Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BIMBINGAN KONSELING KELUARGA

TENTANG

PERNIKAHAN

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

Dara Rahimah Dita

Utrai Oktaviani

BKPI 6B

DOSEN PEMBIMBING :

Roshinta Erezka

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENIDIDKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM IAIN KERINCI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya kita masih diberi keselamatan dan kebahagiaan. Selamat serta salam juga Kami
hanturkan kepada junjungan besar Rasululallah SAW, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.

Telah tersusun makalah ini sebagai tugas mata kuliah Konseling Traumatik pada
Jurusan Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Islam IAIN Kerinci dengan judul “Analisis
Klien Kurang Beruntung”

Kami sebagai penulis mempunyai harapan besar dari penulisan makalah ini, yang
tidak hanya sebagai tugas mata kuliah saja namun diharapkan dapat memberikan wawasan
mengenai kewirausahaan, dan semoga memberikan manfaat bagi Kami dan pihak lain.

Kami juga menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Kami butuhkan
demi kemajuan kita ersama. Terima kasih juga Kami hanturkan kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata Kami ucapkan selamat membaca dan semoga kita tidak henti-hentinya
menumbuh kembangkan jiwa dan kompetensi kewirausahaan yang kita miliki.

Hormat kami,

Penulis

Sungai Penuh,09 Februari 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................

A.Latar Belakang Masalah.....................................................................................................................

B.Rumusan ............................................................................................................................................

C.Tujuan Masalah .................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................

A Pengertian Pernikahan........................................................................................................................

B Tujuan Pernikahan..............................................................................................................................

C Hukum Pernikahan.............................................................................................................................

D Syarat Sah Pernikahan.......................................................................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................................

A.Kesimpulan.........................................................................................................................................

B.Saran...................................................................................................................................................

DAFTAR

PUSTAKA……………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menempuh kehidupan, seseorang memerlukan pendamping sebagai tempat


mencurahkan suka dan duka. Hidup berpasangan atau nikah adalah kebijaksanaan Allah Swt.
terhadap seluruh makhluknya. Nikah merupakan fitrah, karena itu Islam melarang keras
hidup melacur, homo, dan lesbian karena bertentangan dengan fitrah manusia. Kendali untuk
tidak menuruti hawa nafsu bagi manusia. Semua orang berharap mendapatkan sukses atau
kemenangan. Manusia akan hidup dalam dua alam, yaitu dunia dan akhirat, kemenangan di
akhirat dan kemenangan di dunia adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, bagaikan dan
dua sisi mata uang yang tidak akan bermakna jika salah satu sisinya hilang.

Sukses atau kemenangan bukanlah suatu yang tiba-tiba, melainkan sebuah pencapaian
yang perlu perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang sangat dipengaruhi oleh
sejauh mana ketersediaan informasi dalam memprediksi ke depan, sedangkan masa depan
tanpa perencanaan dan rida Allah Swt. adalah sesuatu yang mustahil untuk sukses. Untuk itu,
kita perlu mengkaji bagaimana harus mengatur diri agar mencapainya. Sukses berarti kita
telah berpindah dari menjauhi Allah Swt. menjadi dekat dengan Allah Swt., berpindah dari
kebodohan kepada ilmu pengetahuan, berpindah dari akhlak sayyiah menjadi akhlak
mahmudah, dari malas beribadah menjadi giat ibadah dan sebagainya.

Sukses dalam berkeluarga adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketenteraman
jiwa), mawadah (rasa cinta), dan rahmah (kasih sayang), Allah Swt. berfirman: “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu hidup tenteram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di
antaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. ar-Rµm: 21).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam
makalah tentang Pernikahan ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian pernikahan?


2. Apa tujuan dari pernikahan?
3. Mengapa dianjurkan untuk menikah?
4. Apa saja hukum-hukum pernikahan?
5. Siapa saja orang-orang yang tidak boleh dinikahi?
6. Apa saja rukun dan syarat pernikahan?
7. Bagaimana bentuk pernikahan yang tidak sah?
8. Bagaimana hukum pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia?
9. Apa saja hak dan kewajiban suami istri?
10. Apa saja hikmah pernikahan?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Pernikahan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan.


