Anda di halaman 1dari 7

PERNIKAHAN DALAM PERSFEKTIF GERAKAN

Pernikahan merupakan ibadah dengan kedudukan yang sangat penting dan sakral


dalam Islam. Hingga disebut sebagai mitsaqan ghalizha dalam AlQuran, berarti perjanjian yang
amat kukuh atau kuat. Sehingga tidak baik bila menyepelekannya, hingga menganggap enteng
perceraian untuk menikah lagi.
Tujuan menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah SWT dan Nabi-Nya.
Selain menciptakan generasi yang sholeh/sholehah, Allah menyampaikan berbagai berkah di
balik pernikahan. Meski aktivitas bersama pasangan halal itu dianggap sederhana, namun
bernilai pahala dan sedekah.
Sebuah kebahagiaan akan diperoleh oleh dua insan, baik di dunia maupun di akhirat.
Ikatan suci pernikahan menjamin keharmonisan, kebahagiaan dan ketentraman, selama
memegang teguh Islam bersama. Apalagi ditambah dengan mengikuti suri tauladan Nabi
Muhammad SAW bersama istri-istrinya.

Berikut beberapa tujuan menikah dalam Islam menurut  AlQuran  dan hadist, beserta


keutamaannya sesuai sabda Nabi SAW.

1. Melaksanakan Sunnah Rasul

Tujuan utama pernikahan dalam Islam ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Sebagai
seorang muslim, kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Alangkah
baiknya bisa meniru yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satunya menjalankan
pernikahan dengan niat yang baik.

"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian
dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari
kiamat)." (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.
2383).

2. Menguatkan Ibadah sebagai Benteng Kokoh Akhlaq Manusia

Pernikahan merupakan hal yang mulia dalam Islam. Ikatan suci yang bermanfaat dalam menjaga
kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Karena manusia merupakan
mahluk yang allah ciptakan memiliki hasrat kepada lawan jenisnya, oleh sebab itu Allah SWT dan
Nabi Mumahad SAW memberikan petunjuk untuk melepaskanya dengan benar. Apabila telah
menikah, diketahui baik untuk menundukkan pandangan. Juga membentengi diri dari perbuatan
keji dan merendahkan martabat, salah satunya zina.

"Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih
menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena
puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR. Bukhari No. 4779).
3. Menyempurnakan Agama

Terasa lebih indah bila menjalani kebahagiaan dunia dan akhirat bersama rekan yang tepat
dalam biduk rumah tangga. Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya untuk menyempurnakan
separuh agama. Separuhnya yang lain melalui berbagai ibadah.

"Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya (agamanya). Dan


hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam memelihara yang sebagian sisanya."  (HR.
Thabrani dan Hakim).

4. Mengikuti Perintah Allah SWT

Tujuan pernikahan dalam Islam berikutnya ialah mengikuti perintah Allah SWT. Menikah menjadi
jalan ibadah yang paling banyak dinanti dan diidamkan oleh sebagian masyarakat. Tak perlu ragu
dan takut perihal ekonomi.

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur Ayat 32).

5. Mendapatkan Keturunan

Demi melestarikan keturunan putra-putra Adam, tujuan pernikahan dalam Islam termasuk
mendapatkan keturunan. Salah satu jalan investasi di akhirat, selain beribadah, termasuk pula
keturunan yang sholeh/sholehah.

"Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu isteri-isteri
kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?." (QS. An-Nahl ayat 72).

6. Penyenang Hati dalam Beribadah

Tujuan menikah dalam Islam selanjutnya sebagai penyenang hati, membentuk pasangan suami-
istri yang bertakwa pada Allah SWT. Pernikahan mampu memicu rasa kasih dan menciptakan
insan yang takwa. Bersama memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.

"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-
Furqon ayat 74).
7. Membangun Generasi Beriman

Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya untuk membangun generasi beriman. Bertanggung
jawab terhadap anak, mendidik, mengasuh, dan merawat hingga cukup usia. Jalan ibadah
sekaligus sedekah yang menjadi bekal di akhirat kelak.

"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi
sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya." (QS. At-Thur ayat 21).

