Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERNIKAHAN DAN HARTA PENINGGALAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam - KU100

Dosen Pengampu :

Dr. Dudung Rahmat Hidayat, M,Pd

H. Anggi Maulana Rizqi, Lc., M.A

Disusun oleh:

Fitria Palentin 2009279


Intan Tri Puspitasari 2009724
Santi Susanti 2009320

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan segala kuasa-nyalah. Akhirnya kami bisa menyusun penulisan makalah mata kuliah
Konsep Dasar Anah Usia Dini tepat waktu. ini yang berjudul “Pernikahan Dan Harta
Peninggalan” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi perkuliahan. Selain
itu, membuat makalah ini juga bertujuan untuk menanbah wawasan tentang Pernikahan Dan
Harta Peninggalan bagi para pembaca dan juga penulis.

Mengingat masih banyaknya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki


penulis, maka disadari dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak
akan terselesaikan tanpa adanya bentuan dan dukungan dari semua pihak.

Garut, 15 November 20020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan.....................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1 Membangun Keluarga Islam........................................................................................................3
2.2 Pembagian Harta Peninggalan.....................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................15
PENUTUP.................................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam
dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan
memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt.
Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan
perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

‫ت‬ ِ َ‫ت ۚ أَفَبِ ْالب‬


ِ ‫اط ِل ي ُْؤ ِمنُونَ َوبِنِ ْع َم‬ ِ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِينَ َو َحفَ َدةً َو َر َزقَ ُك ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬
َ‫هَّللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُون‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang
baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-
Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan,
hukum, serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu
tujuan dari pernikahan:

ِ ‫ت فِي النِّ َك‬


‫اح‬ ُّ ‫فَصْ ُل َما بَ ْينَ ْال َحالَ ِل َو ْال َح َر ِام ال ُّد‬
ُ ْ‫ف َوالصَّو‬

“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam
pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-
Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian
rupa permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan
dalil yang dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah Swt.

1
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa pengertian nikah?
2 Apa tujuan dari nikah?
3 Apa hikmah dari nikah?
4 Apa itu Akad dan Walimatul’ursy?
5 Bagaimana kaitannya pernikahan dengan harta peninggalan?

1.3 Tujuan Pembahasan


1 Mengetahui pengertian dari pernikahan
2 Mengetahui tujuan pernikahan
3 Mengetahui hikmah pernikahan
4 Mengetahui Akad dan Walimatul’ursy
5 Mengetahui kaitan pernikahan dan peninggalan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Membangun Keluarga Islam


1).pengertian Tujuan Dan Hikmah Nikah

A. Pengertian nikah

Nikah menurut bahasa artinya akad atau mengumpulkan. Sedangkan menurut istilah
adalah akad yang memunculkan atau menyebabkan kebolehan hubungan khusus ( hubungan
seksual) antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan pengertian nikah menurut UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan adalah ikatan lahir bathin Antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa(pasal 1 ayat 1).

B. Tujuan dan hikmah nikah

•Tujuan

Dalam pandangan islam menikah dan berkeluarga bukan hanya memenuhi kebutuhan
hidup yang bersifat material , tetapi bernilai ibadah yang tatanannya di atur berdasarkan norma-
norma agama. Islam mengajarkan tujuan nikah adalah membentuk keluarga yang sakinah
(merasa cenderung terhadap pasangan, mawaddah(rasa cinta), dan wa rahmah(kasih sayang).

•Hikmah

A. Menguatkan ibadah

Menikah merupakan bagian utuh dari ibadah, bahkan disebut sebagai separuh
agama.tidak main-main menikah bukan sekedar proposal pribadi untuk kepatuhan dan
kepastiankepastian hidup bermasyarakat. Bahkan menikah menjadi sarana menggenapi sisi
keagamaan seseorang agar semakin kuat ibadahnya.

