Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PERNIKAHAN DAN KB DALAM PERSPEKTIF ISLAM

DISUSUN OLEH :

Riski Novita Ratna (18300016)

PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan yang jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kami berharap adanya saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Bandar Lampung, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Tujuan ........................................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
D. Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian pernikahan ................................................................................ 4


B. Hukum pernikahan ..................................................................................... 4
C. Peminang (khitbah) .................................................................................... 5
D. Syarat pernikahan....................................................................................... 6
E. Tujuan pernikahan .................................................................................... 10
F. Pemilihan calon suami/istri ....................................................................... 11
G. Konsep keluarga berencana ...................................................................... 13
H. KB dalam pandangan Al-Quran & Hadist ............................................... 16
I. Hukum KB dalam islam........................................................................... 17
J. Cara KB yang diperbolehkan & dilarang oleh islam ............................... 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam


dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang
akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah
Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang
lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah
merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

َُ ‫ل أَز َوا ًجا أَنفه ِس هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َج َع‬


َُ ‫ل َو‬
‫ّللاه‬ ِ ‫ت ِمنَُ َو َرزَ قَ هكمُ َو َح َفدَُة ً بَنِينَُ أَز َو‬
َُ ‫اج هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َو َج َع‬ َ ‫ل ُۚ ال‬
ُِ ‫ط ِيبَا‬ ِ َ‫يهؤ ِمنهون أَفَ ِبالب‬
ُِ ‫اط‬
َُ ‫َيكفه هرونَُ ههمُ َو ِب ِنع َم ِت‬
ِ‫اّلل‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari
yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?”(An-Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat,


tujuan, hukum, serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan
salah satu tujuan dari pernikahan:
ُِ َ‫ام ال َحال‬
ُ‫ل بَينَُ َما فَص هل‬ ُِ ‫ُّف َوال َح َر‬
ُُّ ‫صوتهُ الد‬
َ ‫َاحِ فِي َوال‬
ُ ‫النِك‬
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara)
dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896.
Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur


sedemikian rupa permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari
wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan
mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

1
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar baik segi kekayaan sumber
daya alam maupun sumber daya manusia, hal ini pernah tercatat, bangsa Indonesia
terbanyak penduduk setelah Cina dan India artinya maju mundurnya kemajuan bangsa
salah satunya ditentukan oleh kualitas manusia atau lebih spesifik keluarga. Tidak
dapat kita pungkiri, sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan sebuah bangsa.

Hal ini terkait erat dengan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila
pemerintah bersama-sama dengan segenap komponen masyarakat berkepentingan
untuk membangun keluarga-keluarga di negara kita tercinta ini agar menjadi keluarga
yang sejahtera yang dalam konteks ini kita maknai sebagai keluarga yang sehat, maju
dan mandiri dengan ketahanan keluarga yang tinggi. Terlebih Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai motor penggerak Program KB di
Indonesia, sekarang ini sangat berpihak pada upaya membangun keluarga sejahtera
dengan visi dan misinya yang telah derbaharuhi, yakni ”Seluruh Keluarga Ikut KB”
dan ”Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.

B. Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah?
2. Apa Hukum Pernikahan?
3. Apa saja Syarat Pernikahan?
4. Apa Tujuan Pernikahan?
5. Bagaimana konsep keluarga berencana secara umum?
6. Bagaimana keluarga berencana dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadits?
7. Bagaimana hukum keluarga berencana dalam Islam?
8. Bagaimana Cara KB yang Diperbolehkan dan Yang Dilarang oleh Islam?

2
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui
pentingnya pengetahuan terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti
akan mengalami sebuah Pernikahan dan untuk mengetahui hukum keluuarga
berencana menurut islam.

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2. Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.
3. Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara
Islam.
4. Pembaca dapat mengetahui bagaiman Hukum Kb dalam islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan
menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata ,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawajdigunakan dalam al-
Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan
sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan,
menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

B. Hukum Pernikahan
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang
artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan
pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya
pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga
bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh
Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh
bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
 Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak
segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

4
 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan
jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera
menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah.

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh


Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.

 Pernikahan Yang Dihukumi Haram


Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam
pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara
materiil.

C. Peminangan (Khitbah)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan
perempuan untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh
kedua pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah
dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum
peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara
sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda
ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki,
pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka
hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan
dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau
penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat
untuk seorang wanita ialah wajah dan keduatangannya saja.

5
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan
meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang
hendak menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah
melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk
melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi
dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah


bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak
boleh meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat
ketetapan untuk memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-
Syaikhan))

D. Syarat Pernikahan
1. Rukun nikah
 Pengantin laki-laki
 Pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi laki-laki
 Mahar
 Ijab dan kabul (akad nikah)

2. Syarat calon suami


 Islam
 Laki-laki yang tertentu
 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

6
 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

3. Syarat calon istri


 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
 Bukan seorang banci
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 Tidak dalam iddah
 Bukan istri orang

4. Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Telah pubertas
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umroh
 tidak fasik
 Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika
syarat-syarat wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan
itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal
yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan
selamanya.

