Anda di halaman 1dari 12

PERSENTASI TENTANG

KETENTUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM


KELOMPOK 4 :
1. MUHAMMAD RIZKY FEBRIAN
2. MUHAMMAD SYAHLEVI
3. MUHAMMAD RIFQI.A
4. RAFAEL AZA I.C
5. REVALDI AIDIL WIJAYA
6. RASHEEL AL AHNAF

SMK BUKIT ASAM


TANJUNG ENIM
Pernikahan Menurut Pandangan Islam: Tujuan,
Pengertian, Syarat Sah
Pernikahan Menurut Pandangan Islam adalah Menghabiskan hidup dan menua
bersama kekasih idaman bisa dikatakan sebagai suatu impian bagi setiap orang,
sehingga sudah banyak yang melakukan pernikahan. Oleh karena itu, hampir
setiap pasangan laki-laki dan perempuan ingin sekali untuk mewujudkan suatu
pernikahan yang di mana pernikahan bisa membuat kedua pasangan hidup
bersama. Terlebih lagi suatu pernikahan akan lebih bahagia ketika memiliki si
buah hati.

Di dalam Islam, pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan pria dan
wanita yang diakui secara sah secara agama dan hukum negara, dan bukan hanya
berbicara kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan saja, tetapi pernikahan
dalam Islam sangat erat kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir
dan batin), nilai-nilai kemanusian, dan adanya suatu kebenaran.

Tidak hanya itu, pernikahan dalam pandangan Islam merupakan kewajiban dari
kehidupan rumah tangga yang harus mengikuti ajaran-ajaran keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah. Hal ini senada dengan yang tercantum di dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi
“perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Maka dari itu, perkawinan atau pernikahan bisa dikatakan sebagai salah satu
perilaku manusia yang baik atau terpuji yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa dengan tujuan untuk membuat hidup manusia menjadi lebih baik lagi.
Selain itu, pernikahan yang baik juga bisa membuat hubungan suami istri menjadi
lebih harmonis dan kebahagiaan akan menghampiri.

Setiap terlaksananya suatu pernikahan pasti berdasarkan perkembangan zaman


dan perkembangan budaya yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Dengan
kata lain, bisa dikatakan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat
sederhana akan berbeda dengan masyarakat maju. Masyarakat sederhana,
biasanya akan menyelenggarakan pernikahan dengan budaya pernikahan yang
sederhana dan tertutup. Sementara itu, masyarakat yang lebih modern (maju)
umumnya penyelenggaraan pernikahan dilakukan dengan budaya yang modern
dan terbuka.Pada dasarnya, tujuan pernikahan bukan hanya menyatukan laki-laki
dan perempuan untuk untuk membangun rumah tangga yang harmonis agar bisa
hidup bersama dan menua bersama, tetapi ada beberapa tujuan pernikahan
lainnya. Di dalam agama Islam ada beberapa tujuan pernikahan yang perlu
dimengerti dan dipahami bagi umat Muslim agar pernikahan bisa memberikan
kebahagiaan sekaligus pahala karena sudah melaksanakan ibadah.
1. Tujuan

Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki


beberapa tujuan. Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist,
yaitu:

1.Melaksanakan Perintah Allah


Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan
adalah melaksanakan perintah Allah. Dengan melaksanakan perintah Allah,
maka umat Muslim akan mendapatkan pahala sekaligus kebahagiaan.
Kebahagiaan ini menyangkut semua hal termasuk rezeki, sehingga bagi Umat
Muslim yang sudah menikah tak perlu khawatir tentang rezeki. Tujuan
pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam Al-Quran
Surah An-Nur ayat 32

Artinya:

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan


juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.

2.Melaksanakan Sunah Rasul

Selain melaksanakan perintah Allah, tujuan menikah berikutnya


adalah melaksanakan sunah Rasul. Dengan melaksanakan sunah Rasul,
maka seorang hamba dapat terhindar dari perbuatan zina. Tidak hanya itu,
seorang yang menikah juga mendapatkan pahala karena sudah
melaksanakan sunah Rasul. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata
bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:

… Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!”


(Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya:
‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan
syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’ Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula
jika ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan
memperoleh pahala’ (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Mencegah dari Perbuatan Zina

Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa dengan


menikah berarti sama halnya menjaga kehormatan diri sendiri, sehingga kita
bisa untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama Islam. Selain itu,
suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa menjaga pandangan dan
terhindar dari perbuatan zina, sehingga kita bisa menjalani ibadah
pernikahan lebih baik.
Artinya:

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk


menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

4.Menyempurnakan Separuh Agama

Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan


menyempurnakan separuh agama Islam. Dengan kata lain, menikah bisa
menambah pahala seorang hamba. Dalam hal ini, menyempurnakan agama
bisa diartikan sebagai menjaga kemaluan dan perutnya. Seperti yang
diungkapkan oleh para ulama bahwa pada umumnya rusaknya suatu agama
seseorang sering berasal dari kemaluan dan perutnya. Oleh sebab itu,
menikah bisa membuat laki-laki dan perempuan (suami istri) bisa menjaga
kemaluan dan perutnya agar terhindar dari perbuatan zina. Dari Anas bin
Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasullah bersabda:

Artinya:

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya.


Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-
Baihaqi).

5.Mendapatkan Keturunan

Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki


tujuan untuk memiliki keturunan dengan harapan dapat menjadi penerus
keluarga. Memiliki keturunan akan menambah kebahagiaan bagi rumah
tangga yang sedang dibangun. Selain itu, memiliki keturunan bisa menjadi
bekal pahala untuk suami istri di kemudian hari.Dari Anas Ibnu Malik
radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu


‘alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang
kami membujang. Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang subur dan
penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di
hadapan para Nabi pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih
menurut Ibnu Hibban.

Tidak hanya memiliki keturunan saja, bagi pasangan suami istri pasti sangat
menginginkan keturunan yang saleh atau salehah. Anak yang saleh bisa
memberikan rezeki kepada suami istri yang telah menjadi orang tua. Rezeki
itu bisa dirasakan di dunia atau di akhirat nanti setelah menghembuskan
napas terakhir. Tujuan untuk mendapatkan anak yang saleh ini terkandung
di dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 72:

Artinya:

Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta
memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah?
6.Untuk Membangun Keluarga yang Bahagia

Tujuan utama menikah lainnya adalah membangun keluarga yang


bahagia, sehingga bisa hidup bersama dan menua bersama hingga
menghembuskan napas terakhir. Terjadinya suatu pernikahan pasti akan
membuat seseorang menjadi lebih bahagia dan hati menjadi tenang. Rasa
bahagia dan hati menjadi tenang membuat kehidupan seseorang menjadi
lebih tentram. Tujuan pernikahan untuk mendapatkan jiwa dan kehidupan
yang menjadi tentram sudah terkandung di dalam Al-Quran Surah Ar-Rum
ayat 21:

Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya.

2. Pengertian Pernikahan dalam Islam

Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian


suci yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan
hubungan menjadi hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk
menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga. Hal ini
senada dengan yang diungkapkan oleh seorang ulama, Abdurrahman Al-
Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian suci
yang dilakukan antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan untuk
membentuk keluarga bahagia.

Dalam hal ini, perjannjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam


bentuk ijab dan qabul. Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari
perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh satu majelis, baik itu berasal
dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon suami atau
calon istri) atau dapat diwalikan.
Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu asas hidup yang bisa
membuat umat Muslim menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, pernikahan
bukan hanya menjadi cara untuk melaksanakan ibadah saja, tetapi juga
berhubungan dengan membangun kehidupan rumah tangga dan keturunan.
Bahkan, dengan pernikahan, pintu silaturahmi menjadi terbuka lebar karena
menjadi lebih mengenal keluarga suami dan keluarga istri, sehingga antara
anggota keluarga yang satu dengan lainnya bisa saling membantu.

Oleh sebab itu, supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri
dan anggota keluarga dari kedua belah pihak harus menjaga komunikasi,
saling mencintai, saling memberi kasih sayang, saling mengingatkan agar
tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu satu sama lain.

Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 36:

Artinya:

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan
diri.
Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama
Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang
dilaksanakan berbdasarkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan
ajaran agama. Sedangkan kata nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu “An-
nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti bersatu, berkumpul, dan
berhubungam. Sementara itu, secara definisi pernikahan juga dijelaskan
oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal dengan empat mahzab fikih.
1.Imam Maliki
Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat
mengubah hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram,
budak, dan majusi menjadi hubungan seksual yang halal dengan shighat.
2. Imam Hanafi 
Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang
mendapatkan hak untuk melakukan hubungan biologis seksual dengan
seorang perempuan. Dalam hal ini, seorang perempuan itu merupakan
perempuan dengan hukum tidak ada halangan sesuai dengan syari’i untuk
dinikahi.
3.Imam Syafi’i
Imam Syafi’I menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang
memberikan hak untuk melakukan hubungan seksual dengan mengucapkan
lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain dengan makna yang sama.
4. Imam Hambali
Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses
terjadinya akad perkawinan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan
dalam lafadz nikah atau kata-kata yang memiliki persamaan makna.
Setelah mendengarkan ungkapan dari para ahli ulama, maka pernikahan
adalah suatu proses akad perkawinan yang memiliki tujuan untuk
mendapatkan pengakuan dan mengubah hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan yang tadinya haram menjadi hubungan seksual yang halal.
Syarat Sah Pernikahan dalam Islam
Dalam Islam, syarat sah pernikahan terdiri dari beberapa hal, di antaranya:
1.Calon Pengantin Beragama Islam
Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki
atau perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai
belum beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu,
jika salah satu calon mempelai belum beragama Islam, ia harus beragama
Islam terlebih dahulu.
2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan
Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti
pernikahan menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali
sudah ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad
nikah. Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan.
Jika, ayah kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka calon
pengantin perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah
seibu, , paman, dan seterusnya yang sesuai dengan urutan nasab.
Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki.
Hal ini sesuai dengan hadist:
Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan
tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh
menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa
digantikan dengan wali hakim sebagai syarat sah pernikahan.
3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan
mahram. Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan
mahram. Dalam hal ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan
dapat dilakukan karena tidak ada penghalangya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya,
apakah semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika,
diberikan oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam
mahram, sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.
4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan  ibadah haji atau ihram
untuk melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan
seorang ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul
Qarib al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji
adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad
nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya
maupun bagi orang lain (menjadi wali).”Selain itu, pernikahan tidak boleh
dilakukan saat sedang melaksanakan haji juga terdapat di hadist Bukhari:
Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh
menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.
5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan 
Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar
paksaan. Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka
pernikahan itu bisa saja dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses
pernikahan harus berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau
calon pengantin perempuan.
Rukun Nikah dalam Islam
Di dalam Islam, rukun pernikahan terdiri dari 5, yaitu:
1. Adanya Calon Pengantin
Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya dan calon pengantin perempuan tidak terhalang secara syari’i
untuk menikah.
2. Adanya Wali 
Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.
3.Dihadiri Dua Orang Saksi
Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau
yang memenuhi syarat sebagai saksi.
4.Diucapkan Ijab
Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi
wakilnya.
5.Diucapkan Qabul dari pengantin Laki-Laki
Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul di depan saksi dan wali
dengan penuh keyakinan.
SEKIAN DARI KELOMPOK KAMI, JIKA ADA
LEBIHNYA ITU DARI KAMI DAN JIKA ADA
KEKURANGAN ITU PASTI DARI TEMAN-
TEMAN SAYA.
WASSALAMUALAIKUM WR.WB

Anda mungkin juga menyukai