2. Untuk mengetahui tujuan pernikahan.
3. Untuk mengetahui anjuran menikah.
4. Untuk mengetahui hukum pernikahan.
5. Untuk mengetahui orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
6. Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan.
7. Untuk mengetahui pernikahan yang tidak sah.
8. Untuk mengetahui pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia.
9. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami istri.
10. Untuk mengetahui hikmah pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Selain


merupakan bentuk cinta, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada
Allah. Bahkan, disebutkan bahwa pernikahan adalah menggenapkan setengah agama.

Penyatuan dua insan, laki-laki dan perempuan ini diharapkan menjadi media dan
tempat yang sempurna untuk mendapatkan pahala dan ridho dari Allah SWT. Oleh karena
itu, pernikahan dalam islam merupakan sesuat yang sakral, jadi sebisa mungkin harus dijaga
bahkan hingga maut memisahkan.

Allah SWT memberikan keterangan mengenai keutamaan menikah. Bahkan, Allah


SWT akan memberikan karunia-Nya kepada laki-laki dan perempuan yang menikah karena-
Nya. Dalam salah satu ayat di dalam Alquran, Allah berfirman:

“Dan nikahkan lah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32).

Bukan hanya memberikan kebahagiaan, sebuah pernikahan ternyata juga memiliki


manfaat kesehatan. Sebuah studi yang dilakukan British Cardiovascular Society (BCS)
melakukan penelitian terhadap 25.000 orang di Inggris.Hasilnya, peneliti menemukan bahwa
di antara orang yang mengalami serangan jantung, mereka yang menikah 14 persen lebih
mungkin untuk bertahan hidup dan mereka dapat meninggalkan rumah sakit dua hari lebih
cepat daripada orang lajang yang mengalami serangan jantung, dikutip dari Universitas
Harvard

Kata pernikahan berasal dari Bahasa Arab, yaitu ‘An-nikah’ yang memiliki beberapa
makna. Menurut bahasa, kata nikah berarti berkumpul, bersatu dan berhubungan. Definisi
pernikahan dalam Islam lebih diperjelas oleh beberapa ahli ulama yang biasa dikenal dengan
empat mahzab fikih. Yakni:
 Imam Maliki. Menurut Imam Maliki, pernikahan adalah sebuah akad yang
menjadikan hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak dan
majusi menjadi halal dengan shighat.
 Imam Hanafi. Menurut Imam Hanafi, pernikahan berarti seseorang memperoleh hak
untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan. Dan perempuan yang
dimaksud ialah seseorang yang hukumnya tidak ada halangan sesuai syar’i untuk
dinikahi.
 Imam Syafi’i. Menurut Imam Syafii, pernikahan adalah akad yang membolehkan
hubungan seksual dengan lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain dengan makna serupa.
 Imam Hambali. Menurut Imam Hambali, pernikahan merupakan proses terjadinya
akad perkawinan. Nantinya, akan memperoleh suatu pengakuan dalam lafadz nikah
ataupun kata lain yang memiliki sinonim.

Pada dasarnya, semua pengertian pernikahan yang disampaikan oleh keempat imam
tersebut mengandung makna yang hampir sama. Yakni, mengubah hubungan antara laki-laki
dan perempuan yang sebelumnya tidak halal menjadi halal dengan akad atau shighat.

Secara bahasa, arti nikah berarti mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan
perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau pernikahan. Sedang menurut syariah,
nikah berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Dalam Undang-undang
Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau
pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan sama artinya dengan perkawinan. Allah Swt.
berfirman:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. an-Nisa: 3).
B. Tujuan Pernikahan

Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina
keluarga sakinah dalam rumah tangga, di antaranya sebagai berikut.

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda: “Wanita dinikahi
karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena
agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka.” (H.R.
Bukhari dan Muslim).

2. Untuk Mendapatkan Ketenangan Hidup

Allah Swt. berfirman: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia


menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah Swt.) bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. ar-Rµm: 21).

3. Untuk Membentengi Akhlak

Rasulullah saw. bersabda: “Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia puasa (saum), karena saum itu dapat membentengi dirinya.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)

4. Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah SWT.

Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk
sedekah!”. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya: “Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika
mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?”
Jawab para sahabat, “Ya, benar.” Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka
bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”.
(H.R. Muslim).

5. Untuk Mendapatkan Keturunan yang Saleh

Allah Swt. berfirman: “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami
istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil
dan mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. an-Nahl: 72).