5. Jenis-jenis wali
 Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang
mempunyai hak mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu

7
perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan
calon istri yang hendak dinikahkan)
 Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak
menjadi wali
 Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali,
jikalau wali aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh
wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak
ada yang terdekat lagi.
 Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau
pihak berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik
menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.

6. Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Telah pubertas
 Laki-laki
 Memahami isi lafal ijab dan qobul
 Dapat mendengar, melihat dan berbicara
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan
dosa-dosa kecil)
 Merdeka

7. Syarat ijab
 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau
pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

8
8. Syarat qobul
 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 Tidak ada perkataan sindiran
 Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
 Menyebut nama calon istri
 Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima


nikahnya dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap
alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai
istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para
hadirin khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi
mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami
istri itu kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan
oleh para hadirin. Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak
istri dan selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami
sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami
istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai
"Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu
diminta untuk berwudhuterlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak
perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan
disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu
dibebankan atau dibuang.

9
E. Tujuan Pernikahan

a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan
dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang
ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

b. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya
adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang
dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

c. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq
(perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas
Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:
َ ‫َان ال‬
ُ‫ط َال هق‬ َ ‫سانُ ت َس ِريحُ أَوُ ِب َمع هروفُ فَإِم‬
ُِ ‫ساكُ ُۚ َم َرت‬ ُُّ ‫هن ِم َما ت َأ هخذهوا أَنُ لَ هكمُ يَ ِح‬
ُ َ ‫ل َو‬
َ ‫ل ُۚ بِإِح‬ ُ َ ِ‫أَنُ إ‬
َُ ‫ل شَيئًا آت َيت ه هموه‬
ُ َ َ‫ّللاِ يه ِقي َما هحد هو ُدَ أ‬
‫ل يَخَافَا‬ َُ ُۚ ُ‫ل ِخفتهمُ فَإِن‬ ُ َ َ‫ّللاِ هحد هو ُدَ يه ِقي َما أ‬
َُ ‫ال‬ َُ ‫ّللاِ هحد هو ُد ه تِلكَُ ُۚ بِ ُِه افتَدَتُ فِي َما َعلَي ِه َما هجنَا‬
ُ َ َ‫ح ف‬ َُ ‫ال‬ُ َ َ‫ت َعتَد هوهَا ف‬
َُ ‫ظا ِل همونَُ فَأهو َٰلَئِ َك هه هُم‬
ُۚ ُ‫ّللاِ هحد هو ُدَ يَتَ َع ُدَ َو َمن‬ َ ‫ال‬
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan
baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri)
khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir
bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya
tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah :
229]

10
d. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah
hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari
sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan
dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan
berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)

e. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih


Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang
shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman
Allah‘AzzawaJalla:
َُ ‫ل أَز َُوا ًجا أَنفه ِس هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َج َع‬
َُ ‫ل َو‬
‫ّللاه‬ ِ ‫ت ِمنَُ َو َرزَ قَ هكمُ َو َح َفدَُة ً بَنِينَُ أَز َو‬
َُ ‫اج هكمُ ِمنُ لَ هكمُ َو َج َع‬ َ ‫ل ُۚ ال‬
ُِ ‫ط ِيبَا‬ ِ َ‫أَفَ ِبالب‬
ُِ ‫اط‬
َُ‫ت يهؤ ِمنهون‬ َُ َُ‫ههم َيكفه هرون‬
ُِ ‫ّللاِ َو ِب ِنع َم‬
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu
rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

F. Pemilihan Calon Suami/Istri


1. Ciri-ciri bakal suami
 beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
 bertanggungjawab terhadap semua benda
 memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
 berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan
yang benar
 tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya
 rajin bekerja untuk kebaikan rumah tangga seperti mencari rezeki yang halal
untuk kebahagiaan keluarga.

2. Ciri-ciri bakal istri


 Wanita itu shalihah
 Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau
saudara perempuannya yang telah menikah.
11
 Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang
sempurna.
 Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya,
 Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak
ada serta menjaga harta suaminya,
 Menjaga shalat yang lima waktu,
 Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,
 Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer
kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah.
 Berakhlak mulia,
 Selalu menjaga lisannya,
 Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan
mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,
 Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,
 Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,
 Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

‫َاريَةً تُالَ ِعبُهَا َوتُالَ ِعبُكَ ؟‬


ِ ‫فَ َهالَّ ج‬
“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa
mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