B. Menjaga kehormatan diri

Semua manusia memiliki insting kecenderungan kepada pasangan jenis nya yang
menuntut disalurkan secara benar. Apabila tidak di salurkan secara benar akan muncul
penyimpangan juga kehinaan. Manusia adalah makhluk yang mulia dan kebutuhan biologis
manusia menuntut untuk dipenuhi dan disalurkan lewat pernikahan sehingga manusia akan tetap
mulia. Sedangkan manusia yang menyalurkan hasrat biologis nya tanpa melewati proses
pernikahan maka nilainya sama dengan binatang.

3
C. Mendapatkan keturunan

Tujuan MULIA dari pernikahan adalah keturunan. Semua orang memiliki kecenderungan
dan persaan senang dengan anak. Bahkan nabi pun menuntutkan untuk menikahi perempuan
dengan kasih sayang serta bisa melahirkan banyak keturunan. Dengan memiliki keturunan maka
akan memberikan jalan bagi kelanjutan generasi kemanusiaan dimuka bumi berdasarkan Qs. An-
Nahl/16:72.

‫ت هَّللا ِ هُ ْم‬ ِ َ‫ت ۚ أَفَبِ ْالب‬


ِ ‫اط ِل ي ُْؤ ِمنُونَ َوبِنِ ْع َم‬ ِ ‫َوهَّللا ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا َو َج َع َل لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِينَ َو َحفَ َدةً َو َرزَ قَ ُك ْم ِمنَ الطَّيِّبَا‬
َ‫يَ ْكفُرُون‬

"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Anak adalah investasi akhirat, bukan semata-mata kesenangan dunia. Dengan memiliki
anak yang shalih dan shalihah ,maka akan memberikan kesempatan kepada kedua orang tua
untuk mendapatkan syurga di akhirat kelak.

D. Menyalurkan fitrah

Diantara fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki laki dan perempuan diciptakan
menjadi pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, dan saling berbagi.

Manusia juga mempunyai fitrah kebapakan dan keibuan. Laki-laki perlu menyalurkan
fitrah kebapakan dan sebaliknya seorang perempuan perlu menyalurkan fitrah keibuan dengan
cara yang benar yaitu menikah dan memiliki keturunan

E. Membentuk peradaban

Menikah memunculkan keteraturan hidup dalam masyarakat, munculnya keluarga


sebagai basis pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebaikan. Lahirlah keluarga-keluarga
sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan menikah,
terbentuklah tatanan kehidupan masyarakat yang ideal. Semua orang akan terkat dengan keluarga
dan akan kembali kepada keluarga.

2. Langkah-langkah menuju pernikahan

A. Persiapan menuju pernikahan

Pernikahan adalah bagian penting dari kehidupan yang akan berimplikasi kepada seluruh
aspek kehidupan seseorang termasuk kepada keturunan. Karena itu menuju jenjang pernikahan
diperlukan kesiapan dan perencanaan yang serius, dalam ungkapan nabi kesiapan tersebut
disebut istitha'ah yaitu kuasa atau kemampuan dalam kesiapan untuk memasuki jenjang
pernikahan antara lain:

4
• Kesiapan fisik

Orang yang ingin menikah hendaknya mempersiapkan kesitu fisik dan biologis karena
salah satu fungsi dari pernikahan adalah melahirkan keturunan. Untuk dapat melahirkan
seseorang harus memutuskan kesit secara fist terutama berfungsi dan sehat-sehatnya alat alat
reproduksi agar anak yang dilahirkan sehat. Kesiapan fisik sect alamiah dapat dilihat dengan
telah dialaminya haid pada perempuan atau mimpi(wet dream) pada laki-laki.

•Kesiapan mental atau psikologis

Pernikahan akan memiliki pengaruh pula kepada kondisi psikologis orang yang
mengalaminya. Pergantian status menjadi suami atau istri seseorang membawa orang kepada
peran-peran baru yang disertai dengan pengalaman baru. Hal ini tentu saja membawa
konsekuensi akan perlunya penyesuaian - penyesuaian perilaku . Dalam penyesuaian ini terjadi
perubahan - perubahan suasana kewajiban seseorang. Oleh karena itu, orang yang akan menikah
hendaknya mempersiapkan mental untuk memasuki situasi - situasi yang berubah dari situasi
yang selama ini dialaminya.

