Anda di halaman 1dari 24

1

BEDAH BUKU PENDIDIKAN RAMAH ANAK

MODEL IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN INKLUSIF RAMAH ANAK

Dosen Pengampu : Rr. Vemmi Kesumadewi, M.Pd

Disusun oleh : Kelompok II

Shinta Sari PGMI/IV 182200046

Siti Maryati PGMI/IV 182200013

Afifah Rizkya Annisa PGMI/IV 182200033

Nurmala Sari PGMI/IV 182200035

Siti Eneng Samahatul Paaizah 172200005

IAI AL AQIDAH AL HASYIMIYYAH JAKARTA


2020
2

JUDUL : Model Implementasi Pendidikan Inklusif Ramah Anak

PENGARANG : Drs. Dedy Kustawan, M.Pd. & Budi Hermawan, S.Pd, M.Phil. SNE

EDISI : Cetakan 1, 2013

DESKRIPSI FISIK : xii, 166 hlm ; 1 cm

PENERBIT : Luxima Metro Media

ISBN : 978-602-268-013-0

SUBJEK : Proses Pembelajaran

ABSTRAK

Semua anak di Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang
bermutu. Pendidikan inklusif ramah anak diyakini sebagai sebuah cara untuk memberikan akses yang
sama kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang
bermutu. Beberapa landasan dan legal framework pelaksanaan pendidikan inklusif sudah sangat
cukup dan kuat, namun perlu dilakukan tahapan-tahapan baik secara mikro maupun makro dan hal
inti perlu dilakukan oleh semua komponen stakeholder pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh
undang-undang.

Untuk menjaga keterjangkauan implementasi pendidikan inklusif ramah anak di seluruh wilayah di
Indonesia yang cukup luas dan beragam itu, tidak dapat disangkal akan perlu adanya payung hukum
yang dapat menjaga keterjangkauan dan kelangsungan implementasi pendidikan inklusif di setiap
daerah

Bab I Pendahuluan, latar belakang, tujuan dan ruang lingkup penulisan.

Bab II Filosofi dan konsep pendidikan inklusif

Paradigma pendidikan inklusif ramah anak,

tantangan pendidikan dasar Indonesia

Bab III Upaya pengembangan pendidikan inklusif sebagai strategi, dalam rangka:

mencapai pendidikan dasar untuk semua.

Bab IV Model penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD/MI.

Bab V Kata-kata penutup berkenaan penulisan buku ini.


3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak asasi manusia merupakan hal dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng sehingga itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan.

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun
1945 yang menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sehingga perlindungan
dan kemajuan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan khususnya atau anak-anak yang
berkebutuhan khusus perlu ditingkatkan, sesuai dengan amanat UU no.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, maka pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik, dengan sistem terbuka multi
makna, sebab pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat dan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Di negara kita, hak warganegara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dilindungi dengan
sejumlah undang-undang namun pada kenyataannya masih banyak masalah yang ditemui berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan di negara kita, dan ternyata termasuk juga yang dihadapi
dunia.

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi dunia saat ini sedemikian banyak orang yang terabaikan
terdikriminasikan dari partisipasi yang bermakna dalam masyarakat.

Definisi Pendidikan Inklusif Ramah Anak

Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan


kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan Inklusif
merupakan model pendidikan yang mengakomodasi keberagaman kebutuhan lokal.

Pendidikan inklusif ramah anak adalah satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang
aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi,
menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi

Kelompok orang yang terabaikan dan terdikriminasikan itu, disebabkan adanya perbedaan
yang mencolok dari kebanyakan orang. Mereka itu adalah orang-orang miskin atau tidak mampu
4

secara ekonomi, minoritas secara budaya atau bahasa, dan berbeda keadaan karena menyandang
kelainan atau kecacatan (disability).

Mereka yang terabaikan itu tidak memperoleh pendidikan, seperti yang diperoleh kelompok lainnya
atau anak pada umumnya. Kondisi seperti ini sangat tidak nyaman bagi sebagian masyarakat atau
kelompok orang yang terabaikan dan terdikriminasikan. Kondisi seperti ini berpengaruh terhadap
penerimaan diri, harga diri, status sosial dan kepribadiannya.

Betapa sulit  dan sakitnya mereka mengalaminya dan lebih sakit lagi karena diperburuk oleh sikap
sekolah dan masyarakat yang tidak menerima atau menolak kehadiran mereka di sekolah atau di
lingkungan masyarakat.

Diperkirakan terdapat 113 juta orang anak usia sekolah di seluruh dunia, 90% dari mereka hidup di
negara miskin termasuk Indonesia (UNESCO, 2000), tidak mendapatkan pendidikan putus sekolah.
Hal disebabkan sistem pendidikan yang ada saat ini tidak bisa mengakomodasi dan tidak memiliki
akses terhadap sistem pendidikan yang ada saat ini. Sistem yang saat ini tidak mencukupi dan tidak
cocok untuk mengatasi kebutuhan anak yang terabaikan dan terdikriminasikan itu.

The International Commision and Education for The Twenty First Century, mengingatkan kebijakan
pendidikan harus dirancang agar dapat merespon keberagaman kebutuhan peserta didik dan
menghindari atau tidak menyebabkan munculnya eksklusivisme atau pemisahan dan diskriminasi
(UNESCO, 1996).

Urgensi untuk merepon kebutuhan belajar kelompok anak yang rentan dan tereklusikan , dinyatakan
juga dalam “The Dakkar World Education Forum (2000):

Hal penting yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan pendidikan, agar mencoba
memperluas visi pendidikan yang inklusif dan tercermin dalam rumusan peraturan dan menentukan
kebijakan penganggaran sejalan dengan secara nasional. Kementrian Pendidikan Nasional
(Kementrian P&K) mengembangkan Rencana Strategis 2010-2014 dengan visinya, dirumuskan
sebagai berikut :

Tersedianya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk membentuk insan Indonesia yang cerdas dan
komprehensif.