8. Memperoleh Ketenangan

Sebuah pernikahan dianjurkan dengan tujuan dan niat yang memberi manfaat. Perasaan tenang
dan tentram atau sakinah, akan hadir seusai menikah. Bukan sekedar untuk melampiaskan
syahwat atau perasaan biologis saja, karena hal ini bisa mengurangi ketenangan tersebut.

"Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang." (QS al-Rum [30]: 21).

9. Mencetak Generasi yang Menjaga Agama


Keutamaan menikah dalam Islam berikutnya adalah mencetak generasi yang menjaga agama.
Kita berusaha mendidik agama pada anak, menanamkan nilai tauhid dan aqidah islami yang kaut
dan membentuk keluarga – keluarga yang mencintai Allah dan Rasulnya, rela berkorban dan
berjuang di jalan-NYA.

Dalam memilih pasangan hidup pelukah kita melalukan pernihakan lintas harokah atau
bahkan dengan orang awam. Pernikahan lintas harokah adalah pernikahan yang dilakukan oleh
anggota suatu harokah A dengan anggota suatu harokah B. Pernikahan tersebut bisa terjadi
karena beberapa sebab atau tujuan. Diantaranya yaitu :

1.Tujuan merekrut kader baru

Yaitu faktor yang muncul dari idealisme seseorang untuk merekrut anggota-anggota baru dengan
berbagai macam cara yang diperbolehkan. Salah satu yang dipandang efektif adalah dengan
pernikahan.

2. Tujuan memperbaiki atau mempererat ukhuwah Islamiyah

Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan harokah kadang-kadang menimbulkan ketegangan


tertentu karena kurang paham dalam mengelola perbedaan. Dengan pernikahan lintas harokah
diharapkan ketegangan tersebut bisa dikurangi atau dihilangkan.
3. Faktor ketidakseimbangan jumlah kader ikhwan dengan kader akhwat

Saya pernah menghadiri resepsi pernikahan di suatu kota. Kebetulan saya berkesempatan
berbincang panjang lebar dengan mempelai yang ikhwan. Dari perbinvangan itu terungkap
bahwa ternyata ia aktif di harokah A sementara istrinya di harokah B. Ia mengatakan bahwa ia
sangat bersyukur bisa menikah dengan akhwat dari harokah B.

Ternyata kejadian tersebut bukan satu-satunya kasus. Saya mendapatkan beberapa informasi
lain bahwa ternyata banyak ikhwan-ikhwan dari harokah A yang menikahi akhwat harokah B.
Mengapa demikian? Pertanyaan saya berujung pada kesimpulan bahwa jumlah kader ikhwan di
harokah A lebih banyak dari pada kader akhwatnya sehingga mereka akhirnya memilih untuk
mencari akhwat dari harokah lain.

4. Faktor kebetulan

Faktor ini bisa terjadi misalnya karena antara ikhwan dan akhwat tersebut memang sudah
terlanjur dalam proses taaruf atau pun khitbah. Ternyata dalam waktu/proses tersebut keduanya
secara kebetulan masuk dalam harokah yang berbeda. Namun mereka tidak ingin
mempermasalahkan perbedaan tersebut dan tetap melanjutkan ke jenjang pernikahan.

5. Faktor nafsu

Faktor ini bisa jadi muncul pada anggota yang masih yunior. Si ikhwan atau akhwat terlanjur jatuh
cinta pada seseorang yang kebetulan berbeda harokah. Perasaan tersebut telah membutakan
hatinya dan ia merasa bahwa dalam harokahnya tidak ia temukan calon pasangan yang sebaik
calonnya. Mungkin dinilai kurang cantik, kurang pintar, kurang berpendidikan, kurang kaya, atau
kekurangan-kekurangan yang lain.

Sisi Positif dan Sisi Negatif Nikah Lintas Harokah

Pernikahan lintas harokah memang mempunyai sisi positif, walaupun juga ada sisi negatifnya.