6. Untuk Menegakkan Rumah Tangga yang Islami

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talak (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Firman
Allah Swt.: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Baqarah: 229).

C. Rukun dan Syarat Pernikahan

Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat pernikahan.
Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan mana yang termasuk syarat dan mana
yang termasuk rukun. Jumhur ulama sebagaimana juga mazhab Syafi’i mengemukakan
bahwa rukun nikah ada lima seperti di bawah ini.

1. Calon Suami

Calon suami dengan syarat-syaratnya sebagai berikut:

a. Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi karena
adanya hubungan nasab atau sepersusuan.
b. Orang yang dikehendaki, yakni adanya keredaan dari masing-masing pihak. Dasarnya
adalah hadis dari Abu Hurairah r.a, yaitu: “Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan
sehingga ia diminta izinnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
c. Mu’ayyan (beridentitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-laki
dengan menyebut nama atau sifatnya yang khusus.

2. Calon Istri

Calon istri dengan syarat-syaratnya sebagai berikut:

a. Bukan mahram si laki-laki.


b. Terbebas dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa idah atau berstatus
sebagai istri orang.

3. Wali

Wali adalah bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat
terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau orang bijak
dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat, Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada
nikah, kecuali dengan wali.” Umar bin Khattab r.a. berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi,
kecuali atas izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya atau seorang pemimpin.”
Syarat wali adalah:

a. Orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci.


b. Laki-laki, bukan perempuan atau banci.
c. Mahram si wanita.
d. Balig, bukan anak-anak.
e. Berakal, tidak gila.
f. Adil, tidak fasik.
g. Tidak terhalang wali lain.
h. Tidak buta.
i. Tidak berbeda agama.
j. Merdeka, bukan budak.
4. Dua Orang Saksi

Firman Allah Swt.: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kalian.” (Q.S. at-Țalaq: 2). Syarat saksi adalah:

a. Berjumlah dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang fasik.
b. Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kualifikasi sebagai saksi.
c. Sunah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa.

5. Ijab Kabul (Sighat)

Ijab kabul atau shighat adalah perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad
nikah. Syarat shighat adalah:

a. Tidak tergantung dengan syarat lain.


b. Tidak terikat dengan waktu tertentu.
c. Boleh dengan bahasa asing.
d. Dengan menggunakan kata tazwij atau nikah, tidak boleh dalam bentuk kinayah
(sindiran), karena kinayah membutuhkan niat sedang niat itu sesuatu yang abstrak.
e. Qabul harus dengan ucapan “qabiltu nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan dari
ijab.

D. SYARAT MEMILIH PASANGAN

1. Memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik

Memilih calon istri hendaknya yang memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak
baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai
istri dan ibu.

Dari Abu Hurairah bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan
yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah
berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (Qs.
An nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu
tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita
yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya,
oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (Qs. An nisa’ 36)

2.Penyanyang

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” …


kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan Di shahihkan oleh
Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan
dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk
menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam
memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a)   Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk
mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang
wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu
melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat
menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.
b)   Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya
mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu
pun akan seperti itu.

3. masih gadis (perawan) terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang
agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan
menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan
menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali
cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan
kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya.
Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan
kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak
suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis. “Maka mengapa kamu tidak
menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.


Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit
yang menular atau cacat secara hereditas, Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan
lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Di
samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan
sosial.

5. Mampu mengelolah Ekonomi


Wanita yang akan di Nikah usahakan dari keluarga yang sepadan (kufu) dalam segala
sisi sehingga tidak terjadi ketimpangan yang mendasar. Usahaka juga mempu mengelola
ekonomi dengan baik agar tidak boros.
2.2 Kriteria Calon Suami Menurut Islam
Dalam memilih calon Suami, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya:
1)      Islam
2)      Berilmu dan baik akhlaknya

1.Islam
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon
suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan
akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “ … dan janganlah kamu


menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Albaqarah : 221)
\

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.


Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam
memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar
takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan
kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak
(nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan


dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana
memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta
agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara
sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai
suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan
rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [An Nuur:32]
Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo
agamanya, karena itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang
separonya lagi. (HR. Al Hakim dan Ath-Thahawi) Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu
‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai
generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin,
karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum
mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.

