Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah
sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-
satunya jalan penyaluran sexs yang disah kan oleh agama.dari sudut pandang ini, maka pada saat
orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk
melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis nya
yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lain nya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenar nya juga
harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa stu-satunya jalan untuk memenuhi
kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahn, pernikahan merupakan satu hal
yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan
ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa
kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan
hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan sex namun lebih dari itu pernikahan juga
menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge
dunia di dalam nya. Smua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar di jalani
dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan islam.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:
1. Definisi pernikahan
2. Hikmah/manfaat pernikahan
3. Tujuan Pernikah dalam islam
4. Hukum nikah
5. Bagaimana bimbingan memilih jodoh menurut islam
6. Pembinaan Keluarga

C.    Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan itu
2. Untuk memahami hikmah, hukum-hukum, dan tujuan pernikahan
3. Agar bisa memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pernikahan
Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah
syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang
ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam
penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu
berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan
badan itu hanya metafora saja.
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak
ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan
sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah
perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon
pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk
hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta
pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun
tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas
perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat
pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karna tidak
mengikuti sunnah rosul.[1]
 Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda
yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah
mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah. Keturunan inilah yang
selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi
bagi orang tuanya.[2]
B.     Hikmah Pernikahan
Allah SWT berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar-ruum,21)
Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut,
darigenerasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri
serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk
mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam
wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas
didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana
yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk
kepentingan dunia dan akhirat.[3]
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
a. Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu
mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
d. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan
yang diciptakan.[4]

C.    Tujuan Pernikahan dalam Islam


1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
2. Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan
diharamkan oleh Islam.
3. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
4. Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan
dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan
pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
5. “Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk
nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia
puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
6. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian),
jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
7. Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana
yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
8. Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at
Islam adalah wajib.
9. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
10. Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan
subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
11. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !.
Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana
menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah
mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu
pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !” .
12. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
13. Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?”.
14. Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak
yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

D.    Hukum Nikah
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi
: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(An-Nisaa’, 3)
Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa hukum nikah ada 5 :
 Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya
ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini
mampu bermaksud ia mampu membayar mahar (mas berkahminan/dower) dan mampu
nafkah kepada calon istrinya.
  Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
 Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini
merupakan hukum asal perkawinan.
 Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi
sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
 Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan
ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya
isteri jika dia menikah.[5]

E.     Memilih Jodoh Menurut Islam


Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan menjdi
keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga
didunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian
keluarga dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam
peceraian itu bermacam-macam, dari alas an pendapatan istri lebih besar dari pada suami,
selingkuh dengan adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu dalam membanggun mahligai surge rumah tangga persiapan awal harus
dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada umatnya ketika mencari jodoh
itu harus berhati-hati baik laki-laki maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan
kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri.
Untuk itu kita sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan
hidup yang baik.
Dasar firman Allah SWT :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.”(An-Nisa’, 31)
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya
seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan
agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu.”[6]
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi
Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam
memilih jodoh :
a)      Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri
tersebut.
b)      Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah
menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
c)      Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula
sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram
dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan
untuk melihat pasangan kita masing-masing.
d)     Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan perempuan adalah
cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya.
e)      Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
f)       Masih perawan : jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka adalah seorang gadis.
Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang akan menikahi seorang janda : “alangkah
baiknya kalau istrimu itu seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat
bermain-main denganmu.”
g)      Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda : “jauhilah dan
hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya : seorang yang cantik dari
keturunan orang-orang jahat.
h)      Bukan termasuk muhrim : kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi
hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat
menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.
Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang
memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika ia menggauli istrinya maka
istrinya maka ia menggaulinya dengan baik, jika menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.
Rasullah bersabda :”barang  siapa mengawinkan anak perempuannya denga orang yang
fasik makasungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.”
Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya saya memiliki seorang anak
perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat menikahkan
untuknya ?” hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah
SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya dan jika dia membencinya maka dia
tidak mendoliminya.

