Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

ANALISIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “TUNADAKSA”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi
Agus Tri Susilo, M.Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 9 (Kelas A)
1. Ainaiyah Faatihah Amril NIM : K3117005
2. Gustin Cahya Prasiwi NIM : K3117031
3. Lis Mona Inas Agesti NIM : K3117045

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan yang berjudul Analisis Anak Berkebutuhan Khusus “Tunadaksa” ini
dengan tepat waktu.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan yang diajukan untuk


melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi. Oleh karena itu, kami sampaikan
ucapan termakasih yang setulus-tulusnya kepada bapak Agus Tri Susilo, M.Pd. atas
bimbingan yang diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

Penyusun

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK
antara lain: tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, kesulitan
belajar, slow learner, ADHD, tuna laras, dan CIBI (Cerdas Istimewa Bakat
Istimewa).
Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat diketahui,
namun sudah banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui. Berdasarkan
waktu terjadinya, ada beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus.
Penyebab pertama terjasi pada masaprenatal, yaitu penyebab yang terjadi
sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih berada dalam kandungan,
sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah minum obat. Penyebab
kedua pada masa prenatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat proses
kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan
proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum). Penyebab ketiga pada
masa postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya
kecelakaan jatuh atau terkena penyakit tertentu.
Sejalan dengan gencarnya gerakan Hak Asasi Manusia muncul
pandangan baru bahwa semua anak berkebtuhan khusus harus dididik
bersama-sama dengan anak normal di tempat yang sama. Dengan maksud
anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar sekolah umum yang mereka
inginkan. Pendidikan Inklusif dapat diartikan sebagai model penyelenggaraan
pendidikan dimana anak yang memiliki kelainan dan yang normal dapat
belajar bersama-sama disekolah umum. Bagi mereka yang memiliki kesulitan
sesuai kecacatannya disediakan bantuan khusus. Hal ini mengandung makna
bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen atau
tidak permanen.
Oleh karena itu, di dalam laporan ini, memuat tentang karakter dan
pembelajaran anak berkebutuhan khusus, terkhusus ABK untuk anak tuna
daksa dalam sekolah inklusi. Sehingga dapat diketahui perbedaan untuk anak
berkebutuhan khusus tuna daksa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Apa pengertian Anak Tunadaksa?
3. Bagaimanakah karakteristik Anak Tunadaksa?
4. Apa sajakah faktor-faktor penyebab Ketunadaksaan?
5. Apa sajakah dampak Ketunadaksaan?
6. Bagaimanakah upaya penanganan Ketunadaksaan?

C. TUJUAN
1. Untuk megetahui pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
2. Untuk mengetahui pengertian Anak Tunadaksa
3. Untuk mengetahui karakteristik Anak Tunadaksa
4. Untuk mengeathui faktor-faktor penyebab Ketunadaksaan
5. Untuk mengetahui dampak Ketunadaksaan
6. Untuk mengetahui upaya penanganan Ketunadaksaan

D. MANFAAT
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas
dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang
spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus
mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
belajar masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua
kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan
khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan
belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi
lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesuitan dalam
menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa
membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang megalami
kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang
mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya
dank arena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila
tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan
belajarnya bisa menjadi permanen.
Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun
yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan
belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap
anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
a. Faktor lingkungan
b. Faktor dalam anak sendiri
c. Kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak

2. PENGERTIAN ANAK TUNADAKSA


Anak tunadaksa sering disebut dnegan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik,
dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berbarti
rugi atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh. Tunadaksa adalah yang
memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan
cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota
tubuhnya, bukan cacat inderanya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi
terjemahan dari bahasa inggris orthophedically handicapped. Orthopedic
mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian.
Dengan demikian, cacar ortopedi kelaiannya terletak pada aspek otot,
tulang, dan persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan
yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami
ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan
mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit,
pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk
melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa)
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit atau
pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo, 1977). Sehingga untuk kepentingan
pembelajarannya perlu layanan khusus. (Kneedler, 1984)
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika mereka mngelami
gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi syaraf otak disebut
dengan cerebral palsy (CP).
Istilah kelainan fisik (physical disability) sebenarnya tidak digunakan,
namun kenyataannya definis-definisi tersebut digunkan dalam penerapan
IDEA. Istilah yang digunakan dalam undang-undang itu adalah kelainan
ortopedi (orthopedic impairment) dan kelainan kesehatan lain (other
health impairment).
Istilah ini didefinisikan sebagai berikut: dalam Federal Register kelainan
ortopedi berarti suatu keadaan penurunan fungsi ortopedik yang
mempunyai efek merugikan pada prestasi pembelajaran anak. Istilah ini
meliputi gangguan yang disebabkan kelainan bawaan (misalnya hilang
salah satu anggota tubuh).
Kelainan kesehatan lain berarti memiliki keterbatasan kesehatan, vitalitas
atau kewaspadaan yang disebabkan oleh masalah-masalah kesehatan yang
akut misalnya penyakit jantung, tuberculosis, reumatik, radang ginjal,
keracunan tubuh, leukimia atau diabetes yang mengakibatkan merugukan
pada prestasi pendidikan si anak (federal register, 1990).
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan
atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat
mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi,
dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi
mengenai anak tunadaksa menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak
yangpenyandang cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang,
otot, sendi maupun syaraf-syarafnya.
Istilah tunadaksa maksudnya sema dengan istilah yang berkembang,
seperti cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat
orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped (Depdikbud,
1986:6). Selanjutnya, Samuel A Krik (1986) yang dialihbahasakan oleh
Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah (1991:3) mengemukakan bahwa
seseorang dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan
mengganggu kemampuan anak untuk berperan aktif dalam kegiatan
sehari-hari, sekolah atau rumah.sebagai contoh anak yang mempunyai
lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti
pendidikan jasmani atau ada anak yang minum obat untuk mengendalikan
kesehatannya maka anak-anak jenis itu tidak termasuk penyandang
gerakan fisik. Tetapi jika kondisi fisik tidak mampu memegang pena, atau
anak sakit-sakitan (mengidap penyeakit kronis) sering kambuh secara
rutin maka anak itu termasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
B. KARAKTERISTIK ANAK TUNADAKSA
1. SECARA TEORITIS
Secara umum karakteristik kelainan anak yang dikategorikan
sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak
tunadaksa syaraf (neurogically handicapped) (Hallahan dan Kauffman,
1991).
Keadaan anak tunadaksa ortopedi dan tunadaksa tidak terdapat
perbedaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa
memiliki kesamaan, terutama pada fungsi analogi anggota tubuh untuk
melakukan mobilitas. Namun apabila dicermati secara seksamasumber
ketidakmampuan untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya untuk beraktifitas
atau mobilitas akan nampak perbedaannya.
a. Karakteristik Akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal
sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal,
sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari
tingkat idiocysampai dengan gifted. Hardman (1990) mengemukakan
bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental
(Tunadaksa), 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas
normal. Sisanya mempunyai kecerdasan sedikit dibawah rata-rata.
Selanjutnya P.Siebel (1984:138) mengemukakakn bahwa tidak
ditemukan hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik
dengan kecerdasan anak. Artinya, anak cerebral palsy yang
kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak cerebral palsy
juga mengalami kelainan presepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan
presepsi terjadi karena syaraf penghubung dan jaringan syaraf ke otak
mengalami kerusakan sehingga proses presepsi yang dimulai dari
stimulus merangsang alat maka diteruskan ke otak opleh syaraf
sensoris, kemidian ke otak (yang bertugas menerima dan menafsirkan,
serta menganalisis) mengalami gangguan.
Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak
sehingga mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran,
bicara, rabaan, dan bahasa, serta pada akhirnya anak tersebut tidak
dapat mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus
menerus melalui prespsi dengan menggunakan media sensori (indra).
Gangguan pada simbolisasi dosebabkan oleh adanya kesulitan dalam
menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang
kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
b. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari
konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar.
Kehadiran anak cacat yang tidak doterima oleh orang tua disingkirkan
dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan
jasmani yang tidak dapat dilakukan anak tunadaksa dapat
menimbulkan problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah
marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan
frustasi. Problem emosi seperti itu, banyak ditemukan pada anak
tunadaksa dengan gangguan cerebral. Oleh sebab itu, tidak jarang dari
mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasabya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan
lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak
ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara
disebabkan ole kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh),
seperti lifah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan
artikulasi yang benar. Akibatnya bicaranya tidak dapat dipahami orang
lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami
aphasia sensoris, yaitu ketidakmampuan berbicara karena organ
reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu mampu
menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indra
pendengaran namun tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan.
Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan
extrapyramidal yang berfungi mengatur sistem motorik. Tidak heran
mereka mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerak tidak
dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat.
Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas gangguannya
dikelompokkan atar hyperaktif yang menunjukkan tidak mau diam,
gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerak lamban,
dan kurang merespon rangsangan yang diberikan serta tidak ada
koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang
membutuhkan integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis,
meggambar, dan menari.
2. SECARA EMPIRIS
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
1. SECARA TEORITIS
Penyebab Tunadaksa ada beberapa macam sebab ang dapat
menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan
tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum tulang
belakang, pada sistem musculus skeletal.
Adanya keragaman jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan
timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat
terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
a. Sebelum lahir (Fase Prenatal), kerusakan terjadi pada saat bayi masih
dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh:
1.) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung
sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya,
misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis.
2.) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali
pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di
dalam otak.
3.) Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung
mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun
fungsinya terganggu.
4.) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan)
yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem
syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang
cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal), hal-hal yang
dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain:
1.) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu
kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan
oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam
otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
2.) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang
mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak
pada bayi.
3.) Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan
karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis
dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak
mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal), Fase setelah
kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal
yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
1.) Faktor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak),
encephalis (radang otak), influenza, diphtheria, partusis, dll.
2.) Faktor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena
benturan benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi
tubuhnya khususnya bagian kepala yang melindungi otak.
3.) Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.
2. SECARA EMPIRIS
D. DAMPAK KETUNADAKSAAN
1. SECARA TEORITIS
Karakteristik anak tunadaksa, mempengaruhi kemampuan penyesuaian
diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah
pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa yang sangat dipengaruhi
oleh jenis dan derajat keturunannya.
Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku
sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek
psikologis anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan
sensitive, memisahkan diri dari lingkungan.
Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta
bagi anak tunadaksa antara lain:
a. Kelainan perkembangan/intelektual
b. Gangguan pendengaran
c. Gangguan pengelihatan
d. Gangguan taktik dan kinestetik
e. Gangguan persepsi
f. Gangguan emosi
2. SECARA EMPIRIS
E. UPAYA PENANGANAN
1. SECARA TEORITIS

2. SECARA EMPIRIS
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
B. IMPLIKASI
C. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Choiri, Abdul Salim, Munawir Yusuf. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Secara Inklusif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Karyana, Asep, Sri Widati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa.
Jakarta: Luxima.

Anda mungkin juga menyukai