Memilih Jodoh (Calon Suami)

Kriteria memilih jodoh calon suami tidak sekompleks memilih calon isteri. Akan tetapi tidak
menafikan sikap selektif dalam menentukan pilihan. Pertama adalah memiliki pemahaman
agama dan akhlak yang mulia sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:

َ‫ ة‬J‫ْح ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َعجْ الَنَ ع َِن اب ِْن َوثِي َم‬ ٍ ‫و فُلَي‬JJ‫ارىُّ َأ ُخ‬ِ J‫ص‬ َ ‫لَ ْي َمانَ اَأل ْن‬J ‫د بْنُ ُس‬Jِ J ‫ ُد ْال َح ِمي‬J ‫ َّدثَنَا َع ْب‬J‫ َّرقِّ ُّى َح‬J ‫ابُو َر ال‬JJ‫ َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ش‬J‫َح‬
َ ْ‫ « ِإ َذا َأتَا ُك ْم َم ْن تَر‬-‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬-
‫وا‬JJُ‫وهُ ِإالَّ تَ ْف َعل‬JJ‫هُ فَ َز ِّو ُج‬J َ‫ضوْ نَ ُخلُقَهُ َو ِدين‬ َ ِ ‫ى ع َْن َأبِى ه َُر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِّ ‫ْال ِمصْ ِر‬
ِ ْ‫تَ ُك ْن فِ ْتنَةٌ فِى اَألر‬.
ِ ‫ض َوفَ َسا ٌد ع‬
)‫ (رواه ابن ماجه‬.» ٌ‫َريض‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Sabur At-Raqqiy, telah menceritakan
kepada kami Abdul Hamid ibn Sulaiman Al-Anshori Akhu Fulaih dari Muhammad ibn ‘Ajlan
dari ibnu wasimah Al-Mishriy dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah Saw.
bersabda Apabila datang kepadamu seseorang yang kamu senangi agama dan akhlaknya,
maka kawinkanlah dia dengan anak perempuanmu, jika tidak, niscaya akan mendatangkan
fitnah di bumi ini dan akan menimbulkan kerusakan yang mengerikan.

H.R. Ibnu Majah

Kedua, adalah calon suami hendaknya sehat dan tidak mengidap penyakit yang
membahayakan keutuhan rumah tangga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Nikah berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang
bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Sedangkan
menurut Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974 adalah:
“Perkawinan atau nikah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Para ahli fikih sependapat bahwa hukum
pernikahan tidak sama di antara orang mukalaf. Dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental
ataupun akhlak, hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. Al-
Quran telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh (haram) dinikahi (Q.S. an-
Nisa: 23-24). Wanita yang haram dinikahi disebut juga mahram nikah.

Jumhur ulama sebagaimana juga mazhab Syafi’i mengemukakan bahwa rukun nikah
ada lima, yaitu: calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan shigat (ijab kabul). Di
antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah pernikahan
mut`ah, pernikahan syigar, pernikahan muhallil, pernikahan orang yang ihram, pernikahan
dalam masa idah, pernikahan tanpa wali, dan pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-
wanita ahli kitab, menikahi mahram.

Pernikahan melahirkan kewajiban atas masing-masing pihak, suami dan istri.


Kewajiban tersebut meliputi: a) kewajiban timbal balik antara suami dan istri, seperti
hubungan seksual di antara mereka; b) kewajiban suami terhadap istri, seperti mahar dan
nafkah; c) kewajiban Istri terhadap suami, seperti taat kepada suami.

B. Saran
Mewujudkan keluarga yang sejahtera, tenteram, dan mendapat rida Allah Swt. adalah
dambaan dan cita-cita setiap pasangan suami istri. Melalui pernikahan berarti kita telah
melakukan sesuatu yang utama dari agama.

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Bakr, Jabir al-Jazairi. 2002. Minhajul Muslim. Beirut: Darul Falah.

Halimah, Iim dkk. 2013. Mandiri Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:
Erlangga.

Haris, Abd., dkk, 2012. Pendalaman Materi Ajar PAI. Jakarta: FITK UIN Jakarta.

Khalid, Amru. 2007. Revolusi Diri: Memaksimalkan Potensi untuk Menjadi yang Terbaik.
Jakarta: Qisthi Press.

Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. 2015. Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK/MA Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Tim IMTAQ MGMP PAI. 2010. Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam SMA/SMK
Kelas X, XI, dan XII. Jakarta: PT. Kirana Cakra Buana.

Anda mungkin juga menyukai