F.    Pengertian Keluarga Menurut Islam

Keluarga adalah satuan kerabat yang mendasar terdiri dari suami, isteri dan anak – anak.
[7] Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh
perhatian besar terhadap kehidupan keluarga degan meletakkan kaidah-kaidah yang arif guna
memelihara kehidupan keluarga dari ketidak harmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian
besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama
untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan
dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka
bumi.
Bila pondasi ini kuat lurus agama dan akhlak anggota maka akan kuat pula masyarakat
dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Sebalik bila tercerai berai ikatan keluarga dan
kerusakan meracuni anggota-anggota maka dampak terlihat pada masyarakat bagaimana
kegoncangan melanda dan rapuh kekuatan sehingga tidak diperoleh rasa aman.[8]

            Kemudian setiap adanya keluarga ataupun sekumpulan atau sekelompok manusia yang
terdiri atas dua individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti dibutuhkan keberadaan seorang
pemimpin atau seseorang yang mempunyai wewenang mengatur dan sekaligus membawahi
individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti keberadaan atasan dan bawahan).

Demikian juga dengan sebuah keluarga, karena yang dinamakan keluarga adalah minimal
terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak
dan seterusnya. Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya
seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi
kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang sifatnya batiniyah di dalam
rumah tangga tersebut supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Di
dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimipin
keluarganya karena laki-laki adalah seorang pemimpin bagi perempuan. Seperti yang terungkap
dalam Al-Qur’an sebagai berikut.

‫ألرّجال قوّامون علىالنّسآء‬.

“laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan”

G.     Konsep Keluarga Menurut Islam

Konsep keluarga menurut islam secara substansial tidak begitu berbeda dengan bentuk
konsep keluarga sakinah yang ada pada hukum Islam yaitu membentuk rumah tangga yang
bernafaskan Islam, yang mawaddah wa rahmah. Hanya pada poin-poin tertentu yang memberi
penekanan yang lebih dalam pelaksanaannya, seperti hal-hal yang menyangkut tentang hak dan
kewajiban atau peran suami-istri di dalam rumah tangga.

1.       Kewajiban-kewajiban dan peran suami dalam keluarga.

Kebutuhan-kebutuhan yang wajib dipenuhi seorang ayah sebagai kepala keluarga meliputi :

 Kebutuhan yang berhubungan dengan  jasādiyah


 Kebutuhan yang berhubungan dengan  rūhiyah,  dan
 Kebutuhan yang berhubungan dengan aqliyahnya.

a.       Kebutuhan yang berhubungan dengan  jasādiyah

Yang berhubungan dengan jasādiyah atau yang identik dengan kebutuhan lahiriyah antara


lain seperti: kebutuhan sandang, kebutuhan pangan, kebutuhan tempat tinggal, dan kebutuhan
yang sifatnya sosial seperti kebutuhan berinteraksi dengan sesamanya dan lain sebagainya.
b.      Kebutuhan yang berhubungan dengan  rūhiyah,

Kebutuhan yang berhubungan dengan rūhiyah  seperti: Kebutuhan beragama, kebutuhan aqidah


atau kebutuhan tauhid, dsb.

c.       Kebutuhan yang berhubungan dengan aqliyahnya.

Kebutuhan aqliyah  adalah kebutuhan yang bersifat aqliyah yaitu kebutuhan akan pendidikan.

Namun dari semua kebutuhan yang tersebut di atas, kebutuhan ruhiyah lah yang paling
penting. Yaitu apa saja yang berhubungan dengan aqidah islamiyah. Karena masalah ini
berlanjut sampai kehidupan kelak di akherat.[3] Allah SWT berfirman:

‫يآأيّها ألّذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا‬.

“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri mu dan keluargamu dari api neraka”

Selain sebagai seorang suami dan atau ayah yang mempunyai tanggung jawab terhadap
keluarga yang dipimpinnya, laki-laki sebagai seorang muslim juga mempunyai tugas yang tidak
kalah pentingya dan merupakan tugas pokok setiap muslim atau mu’min yaitu melakukan amar
ma’ruf  nahi munkar.