•Kesiapan ekonomis

Menikah bukan hanya berbekalan rasa saling mencintai, tapi juga harus dengan bekal
ekonomi.karena kehidupan berkeluarga berarti bertambahnya kebutuhan hidup. Bagi laki-laki
kesiapan ekonomi sangat penting, mengingat suami lah yang bertanggungjawab untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.

Maksud dari kesiapan ekonomi ini tidak mengandung arti harus kaya atau berlebih.
Tetapi kemandirian ekonomi suami istri itu untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan
standar hidup layak mereka.

•Kesiapan sosial

Menikah berarti juga merubah status sosial, karena itu dibutuhkan kesiapan untuk
memasuki kehidupan masyarakat yang sesungguhnya. Interaksi dan komunikasi antar warga
akan menempatkan posisi seseorang sesuai kemampuan untuk bersosialisasi di tengah
masyarakat.

•Kesiapan Agama

Kesiapan segi agama merupakan bagian yang sangat penting, karena Agama dapat
menjadi rujusan sekaligus pedoman dalam mencapai tujuan keluarga. Orang yang siap dari segi
agama akan memasuki hidup berkeluarga secara benar dan terarah. Pada saat tertentu, ketika
kehidupan Keluarga sedang mengalami naik turun, agama dapat menjadi rujukan bersama suami
istri dan mendorong mereka untuk bersyukur serta bersabar.

•Menentukan pilihan pendambing hidup


5
Mengenal calon pasangan merupakan upaya untuk mengenal lebih dekat dan
pertimbangan untuk memilih juga menetapkan siapa yang akan menjadi suami atau istri.

Tuntunan Nabi SAW dalam memilih pasangan diungkapkan dalam hadist:

"Perempuan dinikahi karena empat hal, karena cantiknya, hartanya, keturunannya dan
agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya engkau akan mendapatkan keuntungan."(HR
Bukhari dan Muslim)

Pertimbangan agama sangat penting bahkan harus menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan calon pasangan. Hal pertama dalam kaitan ini adalah calon pasangan harus sama -
sama beragama islam karena islam mengharamkan nikan berbeda agama. Selanjutnya dilihat dari
keagamaan calon pasangan yang hendaknya seorang muslim-muslimah yang taat melaksanakan
ibadah dan berakhlak mulia.

Masa khitbah adalah masa saling mengenal, mempertimbangkan bisa saja berujung pada
keputusan untuk menikah atau melepaskannya.

Masa pra nikah adalah masa memilih calon pasangan sehingga ditemukan pasani yang
sesuai seperti yang dikehendaki. Masa pra nikan didalam ajaran agama Islam sering di sebut
masa khitbah sedangkan di indonesia sering di sebut sebagai pertunangan atau lamaran.

3).Akad dan walimatul'ursy

A. Syarat dan rukun nikah

• Rukun nikah

o Calon suami- istri


o Wali pihak perempuan
o Dua orang saksi
o Ijab qobul

Adanya calon pasangan, yaitu laki-laki dan perempuan yang menurut syariat islam
diperbolehkan untuk menikah. Pernikahan sesama jenis sangat diharamkan apapun alasannya.
Orang yang menyukai sesama jenis adalah orang yang sakit dan harus diobati bukan malah
dilestarikan.