3. Perempuan yang Haram dinikahi


 Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena
keturunannya (haram selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat
23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu menikahi ibumu, anakmu,
saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara
perempuan bagi saudara perempuan.”:
a. Ibu
b. Nenek dari ibu maupun bapak
c. Anak perempuan & keturunannya
d. Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
e. Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu semua
anak saudara perempuan

12
 Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan
ialah:
a. Ibu susuan
b. Nenek dari saudara ibu susuan
c. Saudara perempuan susuan
d. Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
e. Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
f. Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
g. Ibu mertua
h. Ibu tiri
i. Nenek tiri
j. Menantu perempuan
k. Anak tiri perempuan dan keturunannya
l. Adik ipar perempuan dan keturunannya
m. Sepupu dari saudara istri
n. Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

G. Konsep Keluarga Berencana


1. Pengertian Keluarga Berencana
Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga
berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta
menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga
berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan
dengan memakai kontrasepsi.

13
Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi
ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan
kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan
adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang
memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk
mengakhiri kehamilan dengan aborsi.

2. Tujuan Keluarga Berencana


Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan
laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan
menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi
2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan
mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya
kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan
dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-
1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret
ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak
pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta
menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih
dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan
untuk tercapainya keluarga bahagia.
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan
menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan
berkualitas.
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu
keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
produktif dari segi ekonomi.

14
3. Sasaran Keluarga Berencana
a. Sasaran Langsung
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15 - 49
tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan
seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS
diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga
memberi efek langsung penurunan fertilisasi.

b. Sasaran Tidak Langsung


1) Kelompok remaja usia 15 - 19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan
target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan
kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah
berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih
berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan serta kejadian aborsi.
2) Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-instansi
pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita, dan
pemuda), yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam
pelembagaan NKKBS.
3) Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi

4. Macam – macam alat kontrasepsi


Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal
diantaranya ialah:
1. Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita untuk
mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
2. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu
menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin
terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma
melalui canalis servikalis.
3. Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan dibawah
kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku. Cara kerjanya
sama dengan suntik.

15
4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop(spiral) multi load
terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah membuat
lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
5. Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan
saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar
prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi
dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk
kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
6. Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan tiisu
yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang
bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.

H. Keluarga berencana dalam pandangan Al-Quran Dan Hadist


1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang
perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
‫وليخشششُالذينُلوُتركواُمنُخلفهمُذريةُضعافاُخافواُعليهمُفليتقوهللااُواليقولواُسديدا‬
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir
terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang
pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman:
14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.

Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang
perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri,
mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah
tangga.

16
2. Pandangan Al-Hadist tentang keluarga berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

)‫إنكُتدرُورثكُأغنياءُخيرُمنُأنُتدرهمُعالةُلتكففونُالناسُ(متفقُعليه‬

“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu


dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi
beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan
tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai
anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

I. Hukum Keluaraga Berencana dalam Islam


1. Menurut Al-quran dan Hadist
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang
melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:

‫الُصلُفىُاألشياءُالباحةُحتىُيدلُعلىُالدليلُعلىُتحريمها‬

Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang


diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:

a. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah:

)195ُ:ُ‫ولُتلقواُبأيديكمُإلىُالتهلكةُ(البقرة‬

“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.


b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini
sesuai dengan hadits Nabi:

‫كاداُالفقرُأنُتكونُكفرا‬

“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.

17
c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran
anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

‫ولُضررُولُضرار‬

“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.

2. Menurut pandangan ulama’


a. Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh
al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa
diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk
menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan
anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama
dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai
tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat
al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
b. Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang
diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang
mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti
firman Allah:
‫ولُتقتلواُأولدكمُمنُإملقُنحنُنرزقكمُوإياهم‬
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
(kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.

18
J. Cara KB yang diperbolehkan dan dilarang oleh islam
1. Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh
syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet
vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang
ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan
hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
)ُ‫ُفلمُينههاُ(رواهُمسلم‬.‫ُم‬.‫كناُنعزلُعلىُعهدُوسولُهللااُص‬

ُ Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya.

2. Cara yang dilarang


Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan
cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang
termasuk kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak
diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakn
keturunan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan
perempuan yang bukan muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban
dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan,
sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam.
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia
bukanlah ummadku”.
Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi
pernikahan yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam.
Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya
Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan,
Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci
sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal
yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga. Islam secara
terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan hukumnya. Dan
dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah
bagi kaum perempuan.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara
kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara (tidak
permanen) dan dapat dipasang sendiri olrh yang bersangkutan atau oleh orang
lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada
dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia
dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari
bahan yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan
(mudlarat) bagi kesehatan.

20
B. Kritik Dan Saran
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai
pernikahan dan KB ini pasti ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca
mengenai pernikahan dan KB berdasarkan Islam. Adapun kritik maupun saran dapat
disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan,
materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat
mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.

21

Anda mungkin juga menyukai