Anda di halaman 1dari 5

PRANIKAH BAGI MUSLIM DAN MUSLIMAH

Alloh SWT telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan serta dalam sunnah
keseimbangan dan keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki
terdapat sifat kejantanan/ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat
kelembutan/kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat
unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi. Seperti Firman Alloh SWT dalam
Al-Qur’an Surat Ar-Rum: 21. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut
menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan
membawa ajaran pernikahan. Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk
memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir
keturunan secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.

Bahkan dalam Al-Qur’an Surat An-Nur: 32 Alloh SWT berfirman “Dan nikahkanlah orang-
orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Alloh akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Alloh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 24:32).
Demikan juga Rosulalloh SAW dalam sebuah hadits secara tegas menyatakan: “Nikah adalah
Sunahku. Barang siapa yang membenci pada sunahku maka tidak termasuk umatku” (H.R.
Thabrani dan Baihaqi).

Persiapan Pra-Nikah bagi muslim dan muslimah


Seorang muslim dan muslimah yang baik yang mengetahui urgensi dari suatu pernikahan tentu
saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang yang baik dalam ikatan suci
pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga SAMARA (sakinah, mawaddah dan rahmah) tidak
tercipta begitu saja, melainkan membutuhkan persiapan-persiapan yang memadai sebelum
melangkah memasuki gerbang pernikahan.

Nikah adalah salah satu ibadah yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang
sangat berat). Banyak konsekuensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah
tangga. Bagi seorang muslimah, pernikahan merupakan salah satu ujian dalam kehidupan dirinya
karena salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah
mendapatkan ridho suami. Sebaliknya, bagi seorang muslim, ujian dalam kehidupan berumah
tangga adalah menjadi imam dalam keluarga dan pencari nafkah keluarga.
Oleh sebab itu seorang muslim/muslimah harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai
hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan menjelang memasuki lembaga pernikahan,
yaitu antara lain:

a. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman)


Dalam diri setiap orang beriman selalu terdapat keinginan bahwa suatu hari nanti akan
mendapatkan jodoh yang sholih/sholihat, yang taat beribadah, bisa bersama-sama dalam
mengarungi kehidupan di dunia, dalam suka dan duka dan akhirnya bersama-sama masuk surga
selamat dari neraka. Bila kita simak firman Alloh SWT di dalam Al-Qur’an bahwa “Wanita yang
keji, adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji dan
wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik….” (QS An-Nuur: 26), maka bila seseorang memiliki keinginan untuk mendapatkan
pasangan yang sholih/sholihat, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi sholih/sholihah
terlebih dahulu. Untuk menjadikan diri kita seorang yang sholih/sholihah, maka bekalilah diri
dengan ilmu agama serta hiasilah dengan akhlaq islami, dengan niat bukan hanya semata untuk
mencari jodoh, tetapi untuk beribadah dan mendapatkan ridhoNya. Institusi pernikahan juga
berfungsi sebagai salah satu sarana untuk beribadah kepada Alloh SWT.

b. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)


Pernikahan merupakan sarana untuk beribadah dan meningkatkan pahala dari Alloh SWT,
seperti dalam salah satu hadits Nabi SAW bersabda “Shalat Dua rokaat dari orang yang telah
menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang bujang.” Pernikahan
sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan agama Alloh
(dienullah). Adapun jika dari pernikahan diikuti dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah,
maka sang anak akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya. Pernikahan juga sebagai
sarana tarbiyah (pendidikan) karena dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-
pelajaran dan hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan dapat menjadi sarana dalam berdakwah,
baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.
c. Persiapan Kepribadian
Dalam hal ini belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi
suami atau seorang perempuan yang menjadi istri, sesungguhnya awalnya adalah orang asing
bagi kita, yang mungkin mempunyai latar belakang, suku, dan kebiasaan yang berbeda dan
semua perbedaan tersebut dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan. Bila perbedaan tersebut
tidak dikelola dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi
timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu diperlukan keberadaan jiwa yang besar untuk mau
menerima dan berusaha mengenali pasangan kita.

d. Persiapan Fisik
Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan
mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum
menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi
masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi dengan baik, atau adakah
penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak
dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat.