•Ada beberapa perempuan yang haram dinikahi

√.Haram karena keturunan, yaitu perempuan yang memiliki hubungan darah atau
seketurunan

Mereka ini adalah :

6
o ibu, nenek terus ke atasnya
o Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
o saudara perempuan sekandung seayah atau seibu
o saudara ibu Baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu
o Saudara ayah baik sekandung atau dengan perantaraan ayah atau ibu
o Anak perempuan dari saudara laki terus ke bawah-Anak perempuan dari saudara
perempuan terus ke bawah

√.Haram karena persusuan

o Ibu yang menyusui


o saudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan

√.Haram karena suatu perkawinan

o Ibu istri (mertua) dan seterusnya ke atas baik ibu dari keturunan atupun susuan
o Anak tiri jika sudah campur dengan ibu nya
o Istri ayah dan seterusnya ke atas
o Wanita-wanita yang pernah dikawini ayah, kakek sampai ke atas
o Istri anak laki-laki(menantu) dan seterusnya

Semua perempuan diatas adalah yang haram dinikahi selamanya. Adapula perempuan yang
haram dinikahi sementara yaitu:

o Pertalian nikah yakni perempuan yang masih berada dalam ikai pernikahan, kalau sudah
cerai dan habis masa iddah nya baru boleh dinikahi.
o Istri yang ditalak ba'in kubra yaitu perempuan yang ditalak dengan tiga talak, haram
dinikahi oleh bekas suaminya kecuali telah di nikahi laki - laki lain dan sudah digauli,
apabila dicerai dan habis masa iddah nya boleh dinikahi oleh bekas suaminya yang
pertama.
o Menghimpun dua perempuan bersaudara, apabila salah satu sudah dicerai atau
meninggal, maka yang lainnya boleh dinikahi .
o Menghimpun perempuan lebih dari empat.
o Berlainan agama, apabila perempuan itu masuk islam maka boleh dinikahi.

Wali

Yaitu laki - laki yang bertanggungjawab untuk menikahkan calon penggantin perempuan.
Dalm kaitan pernikahan terdapat dua macam wali yaitu wali nasab dan wali hakim

Wali nasab adalah wali yang ada berhubungan darah dengan perempuan yang akan
dinikahan contoh nya ayah, kakek dari ayah, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki

7
seayah dari ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah dari ayah, dan anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah dari ayah.

Saksi

Dua orang laki-laki muslim dewasa yang memberikan kesaksian akan terjadinya
pernikahan. Untuk saksi hendaknya dipilih orang yang mengetahui pengetahuan tentang hukum
perkawinan sehingga apabila dibutuhkan mereka dapat memberikan kesaksian dengan benar
sesuai dengan aturan tentang pernikahan

Ijab qobul

Ijab qobul Adalah serah terima calon pengantin perempuan dari wali kepada pengantin
laki-laki. penyerahan calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh wali kepada calon suami.
Sedangkan qobul adalah penerimaan calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh calon
suami. Mengucapkan ijab qobul disyaratkan untuk diucapkan dengan jelas, lancar dan tidak
terhalang dengan kata- kata lain.

B. Prinsip dan adab walimatu'ursy

Bagi orang yang akan melaksanakan pernikahan disunatkan untuk mengumumkan


kepada khalayak dengan mengadakan walimatu'ursy. Nabi SAW menganjurkan agar
mengadakan walimah pernikahan.

Anjuran untuk merayakan hari pernikahan bukan dilakukan dengan pesta pora dan
sejenisnya, tetapi yang paling penting dari isi pesan nabi SAW yaitu agar pernikahan ini
diketahui umum, sehingga perempuan yang dinikahi statusnya diketahui masyarakat.

4).Hak dan tanggungjawab suami

Berdasarkan Qs. An-nisa/4:34

‫الرِّ َجا ُل قَوَّا ُمونَ َعلَى النِّ َسا ِء‬

"Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita(istri)"

Suami dan istri memiliki kewajiban untuk bekerja sama membina dan memelihara
kelanggengan rumah tangga serta bersama-sana mendidik anaknya. Hal yang pertama dilakukan
suami istri yang baru menikah adalah saling mengetahui dan memahami pasangannya.