Misi yang dikembangkan melalui 5K:

1. Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan

2. Meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan

3. Meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan

3. Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan

4. Meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh pendidikan

5. Meningkatkan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan

Cara yang tepat untuk merespon tantangan pendidikan  dasar yang dihadapi saat ini adalah, melalui
kebijakan pendidikan yang Inklusif. Alasannya, pendidikan Inklusif bukan sebuah model yang bersifat
universal, tetapi sebagai idiologi atau filosof, yang harus memperhitungkan potensi, karakteristik,
sumber daya yang ada di setiap daerah.
5

B. Tujuan Penulisan

Buku pedoman ini membahas filosofi, konsep dan implementasi pendidikan inklusif untuk
membekali dan meningkatkan kompetensi guru (pendidik) dan tenaga kependidikan sekolah reguler
khususnya SD/MI.

Dalam rangka memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran secara efektif membekali dan
meningkatkan pemahaman para pendidik (guru pendidikan  khusus) dan para tenaga kependidikan
lainnya di SLB atau satuan pendidikan khusus, dalam memfasilitasi, atau pendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusif ramah anak.

Pemahaman materi filosofi, konsep dan implementasi pendidikan inklusif oleh setiap pendidik dan
tenaga kependidikan, bermanfaat dalam pelaksanaan tugas di lapangan, sehingga dalam
melaksanakan berbagai tugas pengembangan pendidikan dan pembelajaran dengan menggunakan
prinsip-prinsip inklusif bagi peserta didik sehingga mereka dapat melakukan proses pembelajaran
yang menghargai keberagaman dan non diskriminatif.

C. Ruang Lingkup

Bab I Pendahuluan, latar belakang, tujuan dan ruang lingkup penulisan.

Bab II Filosofi dan konsep pendidikan inklusif

Paradigma pendidikan inklusif ramah anak,

tantangan pendidikan dasar Indonesia

Bab III Upaya pengembangan pendidikan inklusif sebagai strategi, dalam rangka:

mencapai pendidikan dasar untuk semua.

Bab IV: Model penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD/MI.

Bab V : Kata-kata penutup berkenaan penulisan buku ini.


6

BAB II
FILOSOFI DAN KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF

A .  Paradigma Pendidikan Inklusif Ramah Anak

Bagian ini akan membahas beberapa topik penting yaitu : kerangka berfikir, konsep pendidikan
inklusif ramah anak, latar belakang historis, faktor-faktor yang melatarbelakangi dan subjek sasaran
dan relevansi pendidikan inklusif dengan peraturan perUU di Indonesia.

1.. Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusif ramah anak sebagai sebuah  pendekatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
dan belajar bagi semua anak , remaja dan orang dewasa.

Pendidikan inklunsif ramah anak difokuskan secara spesifik kepada mereka yang rawan dan rapuh,
terpinggirkan dan terabaikan. Prinsip pendidikan inklusif ramah anak di adopsi dari konferensi
Salamanca tentang pendidikan kebutuhan khusus (UNESCO, 1949) dan diulang kembali pada forum
pendidikan Dunia di Dakar (2000). 

Pendidikan inklunsif ramah anak mempunyai arti bahwa pendidikan/sekolah harus mengakomodasi
semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik, inteleltual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-
kondisi lain, termasuk  anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted  children), pekerja
anak, dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa
minoritas dan anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat  
(salamanca  statement, 1994).

Persoalan pokok dalam pendidikan inklusif ramah anak adalah Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam pendidikan yang dinyatakan dalam deklarasi universal tentang hak asasi manusia (Universal
Declaratation of Human Right, 1948).

Hal yang lebih khusus dan sangat penting adalah hak anak untuk tidak didiskriminasikan yang
dinyatakan dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the right  of the child ,Un, 1989)

Sebagai konsekuensi logis dari hak-hak anak ini adalah bahwa semua anak (all children) mempunyai
hak untuk menerima pendidikan yang ramah yang tidak diskriminatif. Kelompok individu yang sering
didiskriminasikan adalah kecacatan (disability) , kelompok etnik (ethnicity), agama (religion), bahasa
(language) , jenis kelamin (gender),  kemampuan (capability) dan sebagainya.

Sementara salamca statement and framework for action, (1994) menjelaskan bahwa sekolah reguler
yang berorientasi inklusif adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan
masyarakat yang ramah, membangun masyarakat inklusif dan mencapai cita-cita pendidikan untuk
semua. Pendidikan, di samping harus merespon keberagaman talenta  individual , pendidikan juga
7

harus menghadapi rentang latar belakang  budaya yang luas dari kelompok  yang akan membentuk
masyarakat (society). 

Pendidikan harus mampu mengarahkan keberagaman menjadi sebuah kontribusi konstruktif


terhadap pemahaman  bersama antara individu dengan kelompok. Sebuah kebijakan pendidikan
harus mampu mempertemukan pluralisme dan memungkinkan setiap orang menemukan tempatnya
di dalam masyarakat.

Komisi Internasional tentang pendidikan untuk abad 21, mengingatkan bahwa kebijakan pendidikan
harus secara memadai bersifat diversifikasi dan harus dirancang agar tidak menjadi penyebab
terjadinya eklusi / pengucilan sosial. Dan sekolah-sekolah harus mendorong keinginan individu untuk
hidup secara bersama  (UNESCO,1996)

Dari penjelasan itu terkandung makna adanya pengakuan terhadap konsep pendidikan dasar yang
luas, yang meliputi : pemberian akses yang sangat luas dan mempromosikan kesamaan,
memfokuskan kepada belajar, memperluas cara dan lingku pendidikan , meningkatkan peran
lingkungan untuk kepentingan belajar dan memperkuat kemitraan (UNESCO, 1990)

Berdasarkan uraian di atas  dapat  disimpulkan bahwa pendidikan inklusif ramah anak adalah sebagai
strategi utk mencapai tujuan pendidikan untuk semua.