Sisi positif pernikahan lintas harokah

1. Menambah kader dakwah

Komunikasi antar suami istri tentu akan sangat dalam sehingga tersingkaplah semua tabir
penghalang. Sesuatu yang sebelumnya tersembunyi, bisa menjadi nyata kelihatan. Diskusi
antara suami dan istri pun bisa terjadi setiap hari dalam waktu yang lama, sehingga terbuka lebar
kemungkinan terpengaruhnya salah satu pihak sehingga berubah pikiran. Maka bisa
bergabunglah si suami atau istri ke harokah pasangannya. Tentu ini sebuah keutungan bagi
harokah yang mendapat kader baru, walaupun di sisi lain, harokah yang satunya berarti
kehilangan satu kader.

2. Terjadi komunikasi lebih dalam antar harokah

Apabila kemungkinan pertama tidak terjadi, maka setidaknya akan muncul kemungkinan yang
kedua yaitu komunikasi yang lebih dalam antar dua harokah. Ini tentu saja bisa terjadi kalau yang
menikah adalah sama-sama tokoh di dua harokah tersebut. Misal, si suami adalah pengurus
penting di harokah A dan si istri adalah pengurus penting di harokah B. Tapi jika salah satu atau
keduanya hanyalah anggota level bawah, maka hal itu tidak akan terjadi.

3. Bisa menolong harokah lain yang kebanyakan ikhwan atau akhwat

Saya pernah menemukan suatu harokah yang terlalu banyak akhwatnya. Kalau ada satu ikhwan,
maka kurang lebih ada enam akhwat. Ketidakseimbangan jumlah ini tentu menimbulkan masalah.
Dengan adanya pernikahan lintas harokah, maka masalah ini bisa sedikit tertolong. Seorang
akhwat aktivis tentu akan merasa lebih nyaman menikah dengan seorang ikhwan yang aktivis
juga, walaupun berbeda harokah, jika dibandingkan menikah dengan orang awam.

Sisi negatif pernikahan lintas harokah

Sayangnya, pernikahan lintas harokah juga mempunyai banyak sisi negatif yang bisa timbul.
Diantaranya yaitu :

1. Anak kebingungan memilih harokah

Kita tentu ingin mendidik anak sesuai dengan idealisme kita. Kita ingin anak kita menjadi seperti
kita bahkan jauh lebih baik dari pada kita. Sekarang coba pikirkan, apa jadinya jika ayah dan ibu
memberikan paham yang berbeda kepada anaknya.

Si ayah mengatakan : “Demokrasi adalah sistem kufur, haram terlibat di dalamnya dan haram
pula menyebarkannya”.Sementara itu,Si ibu mengatakan : “Demokrasi adalah ajaran Islam, boleh
terlibat di dalamnya dan baik pula menyebarkannya”.

Apa jadinya si anak kalau begini kejadiannya? Ia tentu akan bingung. Lebih dari itu, kita pun akan
kecewa berat jika ternyata ia memilih harokah yang diikuti pasangan kita yang berbeda harokah.

Alih-alih mendapatkan kader dakwah yang tangguh (yaitu anak kita), tapi kita justru “kehilangan”
anak kita. Lebih payah lagi, kita bisa kehilangan potensi mendapatkan pahala besar dari anak
kita bahkan bisa jadi kita akan mendapatkan dosa yang banyak. Gara-garanya, kita salah
memilihkan ibu bagi anak-anak kita. Terus terang saya tidak setuju dengan pendapat yang
mengatakan bahwa pendidikan anak dimulai dari saat masih dalam kandungan. Menurut saya,
yang benar adalah Pendidikan anak dimulai sejak saat memilih calon ibunya. Tidak ada
orang hebat yang lahir dan dididik oleh ibu yang biasa saja. Orang-orang hebat lahir dan dididik
oleh ibu yang juga hebat. Silakan baca buku “Ibunda Para Ulama” untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih detail.

2. Tidak menjadi uswah khasanah bagi masyarakat

Apa jadinya jika apa yang kita dakwahkan ternyata tidak dilakukan atau bahkan bertentangan
dengan dakwah pasangan kita.

Misalnya si suami mengatakan kepada masyarakat : “Nasionalisme adalah paham sesat. Ide ini
lahir dari perasaan mempertahankan diri yang muncul di saat ada ancaman. Perasaan ini sangat
rendah, perasaan yang juga ada di dunia binatang. Ide ini jelas bertentangan dengan Islam yang
melarang ashobiyah, sehingga haram bagi kita untuk mengikuti ide ini apalagi
menyebarluaskannya.”