•menajemen konflik dalam keluarga

Keluarga merupakan komunitas terkecil yang didalamnya terdapat anggota keluarga tidak
selalu sepi dengan masalah karena setiap anggota keluarga memiliki harapt, keinginan dan
karakter sendiri-sendiri yang tidak mustahil jiga suatu hari terjadi masalah atau konflik diantara
mereka.

8
Konflik antara suami istri sangat mungkin terjadi, karena itu maka dari itu suami maupun
istri perlu memiliki kemampuan untuk pengolahan konflikkonflik contohnya adalah komunikasi
yang kurang baik

•Beberapa cara yang dianjurkan islam dapat ditempuh terlebih dahulu sebelum terjadi
perceraian yaitu:

->Saling menasehati

->pindah tempat tidur

->pelajar yang lebih keras kepala.Pihak yang dianggap salah baik suami maupun istri

->minta bantuan anggota keluarga yang lain sebagai penengah.

•Penceraian sebagai solusi terakhir

Jika usaha mempertahankan telah dilakukan dan hubungan kedua suami istri itu tidak lagi
bisa dipertahankandipertahankanmaka perceraian bisa saja dilakukan. Islam memberikan solusi
bagi pasangan yang tidak lagi memperoleh kecocokan untuk bercerai dengan cara suami
menjatuhkan talak kepada istrinya.

Cerai atau talak adalah lepasnya ikatan pernikahan sehingga pasangan itu haram untuk
berhubungan badan. Talak pada dasarnya boleh atau halal dilakukan, tetapi Allah SWT
membencinya.

2.2 Pembagian Harta Peninggalan


1 Pengetian Harta Peninggalan

Hukum waris merupakan aturan yang berkaitan dengan pembagian harta pusaka yang di
tinggalkan nanti oleh pemiliknya dan menjadi hak ahli warisnya. Pembagian harta warisan wajib
dilakukan oleh ahli warisnya berdasarkan ketentuan Allah sebagaimana diatur dalam alquran dan
sunnah Rasul.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggal oleh seseorang yang meninnggal dunia,
tetapkan dulu harta peninggalannya, yaitu harta milik mutlak si mayat dari hasil usahanya setelah
dibagi dengan pasangannya (istri atau suami yang masih hidup) atau harta dari warisan
leluhurnya. Kemudian potong dulu dengan wasiat dan utangnya (jika ada), biaya-biaya
perawatan (jika ada biaya perawatan sebelum meninggal) dan biaya penguburannya. Sisanya
itulah harta pusaka yang harus dibagikan kepada ahli warisnya.

9
a. Pembagian harta adalah hak Allah

Islam memandang segala sesuatu di alam ini adalah milik Allah (illahi ma fissamawati
wal ardi, milik Allah lah apa yang ada di langit dan bumi ), sedangkan manusia hanya memiliki
hak guna-pakai yang bersifat sementara. Apabila seseorang meninggal dunia, maka segala yang
dimilikinya dikembalikan kepada Allah. Ini berarti bahwa harta yang ditinggalkannya harus
dikelola sesuai dengan ketentuan Allah. Karena itu, ajaran islam mengatur tentang pembagian
harta peninggalan berdasarkan ketentuan Allah yang di sebut hokum waris atau faraid.

b. Prinsip Kewarisan dalam Islam


1) Prinsip ijabari

Peralihan harta benda seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya
yang masih hidup berlaku dengan sendirinya. Pelaksanaanya atas kehendak Allah bukan
karena kehendak pewaris dan ahli warisnya . Pelaksanaannya juga tidak memberatkan
ahli warisnya.

Andaikata harta warisan tidak mencukupi untuk menutupi sangkutannya, maka


tidak ada kewajiban ahli waris untuk menutupi utang-utangnya itu, cukup dibayangkan
sebatas harta benda ditinggalkanya. Kalaupun ahli waris akan melunasi hutang-hutangnya
bukanlah karena perintah hukum, tetapi hanya karena atas dasar etika dan moral mulia
dari ahli warisnya. Berbada dengan KUHP, peralihan harta dari pewaris bergantung pada
kehendak ahli waris yang bersangkutan. Ahli earis bermungkinkan bisa menolak
menerima warisan dan menolak lupa segala konsekuensinya. Demikian pula terhadap
wasiat, hanya diperkenankan maksimal 1/3 dari seluruh hartanya.