2. Konsep Pendidikan Inklusif

a. Konsep tentang Anak

1. Hak semua anak memperoleh pendidikan di dalam masyarakatnya sendiri bersama


dengan teman-teman sebayanya.
2. Semua anak dapat belajar dan siapapun dapat mengalami kesulitan dalam belajar
3. Semua anak membutuhkan dukungan dalam belajar
4. Pembelajaran berpusat pada anak, menguntungkan semua anak
5. Keberagaman diterima n dihargai
6.

b. Konsep tentang Pendidikan dan Sekolah

1. Pendidikan lebih luas daripada pendidikan formal disekolah (formal schooling)


2. Fleksibel dan sistematis pendidikan bersifat responsif
3. Lingkungan pendidikan ramah terhadap anak artinya sekolah memiliki dimensi yang
memberikan ciri-ciri keramahan antara lain :

a). Secara aktif mendata, menjaring anak yang belum atau tidak sekolah dan
memasukkan  mereka agar belajar bersama disekolah terdekat di mana dia berada.
b) Sekolah mengembangkan pembelajaran yang efektif bagi semua anak.
c). Sekolah responsif terhadap perbedaan jenis kelamin peserta didik.

d). Sekolah menjamin semua siswa aman, sehat dan terlindungi dari penyakit,
kecelakaan, dan berbagai perlakuan pelecehan secara fisik dan psikis.
e). Sekolah mengundang partisipasi aktif dari semua stakeholder pendidikan.
8

4. Sistem mengakomodasi setiap anak yang beragam.

5.  Kolaboratif antar mitra n bukan kompetitif

c. Konsep Tentang Keberagaman dan Diskriminasi

1. Menghilangkan diskriminasi dan pengucilan (exclusion) .


2. Memandang keragaman sebagai sumber daya, bukan sebagai masalah
3. Pendidikan inklusif ramah anak menyiapkan peserta didik menjadi toleran dan
menghargai perbedaan-perbedaan

d. Konsep Sumber Daya

1. Memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia (local resources)


2. Mendistribusikan sumber daya yang tersedia. .
3. Memandang manusia (anak, orang tua, guru, kelompok orang yang
termarginalkan) sebagai sumber daya kunci.

3. Latar Belakang Historis

a. Latar belakang internasional .


b. Komitmen pemerintah Indonesia menuju pendidikan inklusif ramah anak

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subyek Sasaran

Munculnya gagasan tentang pendidikan inklusif ramah anak dilatarbelakangi oleh 2 faktor utama
yaitu adanya gerakan perbaikan mutu sekolah (schoos improvement) dan didorong oleh pemikiran
yang berkembang dalam bidang pendidikan kebutuhan khusus (special needs education).

5. Relevansi pendidikan inklusif dengan masalah pendidikan di Indonesia dan peraturan perUU yang
mendukung pendidikan dasar diindonesia saat ini menghadapi dua tantangan besar. Pertama
tantangan berkenaan dengan partisipasi dan kedua tantangan yang berkenaan dengan mutu proses
pembelajaran.

a. Tantangan terkait partisipasi

1. Masih adanya diskriminasi pada kelompok anak tertentu. .


2. Jumlah anak putus sekolah relatif masih tinggi .
3. Masih sangat banyak anak-anak cacat (berkebutuhan khusus) yang belum memiliki akses ke
dalam pendidikan, baru sekitar 30% dari populasi anak-anak cacat yang tertampung dalam
pendidikan
9

4. Masih banyak anak-anak didaerah terpencil dan suku terasing yang tidak terjangkau oleh
pendidikan dasar.

b. Tantangan terkait mutu proses pembelajaran

1. Kurikulum, pembelajaran dan penilaian masih belum ramah terhadap kebutuhan anak

2. Proses pembelajaran belum memperhatikan keberagaman siswa secara individual tetapi lebih
menekankan penyelesaian program.

3. Proses pembelajaran sangat kompetitif, hanya menguntungkan para pemenang, tetapi tidak
menguntungkan bagi yang kalah kompetisi.

4. Adanya kecenderungan anak-anak terpisahkan dari komunitasnya, sekolah tidak relevan dengan
tantangan hidup yang sebenarnya.

5. Anak pasif tidak didorong untuk belajar aktif dan pembelajaran tidak responsif terhadap
hambatan. belajar dan kebutuhan anak.

Perundang-undangan dan peraturan yang mendukung implementasi pendidikan inklusif ramah


anak :

1.. UUD 1945 pasal 31 : 1) setiap warga negara berhak mengikuti pendidikan,

2) Warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai

2.. UU No. 4  tahun 1997 tentang penyandang cacat

3. UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

4. UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Peraturan Pemerintah dan menteri yang mengatur pelaksaan pendidikan inklusif :

1. Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan

2. Peraturan Pemerintah no. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan,
bab VII yang mengatur pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru pendidikan khusus

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

B. Tantangan Pendidikan Dasar di Indonesia


10

Dunia pendidikan dasar di Indonesia dalam hal ini sedang menghadapi dua tantangan besar.
Pertama tantangan yang berkenaan dengan partisipasi, dan yang kedua tantangan berkenaan
dengan proses dan mutu.

1. Tantangan berkenaan dengan kesempatan dan partisipasi

a. Diskriminasi pada kelompok anak tertentu


b. Anak usia sekolah yang belum memperoleh pendidikan relatif masih banyak tersebar
sehingga berdampak pada APK dan APM yang rendah
c. Masih banyak anak penyandang cacat yang belum memiliki akses ke dalam pendidikan
d. Angka putus sekolah yang masih relatif tinggi.

2. Tantangan yang berkenaan dengan perbaikan mutu pendidikan

a. Kurikulum, pembelajaran, dan penilaian belum ramah terhadap kebutuhan anak

b. Masih banyak anak yang terabaikan dalam pendidikan bahkan secara tidak disadari juga
dalam pembelajaran

c. Keberagaman anak diabaikan dan lebih menekankan penyeragaman dalam pembelajaran

d. Terjadi pemisahan dalam pembelajaran yang ekstrim berdasarkan identitas tertentu

e. Pembelajaran yang buruk, terlalu kaku tidak responsif terhadap kebutuhan anak

f. Di dalam pelajaran anak pasif tidak didorong untuk aktif, kelas yang padat, serta banyak
anak yang tersisihkan dan putus sekolah

g. Melek huruf dan keterampilan dasar tidak diajarkan secara memadai

h. Sekolah tidak relevan dengan kehidupan masyarakat, tidak berkaitan dengan tantangan
hidup yang sesungguhnya

i. Kekurangan infrastruktur fisik; bangunan, materi serta buruknya fasilitas air bersih dan
sanitasi

j. Masalah-masalah yang mempengaruhi sekolah terkait erat dengan kemiskinan dan


kesenjangan global yang berkepanjangan, hutang, konsekuensi, kolonialisme, dampak
kebijakan penyesuaian struktural, sangat meningkatnya instabilitas, konflik dan penduduk
yang terusir serta epidemi HIV/AIDS.