e. Persiapan Material
Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada
materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga,
maka adanya kesiapan calon suami untuk memberi nafkah perlu diutamakan. Sebaliknya bagi
fihak wanita, perlu adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. InsyAlloh bila suami
berikhtiar untuk menafkahi maka Alloh akan mencukupkan rizki kepadanya. “Alloh menjadikan
bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu
anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Alloh?” (QS. 16:72).

f. Persiapan Sosial
Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka
bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sebagai akibatnya,
mereka pun harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan sosial di kedua belah
pihak keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu
mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,” (Q.S. An-Nissa: 36).
Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (dari a hingga f) yang tersebut di atas, tidak
dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya.
Untuk itu, mumpung masih memiliki banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga,
maka upayakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah
tangga kelak.

Langkah-Langkah yang Ditempuh untuk Memilih Calon Pasangan Hidup


a. Menentukan kriteria calon pendamping.
Calon pendamping diutamakan yang kefahaman agamanya kuat dan mempunyai ahlaqul
karimah. Kriteria yang lain seharusnya jangan terlalu banyak dan merupakan kriteria yang tidak
terlalu prinsip.

b. Mengkondisikan orang tua dan keluarga.


Kadang ketidak-siapan orang tua dan keluarga bila anak gadisnya menikah menjadi suatu
kendala tersendiri untuk menuju proses pernikahan. Penyebab ketidak-siapan itu kadang
seringkali berasal dari diri anak gadisnya sendiri, misalnya masih menunjukkan sikap kekanak-
kanakan serta belum dapat bertanggung jawab. Ketidak-siapan dapat juga berasal dari pengaruh
lingkungan, seperti belum selesai kuliah (sarjana) tetapi sudah akan menikah. Hal-hal seperti ini
harus diantisipasi sebelumnya, agar pelaksanaan menuju pernikahan menjadi lancar dan barokah.

c. Mengetahui batasan-batasan siapa yang yang tidak boleh menjadi pasangan kita. Seperti
yang tersurat di dalam QS 4:23-24 dan QS 2: 221.

d. Mengkomunikasikan kesiapan untuk menikah.


Kesiapan seorang muslimah dapat dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang dipercaya, agar
dapat turut membantu langkah-langkah menuju proses selanjutnya.
e. Taâ’aruf (Berkenalan).
Proses taâ’aruf sebaiknya dilakukan dengan cara Islami. Dalam Islam proses taâ’aruf tidak sama
dengan istilah pacaran. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan kondisi dua insan
berlainan jenis berduaan, yang mana dapat membuka peluang terjadinya saling pandang atau
bahkan saling sentuh, yang sudah jelas semuanya tidak diatur dalam Islam.

Alloh SWT berfirman “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS 17:32). Rasulalloh SAW bersabda:
“….Ingatlah jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan,
kecuali yang menigai (Ket. menjadi orang ketiga) pada mereka adalah syetan”. (Hadits Shahih
Riwayat Tirmidzi). Bila kita menginginkan pernikahan kita terbingkai dalam ajaran islami, maka
semua proses yang menyertainya, seperti mulai dari mencari pasangan haruslah diupayakan
dengan cara yang islami pula dan jangan dimulai dengan pelanggaran.

e. Bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait.


Bila setelah proses taâ’aruf terlewati, dan hendak dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka
selanjutnya dapat melangkah untuk mulai bermusyawarah dengan pihak-pihak yang terkait.

f. Istikhoroh.
Daya nalar manusia dalam menilai sesuatu dapat salah, untuk itu sebagai seorang muslim yang
senantiasa bersandar pada ketentuan Alloh, sudah sepantasnya bila meminta petunjuk dari Alloh
SWT, misalnya melalui sholat istikhoroh. Bila calon tersebut baik bagi diri kita, agama dan
penghidupannya, Alloh akan mendekatkan, dan bila sebaliknya maka akan dijauhkan. Dalam hal
ini, apapun kelak yang terjadi, maka sikap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap taqdir Alloh
harus diutamakan.

Demikianlah sedikit ulasan tentang Kajian Pra-Nikah Bagi Muslim-Muslimah untuk menambah
wawasan bagi muslim dan muslimah yang menginginkan mendapatkan jodoh yang barokah.
Semoga Alloh meng-qodar pasangan hidup yang sholih/sholihah yang dapat membantu
kelancaran ibadah bagi kita semua. Amiin 313x

Anda mungkin juga menyukai