baik dari guru akan mengajarkan
makna pendidikan karakter yang mendalam dan dapat ditiru oleh peserta didik
dengan baik pula melebihi perkataan atau ucapan seorang guru.
Peserta didik merindukan sosok seorang guru yang berakhlak mulia, berjiwa besar
serta bisa menjadi suri tauladan yang mampu menghargai dan mendidiknya dengan
kasih sayang dengan sepenuh hati layaknya anak sendiri.
Guru yang bisa memberikan suri taulan kepada peserta didiklah yang memberikan
dukungan terbesar dalam pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik di
sekolah dan masyarakat. Pentingnya karakter bagi seorang guru akan berdampak
positif bagi tumbuh kembangnya peserta didik.
Sedangkan menurut John Sewey dalam Gunawan (2012) merupakan hal yang
lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak (karakter) memiliki
arahtujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah.
Kebiasaan melihat dan melakukan yang baik akan membentuk karakter seseorang.
Guru yang memiliki kebiasaan untuk mengetahui yang baik dan bermanfaat baik
itu bagi dirinya dan orang lain akan membentuk karakter pribadi yang mulia.
Hal ini yang mengungkapkan bahwa karakter sebagai nilai dasar yang membangun
pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Kasus Bandar narkoba warga Negara asing yang divonis hukuman mati,
bagaimana pendapat anda melihat pelaksanaan hukuman mati ini terhadap dari
aspek konsep manusia dan kemanusia serta HAM.
Menurut pendapat saya, setiap individu memiliki hak untuk hidup, dan hukuman
mati menghapus hak ini secara permanen. Dari perspektif kemanusiaan, hukuman
mati bisa dianggap sebagai bentuk perlakuan yang tidak manusiawi karena
mengakhiri kehidupan seseorang secara sengaja. Selain itu, pelaksanaan hukuman
mati juga bisa menimbulkan risiko eksekusi terhadap orang yang tidak bersalah.
Dalam konteks HAM, banyak organisasi dan komunitas internasional yang
menentang penggunaan hukuman mati karena dianggap sebagai pelanggaran
terhadap hak asasi manusia. Sebagai gantinya, banyak yang menganjurkan
penerapan hukuman alternatif yang lebih manusiawi dan rehabilitatif.
Coba anda diskusikan tentang kondisi siswa yang membully guru baik yang
dilakukan dalam lingkungan sekolah maupun diluar sekolah sampai menggunakan
medsos yang dampaknya cukup besar terhadap hidup dan kehidupan guru tersebut
sebagai manusia. Bagaimana implementasi pendidikan sebagai suatu tindakan yang
disengaja dan terencana yang dilakukan oleh orang dewasa yang
bertanggungjawab moral untuk membantu anak menjadi dewasa dan mandiri.
Menurut saya, penting untuk diakui bahwa bullying terhadap guru memiliki
dampak yang signifikan tidak hanya pada guru itu sendiri tetapi juga pada
lingkungan belajar secara keseluruhan. Guru yang menjadi korban bullying bisa
mengalami tekanan psikologis, stres, bahkan depresi, yang dapat mengganggu
kemampuan mereka untuk memberikan pendidikan yang efektif kepada siswa.
Dalam mengatasi masalah ini, implementasi pendidikan yang disengaja dan
terencana menjadi kunci. Orang dewasa yang bertanggung jawab, seperti guru, staf
sekolah, dan orang tua, harus memainkan peran aktif dalam mengajarkan nilai-nilai
empati, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan kepada anak-anak. Ini
dapat dilakukan melalui kurikulum yang menyertakan pembelajaran tentang
bullying, pelatihan bagi siswa dan staf sekolah tentang bagaimana mengidentifikasi
dan mengatasi perilaku bullying, serta promosi lingkungan sekolah yang inklusif
dan ramah.
Selain itu, penting untuk memperkuat peran orang tua dalam mendidik anak-anak
mereka tentang pentingnya menghormati orang lain, termasuk guru. Orang tua
perlu terlibat aktif dalam kehidupan pendidikan anak-anak mereka, mendengarkan
mereka, dan memberikan dorongan positif serta pemahaman tentang konsekuensi
dari perilaku yang merugikan. Pendekatan holistik yang melibatkan guru, staf
sekolah, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan diperlukan untuk
menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung bagi semua
individu. Ini bukan hanya tentang menghukum pelaku bullying, tetapi juga tentang
menciptakan budaya di mana perilaku tersebut tidak diterima dan di mana setiap
individu merasa dihargai dan didukung.