Upaya yang dilakukan

Pendekatan inklusif diyakini dapat memacu dan mempromosikan peningkatan daya jangkau dan
kualitas proses belajar di dalam kelas. Untuk mencapai kualitas pendidikan diperlukan perubahan-
perubahan pada beberapa tingkatan secara bertahap. Variasi dan perbedaan manusia sesuatu yang
alamiah dan bernilai yang merupakan bagian dari masyarakat yang seharusnya terwujud di dalam
sekolah.
11

BAB III
UPAYA PRNGEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI STRATEGI
DALAM RANGKA MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA

A. Upaya yang Perlu Dikembangkan pada Tingkat Mikro (Sekolah)

Salah satu opsi pendidikan yang makin banyak memperoleh perhatian adalah memenuhi kebutuhan
khusus semua anak. Sekolah yang berhasil yaitu sekolah yang dirancang untuk menerima diversitas
dan memperhatikan kebutuhan semua anak. Adapun upaya yang perlu dilakukan pada tingkat
sekolah (Sekolah Reguler SLB/SD Inti) untuk menyongsong implementasi pendidikan yang inklusif,
yaitu mengembangkan sikap dan keyakinan, mengembangkan layanan khusus dan aksesibilitaa fisik,
dukungan sekolah, kolaburasi, dan metode mengajar.

1. Mengembangkan sikap dan keyakinan

Langkah pertama dan utama sekolah yang akan mengimplementasikan pendidikan inklusif yaitu
membangun persepsi yang benar tentang apa itu pendidikan inklusif ramah anak, dilanjutkan
dengan membangun pengetahuan yang benar, diperkuat dengan membangun sikap dan keyakinan
positif terhadap pendidikan inklusif ramah anak, serta disertai dengan membangun perilaku dan
kinerja, yang akhirnya akan menghasilkan kultur pendidikan inklusif ramah anak.

2. Mengembangkan layanan khusus dan aksesibilitas fisik.

Sekolah secara stimultan mengembangkan aksesibilitas fisik dan media pembelajaran yang dapat
mengakomodasi kebutuhan semua anak misalnya mainan, bangunan dan fasilitas tempat bermain,
bahan ajar, peralatan asistif. Dan tersedia layanan khusus yang dibutuhkan oleh siswa berkebutuhan
khusus, misalnya layanan kesehatan, terapi fisik, terapi okupasional atau terapi bicara.

3. Dukungan sekolah

Kepala sekolah diharapkan memahami kebutuhan khusus setiap anak, merekrut sember daya
manusia (SDM) yang memadai, termasuk guru pembimbing khusus atau guru bantu dan personil
pendukung; melakukan pengembangan staf dan bantuan teknis yang memadai, yang didasarkan atas
kebutuhan personel sekolah (misalnya informasi tentang masalah anak berkebutuhan khusus,
metode mengajar, kegiatan untuk menanamkan kesadaran dan penerimaan bagi siswa, dan
keterampilan kerja tim); mengembangkan kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor
kemajuan anak, termasuk penilaian, evaluasi dan pengetesan

4.. Kolaburasi

Melakukan kolaburasi dengan guru satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa dan para
spesialis lainnya untuk melakukan perencanaan, pembelajaran, dan pemecahan masalah dalam
implementasi program

5. Metode mengajar
12

Mengembangkan kompetensi guru agar memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadaptasikan


kurikulum dan metode mengajar sesuai dengan kebutuhan dan keragaman anak, menerapkan
berbagai macam strategi pembelajaran, menciptakan lingkungan belajar yang kooperatif dan
membina perilaku sosial

Dengan digulirkannya pendidikan inklusif ramah anak oleh pemerintah maka fungsi, peran dan
tanggung jawab SLB dan Sekolah Inti semakin berkembang. Di samping memberikan layanan
pendidikan kepada ABK maka SLB dan Sekolah Inti perlu dikembangkan menjadi Pusat Sumber atau
Resource Center. Menurut Alimin dkk. (2012) SLB dan Sekolah Inti sebagai RC memiliki fungsi, peran
dan tanggung jawab sebagai berikut :

1. Pusat informasi dan konsultasi pendidikan ABK. Adapun RC yaitu terkait dengan layanan asesmen
(medis, fungsional dan sosial), informasi kurikulum dan program pendidikan, informasi penanganan
usia dini, dan layanan konsultasi bagi orang tua.

2. Pusat pendidikan dan pelatihan RC sebagai pusat pendidikan ABK, pelatihan guru PLB, guru
umum, orang tua , guru kunjung, guru konsultan, dan praktisi profesi lainnya; identifikasi/deteksi
dini dan intervensi dini, dan pelatihan orang tua.

3. Pusat asesmen yang meliputi deteksi dini, pengembangan instrumen asesmen, bantuan layanan
asesmen, dan layanan konsultasi pelaksanaan asesmen.

4. Pusat pengembangan dan penyaluran keterampilan yang meliputi: pengkajian dan penelitian
keterampilan, penyaluran produksi keterampilan serta penyaluran tenaga kerja ABK.

5. Pusat pengembangan media pembelajaran, yang meliputi: pengkajian dan penelitian media
pembelajaran, pelatihan pengembangan media, produksi media pembelajaran dan menyalurkan
media pembelajaran.

6. Memberikan advokasi bagi ABK dan orang tua, dengan fungsi dan peran melakukan pengkajian
dan penelitian perundang-undangan tentang pendidikan ABK, memberikan bantuan advokasi dan
perlindungan hukum bagi ABK .

Baik secara reguler, SLB dan SD inti sebagai pusar dukungan perlu melakukan pengembangan SDN
(penyelenggaraan pendidikan), sarana dan prasarana (aksesibilitas), pengembangan kurikulum (IEP)
dan strategi pembelajaran dan sistem penilaian dan evaluasi pembelajaran.