Sementara itu si istri mengatakan :”Nasionalisme adalah ide yang Islami. Nasionalisme adalah
cinta tanah air dimana cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Ide nasionalisme juga sesuai
dengan Al Quran surat Al Hujurat ayat 13. Maka penting bagi kita untuk memupuk paham
nasionalisme pada generasi muda”.

Masyarakat yang mendengar dakwah si suami bisa jadi akan mengatakan : ”Nggak usah
kebanyakan ngomong teori Mas, lihat tuh istri sampeyan”. Nah loh !!!

3. Menghambat dakwah

Jika si suami memahami bahwa terlibat dalam aktivitas demokrasi adalah haram, sementara si
istri adalah aktivis yang pro demokrasi, kira-kira apa yang akan terjadi? Ketika si suami akan
berangkat dakwah yang isinya menjelaskan sesatnya paham demokrasi, kira-kira apa yang akan
dilakukan si istri? Apakah akan diam saja? Bisa jadi si istri akan menghalangi suaminya untuk
berdakwah, karena menurut istri demokrasi adalah hal yang baik. Berarti suaminya akan
berangkat untuk menghalangi orang dari suatu hal yang baik. Ini harus dicegah. Maka si istri pun
akan melakukan berbagai macam strategi agar suaminya tidak jadi berangkat dakwah. Bisa pura-
pura sakit, atau mempengaruhi suaminya agar mengganti tema dakwahnya.

4. Terbukanya rahasia organisasi

Tiap organisasi tentu punya rahasia yang tidak boleh diketahui oleh semua orang kecuali oleh
yang mempunyai kewenangan. Jika suami istri berasal dari satu organisasi yang sama, maka
akan saling membanu untuk menjaga rahasia masing-masing. Namun apa jadinya jika berbeda
organisasi? Bisa jadi, suami memegang suatu informasi yang rahasia. Si istri mengetahui
informasi tersebut tapi menurut istri bukan rahasia (atau si istri sengaja membocorkannya). Nah,
tentu akan sangat berbahaya.

5. Menimbulkan ketegangan baru

Timbulnya ukhuwah belum tentu terjadi, namun bisa jadi justru timbul ketegangan baru antar
harokah. Harokah si istri, katakanlah harokah B, akan merasa kecolongan. Lebih jauh dari itu,
harokah B merasa bahwa harokah A telah berbuat jahat dengan merebut anggotanya dengan
cara-cara yang tidak elegan. Sebagai catatan, biasanya istri lebih mudah terpengaruh untuk ikut
suami.

6. Kasihan anggota harokah kita sendiri

Jika kita menikah dengan akhwat lain harokah, lantas siapa yang akan menikahi akhwat dari
harokah kita sendiri? Pernahkah kita memikirkannya? Atau jangan-jangan ego kita telah
mengalahkan pandangan yang lebih jernih ini?

Apa jadinya jika kita menikahi akhwat yang berbeda harokah, sementara akhwat di harokah kita
sendiri malah dinikahi orang lain, baik berbeda harokah atau justru dinikahi orang awam?

Belum tentu akhwat yang kita nikahi ikut bergabung dengan harokah kita, eh malah akhwat
harokah kita keluar dari dunia dakwah karena dihambat suaminya. Nah loh…. !!!

Kesimpulan

Pernikahan lintas harokah lebih banyak sisi negatifnya dari pada sisi positifnya. Resiko yang kita
tanggung terlalu besar dari pada keuntungan yang sebenarnya bisa kita dapat dengan cara-cara
lain. Oleh karena itu, bagi anda yang akan menikah, carilah pasangan yang sepaham dengan
anda. Jangan sembarangan memilih calon pasangan. Ingat, kita menikah bukan untuk waktu
yang sementara tapi untuk selama-lamanya. Apakah kita tidak ingin pasangan kita di dunia ini
juga akan menjadi pasangan di akhirat nanti.

Anda mungkin juga menyukai