2) Prinsip individual
Warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli warisnya untuk dimiliki secara
perorangan. Ahli waris berhak atas bagian dari warisan tanpa terikat dengan ahli waris
lainnya. Dasarnya An-Nisa:7, bahwa setiap ahli waris laki-laki dan perempuan berhak
menerima warisan dari orang tua maupun kerabatnya.
Makna berhak atas warisan tidak berarti warisan harus dibagi-bagikan apapun
bentuknya, tetapi bisa saja tidak dibagi-bagikan sepanjang itu atas kehendak bersama ahli
warisnya, misalnya ahli waris tidak berada di tempat, atau masih anak-anak.
Tertundanya pembagian warisan itu tidak menghilangkan hak masing-masing ahli
waris sesuai bagiannya masing-masing. Yang terlarang dalam Al-quran (An-nisa ayat 2)
adalah mencampurkan harta anak yatim dengan harta yang tidak baik atau menukarnya
dengan harta yang tidak seimbang, dan larangan memakan harta anak yatim bersama
hartanya.
Prinsip individual ini terdapat keadaan mendasar dengan kewarisan adat yang
mengenal kewarisan kolektif yang tidak dibagi kepada seluruh ahli waris melainkan
dimiliki bersama, yaitu harta pusaka, tanah ulayat.

10
3) Prinsip Bilateral
Kedudukan yang sama antara ahli waria laki-laki dan perempuan keduanya dapat
menerima warisan baik dari garis kerabatnya laki-laki maupun dari waris kekerabatan
perempuan . Jenis kelamin bukanlah halangan kewarisan dalam waris islam. Dasarnya
dalam Al-quran surat An-nisa ayat 7,11,12, dan 176m khususnya pada ayat 7. Dapat
ditegaskan bahwa prinsip bilateral berlaku baik garis ke atas maupun ke samping.

4) Prinsip kewarisan hanya karena kematian


Peralihan harta warisan sesorang kepada yang lain dengan sebutan kewarisan,
berlaku setelah pemiliknya meninggal dunia. Tidak ada pewaris sepanjang masih hidup.
Segala bentuk pelarihan harta pemilik semasa masih hidup tidak termasuk dalam hukum
warisan islam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Waris islam hanya mengenal satu bentuk warisan hanyalah melalui kematian.
Dalam KUHP dikenal kewarisan sebagai abintestato yang tidak juga ,engenal warisan
secara wasiat yang dibuat pewaris semasa masih hidup. Hal relavan dengan prinsip ijbari
dimana seseorang dapat bertindak bebas atas harta kekayaannya semasa masih hidup,
tidak lagi setelah meninggal dunia.
c. Ketetapan Allah dalam pembbagian harta warisan

Pengaturan pembagian waris yang sesuai dengan ketentuan Allah terangkum dalam hukum
waris. Orang-orang yang berhak untuk waris mewaris dalam hukum waris disebabkan karena
adanya perkawinan, kekerabatan atau hubungan darah, dan wala atau perkawinan. Suami atau
istri, jika salah sattunya meninggal dunia terlebih dahulu, maka yang tinggal berhak atas harta
waris yang ditinggalkannya.

1) Bagian Suami
Suami yang ditinggal mati istrinya memperoleh bagian dari harta peninggalan harta
istrinya sebagai berikut:
a. Setengah dari harta peninggalan, jika istrinya itu tidak meninggalkan anak dari
dirinya atau suami-suami sebelumnya
b. Seperempat dari hata peninggalan, jika istrinya itu meninggalkan anak dari
dirinya maupun dari suami-suami sebelumnya.