Seperti yang tertera dalam Al-Qur’an QS Al-Imran ayat 104

Allah SWT berfirman:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung”.[10]

Amar ma’ruf nahi munkar diperintahkan untuk dikerjakan di manapun dan kapanpun


seorang muslim berada dan kepada siapa saja hal itu perlu dilakukan. Akan tetapi yang paling
penting dan utama dilakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah dimulai dari diri sendiri, keluarga
dekat maupun jauh, baru kemudian kepada masyarakat secara umum. Juga dengan cara apapun
sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan, misalnya dengan ucapan saja ataukah diperlukan
dengan perbuatan.

Namun dari semua kebutuhan yang tersebut di atas, kebutuhan ruhiyah lah yang paling
penting. Yaitu apa saja yang berhubungan dengan aqidah islamiyah. Karena masalah ini
berlanjut sampai kehidupan kelak di akherat.

H.      Kewajiban-kewajiban dan peran seorang istri dalam keluarga.

Konsep lain seperti yang tertera dalam Al-Qur’an ialah sakinah, mawaddah,


warahmah. Didalam islam membina keluraga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah sangat
ditegaskan dan dianjurkan seperti yang di jelaskan dalam Al-Qur’an QS Arrum ayat 21.
Allah Berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfiki”[10]

Ulama tafsir menyatakan bahwa sakinah dalam ayat tersebut adalah suasana damai yang
melingkupi rumah tangga dimana masing-masing pihak (suami-isteri) menjalankan perintah
Allah SWT. dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari suasana as-sakinah
tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa
bertanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi.

Sehingga ungkapan Rasulullah SAW. “Baitii jannatii”, rumahku adalah surgaku,


merupakan ungkapan tepat tentang bangunan rumah tangga/ keluarga ideal. Dimana dalam
pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman, kelengkapan bangunan dengan
Islam, dan pengisian ruang kehidupannya dengan Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada
tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia tak lepas dari hajat keduniaan, baik
yang bersifat kebendaan maupun bukan.

Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan


merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah SWT. Maka untuk
mewujudkan keluarga sakinah harus melalui usaha maksimal baik melalui usaha bathiniah
(memohon kepada Allah SWT.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi
ketentuan baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibuat
oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku).

I.    Tujuan Membina Keluarga Menurut Islam

Tujuannya Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


pasal 1 bahwa “Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Membentuk keluarga bahagia itu,
dalam penjelasannya berkaitan erat dengan keturunan, pemeliharaan dan pendidikan (keturunan)
yang menjadi hak dan kewaiban (kedua) orang tua.

Al-Qur’ān juga menyebutkan tujuan dari menikah yaitu antara lain adalah supaya
memperoleh ketenangan dan membina keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, disamping
untuk memenuhi kebutuhan seksual dan memperoleh keturunan. QS. Arrum 21.

Menurut ajaran Islam membentuk keluarga Islami  merupakan kebahagiaan dunia akherat


juga merupakan salah satu tujuan dari pembinaan keluarga dalam islam. Kepuasan dan
ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram, tidak penuh
gejolak. Bentuk keluarga seperti enilah yang dinamakan keluarga sakinah. Keluarga demikian ini
akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan perilaku yang
terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.

Lebih lanjut diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga
sakinah terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu seksual
dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak yang shaleh dan shalihah,
terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan persaudaraan yang akrab antara keluarga
besar dari pihak suami dan dari pihak istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat
menjalin hubungan yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara
secara baik pula. Seperti hadis yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah
menghendaki suatu keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih
tua menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di dalam
hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari segala cobaan,
maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah, mawaddah, warahmah.