B. Upaya yang Perlu Dilakukan pada Tingkat Makro

Untuk menjamin kelangsungan pendidikan inklusif ramah anak secara meluas sebagai upaya
di dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya dukungan dan pemahaman kerangka
nilai yang kuat, keyakinan, prinsip-prinsip dan indikator keberhasilan. Pemahaman ini menjadi
sangat penting oleh semua pihak agar tidak terjadi konflik nilai dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam
implementasinya, pendidikan inklusif ramah anak harus didasarkan kepada budaya dan konteks lokal
sebab pendidikan inklusif ramah anak bukanlah cetak biru dengan asumsi bahwa solusi yang
diekspor dari suatu budaya dapat mengatasi permasalahan budaya lain yang sangat berbeda. Oleh
13

karena itu pendidikan inklusif ramah anak harus dikembangkan dalam budaya lokal atau daerah
dengan memanfaatkan sumber-sumber lokal atau daerah dengan memanfaatkan sumber-sumber
budaya daerah atau lokal. Oleh karena itu keterlibatan dan partisipasi yang berkesinambungan dan
refleksi diri secara kritis dalam prosesnya dapat berlangsung secara dinamis. Untuk melihat dan
menjaga kesinambungan implementasi pendidikan inklusif ramah anak tetap hidup, diperlukan
adanya monitoring partisipatori yang melibatkan semua stakeholder.

Salah satu prinsip inti dari pendidikan inklusif ramah anak adalah tanggap terhadap keberagaman
secara fleksibel yang senantiasa berubah dan tidak dapat diprediksi, namun pendidikan inklusif
ramah anak tetap hidup dan mengalir. Berkaitan dengan hal itu maka kerangka yang kuat akan nilai-
nilai, keyakinan, prinsip dan indikator keberhasilan implementasi pendidikan inklusif ramah anak
yang didasarkan pada konteks budaya (lokal), dan adanya partisipasi yang berkesinambungan serta
refleksi diri yang kritis hendaknya membentuk sebagai organisme yang kuat dan kokoh.
.

             Untuk menjaga keterjangkauan implementasi pendidikan inklusif ramah anak di seluruh
wilayah di Indonesia yang cukup luas dan beragam iyu, tidak dapat disangkal akan perlu adanya
payung hukum yang dapat menjaga keterjangkauan dan kelangsungan implementasi pendidikan
inklusi di setiap daerah dan keberagamannya budaya maka terjaganya kontinuitas, kesinambungan
serta perluasan dalam implementasi pendidikan inklusif ramah anak diperlukan adanya payung
hukum sebagai kebijakan yang dapat menjamin keberlangsungannya dan menjadi rujukan setiap
daerah di dalam mengembangkan pendidikannya.

Menyikapi pentingnya payung hukum dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif, beberapa


pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ada yang sudah memiliki peraturan daerah
dan/ atau peraturan gubernur/ bupati/ walikota tentang pendidikan inklusif. .

Payung hukum ini digunakan sebagai pijakan dalam rangka penjaminan penyelenggaraan pendidikan
inklusif di masing-masing daerah. Peraturan tersebut selanjutnya diikuti dengan pedoman
pelaksanaan dan pedoman teknis dari dinas pendidikan terkait dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif.

Dalam rangka penjaminan penyelenggaraan pendidikan inklusif ramah anak, pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/ kota membentuk kelompok kerja pendidikan inklusif, menyusun grand
design, menyusun rencana aksi dan , melaksanakan serangkaian kegiatan pengembangan pendidikan
inklusif, baik untuk perencanaan pendidikan atau untuk para pelaksana pendidikan.

Peningkatan kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan harus menyeluruh dan


berkesinambungan.  Pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru (guru kelas, guru mata pelajaran
dan guru bimbingan dan konseling) harus memiliki pemahaman yang sama mengenai pendidikan
inklusif anak. Begitu pula dengan tenaga kependidikan yang lainnya (tenaga administrasi, laboran,
pustakawan) harus memahami pula mengenai pendidikan Inklusif ramah anak.
14

BAB IV
MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SD/MI

A. Mempersiapkan SD/MI Penyelenggara Pendidikan Intensif Ramah Anak

Agar SD/MI dapat mengakomodasi semua anak tanpa membedakan keadaan fisik
intelektual, sosial, emosi atau kondisi lainnya. ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh semua
warga sekolah yang di pimpin oleh kepala sekolah. Semua warga sekolah merancang SD/MI menjadi
sekolah yang ramah anak, terbuka dan tidak mendiskriminasi, fleksibel. Kegiatn pembelajaran dan
media di adaptasi atau disesuaikan oleh penilaian dan evaluasi, dan guru harus terampil menata
kelas yang dapat mengakses semua kebutuhan anak, dengan adanya anak yang beragam guru akan
merasa tertantang untuk mengajar lebih baik dan dapat mengakomodasi semua anak sehingga lebih
kreatif dan terampil dalam mengajar.

Agar semua warga pendidik dan tenaga kependidikan, maka sekolah-sekolah sebaiknya melakukan
serangkaian kegiatan yang dapat memberikan pemahaman kegiatan itu di antaranya:

1. Mengadakan kegiatan sosialisasi pendidikan inklusif, kegiatan ini bertujuan agar semua warga
mengenal dan memahami tentang pendidikan inklusif peserta sosialisasi adalah seluruh warga, yang
terdiri dari :

a. Kepala sekolah
b. Guru kelas
c. Guru mapel
d. Guru bimbingan dan konseling
e. Perpustakaan
f. Tenaga administrasi
g. Komite sekolah
h. Orang tua
i. Siswa, dll.

2. Mengadakan rapat kerja  

Contohnya seminar, workshop tentang pendidikan inklusif dengan tujuan memiliki grand design
serta menyusun program.
3. Mengadakan in house training dan bimbingan teknis kepada guru tentang pendidikan inklusif
4. Melaksanakan studi banding ke sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
5. Guru menambah pengalaman cara mengelola kelas dan melaksanakan layanan pembelajaran
6. Mengelola sekolah dan menata sarana dan prasarana.

Pengelolaan pendidikan inklusif meliputi komponen di antaranya :


* kurikulum
* proses dan hasil pembelajaran
15

* administrasi
* organisasi
* sarana dan prasarana
* ketenagaan
* pembiayaan
* peserta didik
* masyarakat
* lingkungan
* rehabilitasi sosial

B. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB ) yang Mengakomodasi Semua Anak

  Sekolah yang ramah terhadap anak merupakan sekolah di mana semua anak memiliki hak
untuk belajar.penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu
mempertimbangkan di antaranya :

* tenaga pendidik

* sumber daya sarana dan prasarana.

* sumber daya biaya

Panduan PPDB di cantumkan persyaratan dan mekanisme nya, contoh setiap calon menyerahkan
lampiran hasil pemeriksaan dokter, melampirkan hasil pemeriksaan tes IQ dari Psikologi agar
lembaga sekolah tersebut dapat mengetahui permasalahan dan kekurangan yang terjadi pada calon
peserta didik.

C. Identifiasi

Identifiasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan
mengenal anak yang mengalami hambatan, kelainan, gangguan baik fisik, intelektual, mental,
emosional dan social dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan khususnya.

Istilah identifiasi dimakna sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu
upaya seseorang. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang
perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.
16

Gejala-gejala yang dapat diamati dalam identifikasi

No. Hambatan Gejala Yang Dapat Diamati

1. Fisik 3.1 Gangguan penglihatan


3.2 Gangguan pendengaran
3.3 Gangguan bicara (wicara)
3.4 Gangguan Fungsi Gerak
3.5 Gangguan fisik

2. Perilaku 2.1 Emosi yang labil, emosional, temperamental


2.2 Perilaku sosial yang tidak baik atau negatif,
suka membolos, bertengkar
2.3 perilaku sosial yang tidak sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat

3. Hasil Belajar 3.1 Prestasi belajar anak yang rendah


3.2 Prestasi belajar anak yang sesuai standar
3.3 Prestasi belajar anak yang tinggi
(di atas standar)

Guru melakukan identifikasi dengan tujuan untuk menghimbau informasi atau data seseorang, hasil
identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan
khusus, atau untuk menyusun program dan pelaksanaan intervensi/ penanganan / terapi berkaitan
dengan hambatannya.

Menurut Lener (1988) identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan ( screening),
pengalih tangan (referal), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional
planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).

D. Asesmen

Sebagian anak-anak berkelainan yang mereka tangani, kelainannya akan nampak terlihat
secara jelas. Jika seorang anak kelihatan kurus  dan memiliki berat badan yang rendah atau di bawah
rata-rata, kemungkinan mereka ini memiliki kekurangan gizi atau pola makan yang kurang baik.
Dalam persoalan  seperti  ini perlakuan yang dibutuhkan untuk menolong anak di sekolah sangat
jelas.
Contohnya: seorang anak harus menggunakan kursi roda karena ia tidak dapat  berjalan dengan
menggunakan kedua kakinya secara “ normal “. Apa yang harus sekolah lakukan untuk
mempermudah siswa di sekolah? Namun ternyata sebagian kelainan atau gangguan yang dimiliki
oleh seseorang anak sangat sulit terlihat secara jelas. Sehingga kelihatannya anak tersebut tidak
memiliki masalah dan persoalan yang jelas oleh sebab itu guru dan sekolah mungkin tidak
melakukan adaptasi pembelajaran bagi anak tersebut. Pada bagian ini kita akan memfokuskan
perhatian kita pada gangguan atau kelainan yang dialami oleh anak namun agak sulit untuk
17

melakukan pendeteksian. Oleh sebab itu penting bagi seorang guru untuk melakukan identifikasi
terhadap semua siswanya di dalam kelas, sehingga perencanaan pengajar dapat dilakukan
berdasarkan kebutuhan yang dimiliki oleh anak apalagi bagi anak yang mengalami gangguan emosi
dan social..

Informasi tersebut diharapkan akan menyangkut hal-hal berikut:

1. Fungsi perilaku anak ( fisik, social, emosional, kognitif, komunikasi termasuk bahasa dan
fungsi akademik).
2. Lingkungan pendidikan anak (social, fisik dan akademis)
3. Keterampilan-keterampilan/ batas-batas pengetahuan anak (children milestone knowledge).
4. Proses dan strategis dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Skjorten, 1999)

Seorang guru ketika melakukan asesmen harus memahami tentang hal-hal sebagian berikut:

(a) menyadari kegiatan-kegiatan asesmen yang sedang dilakukannya,

(b) memiliki bekal yang cukup tentang bagaimana melakukan asesmen

(c) memiliki alat atau instrumen yang baik untuk melakukan penelaahan secara seksama dari data
yang diperolehnya,

(d) memiliki kemampuan untuk menganalisa dan menginterpretasi data yang sudah diperolehnya.

1..Model Pelaksanaan Asesmen

Beberapa model pelaksanaan asesmen yang dapat kita lakukan antara lain:

a. Baseline Asesmen

Tujuan dari pelaksanaan asesmen ini adalah untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
keterampilan-keterampilan atau kecakapan-kecakapan apa yang dilakukan asesmen telah dimiliki
oleh seorang individu.

b. Progress Asesmen

Tujuan melakukan asesmen ini adalah untuk mengetahui tentang program layanan pendidikan yang
sedang berjalan sehingga guru mendapatkan informasi yang jelas mengenai level perubahan yang
terjadi. Asesmen ini merupakan kelanjutan dari Baseline asesmen yang telah dilakukan.

c. Spesifik Asesmen

Tujuan dari asesmen ini adalah untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan hal-hal spesifik
yang ada pada anak.

d. Final  Asesmen

Kegiatan asesmen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran dapat
tercapai, dan seberapa besar proses ini menyisakan permasalahan atau kebutuhan anak yang belum
terlayani sehingga perlu dibuat keterangan yang jelas yang nantinya digunakan sebagai bahan
rujukan bagi guru lain, orang tua, atau bagi ahli lainnya.
18

e. Follow Up Asesmen

Kegiatan asesmen ini bertujuan untuk memahami hal-hal apa yang harus mendapatkan tindak lanjut
dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan.

2. Langkah-langkah Melakukan Asesmen

Terdapat beberapa langkah penting yang perlu dipertimbangkan ketika seorang guru, orang tua, dan
ahli lainnya akan melakukan asesmen.

Screening dan Identifikasi


|
Reveral

Berikut ini beberapa metode yang dapat kita gunakan supaya kita dapat memperoleh informasi.
Instrument ini sangat beragam tergantung pada kebutuhan data apa yang kita perlukan untuk digali
dari siswa di dalam kelas.

Metode-metode tersebut antara lain :

▪ Wawancara atau interview

▪ Observasi

▪ Spesifik tes

▪ Pengukuran kondisi fisik

▪ Pelaksanaan evaluasi diri

▪ Portofolio

▪ Kuesioner ( Questionaire ) atau angket

Masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh sebab itu
diharapkan guru atau tim asesor dapat menggunakan metode tersebut secara traingulasi ( Gall, Borg
dan Gall, 1997 ). Semakin banyak metode yang kita gunakan akan semakin kuat kebenaran dan
keajegan data yang kita peroleh, paling tidak kita menggunakan metode lebih dari satu.

Fotopolio sebagian

Metode Utama
19

Interview sebagian Observasi sebagian

Metode Pengontrol Metode Pengontrol

E. Adaptasi Kurikulum ( Kurikulum Fleksibel)


Setelah informasi/ data diperoleh maka kemudian guru diwajibkan menyusun perencanaan
pembelajaran bagi siswanya. Perencanaan pembelajaran ini harus benar- benar memenuhi
kebutuhan khusus yang dimiliki oleh anak dan berpusat di anak. Oleh sebab itu diharuskan memiliki
kemampuan dan keberanian untuk melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang berlaku. Hal ini
ini berarti kurikulum yang digunakan harus merupakan kurikulum yang fleksibel yang dapat dengan
mudah disesuaikan dengan kebutuhan anak. Setiap guru harus memahami bahwa prinsip pendidikan
yang sesuai dalam setting pendidikan inskusif menyebabkan adanya tuntunan yang besar terhadap
guru sekolah reguler di SD/MI. Mengajarkan materi yang sama kepada anak dikelas menjadi
mangajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan individualnya dalam seting kelas. Anak akan dapat
belajar dengan baik jika mereka kreatif, aktif dan kegiatannya berdasarkan pengalaman anak. Guru
yang mengetahui dan memahami keadaan ini dapat dengan mudah memasukkannya ke dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran

Kurikulum fleksibel yakni mengakomodasikan anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan,
maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak
agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Sekolah reguler yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif ramah anak harus mampu mengembangkan kurikulum sesuai
dengan tingkat, perkembangan, dan karateristik anak agar lulusan memiliki kompetensi untuk bekal
hidup.

Kurikulum yang disusun bersifat inklusif dan renponsif jender, proses belajar mengajar yang efektif,
lingkungan sekolah yang mendukung, sumber daya yang berasas pemerataan dan standarisasi dalam
hal- hal tertentu (monitaroring, evaluasi, dan tes). Kurikulum yang digunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif ramah anak pada dasarnya menggunakan kurikulum yang
berlaku di sekolah reguler, namun kurikulumnya perlu disesuaikan dengan kebutuhan anak, karena
hambata dan kemampuan yang dimilikinya bervariasi. 4 komponen yang harus ada di dalam
kurikulum, yaitu tujuan, isi/materi, proses dan evaluasi.

Dikenal ada 5 model pengembangan kurikulum pendidikan khusus. Pengembangan kurikulum


pendidikan insklusif ramah anak dalam upaya penyusunan kurikulum yang fleksibel, yaitu; 1. Model
Eskalasi (Ditingkatkan), 2. Model Duplikasi (Meniru atau menggandakan), 3. Model Duplikasi
(Merubah untuk disesuaikan), 4. Model Subtitusi (Mengganti), 5. Model Omisi (Menghilangkan).

Prinsip pengembangan kurikulum fleksibel harus dijadikan acuan oleh para guru untuk anak
berkebutuhan khusus yaitu kurikulum umum yang diberlakukan untuk anak pada umumnya perlu
diubah atau dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondidi anak berkebutuhan khusus.
20

Model ini dapat dikembangkan pada yang mengetahui dan memahami keadaan ini dapat dengan
mudah memasukkannya ke dalam RPP. Pada setig pendidikan insklusif ramah anak perencanaan
pembelajaran yang kreatif dan aktif berdasarkan pengalaman, kondisi dan kemampuan anak
bukanlah tambahan tetapi diperlukan oleh semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Untuk
anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan pengelihatan perlu diberikan orientasi dan
mobilitas. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan pendegaran perlu diberikan
program khusus bina persepsi bunyi dan irama. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki
hambatan kecerdasan perlu diberikan modifikasinya. Semua ini berdasarkan kemampuan anak
berkebutuhan khusus yang diperoleh dari hasil asesemen.

F. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak

Beberapa bentuk penyesuaian yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran antara lain
pembelajaran yang dilakukan dibuat lebih interaktif sehingga mampu mengundang setiap anak
untuk berpartisipasi secara penuh. Anak dilibatkan dalam rangka penyusun bahan ajar yang adakn
diajarkan. Bahan ajar atau meteri pembelajaran fleksibel atau ramah anak secara garis besar terdiri
dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang
disesuaikan dengan kebutuhannya atau hambatannya dalam rangka mencapai standar kompetensi
yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis- jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan
(fakta, konsep, prinsip, prosedur), Keterampilan , dan sikap.

Bagi anakberkebutuhan khusus tertentu misalnya anak yang memiliki gangguan penglihatan
mengenal dan memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam pengetahuan, karena
gangguan atau hambatan penglihatannya maka memerlukan penyesuaian cara dan penggunaan
media pembelajaran yang disesuaikan dalam mengenal atau memahami fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur tersebur. Anak yang memiliki hambatan penglihatan akan membaca dan memahami
berbagai fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dengan pendengaran dan perabaan serta
pemanfaatan alat indra lainnya yang masih berfungsi.

Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan
pembelajaran. Ditinjau dari pihak anak bahan ajar itu harus dipelajari anak berkebutuhan khusus
dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan
menggunakan instrumen penilaina yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar dan
disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak atau dengan jenis kelainannya. Modifikasi dilakukan
misalnya bagi anak brkebutuhan khusus yang memiliki hambatan pendengaran (tunarungu) dalam
penilaian menghilangkan bentuk tes mendengar atau tes lisan dan bagi anak tertentu dapat
menggunakan bahasa isyarat tes.

G. Penataan Kelas Yang Ramah Anak

Guru SD/MI yang baik akan mengenal keberagaman anak didiknya, mengetahui kekuatannya,
kelemahannya, baselinye dan kebutuhannya. Juga dapat menyusun rencana pembelajara yang
disesuaikan dengan kebutuhannya dengan diawali melaksanakan identifikasi dan asesmen,
melaksanakan pembelajaran dengan baik, menggunakan media pembelajaran adaptif, dapat
menciptakan lingkungan belajar yang menarik dan menyenagkan bagi semua anak, dan dapat
melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar serta mengevaluasi pembelajaran dan melaporkan
hasil pembelajaran setiap anak secara bermakna kepada semua pihak yang berkepentigan.
21

Guru memahami tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk di cerna dan
dipahami oleh anak khususnya materi pembelajaran yang rumit dan komplek. Salah satu masalah
utama dalam pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus aalah penggunaan media atau alat
peraga pembelajaran sebagai alat bantu dalam menyampaikan materi pembelajaran secara tepat,
yaitu yang memenuhi kebutuhan anak terhadap materi yang dipelajari dapat berkembang sesuai
dengan tujuan.

Penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran sangat membantu guru


mempermudah menyampaikan pesan pesan dan informasi pada semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus, media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu
komponen sistem pembelajaran.

Dalam pengaturan ruang belajar, hal- hal yang harus diperhatikan:

- Ukuran dan bentuk kelas


- Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik
- Jumlah anak didik dalam kelas
- Jumlah anak didik dalam setiap kelompok
- Jumlah kelompok dalam kelas
- Komposisi anak didik dalam kelompok (seperti anak didik yang pandai dengan anak didik
yang kurang pandai, pria dan wanita)

Pengaturan ruang kelas bisa berdasarkan tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia dan
kepentingan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).

H. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang
tidak bisa kita ungkiri keberadaannya.

I. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

1. Kriteria Ketuntasan Minimal

KKM adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh guru dan sekola SD/MI.
Penentuan kelulusan mempunyai ukuran keberhasilan yang dikenal dengan istilah kriteria.
Hal ini memiliki arti bahwa dalam menentukan kelulusan harus menggunakan “acuan
kriteria”. Istilah kriteria dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata “tolak ukur” atau
“standar”.

KKM menjadi acuan besana guru, anak pada umumnya dan anak pada berkebutuhan khusus
dan orang tua. Oleh karena itu skateholder atau pihak- pihak yang berkepentingan terhadap
penilaian disetiap satuan berhak untuk mengetahuinya. Setiap SD/MI perlu melakukan
sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh anak pada umumnya dan anak
berkebutuhan khusus dan orang tuanya serta pihak terkait lainnya. KKM tersebut
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyiakpi hasil belajar
anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus. Dengan dicantumkannya KKM pada
22

buku Laporan Hasil Belajar maka orang tua akan mengetahui posisi prestasi atau kinerja
putra putrinya apakah di bawah KKM, sama dengan KKM atau diatas KKM.

Penetapan nilai KKM dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap
indikator dengan memperhatikan kompleksitas atau kerumitan/ kesulitan mata pelajaran,
daya dukung sekola, dan intakeanak untuk mencapai ketuntasan KD dan SK.

KOMPEKSITAS MATA PELAJARAN

ANALISIS
KETUNTASAN
BELAJAR INTAKE ANAK
PENETAPAN KKM
UNTUK
SETIAP
INDIKATOR
DAYA DUKUNG SEKOLAH

2. Pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi

Dalam pengukuran dilakukan proses pengumpulan data data tersebut digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi atau data yang tepat mengenai kinerja atau
prestasi anak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran hasil penilaian digunakan sebagai bahan
evaluasi. Penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang anak
berkebutuhan khusus setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajara.

Evaluasi merupakan proses yang sistematis dari mengumpulkan, menganalisis , hingga menafsirkan
data atau informasi yang diperoleh dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses
evaluasi tersebut merupakan proses yang amat pentin. Evaluasi adalah suatu tindakan pengujian
terhadap manfaat, kualitas, kebermaknaan, jumlah, kadar atau tingkat, tekanan, atau kondisi dari
beberapa perbandingan situasi.

Adapun karakteristik evaluasi adalah:

1. Mengidentifikasi aspek- aspek yang akan dievaluasi

2. Memfasilitasi pertimbangan pertimbangan

3. Menyediakan informasi yang berguna (ilmiah, reliabel, valid, dan tepat waktu)

4. Melaporkan penyimpangan/ kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat

itu juga

3.Penilaian dan evaluasi seting pendidikan inklusif

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan dan perbaikan hasil belajar yang bersifat akademik dan non akademik. Selanjutnya
23

penilaian digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi anak, bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.

a. Penyesuaian waktu

b. Penyesuaian cara

c. Penyesuaian materi

J. Monitoring dan Evaluasi, dan Laporan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

Monitoring dan evaluasi adalah kegiatan yang ditujukan pada suatu kegiatan atau program dalam
hal ini penyelenggaraan pendidikan inklusif di SD/MI yang sedang atau sudah berlangsung.
Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala minimal tiap semester atau satu tahun
pelajaran.

Sistematika laporan disesuaikan dengan kebutuhan diawali dengan kata pengantar, pendahuluan
(latar belakang, tujuan, dasar hukum dan sasaran), profil sekolah, dan kegiatan, pendekatan,
metode, hasil analisis dan pembahasan, kesimpulan dan rekomendasi serta penutup.
24

BAB V
PENUTUP

A Kesimpulan

Semua anak di Indonesia memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang
bermutu. Pendidikan ramah anak sebagai sebuah cara untuk memberikan akses yang sama kepada
semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.

Beberapa landasan dan legal framework pelaksanaan pendidikan inklusif sudah sangat cukup dan
kuat, namun perlu dilakukan tahapan-tahapan, baik secara mikro maupun makro perlu dilakukan
oleh semua komponen stakeholder pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.

Untuk menjaga keterjangkauan implementasi pendidikan ramah anak di seluruh wilayah di


Indonesia yang cukup luas dan beragam inti, tidak dapat disangkal akan perlu adanya payung hukum
yang dapat menjaga keterjangkauan dan kelangsungan implementasi pendidikan inklusif di setiap
daerah.

Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki peraturan daerah
dan peraturan gubernur/bupati/walikota berkenaan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan inklusif. Hal ini akan membawa pengaruh yang positif dalam pengembangan pendidikan
inklusif.

Peraturan dan perundang-undangan yang disiapkan oleh perintah dan pemerintah daerah
merupakan acuan yang positif bagi SD/MI dalam menyelenggarakan dan mengembangkan
pendidikan inklusif.

Anda mungkin juga menyukai