Besarnya bagian suami didasarkan kepada firman Allah dalam surat An-Nisa : 12

“dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika
mereka tidak mempunyai anak, jika istrimu mempuunyai anak , maka kamu mendapatkan
seperempat dari harta yang ditinggalkan mereka….”(Qs. An-Nisa/4:12)

2) Bagian Istri

11
Istri yang ditinggal mati istrinya memperoleh bagian dari harta peninggalan harta
suaminya sebagai berikut:
a. Seperempat dari harta peninggalan, jika suaminya itu tidak meninggalkan anak
baik dari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan istronya.
b. Seperdelapan dari harta peninggalan, jika suaminya iitu meninggalkan anak,
baikdari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan istriya.

Besarnya bagian suami didasarkan kepada firman Allah dalam surat An-Nisa:12

“…para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka istri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan...”(Qs. An-Nisa/4:12)

Waris mewaris karena kekerabatan antara lain:

1) Anak Perempuan
anak perempuan, baik yang meninggalitu ibunya atau ayahnya, maka bagian dari harta
pusaka adalah:
a. Setengah. Jika hanya seorang diri; tidak bersama-sama dengannn saudara laki-laki
b. Dua pertiga, jika anak prempuan tersebut terdiri dari dua orang atau lebih dan
tidak bersama dengan anak laki-laki.
2) Anak Laki-laki
Anak laki-laki ttidaj termasuk ahli waris yang sudah ditentukan kafarnya(ashabul
furudl), ia menerima sisa (ashabah) dari ashabul furudl, penerima seluruh harta waris
apabbila tidak ada dzawil furudl seorang pun. Anak laki-laki adalah. Anak laki-laki
adalah ahli waris utama, sekalipun kedudukan dalam warisan sebagai penerima sisa. Ia
dapat menghalangi sama sekali ahli waris lain (hijab hirman) atau mengurangi
penerimaan ahli waris lain (hijab nuqshan). sedangkan ia sendiri tidak bisa dihijab oleh
ahli waris manapun, bahkan ia dapat menarik saudaracperempuannya untuk menerima
ashabah bersama dengan penerimaan yang berlipat dua dari saudara perempuannya itu.
Rincian harta waris bagi anak laki-laki sebagai berikut:
a. Jika dia mati hanya meninnggalkan seseorag atau beberapa orang anak laki –lak,
maka anak laki-laki mewarisi seluruh harta.
b. Jika dia mati meninggalkan seseorang atau beberapa otrang anak laki-laki dan
meninggalkan ahli waris ashabbul furudl, anak laki-laki mendapatkan sisa
(ashabah) setelah diambil oleh ashabul furudlnya.
c. Jika dia mati meninggalkan anak laki-laki, anak perempuan, dan ashabuk furudl,
maka seruluh harta setelah diambil oleh ashabul furudl dibagi dua, dengan
ketentuan anak laki-laki dua kali bagian anak prempuan.

Semua ahli waris dapat dihijab hirman oleh anak laki-laki, kecuali:ibu, bapak, suami,
istri, anak perempuan, kakek dan nenek yang hanya dapat dihijab nuqshan.

12
3) Ibu
Bagian ibu ada tiga macam, yaitu:
a. Seperenam, dengan ketentuan bila ia mewarrisi bersam-sama dengan far’ul waris
bagi si mati, baik seorang atau lebih, laki-laki maupun nperempuan. Uia bersama
dengan saudara-saudara si mati baik sekandung, seibu maupun seayah, atau
campuran seibu dan seayah, dan baik laki-laki maupun perempuan. Aturan ini
berdasarkan firman Allah:

“dan untuk ibu bapak, masing-masing seperempat dari harta yang dtinggalkan ,
jika yang meninggalkan mempuyai anak” (Qs. An-Nisa/4:11)

Dan dalam kelanjuta ayat tersebut:

“….jika yang meninggal itu mempunyai saudara-saudara , maka ibunya


memperolah seperenam” (Qs. An-Nisa/4:12)

b. Seprtiga , dengan ketentuan tidak bersama-sama dengan far’ul waris bagi si mati
atau dua irang atau lebih saudari-saudari si mati. Ia sendiri yang mewarisi dengan
ayah si mati tanpa salah seorang suami –istri si mati.