J.    Pembinaan Keluarga Dalam Islam

Dalam membina keluarga sudah tidak bisa kita pungkiri bahwasanya kita pasti dihadapkan
kepada suatu permasalahan, disini islam juga mengajarkan cara membina suatu keluaraga agar
tetap sakinah, mawaddah, warahmah yang meliputi:

1. Memperkokoh rasa cinta kita dan saling menjaga kehormatan


Baik suami maupun istri harus senantiasa menjaga kehormatan/harga diri. Seorang istri
sebaiknya bila dipandang menyenangkan suaminya. Semua dilakukan dengan niat iklas.
2. Saling menghormati dan menghargai
Allah Swt berfirman:"bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) dengan cara yang
patut/baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak" (Q.S.AnNisa:9)
Artinya disini ada respect (penghargaan) satu sama lain. Setiap manusia sangat merasa
suka bila dirinya dihargai dan dihormati. Itulah makanya banyak sekali keutuhan rumah
tangga memudar dikarenakan tidak adanya penghargaan ataupun penghormatan terhadap
pasangan kita.
3. Menjaga rasia dan tidak menyebarkan kekurangan pasangan kita masing-masing.
4. Istrimu adalah pakaian bagimu, demikian pula suamimu adalah pakaian bagimu. Oleh
karena itu jangan sampai kekurangan yang ada pada pasangan kita sampai keluar dari
rumah. Menjelekkan pasangan kita sama saja dengan mengotori pakaian kita sendiri
(menjelekkan dirimu sendiri).Bila ada masalah sebaiknya diselesaikan dengan cara yang
dingin, bahkan dapat pula diselesaikan ditempat tidur.
5. Kerjasama (ta'awun)antara suami istri
6. Memfungsikan keluarga kita dengan optimal guna membentuk
manusia paripurna,muttaqin.
Adalah penting bagi orang tua mengajarkan anaknya pendidikan agama sejak dini. Anak
merupakan amanah Allah kepada orangtuanya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w
bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci yakni Muslim).
Kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi." (Bukhari)
Pendidikan agama Islam sejak dini sangat penting terutama didalam membentuk karakter
anak. Ketika ada kesalahan pada anak, segera tegur, namun tegurlah dengan cara yang
baik, tidak dengan kekerasan. Sebab bila kita mendidik dengan kekerasan maka generasi
yang terbentuk akan keras juga. Ajarkan anak untuk menjadi manusia yang muttaqin
yaitu senantiasa menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Suami juga harus
mendidik istrinya,menjadi istri yang baik. Bila istri ada kesalahan maka tergurlah,
bila tidak didengar setelah ditegur sekali dua kali, tiga kali, maka berpisah ranjanglah,
bila tidak mempan juga maka pukullah (pukul disini maksudnya ditegur dengan keras).
Jadi mendidik keluarga disini sangatlah penting dalam rangka membentuk manusia yang
paripurna (muttaqin).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.  Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda yaitu    laki-
laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
2. Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :
a. Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu
mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
d. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan
yang diciptakan.
3. Tujuan pernikahan :
a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
b. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
c. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
d. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
e. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
4. Pembinaan Keluarga Dalam Islam
a. Memperkokoh rasa cinta kita dan saling menjaga kehormatan
b. Saling menghormati dan menghargai
c. Menjaga rahasia dan tidak menyebarkan kekurangan pasangan kita masing-
masing.
d. Kerjasama (ta'awun)antara suami istri
e. Memfungsikan keluarga kita dengan optimal guna membentuk
manusia paripurna,muttaqin.

B.     Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja
maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan
yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006)
At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel Mulia, 2004)
Muhammad  ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)

[1] Syaikh Kamil Muhammad  ‘uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)  hal.


375
[2] Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press,
2006) hal. 8
[3] Syaikh Kamil Muhammad  ‘uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)  hal.
378
[4] Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press,
2006) hal. 10-12
[5] Muhammad At-tihami, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel
Mulia, 2004) hal. 18
[6] Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press,
2006) hal. 44
[7] http://cbdotnet.blogspot.com/2009/02/pandangan-kaluarga-menurut-islam.html                       
                                
[8]   http://blog.re.or.id/keluarga-dalam-pandangan-islam.htm
[9] http://blog.re.or.id/konsep-keluarga-sakinah-dalam-pandangan-islam.htm
[10] DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Al-Hikmah, Dipenogoro, Bandung, 2008

Anda mungkin juga menyukai