Apabila ia bersama dengan far’u ghairuhu waris bagi si mati atau bersam
dengan saudari-saudari si mati. Ia tidak berhijab sari sepertiga dan seperenam
fardl. Bika ia mewarisi bersama dengan seorang ayah salah seorang suami istri, ia
mendapat sepertiga sisa harta peninggalan. Pembagian ini berdasarkan firman
Allah:

“..jika yang menggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertig…” (Qs. An-Nisa/4:11)

Alhi waris tidak ada yang mendapat ahli waris hirman terhadap ibu, tetapi
ada dua ahli waris yang adapat berhijab nugshan padanya, yaitu: Nenek. Nenek
mendapat bagia seperenak dengan ketentuan bila ia tidak bersama ibu, baik
sendiri atau beberapa orang. Ahli waris yang hanya dapat berhijab nenek adalah:
ibu, ayah, kakek shahih, dan nenek yang dekat.

4) Ayah
ayah mempunyai harta peninggalan anaknya dengan tiga macam bagian, yaitu:
a. Sepereman, dengan ketentuan bila anak yang diwarisi mempunyai far’ul waris
muszakkar (anak turun si mati yang berhak mewarisi yang laki-laki), yaitu anak
laki-laki dan cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah.
b. Sepernam dan ushubah, dengan ketentuuan anak yang diwarisi mempunyai far’u
waris muannats (anak turun si mati yang perempuan), yakni anak permuan dan

13
cucu perempuan pancar laki-laki sampai ke bawah. Ketentuan ini didasarkan
kepada filman Allah:

“…dan untuk ibu bapa, masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal mempunyai anak…” (Qs. An-Nisa/4:11)

c. Ushubah, bila anak yang mewarisi harta peninggalannnya tidak mempunyai farudl
waris sama sekali, baik laki-laki maupun perempuan, sesuai dengan firman
Allah:

“…tetapi jika orang yang meninggal tidsk mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
ibu san bapaknya (saja), maka untuk ibunya sepertiga peninggalan…” (Qs. An-
Nisa/4:11)

5) Kakek
Istilah kakek dalam ahli waris memiliki dua arti, yaitu kakek shahih dan kakek
ghairu shahih. Kakek shahih adalah kakek yang hubungan nasabnya dengan si mati tanpa
diselingi oleh perempuan, seperti ayahnya (abu al-ab) dan ayah dari ayahnya (abu abi
al-ab) sampai ke atas. Sedangkan kakek ghiru shahih adalah kakek yang hubungan
nasabnya dengan si mati diselingi oleh perempuan, seperti ayahnya ibu (abul um) dan
ayah dari ibunya ayah (abu ummi ab).
Kakek dapat meduduki status ayah bila tidak ada ayah dan saudara-saudara atau
saudari-saudari sekandung atau seayah , karena itu ia mendapat bagian pusaka seperti
bagian ayah, yaitu:
a. Seprenam, jika si mati mempunyai anak turun yang berhak waris laki-laki
(far’u waris mudzakkar)
b. Sepereman dan sisa dengan jalan ushubah bila si mati mempunyai anak
turun perempuanyang berhak waris (far’u waris muannats )
c. Ushubah, jika si mati tidak mempunyai far-u waris secara mutlak, baik
laki-laki maupun perempuan. Ia juga mempunyai anak turun yang tidak
berhak menerima pusaka (far’u ghairu waruts), seperti cucu perempuan
pancar perempuan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-kata
secara lisan, sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:

“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.

Hadis lain Rasulullah Bersabda:

“Nikah itu adalah setengah iman”.

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti
aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan
dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan,
Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian,
tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam
sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang
berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan
masa iddah bagi kaum perempuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

UPI, Tim Dosen PAI. 2017. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai